Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 6 dokumen yang sesuai dengan query
cover
A. Rahman Zainuddin
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama , 1992
320 RAH k
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Filla Nazillah
Abstrak :
Meskipun telah ada undang-undang yang menjamin kelangsungan hidup warga negara, sebagaimana tercantum dalam UU no. 8 tahun 2016, ancaman kekerasan seksual terhadap individu dengan disabilitas masih terus terjadi. Fenomena ini menimbulkan pertanyaan tentang sejauh mana kepastian perlindungan terhadap kelompok penyandang disabilitas dapat tercapai. Dalam konteks ini, tantangan utama melibatkan ketidakmampuan anak-anak dengan disabilitas dalam melindungi diri serta menjunjung hak-hak mereka. Ketidaksetaraan yang terjadi dapat mengakibatkan diskriminasi ganda terhadap anak-anak disabilitas, di mana hak-hak mereka terkait tubuh, pikiran, suara, pendidikan, dan lainnya diabaikan. Ketidaksetaraan ini menggambarkan bahwa anak-anak dengan disabilitas tidak memiliki ruang yang memadai untuk mengakui martabat mereka sebagai sesama manusia. Oleh karena itu, kasus ini menyoroti perlunya anak-anak dengan disabilitas mendapatkan peluang yang setara dalam hal hak-hak dan keadilan di bawah perlindungan negara. Dalam kajian ini, pendekatan teori keadilan John Rawls serta capabilities approach dari Martha Nussbaum dan Amartya Sen digunakan bersama dengan metode analisis konseptual dan refleksi kritis. Tujuan utamanya adalah merumuskan langkah-langkah preventif bagi negara Indonesia, sebagai suatu perspektif baru dalam memahami pengaruh fundamental kuasa negara sebagai landasan sentral untuk mencapai hak-hak dan keadilan yang merata dan bebas, terutama bagi individu dengan disabilitas. ......Even though there are laws that guarantee the survival of citizens, as stated in Law no. 8 of 2016, the threat of sexual violence against individuals with disabilities still continues to occur. This phenomenon raises questions about the extent to which guaranteed protection for groups of people with disabilities can be achieved. In this context, the main challenge involves the inability of children with disabilities to protect themselves and uphold their rights. The inequality that occurs can result in double discrimination against children with disabilities, where their rights regarding body, mind, voice, education, and others are ignored. This inequality illustrates that children with disabilities do not have adequate space to recognize their dignity as fellow human beings. Therefore, this case highlights the need for children with disabilities to have equal opportunities in terms of rights and justice under state protection. In this study, John Rawls' justice theory approach and the capabilities approach of Martha Nussbaum and Amartya Sen are used together with conceptual analysis and critical reflection methods. The main objective is to formulate preventive measures for the Indonesian state, as a new perspective in understanding the fundamental influence of state power as a central foundation for achieving equal and free rights and justice, especially for individuals with disabilities.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Kris Wijoyo Soepandji
Abstrak :
Penelitian ini mengikuti karakteristik penelitian hukum sebagai berikut: (1) menjelaskan bagaimana hukum berlaku dalam keadaan tertentu, (2) merupakan kegiatan penyelesaian masalah; (3) deskripsi tentang pengertian-pengertian pokok dalam hukum; (4) merupakan disiplin preskriptif yang bersifat normatif, bukan hanya bersifat disiplin analitis yang empiris. Penelitian ini juga merupakan penelitian inter-disipliner (socio-legal) yaitu menggunakan disiplin-disiplin non-hukum untuk mengkaji keberadaan hukum dam konteks sosialnya. Penelitian ini menggunakan pendekatan sejarah Savigny, pendekatan interpretivism Habermas dan pendekatan transendental. Penelitian disertasi ini menunjukkan bahwa Bung Karno sebagai penggali Pancasila sungguh mengambil kristalisasi nilai-nilai yang terkandung dari peradaban Bangsa Indonesia untuk kemudian dijadikan dasar bagi negara Republik Indonesia yang merdeka di tahun 1945. Penelitian ini menunjukkan bahwa Serat Sasangka Jati sebagaimana dijelaskan oleh R. Soenarto Mertowardojo, sungguh-sungguh memiliki benang merah yang sangat mengakar terhadap peradaban dan kebudayaan Nusantara terutama masyarakat Jawa. Dengan demikian nilai-nilai yang terkandung dalam Serat Sasangka Jati dapat dijadikan tolok ukur untuk melihat nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila. Penelitian ini mengidentifikasi bahwa dalam kebudayaan Nusantara terdapat dominasi yang serasi antara nilai-nilai antinomis, di mana yang menonjol adalah tiga hal sebagai berikut: (1) komunalisme lebih dominan daripada individualisme; (2) spiritualisme lebih dominan daripada materialisme dan (3) romantisisme lebih dominan daripada rasionalisme. Ketiga hal ini ternyata terlihat jelas dalam Serat Sasangka Jati, dan apabila Pancasila dilihat dari perspektif Serat Sasangka Jati, semakin jelaslah konsistensi nilai-nilai yang tertuang dalam Pancasila dengan nilai-nilai kebudayaan Nusantara dalam hal ini Serat Sasangka Jati. Dengan demikian memahami Pancasila apabila tidak melalui tolok ukur dari akar