Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 7 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1985
S7359
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
cover
Rita Fitriati Nurlambang
Abstrak :
ABSTRAK
Kehidupan beragama pada masa Jawa Kuna amat penting sifatnya. Hal ini dapat terlihat dari bekas-bekas penghidupan yang mereka tinggalkan pada saat ini seperti candi-candi yang didirikan sejaka abad 8 Masehi sampai dengan abad 14 Masehi sebagai rumah-rumah peribadatan yang sakral dimana pengelolaannya tertulis dengan jelas di dalam kitab-kitab agama. Selain itu, pentingnya agama di dalam kehidupan mereka juga tampak jelas di dalam relief-relief maupun data tertulis seperti prasasti maupun karya-karya sastra.

Penelitian ini bermaksud mengungkapkan bagaimana wanita pada masa Jawa Kuna ikut aktif di dalam kehidupan beragama dan sampai dimana peran mereka di dalam menjalankan salah satu aspek kehidupan yang sangat penting tersebut. Adapun masalah pokok yang dikaji adalah sebagai berikut: (1) Di dalam kegiatan keagamaan seperti apa saja kaum waita dapat ikut berperan, dan (2) sampai seberapa jauh peran mereka dapat diperhitungkan di dalam kegiatan-kegiatan tersebut? Masalah ini cukup menarik mengingat sampai saat ini seakan-akan masih berlaku dalam pemikiran masyarakat bahwa kehidupan agama masih menomorsatukan pria, oleh karena itu jika dapat ditengok jauh ke belakang bahwa wanita dapat atau tidak ikut berperan di dalam aspek tersebut, maka diharapkan pemikiran tersebut dapat diperbaharui. Metode yang diterapkan dalam penelitian ini disesuaikan dengan jenis data yang digunakan, yaitu metode analisa deskriptif.

Berdasarkan analisa yang dilakukan dapat dirumuskan beberapa kesimpulan: Pertama, peran wanita di dalam kehidupan beragama baik berdasarkan data prasasti, karya sastra, maupun relief dapat dianggap cukup penting mengingat beberapa kegiatan yang dilakukan oleh kaum pria juga dapat dilakukan oleh para wanita. Kedua, Kaum wanita pada masa Jawa Kuna juga dapat berstatus sebagai pendeta, pertapa, ataupun murid-murid pertapaan yang hidupnya menyepi seperti halnya kaum pria. Ketiga, Lebih jauh dari itu semua, kaum wanita masa Jawa Kuna juga dapat didudukkan sebagai Yang Didewakan, yaitu dalam bentuk arca-arca pendharmaan. Secara umum memang dapat dikatakan kaum wanita sama halnya seperti kaum pria yang dapat aktif dalam kehidupan beragama, namun demikian masih perlu kiranya diteliti lebih lanjut sampai seberapa jauh keikutsertaan ini dapat dianggap sebagai kesetaraan, mengingat sampai saat ini data arkeologi menampilkan jauh lebih banyak jumlah pria yang aktif di dalam kegiatan-kegiatan kehidupan secara umum, dan kehidupan beragama secara khusus.
Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1997
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Warsono
Abstrak :
Perubahan lingkungan hidup buatan yang dialami oleh migran Madura dari lingkungan hidup buatan Madura ke lingkungan hidup buatan Surabaya menuntut migran untuk mengembangkan suatu strategi adaptif terhadap kondisi lingkungan hidup yang baru. Agar bisa survive migran Madura harus mampu menyesuaikan diri dengan kondisi lingkungan hidup di Surabaya dan memecahkan masalah-masalah yang dihadapi di Surabaya. Penelitian ini dilakukan di empat Kelurahan, yaitu: (1) Kelurahan Kemayoran Kecamatan Krembangan, (2) Kelurahan Gading Kecamatan Tambaksari, (3) Kelurahan Penggirikan Kecamatan Semampir, dan (4) Kelurahan Kalikedinding Kecamatan Kenjeran semua di wilayah Surabaya Utara. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui strategi adaptif yang dikembangkan migran Madura dalam upaya menyesuaikan diri dengan kondisi lingkungan hidup buatan di Surabaya dan memecahkan masalah-masalah yang dihadapi. Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola kegiatan ekonomi, interaksi sosial, pola penyebaran dan pemukiman serta nilai-nilai yang mendasari perilaku masyarakat migran Madura di Surabaya. Penelitian ini bersifat explanatory research yang akan menjelaskan hubungan antara lingkungan dengan kebudayaan serta pola-pola yang dikembangkan migran Madura di Surabaya. Untuk memperoleh data digunakan angket dan wawancara secara mendalam. Data yang bersifat kuantitatif dianalisis dengan uji statistik deskriptif, Chi Kuadrat, Rank-Order Spearman. Sedangkan data yang bersifatkualitatif dianalisis .dengan menggunakan metode interpretasi dan pemahaman (verstehen). Dari analisis data diperoleh beberapa temuan bahwa: (1) masyarakat Madura mempunyai etos kerja dan solidaritas yang tinggi terhadap sesama orang Madura, (2) migran Madura pada umumnya mempunyai tingkat pendidikan rendah. Dengan tingkat pendidikan yang rendah menyebabkan (3) dinamika diferensiasi kerja rendah, begitu juga teknologi yang mereka gunakan dalam kegiatan ekonomi, akibatnya (4) pendapatan mereka juga rendah. Rendahnya adaptasi migran Madura dalam kegiatan ekonomi ditunjukkan dengan tidak adanya hubungan antara lama tinggal dengan jenis pekerjaan serta tidak adanya hubungan antara lama tinggal dengan pendapatan. Masyarakat migran Madura cenderung mempertahankan budayanya. Di perantauan pun mereka tetap mempertahankan nilai-nilai budaya daerahnya. Mereka merasa lebih aman dalan lingkungan budaya asalnya, sehingga cenderung bersifat eksklusif dan terkesan kurang ramah. Migran Madura cenderung untuk hidup secara mengelompok, namun pengelompokan ini tidak ada hubungannya dengan daerah asal mereka. Mereka menyebar secara merata hanpir di seluruh wilayah Kotamadya Surabaya. Pengelonpokan ini ada hubungannya dengan pekerjaan mereka. Mereka lebih memilih bertenpat tiggal di tenpat-tempat yang dekat dengan kegiatan ekonomi seperti pasar. Mereka juga mempertahankan solidaritas bersama, termasuk dalam kegiatan ekonomi. Solidaritas dalam kegiatan ekonomi ini menjadi kekuatan mereka dalam beradaptasi dan mengatasi masalah di Surabaya. Selain solidaritas, nilai yang adaptif dalam budaya Madura adalah sikapnya yang mau bekerja keras, menghargai setiap jenis pekerjaan, ulet dan realistis.
The man-made environmental changes experienced Madurese migrants from Madurese to Surabaya environment require them, to develop an adaptive strategy to a new environmental condition. In order to survive they have to adapt themselves to the new condition and solve their problems that they face in Surabaya. This research was conducted in four villages i.e (1) Kemayoran, K rembangan subdistrict, (2) Gading, Tambaksari sub-district, (3) Penggirikan, Semampir subdistrict, and (4) Kalikedinding, Kenjeran subdistrict. All of then are located in the northern Surabaya. This research tries to know the adaptive strategy of Madurese migrants in the new condition in Surabaya and how they face their problems in these new areas, especially to know the economic business system, the social interaction, the pattern of the spreading and the settlement and the values as the basis of their behavior in Surabaya. This research is an explanatory research, which tries to explain the relation between the environment with the culture and the patterns developed by the Madurese migrants in Surabaya. Questionnaires and deep interviews are used to collect the data. The quantitative data are analyzed by using the descriptive statistics; Chi-Square and Rank-Order Spearman. The qualitative data are analyzed by using -the interpretative an comprehension method. From the data analysis some findings are obtained: i.e. (1) Madurese community have high work ethic and solidarity to the fellow Madurese, (2) Generally Madurese migrants have low education. Because of this (3) the dynamics of work differentiation is low, so is the technology in economic business, the effect is that (4) their income is low. The low adaptation of Madurese migrants in economic business is shown by the fact that there is no correlation between the types of their work and the length of their living time and between the length of their living time and their income. Madurese migrant community tends to maintain their culture. In their foreign regions they practice their native values. They feel more secure in their native culture, so that they become exclusive and unfriendly. Madureses migrants have a tendency to live in groups, but this grouping does not have any relationship with their native regions. They spread evenly in Surabaya municipatility. This grouping has a relationship with their work. They tend to choose their place of residence near to their work. They tend to live in the places near the economic activities such as markets. Solidarity in economic activities is their power to adapt and solve their problems in Surabaya. Be-sides, the adaptive values in Madurese culture are their attitudes to work hard, to appreciate any type of work, to persevere and to be realistic.
