Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 7 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Stefani Christanti Hamdani
Abstrak :
Penelitian ini membahas mengenai kekuatan pembuktian Akta Jual Beli yang berisikan pemalsuan data dan pemalsuan tanda tangan yang tidak sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan PPAT dan Kode Etik PPAT. PPAT bertugas untuk membuat suatu akta autentik, salah satu contohnya adalah akta jual beli. Akta autentik merupakan akta yang memiliki kekuatan pembuktian paling sempurna. Apabila dalam pembuatan akta mengalami pelanggaran dalam pembuatan akta, hal tersebut dapat mengakibatkan tidak sahnya syarat suatu akta dan tidak memiliki kekuatan pembuktian sempurna atau akta menjadi cacat. Adapun permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah mengenai kekuatan pembuktian akta jual beli yang berisikan pemalsuan data dan pemalsuan tanda tangan serta akibat hukum terhadap PPAT yang membuat akta jual beli tidak berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku/Kode Etik PPAT. Untuk menjawab permasalahan tersebut digunakan metode penelitian yuridis-normatif dengan penelitian kepustakaan yang merupakan bahan data primer, bahan data sekunder dan data tersier berupa peraturan-peraturan, literatur dan buku kepustakaan. Hasil penelitian kekuatan pembuktian dari akta jual beli yang dibuat tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku adalah akta batal demi hukum dan dianggap tidak pernah ada. Akibat hukum dari PPAT yang melanggar seharusnya diberhentikan secara tidak terhormati karena telah beberapa kali membuat akta Autentik tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku serta terdapat pelanggaran terhadap kaedah moral dan etika dengan adanya pelanggaran kode etik. ......This study discusses the strength of the proof of the Sale and Purchase Deed which contains falsification of data and forgery of signatures that are not in accordance with the provisions of the PPAT Legislation and the PPAT Code of Ethics. PPAT is tasked with making an authentic deed, one example of which is a deed of sale and purchase. An authentic deed is a deed that has the most perfect proof of power. If in the making of the deed there is a violation in the making of the deed, this can result in the invalidity of the terms of a deed and it does not have perfect proof power or the deed becomes defective. The problems raised in this study are regarding the strength of proof of the sale and purchase deed which contains falsification of data and forgery of signatures as well as the legal consequences of PPAT which make the deed of sale and purchase not based on applicable laws and regulations/PPAT Code of Ethics. To answer these problems, a juridical-normative research method is used with library research which is primary data material, secondary data material and tertiary data in the form of regulations, literature and library books. The results of the research on the strength of evidence from the deed of sale and purchase made that are not in accordance with applicable regulations are the deed null and void and are considered to have never existed. The legal consequences of violating PPATs should be dishonorably dismissed because they have several times made authentic deeds that are not in accordance with applicable regulations and there are violations of moral and ethical rules with violations of the code of ethics.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vera Khoernia Sari
Abstrak :
ABSTRAK
Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga, rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Dari pengertian tersebut diketahui bahwa yang terkait dalam perkawinan adalah seorang pria dengan seorang wanita, akan tetapi dalam ekadaan tertentu seorang pria boleh beristri lebih dari seorang dengan memenuhi persyaratan tertentu. Akan tetapi dalam melaksanakan poligami sering terjadi pelanggaran, sehingga timbul suatu sengketa di pengadilan. Pelanggaran terhadap perkawinan poligami tersebut dapat dibatalkan oleh Pengadilan dengan adanya gugatan dari para pihak yang melangsungkan perkawinan tersebut maupun pihak ketiga yang berkepentingan. Pokok permasalahan yang dianalisis adalah pembatalan perkawnan oleh Mahamah Agung dan kekuatan menggunakan metode penelitian normatif dengan studi kepustakaan yang ditunjang dengan wawancara dan data yang diperoleh dianalisis secara kualitatif, sehingga menghasilkan uraian deskriptis yang dapat menjabarkan jawaban permasalahan. Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia sudah sesuai dengan Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974. Kekuatan Pembuktian Akta Notaris adalah sempurna/kuat, dengan adanya pembatalan perkawinan maka tidak secara serta merta Akta Notaris tersebut menjadi batal. Batalnya suatu Akta Notaris hanya dapat dilakukan dengan putusan pengadilan dan dalam Akta Notaris haruslah terdapat cacat. Apabila akta notaris tersebut mengikat pihak ketiga, maka pihak ketiga tersebut tidak boleh dirugikan, sehingga akta notaris tersebut masih tetap kuat pembuktiannya selama akta tersebut dibuat sesuai dengan Undang-Undang yang berlaku dan tidak melanggar kesusilaan. Agar tidak terdapat ketidakseimbangan dalam hukum, maka diperlukan kesadaran dari berbagai pihak untuk mematuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku.
