Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 5 dokumen yang sesuai dengan query
cover
M. Iqbal Djajadi
Abstrak :
Ada dua anggapan dasar dalam studi ini. Bahwa keintiman adalah suatu masalah sosial di kota-kota besar. Dan bahwa ada hubungan antara tingkat keintiman dengan propinkuitas. Pada prinsipnya tujuan studi ini adalah berusaha membuktikan secara empiris anggapan yang disebut terakhir tadi. Berdasarkan kajian teoritis yang menelaah secara seksama pokok tersebut, diketahui bahwa sebelum diadakan pengujian empiris itu sendiri, keberhati-hatian mutlak diperlukan. Hal itu disebabkan oleh, karena tidak semua penduduk kota mengembangkan interaksi yang tidak intim oleh karena adanya ketidaktepatan kerangka konseptual keintiman dan oleh karena banyak variabel yang mempengaruhi keintian serta oleh karena konsep atau teori propinkuitas sudah tidak memadai lagi untuk dipergunakan sebagai sarana pengujian. Sebagai tanggapan atas hasil kajian teoritis tersebut, peneliti mengembangkan suatu kerangka konseptual atau pendekatan masalah yang baru sifatnya. Keintiman secara proporsional dilihat dari sudut Pandang interaksi interpersonal yang beruang lingkup mikro. Dan persahabatan ditetapkan sebagai tema keintiman yang khusus hendak dikaji dalam studi ini. Propinkuitas diderivasi menjadi variabel jarak. Namun jarak tidak langsung mempengaruhi keintiman; melainkan harus terlebih dahulu melalui variabel intervening intensitas interaksi di rumah. Studi juga mengemukakan fakta bahwa terdapat cukup banyak variabel independen yang mempengaruhi keintiman. Mekanisme yang ditempuh studi guna meyakinkan kesimpulan mengenai hubungan jarak dan keintiman ini ada dua. Keduanya berangkat dari spirit kontrol yang ketat ,sesuai dengan hasil kajian teoritis sebelumnya yang meperlihatkan banyaknya variabel yang turut bermain. Mekanisme pertama dilakukan dengan memilih sampel yang memiliki karakteristik sosial tertentu yang dinilai paling kurang kondusif dalam membenarkan keberlakuan hipotesa studi ini. Dan mekanisme selanjutnya, kedua, dilakukan dengan mengadakan kontrol variabel menurut kaidah statistik. Dengan mengambil mahasiswa FISIP UI sebagai responden penelitian, studi ini memperoleh beberapa penemuan tipikal sebagai berikut. Penemuan yang paling menyolok tentu saja adalah yang berkaitan dengan hirtesa penelitian. Secara meyakinkan telah diperlihatkan hahwa proinkuitas hampir sama sekali tidak mempengaruhi keintiman. Sebagian besar responden ternyata lebih banyak mengembangkan persahabatan mereka dengan orang-orang yang tidak tinggal berdekatan, daripada dengan tetangga mereka. Lebih jauh lagi, hasil penelitian tersebut tetap tidak berubah meskipun propinkuitas telah diderivasi menjadi jarak. Revisi yang semula sengaja dirancang untuk memoderasikan ketidakberdayagunaan teori propinkuitas itu pada kenyataannya tidak membawa pengaruh yang signifikan terhadap keintiman. Hampir tidak adaperbedaan sama sekali di antara responden Yang tinggal berjauhan dengan sahabatnya; dengan mereka yang memiliki sahabat dikawasan tetangga, bahkan yang tinggal satu rumah sekalipun. Ringkasnya, keintiman bukanlah semacam fungsi dari bekeranya variabel jarak. Variabe1 yang mempengaruhi keintiman adalah intensitas interaksi di rumah. Perbedaan variansi pada variabel yang disebut terakhir tadi, cenderung diikuti pula oleh kecenderungan yang sama pada variabel keintiman. Kendati pun berbagai variabel independen lainnya yang turut mempengaruhi keintiman dikontrol keberlakuannya, namun kontribusi variabel tersebut tetap memuliki signifikansinya. Konsekuensinya, hingga tingkat tertentu, tingginya intensitas interaksi di rumah condong menyebabkan lahirnya keintiman. Dalam spirit ini bukan hal yang berlebihan jika variabel intensitas