Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 23 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Devina Puspita Sari
Abstrak :
ABSTRAK
Bukti fotokopi surat dapat diterima di persidangan apabila dicocokan dengan surat aslinya dan kekuatan pembuktian fotokopi tersebut sama seperti surat aslinya. Bukti fotokopi yang tidak dapat dicocokkan dengan surat aslinya dapat diterima jika bersesuaian atau dikuatkan dengan alat bukti lain, berupa (a) pengakuan atau tidak dibantah pihak lawan, dan/atau (b) bersesuaian dengan keterangan saksi dan/atau didukung dengan bukti surat lainnya, atau (c) dikuatkan dengan alat bukti sumpah, apabila para pihak tidak dapat mengajukan alat bukti untuk membuktikan dalil atau bantahan mereka. Akan tetapi, dalam hal undang-undang mengharuskan pembuktian suatu peristiwa hukum dengan akta otentik, bukti fotokopi akta otentik yang tidak dapat dicocokkan dengan aslinya tidak dapat diterima meskipun telah dikuatkan dengan alat bukti lain. Kekuatan pembuktian terhadap bukti fotokopi surat yang tidak dapat dicocokan dengan surat aslinya akan tetapi dikuatkan dengan alat bukti lain diserahkan kepada penilaian hakim.
ABSTRACT
The photocopy acceptable in the court if it matched with the original letter and the strength of that photocopy is the same as the original letter. The photocopy which can't be matched with the original letter is acceptable if it strengthened with other evidence, either (a) the recognition or not denied by the opposition , and / or (b) strengthened by the statements of witnesses and / or supported by others documentary evidence (additional evidence), or (c) strengthened with oath evidence, if the parties didn't file evidence to prove their argument or their objection. However, if law requires proof of a legal event with authentic deed, photocopy of a authentic deed which can't be matched with the original letter, it can?t be accepted although it has been strengthened by other evidence. The strength of photocopy that strengthened with other evidence depends on the judge's assessment.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
S43654
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Rini Oktavia
Abstrak :
Pendaftaran tanah bertujuan memberikan kepastian dan perlindungan hukum bagi para pemiliknya. Data yang terkumpul dan tersedia selalu dipelihara dan disesuaikan dengan perubahan, sehingga mudah sekali mendapatkan informasi yang diperlukan. Dalam kenyataannya tanah yang telah didaftarkan dan bersertifikat masih bisa digugat oleh pihak lain, seperti kasus sengketa tanah antara Tuan Deny Azani B. Latief S.H. yang mempunyai sertifikat Hak Milik Nomor 17 dengan Nyonya Saurlina Hutasoit yang memiliki Akta Jual Beli No.605/ ES/ AK-75/ VII/ 1983 atas sebidang tanah yang terletak di Desa Mangun Jaya, Kecamatan Tambun Bekasi, Jawa Barat. Metode pendekatan yang digunakan adalah metode pendekatan yuridis normatif yaitu dengan melihat kenyataan yang telah terjadi dan kemudian mengkaji dari aspek hukumnya yang dituangkan ke dalam suatu bentuk tulisan deskriptif, yang menggambarkan permasalahan dan membahas dari peraturan perundang-undangan yang berlaku. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sertifikat hak atas tanah bila dihadapkan dengan bukti Girik dalam suatu tuntutan atau gugatan hukum, maka seharusnya bukti girik tanpa didukung dengan bukti lainnya seperti data yuridis dan data fisik dan/atau penguasaan fisik secara terus menerus selama 20 (dua puluh) tahun, tidak dipertimbangkan oleh Majelis Hakim yang memeriksa dan mengadili perkara ini. Masyarakat diharapkan lebih berhati-hati dalam membeli sebuah tanah untuk menghindari terjadinya sengketa.