ABSTRAK
The marriage was the association was born the heart between a man and a woman as the husband and wife with the aim of forming the family, the happy and lasting household was based on the Deity the Lord. From this understanding was known that that was tied in the marriage was a man with a woman, but in the certain situation of a man might have wives more than a person by meeting the certain condition. But in the implementation of polygamy often the violation happened, so as to emerge a dispute in the Court. The violation of the marriage of this polygamy could be cancelled by the Court with the existence of the lawsuit from the sides that held this marriage and the interested third party. The subject of the problem that was analysed was the cancellation of the marriage by the Supreme Court and the strength of authentication of the notary's certificate after having the cancellation of the marriage. This writing used the normative research method with the study of the bibliography that was supported with the interview and the data that were received was analysed qualitatively, so as to produce the analysis deskriptis that could clarify the problem answer. The decision of the Republic of Indonesia Supreme Court.
2008
T24690
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Amanda Charissa
Abstrak :
Penelitian ini membahas mengenai peran notaris dalam membuat akta perjanjian perkawinan serta pentingnya pencatatan perjanjian perkawinan ke Pegawai Pencatat Perkawinan pada Kantor Catatan Sipil (KCS) dalam Putusan No. 59/Pdt.G/2018/PN Bgr agar perjanjian tersebut memiliki kekuatan mengikat terhadap pihak ketiga. Hakim dalam putusannya menyatakan bahwa SHM XXXX/Ciriung merupakan harta bersama. Padahal, jika ditinjau dari UU Perkawinan serta Putusan MK No. 69/PUU-XIII/2015, seharusnya SHM XXXX/Ciriung bukan merupakan harta bersama sehingga jika terjadi pengalihan hak dikemudian hari atas aset tersebut dibutuhkan persetujuan pasangan. Metode penelitian yang digunakan adalah evaluatif dengan pendekatan kasus (case approach). Analisis didasarkan pada ketentuan dalam UUJN terkait kewenangan Notaris serta UU Perkawinan dan Putusan MK No. 69/PUU-XIII/2015 terkait harta benda dalam perkawinan. Hasil analisa adalah bahwa perjanjian perkawinan harus dibuat dalam akta notaris diikuti pelaporan ke Catatan Sipil sesuai Surat Edaran Ditjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil Nomor 472.2/5876. Maka dari itu, perjanjian perkawinan yang tidak dibuat dalam bentuk akta notaris dan tidak dicatatkan ke pegawai pencatat perkawinan hanya mengikat pihak yang membuatnya saja berdasarkan Pasal 1338 KUHPerdata dan tidak memiliki daya ikat terhadap pihak ketiga. Sehingga, berdasarkan hasil penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa hakim telah keliru dalam memberi pertimbangan karena harta yang diperoleh semasa perkawinan dalam Putusan No. 59/Pdt.G/2018/PN Bgr seharusnya merupakan harta bersama. ......This study discusses the role of a notary in making a marriage agreement deed and the importance of the ratification of a marriage agreement by the Marriage Registrar at the Civil Registry Office (CRO) in Decision No. 59/Pdt.G/2018/PN Bgr. The judges in their decision stated that SHM XXXX/Ciriung was a joint property. In fact, when viewed from the Marriage Law and the Constitutional Court's Decision No. 69/PUU-XIII/2015, SHM XXXX/Ciriung should not be a joint property so that if there is a transfer of rights in the future on the asset, the spouse's approval is required. The research method used is evaluative with a case approach. The analysis is based on the provisions in the UUJN related to the authority of the Notary and the Marriage Law as well as the Constitutional Court Decision No. 69/PUU-XIII/2015 related to property in the marriage. The result of the analysis is that the marriage agreement must be made in a notarial deed followed by reporting to the Civil Registry in accordance with the Circular Letter of the Directorate General of Population and Civil Registry Number 472.2/5876. Therefore, a marriage agreement that is not made in the form of a notarized deed and is not ratified by the marriage registrar is only binding on the party who made it based on Article 1338 of the Civil Code and has no binding force against third parties. Thus, based on the results of this study, it can be concluded that the judge has erred in giving consideration to the property acquired during the marriage in Decision No. 59/Pdt.G/2018/PN Bgr should be common property.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ryana Permata Sari
Abstrak :