pemahaman kebudayaan Nusantara akan menyebabkan anomie dalam sistem hukum di Indonesia. Penelitian ini menunjukkan bahwa kebudayaan Jawa sangat menentukan pola kehidupan bernegara di negara modern Indonesia. Dengan demikian pandangan mengenai pola kehidupan bernegara yang berdasarkan kebudayaan Jawa perlu ditemukan pemahamannya terutama dari Serat Sasangka Jati, sehingga pemahaman kehidupan bernegara Republik Indonesia berdasarkan Pancasila hendaknya (seharusnya) sungguh-sungguh mencerminkan jati diri bangsa Indonesia. Preskripsi dari penelitian ini dalam memahami Pancasila adalah perlunya kesadaran bahwa sumber kekuasaan negara adalah satu yaitu tatanan Sang Pencipta, oleh sebab itu konsep Pamoring Kawula Gusti sejatinya adalah konsep yang membawa manusia untuk melaksanakan kehidupannya sesuai dengan tatanan Sang Pencipta. Kesadaran terhadap tatanan Sang Pencipta tersebut tertuang dalam sikap tindak (hati dan pikiran) Hasta-Sila, sikap tindak tersebut apabila meresap dalam perikehidupan masyarakat Indonesia akan membawa kepada masyarakat yang harmonis secara spiritual (post secular society) karena muncul ketenangan pada masing-masing individu, rasa saling menghormati antar keyakinan, tegaknya hubungan (adil) antar golongan masyarakat dan terutama sekali dengan alam semesta sebagai wadah kehidupan manusia. ...... This research strictly follows the characteristics of legal research as follows: (1) explains how the law applies in certain circumstances, (2) is a problem-solving activity; (3) a description of the main definitions in law; (4) is a normative prescriptive discipline, not only an empirical analytical discipline. This research is also an inter-disciplinary (socio-legal) research that uses non-legal disciplines to examine the existence of law and its social context. This research uses the historical approach of Savigny, the interpretivism approach of Habermas and the transcendental approach. This dissertation research shows that Bung Karno as the digger (Penggali) of Pancasila really took the crystallization of the values ​​contained in the civilization of the Indonesian nation and then became the basis for the independent Republic of Indonesia in 1945. This research shows that Serat Sasangka Jati as described by R. Soenarto Mertowardojo, really has a very deep-rooted common thread to the civilization and culture of the archipelago (Nusantara), especially the Javanese people. Thus, the values ​​contained in Serat Sasangka Jati is able to be used as benchmarks to see the values ​​contained in Pancasila. This study identifies that in the culture of the archipelago (Nusantara), there is a harmonious dominance between antinomic values, in which three things stand out as follows: (1) communalism is more dominant than individualism; (2) spiritualism is more dominant than materialism and (3) romanticism is more dominant than rationalism. These three things are clearly visible in Serat Sasangka Jati, and if Pancasila is seen from the perspective of Serat Sasangka Jati, there is consistency of values ​​between Pancasila and the cultural values ​​of the archipelago in this case is Serat Sasangka Jati. Thus, understanding Pancasila if not through benchmarks from the roots of understanding the culture of the Nusantara will cause anomie in the legal system in Indonesia. This study shows that Javanese culture greatly determines the pattern of statehood in the modern Indonesia. Thus, an understanding of the pattern of statehood based on Javanese culture needs to be found, especially from Serat Sasangka Jati, so that the understanding of the life of the Republic of Indonesia based on Pancasila should truly reflect the identity of the Indonesian nation. The prescription of this research in understanding Pancasila is the need for awareness that the source of state power is one, namely the order of the Creator, therefore the concept of Pamoring Kawula Gusti is actually a concept that leads humans to carry out their lives according to the order of the Creator. Awareness of the order of the Creator is contained in the attitude of action (heart and mind) Hasta-Sila, the attitude of this action if it permeates the lives of the Indonesian people will lead to a spiritually harmonious society (post secular society) because tranquility appears in each individual, mutual respect between beliefs, the establishment of (fair) relationships between groups of people and especially with the universe as a place for human life.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Puji Hastuti
Abstrak :
Ritus pertukaran telah menguatkan hubungan penduduk di Hulu Sembakung meski dibelah oleh batas negara. Sementara, batas negara dikonstruksi oleh kekuasaan yang dianggap sebagai pemilik kedaulatan tunggal. Kondisi ini melahirkan kepentingan penguasa untuk membuat patuh penduduk perbatasan terhadap proses rekonstruksi kekuasaan negara yang terjadi. Di lain pihak, wilayah perbatasan telah memiliki konsep ruang dimensi sosial-budaya yang telah lama hadir sebelum negara merekonstruksi konsep ruang teritorial. Negosiasi lintas batas yang dilakukan oleh penduduk setempat merupakan upaya penduduk untuk mempertahankan lanskap budaya dan memposisikan diri dalam arena sosial lintas-batas yang berusaha dihilangkan oleh negara.