Land registration is intended to give the owner a legal certainty and protection. Those gathered and available data are continually maintained and updated to the changes, therefore, it is easy to retrieve any required information. In fact, the land that has been registered and certificated still can be sued by others, such as land disputes between Deny Azani B. Latief S.H. who have land certificate number 17 with Saurlina Hutasoit who have deed of sale No.605/ ES/ AK-75/ VII/ 1983 of a land located at Desa Mangun Jaya, Kecamatan Tambun Bekasi, West Java. The method used to approach this problem is normative jurisdiction that performed by observing the facts, examines legal aspects those observed fact, and then presented the results in a descriptive writing. That descriptive writing will figure out the problems and examination of the problems as regards of their legal aspects. This research indicated that if certificate of land rights compared with Girik in court, then Girik which unsupported with other evidence like juridical data, physical data and/ or physical control during 20 (twenty) years continuously, can not be considered by judges who examine and prosecute this case. Community is expected to be more careful in buying a land to avoid disputes.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
T28162
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nisrina Anrika Nirmalapurie
Abstrak :
Dokumen kependudukan berfungsi sebagai alat bukti kepemilikan hak konstitusional yang dimiliki oleh warga negara, dokumen kependudukan dapat menunjukkan kedudukan hukum seseorang dan menjadi dasar dari pembagian waris setelah dokumen-dokumen tersebut dicocokkan dengan keterangan ahli waris dan dituangkan dalam surat keterangan waris, pembuatan surat keterangan waris berdasarkan dokumen kependudukan seharusnya menjadikan surat keterangan waris sebagai alat bukti yang kuat dalam pembagian waris namun, ditemukannya dua surat keterangan waris yang memiliki keterangan berbeda terhadap suatu harta warisan yang sama menimbulkan pertanyaan mengenai kekuatan pembuktian surat keterangan waris khususnya mengenai perlindungan hukum yang dapat diberikan surat keterangan waris dan akibat hukum dari diberlakukan dan dibatalkannya surat keterangan waris terhadap ahli waris. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif dengan pendekatan studi kasus. Hasil analisis adalah surat keterangan waris belum dapat sepenuhnya membuktikan hubungan antara pewaris dengan ahli waris sehingga tidak dapat sepenuhnya melindungi ahli waris karena pembuatan surat keterangan waris didasarkan pada keterangan yang diketahui oleh ahli waris sedangkan tidak seluruh ahli waris mengetahui hal yang sama mengenai pewaris. Ketidakmampuan pembuktian keterangan yang disampaikan dalam surat keterangan waris oleh ahli waris mengakibatkan surat keterangan waris tersebut dibatalkan dan ahli waris kehilangan hak mewaris sampai dapat dibuktikan lain. Adapun saran yang dapat diberikan berupa penertiban pencatatan administrasi kependudukan agar pembuatan surat keterangan waris didasarkan pada satu sumber yang pasti dan adanya kerjasama antara notaris sebagai pembuat surat keterangan waris dan dinas kependudukan catatan sipil sebagai penyedia data administrasi kependudukan. ......Resident documents function as evidence of ownership of constitutional rights owned by citizens, resident documents can show a person’s legal position and become the basis for inheritance distribution after these documents, together with the statement of the heirs, are traced in the Legal Heir Certificate. Legal Heir Certificates that have different information on the same inheritance raise questions about the legal protection that can be given to the heirs whose names are listed therein and the legal consequences of the enactment and cancellation of the Legal Heir Certificates. The research method used in this research is normative juridical with a case study approach. The result of the analysis is that the Legal Heir Certificate has not been able to fully prove the relationship between heirs because the making of the Legal Heir Certificate is based on information known to the heirs while not all heirs know the same thing about the heir. The validity of the Legal Heir Certificate can be recognized if the heirs can prove that the information submitted in the certificate is correct, the inability to prove the information submitted in the certificate may result in the Legal Heir Certificate being canceled and the heirs losing their right to inherit until it can be proven otherwise. Suggestion that can be given is to control the registration of population administration so that the making of a Legal heir Certificate is based on a definite source and cooperation between a notary as a maker of Legal Heir Certificate and the civil registry office as a population administration registrar. 