interaksi di sini, sebagai akibatnya, dipandang mengalami pergeseran peran. Tidak lagi sebagai variabel intervening dalam kerangka teori jarak; apa lagi sebagai peran pembantu" yang tidak memiliki status variabel yang otonom dalam kerangka teori propinkuitas; lebih dari itu, melainkan sebagai variabel independen yang ikut menentukan lahir dan bertahannya suatu keintian. Berapa pun jauhnya jarak yang memisahkan seorang individu dengan sahabatnya, sepanjang ia bisa memperoleh sarana untuk mempertahankan intensitas interaksi yang tinggi, keintiman akan senantisa lahir.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1989
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Widya Hapsari
Abstrak :
Menurut Erikson (1950 dalam Papalia. 2001), krisis intimacy versus isolation merupakan isu utama yang dialami oleh seorang dewasa muda. Individu yang berada pada masa ini memiliki tugas-tugas perkembangannya, yang salah satunya adalah membina hubungan intim. Namun, ternyata tidak semua individu yang memasuki usia dewasa muda telah mampu menjalin hubungan intim atau berpacaran. Kenyataan ini dipengaruhi oleh perbedaan setiap individu dalam kemampuannya membina hubungan intim. Attachment style dengan orangtua dan self-esteem merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi kemampuan tersebut. Secara teoretis, seseorang yang memiliki secure attachment style dan self-esteem yang tinggi akan berhasil membina hubungan intim. Di lain pihak, seseorang yang memiliki avoidant attachment style maupun amcious-ambivalent attachment style disertai dengan rendahnya self-esteem akan sulit membangun hubungan intim. Oleh karena itu, penelitian. ini bertujuan untuk memperoleh gambaran attachment style dengan orangtua dan self-esteem pada pria dewasa muda yang belum pernah berpacaran. Penelitian ini mengkhususkan pria sebagai partisipan karena terdapat penelitian sebelumnya yang telah meneliti gambaran attachment style dan self- esteem pada wanita dewasa muda yang belum pernah berpacaran. Selanjutnya, penelitian ini juga berusaha memperoleh pemahaman mengenai kebutuhan pria dewasa muda yang belum pernah berpacaran akan keintiman (intimacy). Hal ini dilatarbelakangi oleh keraguan beberapa peneliti terhadap asumsi yang mengatakan bahwa pria, bila dibandingkan dengan wanita, lebih sedikit membutuhkan intimacy ketika menjalin hubungan intim. Padahal, beberapa hasil studi menunjukkan persamaan tingkat intimacy pada pria dan wanita dalam hubungan interpersonal. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa individu dengan anxiousambivalenl dan avoidant attachment style disertai self-esteem yang rendah sulit membina hubungan intim hingga belum pernah berpacaran. Selain dipengaruhi oleh attachment style dan self-esteem. hal-hal yang mempengaruhi kegagalan individu tersebut dalam membina hubungan intim adalah belum siap untuk komitmen berpacaran, menetapkan standar yang terlalu tinggi dalam memilih pasangan, dan belum merasa mandiri secara finansial. Namun, di sisi lain, dimilikinya secure atlachment style dan self-esteem yang tinggi ternyata belum juga menjamin keberhasilan individu dalam membina hubungan intim. Adapun, faktor-faktor yang turut melatarbelakangi keadaan individu ini antara lain pengalaman masa lalu dengan wanita yang kurang menyenangkan, kesibukan dalam berkarir, dan target berpacaran dan menikah yang masih cukup jauh. Walaupun belum berhasil membina hubungan intim, semua individu dalam penelitian ini ternyata tetap membutuhkan keintiman. Hal ini tergambar dengan pernyataan seorang individu bahwa ia membutuhkan kehadiran seorang pacar yang dengannya ia dapat saling berbagi pengalaman suka dan duka, sekaligus memiliki hubungan yang lebih dekat dan terbuka dengan orang lain selain keluarganya.
