"Di Indonesia, tindak kekerasan dalam rumah tangga menduduki peringkat ke-10 dalam penyebab kematian perempuan usia subiu' pada tahun 1998 (Depkes, 2000). Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan Indonesia mengatakan bahwa 11,4% dari 217.000.000 jiwa penduduk Indonesia atau sekitar 24.000000 perempuan mengaku pemah mengalami kekerasan, dan kekerasan yang terbanyak adalah kekerasan dalam rumah tangga. Meskipun kejahatan ini tenjadi di banyak tempat, kejahatan ini masih tetap tersembunyi dalam kehidupan masyarakat dan terlindungi dari intervensi dunia luar, karena nilai patriarki yang mewarnai sikap dan kultur kehidupan kebanyakan keluarga di Indonesia.
Korban dari kekerasan dalam rumah tangga merasakan dampaknya dalam berbagai bentuk, baik secara rnedis, emosional, maupun mempengaruhi pekerjaan istri. Istri yang terjebak dalam hubungan dengan kekerasan mengalami kebingungan dan tekanan manipulasi, teror, dan ancaman yang harus diterima, serta merasa cemas dan depresif (Poerwandari, 2000). Karenanya, situasi kekerasan dalam rumah tangga merupakan sumber stres bagi istri. Mengingat dampak yang mengganggu kehidupan sehari-hari yang aman dan nyaman, istri melakukan usaha-usaha untuk mengatasi kondisi stresfid tersebut Usaha istri untuk membebaskan diri dari kekerasan sebagai sumber stres merupakan suatu proses. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi bentuk-bentuk kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang dialami istri, memahami proses coping yang terjadi, serta menetahui keefektifan coping istri dalam menghadapi bentuk-bentuk KDRT tersebut. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif karena peneliti berusaha untuk menggali lebih dalam pemaasalahan kekerasan dalam rumah tangga. Alat ‘Inventori Sirategi terhadap Kekerasan’ dan ‘Abusive Behavior Observation Checklist (ABOC)’ yang disusun Dutton (1996) digunakan sebagai pembanding hasil wawancara. Subyek yang berpartisipasi dalam penelitian ini adalah sebanyak 5 orang. Hasil penelitian ini memmjukkan bahwa bentuk kekerasan dalam rumah tangga yang teljadi adalah kekerasan fisik, psikologis, ekonomi, seksual, dan perampasan kemerdekaan, masing-masing deugan intensitas dan Eekuensi yang bervariasi. Keberlangsungan proses coping merupakan hasil interaksi aspek-aspek eksternal dan aspek-aspek dalam individu, serta penilaian terhadap ancaman stresor dan sumber daya yang dimiliki untuk rnengatasi tindak kekerasan. Berdasarkan proses tersebut, istri yang mengalami kekerasan dapat menggunakan strategi untuk mengakhiri perkawinan, mempertahankan perkawinan dengan tetap berusaha untuk merubah perilaku suami, atau bertahan dengan menerima atau memaklumi tindak kekerasan. Keefektifan strategi coping berlaku spesifik pada tiap-tiap kasus kekerasan, seiring dengan sumber daya individu dan sirategi coping yang digunakannya. Tanda-tanda keefektifan strategi coping terhadap kekerasan dalam rumah tangga dapat dilihat dari berkurangnya frekuensi dan intensitas kekerasan, tidak adanya afek negatifl serta dapat melakukan kegiatan sehari-hari dengan baik tanpa gangguan."