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nadiya Najmi
Abstrak :
ABSTRAK
Sertipikat sebagai alat pembuktian yang kuat dalam penerbitannya seringkali membawa akibat hukum bagi pihak yang bersangkutan maupun pihak-pihak yang merasa kepentingannya dirugikan, sehingga tidak jarang terjadi perselisihan yang akhirnya diselesaikan di pengadilan. Sehubungan dengan marak terjadinya sengketa permasalahan tanah yang ada di Indonesia, atas dasar fakta tersebut Penulis berusaha meneliti mengenai kasus kekuatan pembuktian sertifikat sengketa mengenai kepemilikan hak atas tanah. pada Putusan Negeri Nomor : 399 PK/Pdt/2009. Dalam kasus ini perselisihan terjadi karena timbulnya kepemilikan objek hak atas tanah yang sama, dapat dimiliki dua orang yang berbeda dengan bukti dokumen kepemilikan hak masing-masing. Dalam penelitian digunakan metode yuridis normative, yaitu penelitian dengan menggunakan penelitian kepustakaan untuk membahas permasalahan hukum yang ada, untuk memperoleh data sekunder guna menganalisis permasalahan, mengenai permasalahan sertipikat sebagai alat bukti yang kuat, perlindungan hukum terhadap pemegang hak atas tanah, peraturan perundangundangan mengenai kekuatan pembuktian sertipikat, untuk menciptakan keadilan dan kepastian hukum bagi semua pihak.
ABSTRACT
Certificate as a powerful tool in the publication of evidence often carry legal consequences for the parties concerned and the parties feel aggrieved interests, so it is not uncommon that finally settled the dispute in court. In connection with the widespread problem of land disputes in Indonesia, on the basis of the facts of the case authors sought to assess the strength of a certificate proving ownership disputes regarding land rights. on Verdict Affairs Number: 399 PK/Pdt/2009. In this case disputes occur due to the emergence of object ownership rights over the same land, can have two different people with documentary evidence of ownership rights of each. In the present study used a normative juridical methods, the research by using research literature to discuss the legal issues that exist, to obtain secondary data to analyze the problem, the issue certificates as evidence that strong legal protection of land rights holders, regulatory legislation regarding the strength of evidence certificate, to create justice and legal certainty for all parties.
2013
T33143
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Faisal Iksan
Abstrak :
Ditetapkannya Undang-Undang Pokok Agraria pada tahun 1960 merupakan landasan bagi Pemerintah dalam memberikan kepastian hukum mengenai suatu bidang tanah, hal ini dapat kita lihat dalam Pasal 19 menjelaskan bahwa untuk menciptakan kepastian hukum pertanahan, maka Pemerintah menyelenggarakan kegiatan pendaftaran tanah, dan atas tanah yang telah didaftarkan selanjutnya diberikan tanda bukti kepemilikan tanah yang berguna sebagai alat bukti yang kuat mengenai hak atas tanah. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah merupakan dasar hukum yang menjadi pendukung atas berlakunya Undang-Undang Pokok Agraria, terutama Pasal 32 mengenai kepastian dan perlindungan hukum sertipikat tanah. Dari penerapan kedua peraturan ini diharapkan dapat memberikan ketenangan bagi seseorang yang memiliki sertipikat tanah. Namun, dalam kenyataannya perolehan tanah yang telah dilakukan sesuai dengan prosedur hukum tetap dapat digugat oleh pihak lain, seperti kasus sengketa tanah antara Subadi Sastro Sudjono sebagai pemilik sertipikat hak milik dengan Suito Wijaya sebagai pemilik girik atas bidang tanah di wilayah Tangerang. Girik bukan merupakan tanda bukti hak atas tanah, tetapi girik hanya digunakan sebagai bukti pembayaran pajak-pajak atas tanah. Walaupun demikian, Petuk Pajak Bumi/Landrente, Girik, Pipil, Kekitir dan Verponding Indonesia adalah salah satu alat bukti tertulis yang dapat didaftarkan sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997. Jika selalu ada permasalahan antara sertipikat dengan girik, maka kekuatan pembuktian dari sertipikat tentu lebih kuat dibandingkan dengan girik, karena pembuktian dengan bukti girik tanpa didukung data yuridis dan data fisik dan/atau penguasaan tanah terus menerus selama 20 (dua puluh) tahun akan sangat lemah. Penelitian ini menggunakan metode pendekatan yuridis normatif dengan cara mengkaji suatu kasus dalam suatu putusan, kemudian diterapkan dengan peraturan perundangundangan yang berlaku serta dituangkan dalam bentuk tulisan deskriptif analitis mengenai pembahasan dari suatu permasalahan yang terjadi. ......The enactment of The Principal Agrarian Laws in 1960 was the foundation for the government in giving a legal certainty on a land, we can review this on article 19, its explained that to create a lands legal certainty, the government will accomodate a registrations land for the registered one. Then it will be given a proof ownership of the land, which can be use as a powerful proof of the right to the land itself. The government regulation no 24 in 1977, about A land's registration can be use as the basic law, which became the support factor of The Principal Agrarian Laws, especially on article 32, review the certainty and legal protection of a land certificate. From the implementation of both regulation, hopefully could give more security for anyone who already have their land's certificate. But in fact, ownership of a land, which claimed as the law procedure, still can be issued by other parties, such as land disputes between Mr. Subadi Sastro Sudjono, as the owner of the land certificate, against Mr. Suito Wijaya, as the owner of the girik of a land in the area of Tangerang. Girik is not a proof that someone own the land, but girik is only use as proof that someone has doing the payment for the land taxes. Nevertheless, there are other land certificate of Petuk Pajak Bumi/Landrente, Girik, Pipil, Kekitir and Verponding Indonesia that can serve as written evidence for land registration as provided for in Government Regulation Number 24 of 1997. If there's always problems between the certificate and girik, then the proving strength of a certificate, is absolutely more powerful than girik, because the proving with girik without supported by Judicial data and physical data and/or continually Land tenure for 20 (twenty) years or more, will be very infirm. This research was using the Normative Juridical approach method, which examine a case on one decision, then implemented it with the regulation applied, then laid out in the form of a descriptive analytical writing, of a discussion on which the problems happen.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T39261
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Pertiwi
Abstrak :
Sengketa-sengketa tanah yang berkaitan dengan kepastian hukum yang sering sekali terjadi di masyarakat adalah tumpang tindih kepemilikan hak atas tanah. Dimana ada beberapa pihak yang mengklaim sebagai pemilik yang juga mempunyai sertipikat hak atas tanah maupun hanya dengan bukti-bukti penguasaan dan kepemilikan lainnya.Para pihak dalam sengketa tersebut merasa memiliki bukti yang sah terhadap tanah yang dipersengketakan. Gugatan yang diajukan membuat para hakim mempertimbangkan pembuktian yang diajukan para pihak. Mengenai kekuatan pembuktian dalam persidangan yang dituangkan dalam putusan-putusan sengketa tersebut menjadi hal menarik untuk dilakukan suatu penelitian. Penelitian ini menfokuskan pada pertimbangan hakim pada Putusan Peninjauan Kembali di Mahkamah Agung Nomor 17/PK/TUN/2014 mengenai daluarsa dalam perspektif Hukum Tata Usaha Negara dan implikasinya pada Hukum Tanah Nasional. Serta bagaimana kekuatan pembuktian hak atas tanah berdasarkan SK KINAG Surat Keputusan Kepala Inspeksi Agraria dengan Sertipikat Hak Guna Bangunan.
