Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Naqiya Nazzaha
Abstrak :
Perkawinan yang dikehendaki oleh Undang-Undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974 adalah perkawinan yang menuju pembentukan keluarga atau rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa yang dalam bahasa umum lazim dinamakan membentuk keluarga yang sakina, mawaddah dan warahmah, penuh dengan kedamaian dan limpahan kasih sayang. Sejalan dengan Undang-Undang Perkawinan, Hukum Islam pada asasnya menganut asas monogami. Namun Agama Islam tidak melarang poligami dengan persyaratan khusus serta adanya pembatasan jumlah istri. Dalam praktek ternyata masih terdapat pelanggaran atas pelaksanaan poligami. Dalam penulisan ini, kasus yang akan dibahas adalah adanya gugatan pembatalan perkawinan dari seorang istri pertama atas perkawinan kedua suaminya, namun gugatan baru diajukan ketika suami telah meninggal dunia. Dalam penulisan ini permasalahan yang akan dibahas apakah pertimbangan hakim telah tepat dalam memutuskan gugatan pembatalan perkawinan tersebut serta akibat hukum dari putusan tersebut. Metode yang digunakan adalah metode penelitian kepustakaan yang bersifat yuridis normatif, dengan data utama yang digunakan data sekunder yang diperoleh dari bahan-bahan kepustakaan berupa bahan hukum primer, sekunder dan tersier. Hasil dari analisi adalah bahwa Majelis Hakim dalam memutuskan kasus kurang tepat dan cermat karena hanya melihat dari segi formil saja dan tidak mempertimbangkan aspek-aspek lain terutama aspek materiil dari perkawinan itu sendiri. Akibat hukum dari putusan tersebut adalah terhadap anak, harta benda selama perkawinan dan pihak ketiga. Saran dalam penulisan ini adalah bahwa dalam memutuskan perkara Majelis Hakim hendaknya mencari dan menemukan hukum yang sensitif terhadap kebutuhan perlindungan hukum bagi perempuan dan anakanak, khususnya dalam kaitannya dengan poligami yang dilakukan oleh suami.
Marriage referred to the Law No. 1 of 1974 regarding Marriage Law is a marriage that led to the formation of a family or household that is happy and eternal based on God that is in common language commonly called a family who sakinah, mawaddah and warahmah, full of peace and abundance of affection. In line with the Marriage Law, Islamic Law in principle follows the principle of monogamy. But Islam does not prohibit polygamy with special requirements as well as the restrictions on the number of wives. In practice it turns out there is still a violation of the implementation of polygamy. In this study, a case that will be discussed is the marriage of a lawsuit over the first wife of her husband's second marriage, but a new lawsuit filed when the husband had died. In this paper the issues to be discussed whether the judge has the right considerations in deciding the lawsuit marriage and the legal consequences of the decision. The method used is a method of research literature normative juridical, with the main data used secondary data obtained from the literature materials in the form of primary legal materials, secondary and tertiary. The results of the analysis is that the judges in deciding cases less precise and careful because just look at the formal terms only and does not take into consideration other aspects, especially the material aspects of the marriage itself. The legal consequences of the verdict are against the child, property during the marriage and the third party. The suggestions in this paper is that the judge the judges should look for and find the law that is sensitive to the needs of legal protection for women and children, particularly in relation to marriage by the husband.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2015
T42665
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Melani Aprianti
Abstrak :
ABSTRAK
Pernikahan bukanlah hal yang abadi. Perpisahan dapat teijadi karena bercerai ataupun kematian. Kehilangan pasangan hidup akibat kematian merupakan perubahan besar dalam hidup seseorang. Reaksi kematian pasangan atau anak adalah kehilangan yang paling traumatis pada orang dewasa (Aiken,1994). Terutama pada kematian yang bersifat tiba-tiba dimana individu yang ditinggalkan tidak memiliki persiapan sama sekali. Kehilangan pasangan merupakan hal yang berat bagi wanita yang ditinggalkan. Mereka harus menghadapi bereavement dan juga masalah-masalah baru sebagai janda. Bereavement adalah suatu rasa kehilangan akibat kematian. Bereavement terdiri dari grief dan mourning. Grief adalah reaksi internal dari kehilangan dan mourning adalah pengekspresian dari rasa kehilangan tersebut. Parkes dalam Hall & Perlmutter (1985) menyatakan dalam menghadapi grief itu sendiri melewati empat proses yaitu emptiness (kekosongan) dan numbness (kekakuan), yearning (kerinduan), disorientasi dan reorganisasi. Hal lain yang dihadapi seorang wanita paska suami adalah Masalah-masalah sebagai janda. Masalah-masalah yang harus dihadapi wanita yang menjanda menurut Hurlock (1986) adalah masalah ekonomi, masalah rumah tangga, masalah tempat tinggal, masalah sosial, masalah seksual dan masalah praktis. Dalam menghadapi hal-hal diatas, diperlukan suatu keyakinan akan kemampuan diri untuk menghadapinya dan dukungan dari orang lain. Self efficacy disebutkan oleh Parkes dalam Encyclopedia of marriage and the family (1995) sebagai salah satu faktor utama yang mempengaruhi tingkat kesulitan yang dialami seorang janda. Dukungan sosial memiliki peran penting pada bereavement dan berfungsi sebagai pelindung pada kejadian hidup yang stresful ( encyclopedia of marriage and the family, 1995). Penelitian ini ditujukan untuk mendapatkan gambaran self efficacy dan dukungan sosial dalam menghadapi proses grief dan masalah-masalah pada wanita paska kematian suami. Untuk menggali lebih dalam tentang gambaran self efficacy dan dukungan sosial maka penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Dengan tekhnik pengambilan data utama adalah wawancara. Selain analisis intra kasus pada masing-masing subjek juga dilakukan analisis antar subjek. Subjek pada penelitian ini adalah tiga orang dengan kriteria kematian suami bersifat tiba-tiba, lama menjanda dibawah 4 tahun, berusia antara 18-46 tahun ketika suami meninggal dan memiliki anak. Kesimpulan yang didapat pada penelitian ini adalah pada awal proses grief self efficacy ketiga subjek dapat digolongkan rendah dan self efficacy mereka mulai muncul karena anak. Masalah-masalah yang dihadapi masingmasing subjek berbeda-beda dan self efficacy muncul sesuai dengan tuntutan hidup yang subjek anggap paling penting. Cohen dan Wills (1998) menyebutkan bahwa dukungan sosial terdiri dari esteern support, informational support, social companionship dan instrumental support. Ketiga subjek dalam penelitian ini mendapatkan keempat bentuk dukungan sosial tersebut. Kehadiran seseorang yang mendengarkan dan memberikan nasihat cukup membantu proses grief yang dialami subjek( esteern support, social companionship dan informational support ). Terlepas dari kondisi ekonomi subjek, instrumental support dan informational support membantu subjek dalam menghadapi tuntutan hidup.
2003
S3191
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library