Akta otentik merupakan salah satu alat bukti tertulis. Akta otentik memiliki kekuatan pembuktian sempurna dan mengikat. Tetapi akta notaris dapat dapat memiliki cacat yuridis yang menyebabkan kebatalan atau ketidakabsahan akta tersebut. Pada prakteknya sering terjadi suatu akta notaris dimintakan pembatalannya dimuka pengadilan. Hal ini dapat dilakukan salah satunya dengan gugatan perbuatan melawan hukum. Dalam tesis ini membahas mengenai dua permasalahan, yaitu mengenai kekuatan pembuktian akta otentik yang dibuat secara melawan hukum dan akibat hukum dari pembatalan akta. Dan untuk menjawab kedua permasalahan tersebut, penulis menggunakan metode penelitan yuridis normatif yaitu dengan mendapatkan data dari bahan kepustakaan yang berkaitan dengan permasalahan dalam tesis ini. ......Authentic deed is one of the written evidence. Authentic deed has probative force and perfect binding. But the Authentic deed can have juridical defect that causes nullification or invalidity of the deed. In common practice, a notary deed cancellation is requested upfront court. This can be done one with a tort lawsuit. In this thesis discusses about the two issues, namely the strength of evidence generated authentic act against the law and the legal consequences of the cancellation of the deed. And to answer both of these problems, the authors use the method of normative research to obtain data from the literature relating to the issues in this thesis.
Salemba: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T39085
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tifany Dwi Aprima
Abstrak :
Bukti kepemilikan dari suatu Hak Atas Tanah yang dimiliki oleh Badan Perorangan maupun Badan Hukum umumnya berupa sertipikat yang diterbitkan oleh Badan Pertanahan Nasional (Badan Pertanahan Nasional) setempat. Sertipikat merupakan bukti kepemilikan suatu hak atas tanah yang sah yang memiliki kekuatan pembuktian yang sempurna. Sebagaimana tercantum dalam penjelasan dari Pasal 24 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. selain sertipikat, terdapat juga bentuk alat bukti lain yang menyatakan bahwa seseorang menguasai serta memiliki suatu hak atas tanah yaitu Surat Keterangan Ganti Rugi. Surat Keterangan Ganti Rugi (SKGR) merupakan alas hak yang banyak dipergunakan di Provinsi Riau di berbagai daerah terdapat istilah yang berbeda. SKGR ini termasuk dalam bentuk alat pembuktian tertulis. Namun kekuatan pembuktian yang dimiliki oleh SKGR ini hanya berupa surat keterangan saja yang mana memiliki kekuatan pembuktian sebagai akta dibawah tangan sehingga menimbulkan pertanyaan bagaimana kekuatan pembuktiannya apabila di Provinsi Riau SKGR ini dapat dijadikan syarat penerbitan sertipikat. Penelitian in menggunakan bentuk penelitian yuridis normatif serta didukung dengan hasil wawancara dengan narasumber dan informan. Setelah seluruh data diolah dan dianalisis, maka ditarik kesimpulan secara deduktif. Data hasil penelitian ini akan dikemukakan dan akhirnya yang kan menjawab pokok permasalahan serta memberikan Analisis Terhadap Putusan Pengadilan Mahkamah Agung Nomor 591 K/PDT/2021 mengenai jual beli dengan Surat Keterangan Ganti Rugi. Upaya yang harus dilakukan untuk mengatasi alas hak dibawah tangan ini yang merupakan dasar dari diterbitkan suatu sertipikat maka diperlukannya ketelitian dan registrasi yang baik dari aparat yang berwenang dalam hal ini kecamatan maupun kelurahan sehingga meminimalisir terjadinya alas hak yang tumpang tindih. ......Proof of ownership of a Land Right is generally in the form of a certificate issued by the local National Land Agency (Badan Pertanahan Nasional). A certificate is proof of ownership of a valid land right that has perfect evidentiary power. As stated in the elucidation of Article 24 of Government Regulation Number 24 of 1997 concerning Land Registration. Apart from certificates, there are also other forms of evidence stating that a person controls and has a right to land, namely a Certificate of Compensation. Certificate of Compensation (SKGR) is a basis for rights that is widely used in Riau Province in various regions, there are different terms. SKGR is included in the form of written evidence. However, the strength of proof possessed by SKGR is only in the form of a statement which has the power of proof as an underhanded alias, so it raises the question of how the strength of proof is if in Riau Province this SKGR can be used as a condition for issuing certificates. This research uses a normative juridical research form and is supported by the results of interviews with informants and informants. After all the data has been processed and analyzed, a deductive conclusion is drawn. The data from this research will be presented and finally it will answer the main problem and provide an Analysis of the Supreme Court Court Decision Number 591 K/PDT/2021 regarding buying and selling with a Certificate of Compensation. Efforts must be made to overcome these underhanded rights which are the basis for issuing a certificate, it requires good accuracy and registration from the authorized apparatus, in this case the sub-district and sub-district, so as to minimize the occurrence of tumpang tindih rights.