Land disputes related to legal certainty that often occur in the community are overlapping ownership of land rights. Where there are several parties who claim to be owners who also have a certificate of land rights or only with evidence of ownership of other ownership. The parties to the dispute feel that they have valid evidence against the disputed land. The lawsuit has been filed to make the judges consider the evidence submitted by the parties. On the strength of evidence in the trial as outlined in the decisions of the dispute becomes an interesting right to do research. This research focuses on judges 39 consideration on Judicial Review on the Supreme Court Number 17 PK TUN 2014 regarding the expiration in the perspective of State Administration Law and its implications on National Land Law. As well as how evidence of land tenure is based on SK KINAG Decree of the Chief Inspector of Agrarian with Building Use Rights Certificate.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
T49853
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Stefani Christanti Hamdani
Abstrak :
Penelitian ini membahas mengenai kekuatan pembuktian Akta Jual Beli yang berisikan pemalsuan data dan pemalsuan tanda tangan yang tidak sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan PPAT dan Kode Etik PPAT. PPAT bertugas untuk membuat suatu akta autentik, salah satu contohnya adalah akta jual beli. Akta autentik merupakan akta yang memiliki kekuatan pembuktian paling sempurna. Apabila dalam pembuatan akta mengalami pelanggaran dalam pembuatan akta, hal tersebut dapat mengakibatkan tidak sahnya syarat suatu akta dan tidak memiliki kekuatan pembuktian sempurna atau akta menjadi cacat. Adapun permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah mengenai kekuatan pembuktian akta jual beli yang berisikan pemalsuan data dan pemalsuan tanda tangan serta akibat hukum terhadap PPAT yang membuat akta jual beli tidak berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku/Kode Etik PPAT. Untuk menjawab permasalahan tersebut digunakan metode penelitian yuridis-normatif dengan penelitian kepustakaan yang merupakan bahan data primer, bahan data sekunder dan data tersier berupa peraturan-peraturan, literatur dan buku kepustakaan. Hasil penelitian kekuatan pembuktian dari akta jual beli yang dibuat tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku adalah akta batal demi hukum dan dianggap tidak pernah ada. Akibat hukum dari PPAT yang melanggar seharusnya diberhentikan secara tidak terhormati karena telah beberapa kali membuat akta Autentik tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku serta terdapat pelanggaran terhadap kaedah moral dan etika dengan adanya pelanggaran kode etik. ......This study discusses the strength of the proof of the Sale and Purchase Deed which contains falsification of data and forgery of signatures that are not in accordance with the provisions of the PPAT Legislation and the PPAT Code of Ethics. PPAT is tasked with making an authentic deed, one example of which is a deed of sale and purchase. An authentic deed is a deed that has the most perfect proof of power. If in the making of the deed there is a violation in the making of the deed, this can result in the invalidity of the terms of a deed and it does not have perfect proof power or the deed becomes defective. The problems raised in this study are regarding the strength of proof of the sale and purchase deed which contains falsification of data and forgery of signatures as well as the legal consequences of PPAT which make the deed of sale and purchase not based on applicable laws and regulations/PPAT Code of Ethics. To answer these problems, a juridical-normative research method is used with library research which is primary data material, secondary data material and tertiary data in the form of regulations, literature and library books. The results of the research on the strength of evidence from the deed of sale and purchase made that are not in accordance with applicable regulations are the deed null and void and are considered to have never existed. The legal consequences of violating PPATs should be dishonorably dismissed because they have several times made authentic deeds that are not in accordance with applicable regulations and there are violations of moral and ethical rules with violations of the code of ethics.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amalia Hanifati
Abstrak :