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1992
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
TIJUDIP
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Jo Priastana
Abstrak :
Tesis ini mengungkapkan tentang Teori Tindakan Komunikasi Jurgen Habermas sebagai titik pijak dialog antar agama, dan bertujuan menyajikan kondisi, situasi dan prasyarat bagi dialog antar agama yang ideal. Pluralitas agama yang menjadi ciri bangsa Indonesia dan era globalisasi ini menjadikan berbagai penganut agama semakin intensif untuk bertemu, berkomunikasi dan berdialog. Kemajernukan agama merupakan potensi bagi terselengaarannya proses integrasi mengingat agama dalam ajarannya mewajibkan untuk menointai sesamanya dan hidup rukun. Tetapi, mengingat masing-masing agama juga memiliki klaim kebenaran terhadap agamanya sendiri, agama juga mengandung potensi untuk terjadinya konflik. Latar belakang budaya patriarkal, kesenjangan sosial ekonomi politis, maupun kwalitas penghayatan dan moralitas penganut agama juga turut mempengaruhi terjadinya konflik perbedaan agama. Penghindaran konflik atau kerukunan merupakan nilai yang terdapat dalam setiap agama maupun di dalam segenap perwujudan aktivitasnya. Kerukunan beragama yang dinamis tercermin dalam hidup beragama yang mantap, atentik, dan produktif dengan pribadi-pribadi Umat beragama yang matang, bersikap moral otonom, kritis, dan terbuka. Di antara usaha-usaha untuk mewujudkan kerukunan hidup umat beragama demikian itu adalah melalui dialog antar agama, atau dialog antar umat bergama dalam berbagai bentuknya. Dialog antar agama merupakan suatu kenisoayaan dari fakta pluralitas agama, sehingga tidak jarang dialog antar agama dewasa ini telah begitu menjadi agenda rutin dan jatuh dalam Formalisme jauh dari tujuan yang sebenarnya atau bahkan hanya menjadi sekedar instrumental-seremonial dan menghasilkan kerukunan yang semu, karena komunikasi mengalami distorsi dengan pelaku dialog secara tidak sadar menyembunyikan maksud-maksud sebenarnya. Masing-masing komunitas agama tetap tinggal pada prasangka dan klaim kebenarannya masing-masing. Teori Tindakan Komunikasi Habermas, dengan rasionalitas komunikatifnya yang ditawarkan dalam tesis ini sebagai titik pijak dialog antar agama diharapkan bisa mencairkan kebekuan yang terjadi dalam dialog antar agama yang demikian itu. Perbagai aspek dan gagasan yang terkandung dalam team tindakan komunikasi Habermas ini bisa menjadi kerangka atau titik pijak bagi terselenggaranya dialog antar umat beragama yang komunikatif, bebas dari dominasi, dan kritis terhadap maksud-maksud tersembunyi yang secara tidak sadar terdapat pada pelaku dialog. Dialog antar agama merupakan suatu praksis komunikasi dari masyarakat yang majemuk. Teori komunikasi Jurgen Habermas merupakan suatu pembaharuan dari teori kritis Sekolah Frankfurt yang telah jatuh menjadi ideologi. Habermas melihat dimensi komunikasi merupakan sebagai praksis manusia, dimana sebelumnya dalam lingkungan teori kritis yang berpatokan kepada Marxisme praksis direduksi sebagai kerja dan mensekunderkan hubungan sosial dibawah alat produksi. Habermas sebagai pembaharu teori kritis menimba pemikirannya dari warisan berbagai pemikiran filsuf sebelumnya sepanjang sejarah. Misalnya