2003
S3201
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abstrak :
Dalam perkembangan intelektualnya, Kristeva menggunakan pendekatan fenomenologi dan psikoanalisis untuk menghasilkan salah satu konsep pentingnya, yakni " subyek-dala-proses" (sujet-en-proces). Melalui konsep tersebut memperlihatkanbahwa manusia sebagai mahkluk penutur selalu berada dalam proses memaknai, dengan kata lian, tidak ada yang tetap selain pemaknaan itu sendiri. Implikasinya, pembakuan makna atau pun identitas manusia-- atas nama kebenaran sekalipun-- merupakan bentuk penindasan...
DRI 37:1 (2015)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Lyly Puspa Palupi Sutaryo
Abstrak :
Persahabatan merupakan salah satu bentuk hubungan yang dikembangkan oleh individu pada masa dewasa muda. Dalam hubungan persahabatan ini individu dapat mengembangkan keintiman dan ikatan yang kuat. Hal ini berkaitan erat dengan salah satu tugas perkembangan yang penting bagi individu dewasa muda yakni menjalin hubungan intim. Tugas perkembangan ini berkaitan dengan krisis intimacy versus isolation dalam pandangan teori perkembangan psikososial yang dikemukakan oleh Erikson. Persahabatan dapat terjadi antara individu yang berjenis kelamin sama (same-sex friendship) dan berjenis kelamin berbeda (cross-sex fiendshzp). Persahabatan lawan jenis merupakan hubungan murni yang tidak berorientasi seksual, romantis, atau cinta. Saat ini ternyata pada umumnya orang masih meragukan apakah pria dan wanita dapat menjadi sahabat. Karakteristik utama dari hubungan persahabatan adalah keintiman Keintiman adalah pengalaman yang ditandai oleh adanya kedekatan, kehangatan dan komunikasi Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui gambaran keintiman persahabatan lawan jenis pada dewasa muda yang belum menikah, serta bagaimana gambaran masalah yang dihadapi individu dalam persahabatan tersebut. Penelitian dilakukan dengan pendekatan kualitatif Metode pengambilan data adalah wawancara. Subyek yang terlibat dalam penelitian ini berjumlah 4 orang terdiri dari 2 orang wanita dan 2 orang pria. Usia subyek berada pada rentang 24 - 25 tahun. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekspresi keintiman pada persahabatan lawan jenis yang belum menikah diwujudkan dalam bentuk keterbukaan diri, kepercayaan, kebebasan pengekspresian emosi, dukungan di saat suka dan duka, dan melakukan kegiatan bersama. Sedangkan masalah yang dihadapi antara lain adalah memberi batasan tentang persahabatan, mengatasi ketertarikan pada sahabat, dan menghadapi pandangan orang lain yang meragukan hubungan persahabatan lawan jenis.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2005
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Azka Amalia
Abstrak :
ABSTRAK Atmosfer galeri dipengaruhi oleh elemen ruang dan koleksi objek seni di dalamnya. Koleksi objek seni sebagai hal yang visual memberikan unsur materiil seperti skala, material/tekstur, warna, dan form. Sedangkan elemen ruang dapat memberikan unsur materiil dan juga non-materiil seperti cahaya, suara, penciuman, temperatur, juga skala, material/tekstur, warna, dan form. Staging dari berbagai unsur inilah yang memberikan kesatuan sebagai atmosfer yang kemudian dapat memberikan koherensi, keintiman, dan sirkulasi tertentu.
ABSTRACT Atmosphere of a gallery is influenced by its spatial elements and art objects that are displayed within. As a visual display, art objects carry material elements such as scale, material texture, colors, and form. Meanwhile, spatial elements of a gallery may offer both material and immaterial elements such as light, sound, smell, temperature as well as scale, material texture, colors, and form. The staging of these elements defines the atmosphere which then creates certain coherence, intimacy, and circulation.
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library