Penelitian ini membahas penyelesaian masalah pembagian harta waris yang tercampur dalam harta bersama perkawinan salah satu ahli waris. Pembagian terhadap harta waris ada baiknya disegerakan agar para ahli waris mendapat bagian yang menjadi haknya. Hal ini disebabkan guna menghindari terjadinya percampuran antara harta waris yang belum dibagi, dengan harta bersama dalam perkawinan ahli waris yang mengelola dan menguasai harta waris berupa usaha. Permasalahan dalam penelitian ini adalah mengenai kekuatan pembuktian surat pernyataan dengan judul Surat Kerelaan dan Surat Pernyataan Pengelolaan atas harta waris berupa sebuah usaha yang ditinggalkan oleh pewaris, serta bagaimana penyelesaian waris berdasarkan hukum kewarisan Islam terhadap harta waris yang tercampur dalam harta bersama perkawinan salah satu ahli waris. Untuk menjawab permasalahan tersebut, digunakan metode penelitian hukum yuridis normatif untuk melakukan pengumpulan data melalui studi kepustakaan serta wawancara kepada informan. Hasil analisa penelitian ini adalah bahwa surat pernyataan yang dibuat oleh para ahli waris merupakan alat bukti tertulis yang belum dapat dikatakan sebagai alat bukti yang sah karena tidak disertai pembubuhan meterai pada saat penandatangannya. Namun apabila surat pernyataan tersebut ingin diajukan sebagai alat bukti di pengadilan, maka dapat dilakukan Pemeteraian Kemudian yang memerlukan pengesahan dari pejabat yang berwenang. Mengenai penyelesaian pembagian waris, dilakukan berdasarkan hukum dari pewaris. Apabila pewaris beragama Islam, maka pembagian waris dilakukan berdasarkan ketentuan KHI. Dalam hal ingin membuat surat yang memuat pemberian hak atau segala sesuatu yang bersifat perdata, dan ditujukan sebagai alat bukti, ada baiknya apabila dibuat oleh atau di hadapan pejabat umum yang berwenang seperti Notaris. ......This research discusses the settlement to the problem of the distribution of inheritance mixed in the joint assets of the marriage of one of the heirs. The distribution of the inheritance should be hastened so that the heirs get the share that is their right. This is due in order to avoid the occurrence of mixing between the inheritance that has not been divided, with the joint property in the marriage of the heirs who manage and control the inheritance in the form of a business. The problem in this research is about the strength of proof of a statement with the title Letter of Will and Statement of Management of inheritance in the form of a business left by the heir, as well as how to settle inheritance based on Islamic inheritance law against inheritance mixed in the joint property of the marriage of one of the heirs. To answer these problems, a normative juridical legal research method was used to collect data through literature studies and interviews with informants. The results of the analysis of this study are that the statement letter made by the heirs is a written evidence that cannot be said to be valid evidence because it is not accompanied by the affixing of a seal at the time of signing. However, if the statement is to be submitted as evidence in court, then later sealing can be carried out which requires ratification from the authorized official. Regarding the settlement of the distribution of inheritance, it is carried out based on the law of the testator. If the heir is Muslim, the distribution of inheritance is carried out based on the provisions of the KHI. In the case of wanting to make a letter containing the granting of rights or anything of a civil nature, and intended as evidence, it is better if it is made by or before an authorized public official such as a Notary.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vera Khoernia Sari
Abstrak :
ABSTRAK
Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga, rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Dari pengertian tersebut diketahui bahwa yang terkait dalam perkawinan adalah seorang pria dengan seorang wanita, akan tetapi dalam ekadaan tertentu seorang pria boleh beristri lebih dari seorang dengan memenuhi persyaratan tertentu. Akan tetapi dalam melaksanakan poligami sering terjadi pelanggaran, sehingga timbul suatu sengketa di pengadilan. Pelanggaran terhadap perkawinan poligami tersebut dapat dibatalkan oleh Pengadilan dengan adanya gugatan dari para pihak yang melangsungkan perkawinan tersebut maupun pihak ketiga yang berkepentingan. Pokok permasalahan yang dianalisis adalah pembatalan perkawnan oleh Mahamah Agung dan kekuatan menggunakan metode penelitian normatif dengan studi kepustakaan yang ditunjang dengan wawancara dan data yang diperoleh dianalisis secara kualitatif, sehingga menghasilkan uraian deskriptis yang dapat menjabarkan jawaban permasalahan. Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia sudah sesuai dengan Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974. Kekuatan Pembuktian Akta Notaris adalah sempurna/kuat, dengan adanya pembatalan perkawinan maka tidak secara serta merta Akta Notaris tersebut menjadi batal. Batalnya suatu Akta Notaris hanya dapat dilakukan dengan putusan pengadilan dan dalam Akta Notaris haruslah terdapat cacat. Apabila akta notaris tersebut mengikat pihak ketiga, maka pihak ketiga tersebut tidak boleh dirugikan, sehingga akta notaris tersebut masih tetap kuat pembuktiannya selama akta tersebut dibuat sesuai dengan Undang-Undang yang berlaku dan tidak melanggar kesusilaan. Agar tidak terdapat ketidakseimbangan dalam hukum, maka diperlukan kesadaran dari berbagai pihak untuk mematuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku.