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cindy Amelia Iskandar
Abstrak :
Undang-Undang Jabatan Notaris (UUJN) telah mengatur dengan jelas mengenai kewajiban dan larangan Notaris, tetapi hingga saat ini masih ada Notaris yang dalam melaksanakan jabatannya mengabaikan kewajiban dan larangan tersebut. Hal ini terlihat di dalam Putusan Majelis Pemeriksa Wilayah Notaris Provinsi Banten Nomor 11/PTS/Mj.PWN Prov Banten/XII/2018 di mana pelapor sepasang suami istri yang berinisial B dan BS merasa dirugikan atas tindakan seorang Notaris berinisial BH yang berkedudukan di Kota Tangerang. Pelapor menyampaikan pengaduan atas tindakan Notaris yang diduga melakukan tindakan tidak profesional tersebut kepada Majelis Pengawas Daerah Notaris Kota Tangerang karena menurut pelapor, Notaris BH telah melakukan pelanggaran pelaksanaan jabatan Notaris terkait dengan tidak dilaksanakannya pembacaan dan penandatanganan akta sesuai dengan ketentuan dalam UUJN. Oleh karenanya, dalam tesis ini permasalahan yang akan diangkat adalah mengenai tanggung jawab notaris dan akibat hukum terhadap akta yang pembuatannya tidak dibacakan dan tidak ditandatangani sesuai dengan UUJN. Penelitian ini menggunakan bentuk penelitian yuridis normatif, tipologi penelitian eksplanatoris, data sekunder yang terdiri atas bahan hukum primer, sekunder dan tersier, pengumpulan data dengan studi dokumen dan wawancara, metode analisis kualitatif serta bentuk hasil penelitian sistematis dan kualitatif. Terhadap Notaris yang tidak melaksanakan pembacaan dan penandatanganan akta sesuai dengan UUJN dapat dikenakan tanggung jawab berupa sanksi perdata, sanksi administratif dan sanksi Kode Etik Notaris. Sedangkan akibat hukum terhadap aktanya adalah akta tersebut tetap memiliki kekuatan pembuktian sebagai akta autentik namun apabila ada pihak yang mengajukan gugatan ke pengadilan dalam hal ini adalah B dan BS serta hakim yang mengadili mendegradasi kekuatan pembuktian akta, maka akta tersebut hanya memiliki kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan. Perjanjian dalam akta tetap sah, namun apabila ada pihak yang mengajukan gugatan ke pengadilan dalam hal ini adalah B dan BS, maka hakim yang memeriksa gugatan dapat memberikan penafsiran tersendiri atas akta Notaris yang sudah didegradasikan, apakah tetap mengikat para pihak atau dibatalkan. ......The Law on Notary Position (UUJN) had clearly set out the obligations of and prohibitions for Notaries; however, there are still Notaries who have ignored those obligations and prohibitions in carrying out their professional work. This is evident in the Territorial Examiner Council of Notaries of Banten Province Decision Number 11/PTS/Mj.PWN Prov Banten/XII/2018, where the reporting party, a husband and wife with the initials of B and BS respectively, felt aggrieved due to the actions of a Notary domiciled in Tangerang City with the initial of BH. According to the reporting party, Notary BH had committed a violation of the mandatory obligations of a Notary by not carrying out the reading and signing of the deed in accordance with the provisions of UUJN, therefore the reporting party submitted a complaint regarding the Notary's alleged unprofessional act to the Regional Supervisory Council of Notaries of Tangerang City. Therefore, the problems raised by the author in this thesis are regarding to the responsibilities of Notaries, as well as the legal consequences of deeds which are not read and signed in accordance with the UUJN. This study was conducted in a form of normative juridical research with explanatory research typology, had utilized secondary data consisting of primary, secondary and tertiary legal materials with data collection by document studies and interviews, had qualitative analysis method, and had resulted in the form of qualitative and systematic research. Notaries who do not read and sign deeds in accordance with the UUJN may be subject to civil sanction, administrative sanction, as well as other form of sanctions. As of the legal consequence of the deeds, such deed would still have evidentiary power as an authentic deed, but if any party filed a lawsuit to the court and the judge degrades the evidentiary power of the deed, then such deed shall only have evidentiary power as an underhand deed.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Handayani Primandiri