teorinya tentang rasionalitas komunikatif dan rasionalitas instrumental dapat ditelusuri kepada gagasan Arsitoteles tentang prudence dan techne, atau praksis dan poesis. Dalam mencita-citakan masyarakat yang komunikatif, Habermas merrgeritik rasionalitas instrumental seperti tarnpak dalam ilmu pengetahuan yang analitis-empiris, dan ideologis menyembunyikan maksud-maksud dan kepentingan, dan kemudian mendasarkan kepada rasionalitas komunikatif yang bersifat memahami, kritis dan emansipatoris. Gagasan tentang model-model tindakan komunikasi di dalam teori komunikasi Habermas, baik itu model teleologist normatif ,maupun dramaturgis yang berkaitan dengan klaim kebenaran, klaim kesesuaian dan klaim otentisitas sangat berguna dalam melihat perspektif komunikasi yang terjadi di dalam dialog antar agama. Dialog antar agama mengusahakan titik temu "kebenaran" dimana letak kebenaran masing-rasing agama tidak dikalahkan, perryataan dan pendapatnya tidak bertentangan (sesuai) dengan norma-norma agama yang diyakini bersifat universal, dan diungkapkan secara jujurr, otentik, dimana para peserta mendapat kesempatan yang sama mengekspresikan perasaan dan kebenarannya sehingga terjadi interaksi dan pemahaman secara timbal balik, atau tercapai konsensus yang bebas dari dominasi. Untuk mencapai pengertian timbal baiik dalam suatu dialog, Habermas juga menekankan kepada komuniti dari subyek moral. Habermas mencita-citakan suatu model diskursus etik dalam dialog ,melalui integritas kepribadian yang bisa membangun empati dan solidaritas. Untuk itu ia menengok teori perkembangan kognitif Piaget, dan teori pentahapan moral Kohlberg. Perkembangan kognitif dan moral mempengaruhi pencapaian kemarnnpuan pengertian seseorang tentang realitas yang jauh dari perspektif egosentris, dan mampu melihat segala sesuatu dari titikpandang orang lain. Hal ini tercapai pada tahap perkembangan kognitif maupun moral pasca-konvensional yaitu tahap yang membutuhkan perbenaran secara universalistik, dan moralitas otonom, mandiri yang berprinsip pada etika universal. Prasyarat subjrk moral untuk tercapainya pengertian titik balik bagi masyarakat komunikatif seperti dalam dialog antar agama adalah dimana para partisipan klarifikasi terbuka kepada prinsip etika universal, kemandirian dalam pengambilan keputusan secara sadar, terbuka, kritis, matang dan rasa hormat terhadap orang lain. Suatu dialog khususnya dibidang agama sangat memerlukan pribadi-pribadi yang mencapai tahap perkembangan moral seperti itu. Teori tindakan komunikasi Habermas sebagai kerangka atau titik pijak dialog antara agama merupakan suatu usaha menghubungkan antara keputusan moral (tahap-tahap perkembangan moral) dengan interaksi sosial, yakni upaya menyelidiki anggapan-anggapan normatif dari interaksi social (hubungan sosial) dengan menekankan dimensi komunikatif dalam dialog atau perbincangan yang rasional. Dalam konteks ini teori tindakan komunikatif Habermas merupakan upaya diskursus etika yang bersifat praktis, bukan sekedar anjuran etis yang bersifat imperatif-individual melainkan prosedur argumentasi moral melalui dialog atau perbincangan rasional untuk mencapai persetujuan timbal balik yang bersifat publik.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library