ABSTRAK
The marriage was the association was born the heart between a man and a woman as the husband and wife with the aim of forming the family, the happy and lasting household was based on the Deity the Lord. From this understanding was known that that was tied in the marriage was a man with a woman, but in the certain situation of a man might have wives more than a person by meeting the certain condition. But in the implementation of polygamy often the violation happened, so as to emerge a dispute in the Court. The violation of the marriage of this polygamy could be cancelled by the Court with the existence of the lawsuit from the sides that held this marriage and the interested third party. The subject of the problem that was analysed was the cancellation of the marriage by the Supreme Court and the strength of authentication of the notary's certificate after having the cancellation of the marriage. This writing used the normative research method with the study of the bibliography that was supported with the interview and the data that were received was analysed qualitatively, so as to produce the analysis deskriptis that could clarify the problem answer. The decision of the Republic of Indonesia Supreme Court.
2008
T24690
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Jeffry Ricardo
Abstrak :
Banyak sekali tindak kejahatan yang sulit untuk diungkap oleh aparat penegak hukum karena sulit menemukan bukti-bukti serta informasi yang minim di lapangan karena pelaku tindak kejahatan selalu berusaha semaksimal mungkin untuk tidak meninggalkan jejak agar kasusnya tidak dapat terungkap sehingga penyidik membutuhkan instrumentasi untuk mendukung mengungkap tindak kejahatan. Instrumentasi tersebut salah satunya adalah dengan menggunakan alat Lie Detector. Alat lie detector didesain untuk melihat perilaku tubuh manusia saat dalam kondisi tertekan. Alat ini tidak dapat secara spesifik mendeteksi apakah seseorang berbohong atau tidak. Lie detector hanya mengukur reaksi psikologis manusia sebagai indikasi seseorang berbohong atau tidak. Seorang pembohong ?kelas kakap? mungkin biasa bersikap sangat tenang sehingga reaksi psikologisnya tak terdeteksi. Dalam hal ini operator lie detector mesti benar-benar berpengalaman. Di negara maju, khususnya Eropa dan Amerika Serikat, lie detector sudah sering digunakan dan menjadi prosedur standart dalam memeriksa penjahat dan dalam mengungkapkan kasus kriminal. dengan kata lain, penjahat bila ingin perkaranya sampai di pengadilan, dia harus melalui test dengan alat ini dahulu. Pelaksanaannya dilakukan pihak independen (independent examiner), biasanya seorang psikolog, dan hasil akhir untuk menilai tingkat kebohongan itu juga di tangan psikolog. Polisi yang menangani kasus akan menerima hasil yang sudah matang dari psikolog tersebut. Ahli hukum di sana berpendapat, psikolog tentunya akan lebih memahami masalah kejiwaan, sehingga apabila pemeriksaan lie detector dilakukan oleh psikolog, maka hasilnya akan lebih akurat dan obyektif. Alat ini dikenal dengan nama Polygraph Test. ...... There are so many crime that are difficult to be revealed by law enforcement officials it because less of information and evidence that made by the criminals. Criminals always try not to make any trace of evidence so that the case can not be revealed, the investigator need an instrumentation to support revealing the crimes. One of the instrument is using the lie detector. Lie detector was designed to view the conduct of human body in the pressured condition. Lie detector can not specifically detect whether a person is lying or not. Lie detector only measuring a human reaction as an indication of a person's psychological. An expert liar usually can act very quiet so that the phsycological reaction is hard to be detected. In this case the examiner of lie detector must have an experienced. In the advance country, especially in Europe and USA, lie detector is often to used and already become standart procedure to examining the criminals and to revealing the criminal cases. The implementation do by the independent examiner, usually a psychologist and the assessment result also in the hands of psychologists. The police who handled the case will receive the results from the psychologist. The legal experts in there argued that the psychologists would be more understand of the psychological problems. so that if the lie detector examination do by a psychologist, then the result would be more accurate and objective. The lie detector examination is known as the Polygraph Test.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T42147
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3   >>