Abstrak :

Dalam pembuktian di Pengadilan, akta otentik memiliki kekuatan pembuktian yang sempurna bagi para pihak yang berperkara atau yang memperoleh hak dari akta tersebut. Untuk dapat dikatakan sebagai alat bukti yang memiliki kekuatan pembuktian yang sempurna maka harus memenuhi syarat autentisitas yang telah ditentukan dalam undang-undang dan juga kekuatan pembuktian dari akta tersebut. Syarat yang ditentukan dalam undang-undang yakni yang ada dalam Pasal 1868 KUHPerdata yang mana dibuat berdasarkan bentuk yang ditentukan oleh undang-undang, dibuat oleh atau dihadapan pejabat umum yang berwenang untuk itu ditempat dimana akta itu dibuat. Sementara kekuatan pembuktian terbagi menjadi tiga yakni, kekuatan pembuktian lahiriah, formil, dan materiil. Baik Notaris/PPAT sebagai pejabat umum memiliki kewajiban berdasarkan undang-undang untuk mencatatkan setiap akta yang dibuat oleh atau dihadapannya dalam suatu buku daftar akta atau repertorium. Buku daftar atau repertorium ini juga menjadi tanggung jawabnya selama menjalankan profesinya. Lantas bagaimana jika suatu akta yang telah dikeluarkan oleh Notaris/PPAT tidak dicatatkan didalam buku daftar akta atau repertorium. Apakah hal ini akan berpengaruh pada kekuatan pembuktian akta tersebut? Hal inilah yang menjadi dasar penulisan skripsi dengan metode penelitian yuridis normatif. Bahwa berdasarkan penelitian yang dilakukan ditemukan fakta bahwa dalam hal Notaris/PPAT tidak mencatatkan akta-akta tersebut pada buku daftar akta atau repertorium tidak akan mengakibatkan akta tersebut berubah nilai kekuatan pembuktiannya. Sebab proses pencatatan ini hanya merupakan proses administratif saja. Terkait dengan tidak dicatatkannya akta ini pada buku daftar akta atau repertorium merupakan suatu pelanggaran administratif yang sanksinya dapat berupa sanksi administratif, kode etik, atau apabila pihak lain merasa sangat dirugikan maka Notaris/PPAT dapat bertanggung jawab secara pidana maupun perdata juga.

 


In evidentiary court, an authentic deed has the power of proof that is perfect for those who have litigated or have obtained the right from the deed. To be able to be said as evidence that has a perfect proof of strength, it must meet the requirements of authenticity specified in the law and also the strength of proof of the deed. The conditions specified in the law, namely in Article 1868 of the Civil Code that made based on the form determined by law, made by or in front of the public official authorize for that place where the deed was made. While the strength of proof is divided into three namely, the strength of physical evidence, formal, and material. Both the notary / PPAT as a public official has an obligation under the law to record each deed made by or in his presence in a deed register book or repertorium. The register book or repertorium is also his responsibility while carrying out his profession. So what if a deed that has been issued by a notary / PPAT is not recorded in the deed register book or repertorium. Will this affect the strength of proof of the deed? This is the basic questions of writing in this thesis with normative juridicial research methods. Based on the research conducted, it was found that in this case the notary / PPAT does not record the deed in the deed register book or the repertorium will not cause the deed to change the value of the strength of the proof. Because this recording process is only an administrative process. Related to the non-registration of this deed in the register book of the deed or repertorium is an administrative violation whose sanctions can be in the form of administrative sanctions, code of ethics, or if other parties feel very disadvantaged then the notary / PPAT can be held liable both criminal and civil.

 

 

Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library