Rite of exchange has been strengthening relationships between residents in Hulu Sembakung although split by borders. Meanwhile, borders are constructed by power which was considered to be the owner of a single sovereignity. This condition produces interests among authorities to make border residents submissive to the reconstruction of nation control that happened. On the other hand, the border area has had its own concept about socio-culture spatial dimensions that has long been presented before the country reconstruct the concept of the territorial. Cross-border negotiations conducted by local residents is an effort to preserve the cultural landscape and to position themselves in the cross-border social arena that is omitted by the state.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2014
S54757
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yanuar Ahmad
Abstrak :
Revitalisasi kelembagaan birokrasi dilakukan guna mengembalikan birokrasi kepada fungsi dukungannya dengan dasar pencapaian Nawacita, penegakkan hukum dan peraturan perundangan dengan memperhatikan aspek dukungan politik dan legitimasi, serta duk ungan sumber-sumber daya organisasi. Revitalisasi yang dilakukan meliputi dimensi filosofi, paradigmatik, kelembagaan, ketatalaksanaan dan dimensi sumber daya manusia. Di sisi lain pemisahan cabang-cabang kekuasaan negara yang dimandatkan oleh UUD 1945 yaitu eksekutif, legislatif, yudikatif, konstitutif dan auditif diselenggarakan dalam bentuk kelembagaan tinggi negara sesuai tugas dan fungsinya masing-masing yang dijalankan secara independen. Walaupun demikian, seluruh lembaga negara terkoneksi satu sama lain berdasarkan keeratan tugas dan fungsi yang saling melengkapi, maupun berdasarkan kesamaan karakteristik kelembagaan birokrasi dari masing-masing lembaga negara sebagai unit pemberi dukungan administratif dan teknis operasional.
Jakarta: Biro Hukum dan Komunikasi Informasi Publik Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, 2018
320 JPAN 8 (2018)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Yanuar Ahmad
Abstrak :
ABSTRAK
Revitalisasi kelembagaan birokrasi dilakukan guna mengembalikan birokrasi kepada fungsi dukungannya dengan dasar pencapaian Nawacita, penegakkan hukum dan peraturan perundangan dengan memperhatikan aspek dukungan politik dan legitimasi, serta dukungan sumber-sumber daya organisasi. Revitalisasi yang dilakukan meliputi dimensi filosofi, paradigmatik, kelembagaan, ketatalaksanaan dan dimensi sumber daya manusia. Di sisi lain pemisahan cabang-cabang kekuasaan negara yang dimandatkan oleh UUD 1945 yaitu eksekutif, legislatif, yudikatif, konstitutif dan auditif diselenggarakan dalam bentuk kelembagaan tinggi negara sesuai tugas dan fungsinya masing-masing yang dijalankan secara independen. Walaupun demikian, seluruh lembaga negara terkoneksi satu sama lain berdasarkan keeratan tugas dan fungsi yang saling melengkapi, maupun berdasarkan kesamaan karakteristik kelembagaan birokrasi dari masing-masing lembaga negara sebagai unit pemberii dukungan administratif dan teknis operasional.
Jakarta: Biro Hukum dan Komunikasi Informasi Publik Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, 2018
320 JPAN 8 (2018)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library