Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 26 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Dini Ariyatie
"ABSTRAK
Skripsi ini membahas mengenai gugatan yang diajukan oleh Penggugat Dra. Hj.
Nunuk Murdiati Sulastomo terhadap Para Tergugat yang terkait dengan adanya
pemberhentian Penggugat sebagai Ketua Pengurus Yayasan Harapan Ibu Pondok
Pinang dengan dasar gugatan adalah Perbuatan Melawan Hukum. Dan Putusan
Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan adalah memenangkan Pihak
Penggugat. Tujuan dari pokok permasalahan dalam skripsi ini adalah untuk
mengetahui tanggung jawab organ yayasan dan yayasan apabila timbul tuntutan
hukum sehubungan dengan pelaksanaan operasional yayasan, mengetahui dan
memahami konsekuensi yuridis atas berlakunya keputusan Rapat Pembina, serta
memahami dasar pemikiran rumusan norma dari Pasal 1365 KUH Perdata
mengenai Perbuatan Melawan Hukum (PMH). Penelitian ini adalah penelitian
dengan menggunakan pendekatan yuridis normatif.

ABSTRACT
This thesis discusses the lawsuit is filed by Plaintiff, Dra. Hj. Nunuk Murdiati
Sulastomo, against the defendants relating to the dismissal of the Plaintiff as
Chairman of the Board from Yayasan Harapan Ibu Pondok Pinang with the
lawsuit basic is Tort of Law. And The verdict from the District Court of South
Jakarta is giving the victory to the Plaintiff. The purposes of the main problems in
this thesis are to know the responsibilities of the foundation organs and the
foundation if lawsuits arise in connection with the implementation of the
foundation operational, to know and understand the legal consequences of the
enactment of the Trustees Meeting, and then understand the rationale for the norm
formulation from the Article 1365 of the Civil Code about the Tort of Law.
This research is about a study with using a normative juridical approach.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
S1812
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Sitanggang, Yosephine
"Skripsi ini membahas mengenai kedudukan hukum Badan Usaha Milik Desa bila dianalisis berdasarkan peraturan perundang-undangan, mulai dari peraturan tertinggi hingga peraturan terendah. Skripsi ini mengkaji Badan Usaha Milik Desa apakah lebih tepat bila dikategorikan sebagai badan usaha berbadan hukum atau badan usaha non badan hukum. Skripsi ini juga menjabarkan implikasi atas ketidakjelasan kedudukan hukum Badan Usaha Milik Desa dalam prakteknya dengan menampilkan permasalahan yang timbul pada Badan Usaha Milik Desa Panggung Lestari, kabupaten Bantul, provinsi Yogyakarta. Berdasarkan kajian yuridis yang telah dilakukan, pengakuan Badan Usaha Milik Desa sebagai badan usaha berbadan hukum atau badan usaha non badan hukum tidak ada, sedangkan sangat penting adanya pengakuan yang jelas dan tegas mengenai kedudukan hukum Badan Usaha Milik Desa mengingat badan usaha ini akan melakukan berbagai macam kegiatan usaha demi kepentingan dan kemajuan desa itu sendiri. Ketidakjelasan kedudukan hukum Badan Usaha Milik Desa juga mengakibatkan badan usaha ini kesulitan dalam menjalin kerjasama usaha dengan pihak ketiga. Oleh karena itu, skripsi ini mendorong perlunya ada peraturan perundang-undangan yang mengatur secara tegas mengenai kedudukan hukum Badan Usaha Milik Desa.

The focus of this study is analyze about legal status of village owned enterprises based on the law. This study also analyze that village owned enterprises is business entity or legal entity. This study also details the implication of obscurity of legal status of village owned enterprises practically by indicating the problems that happens in Panggung Lestari Village Owned Enterprises in Bantul, Yogyakarta. Based on the juridical studies that has been done, recognition of village owned enterprises as business entity or legal entity is nothing, while too important to have the clear recognition about legal status of village owned enterprises because this entity would make every kind of business activities for the sake of that village. The obscurity of village owned enterprises caused this entity have difficulties in established business cooperation with third parties. Therefore, this study encouraged to have the clear regulation that would provide about legal status of village owned enterprises.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hutabarat, Ramly
"ABSTRAK
Sebagian besar penduduk Indonesia menganut agama Islam. Menurut data resmi
yang diterbitkan oleh Biro Riset Statistik. di antara 183.457.000 jiwa penduduk Indonesia
pada tahun 1990, terdapat 87.1 % pemeluk agama Islam. Hukum Islam merupakan
hukum yang hidup dalam masyarakat yang mayoritas Islam itu. Tesis ini ingin
memperbincangkan kedudukan hukum Islam dalam berbagai konstitusi yang pernah dan
sedang berlaku di Indonesia. Oleh karenanya pula dengan sendirinya, tidak mungkin
dipisahkan dari pembahasan peranan hukum Islam terutama dalam pembinaan hukum
nasional Indonesia. Penelitian ini mengandung unsur kajian perbandingan untuk
memmahami apakah ada perbedaan kedudukan hukum Islam di dalam tiga konstitusi,
yaitu Undang-Undang Dasar 1945, Konstitusi Republik Indonesia Serikat 1949, dan
Undang-Undang Dasar Sementara 1950. Kajian dimulai dengan sebuah rangka teori yang
dipergunakan untuk menganalisis data secara kualitatif. Data yang dihimpun dalam
penelitian ini digolongkan ke dalam dua kategori, yaitu data primer dan data sekunder.
Metode analisis yang digunakan bercorak deduktif. Meskipun menyadari bahwa
penelitian ini adalah penelitian hukum, namun mengingat hukum adalah gejala sosial,
sedangkan perumusan kaidah-kaidah hukum positif adalah sebuah proses politik, maka
pendekatan berbagai disiplin ilmu sosial - selain ilmu hukum - seperti sejarah, sosiologi
dan praktek serta pengkajian Islam dipergunakan juga.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa hukum Islam adalah hukum yang hidup
dalam masyarakat Indonesia yang mayoritas menganut agama Islam. Hal ini diakui oleh
penguasa V.O.C., sebelum terbentuknya Hindia Belanda pada akhir abad ke-18.
Pemerintah Hindia Belanda sendiri, ternyata tidaklah konsisten dalam memandang
kedudukan hukum Islam dalam masyarakat pribumi. Snouck Hurgronje misalnya
berperan besar dalam meligitimasi kehendak pemerintah Kolonial Belanda dengan
mengemukakan teori Resepsi. Menurut teori ini, hukum Islam baru berlaku jika ia telah
diterima oleh hukum Adat.
Menjelang Indonesia merdeka, ada usaha-usaha dari pemimpin politik "golongan
Islam" untuk memperjuangkan kedudukan hukum Islam secara lebih tegas dalam
penyusunan konstitusi Indonesia merdeka. Dirumuskanlah Piagam Jakarta pada tanggal
22 Juni 1945. Dengan terjadinya pencoretan kata-kata yang berhubungan dengan syari'at
Islam di dalam Piagam Jakarta pada tanggal 18 Agustus 1945, maka kedudukan hukum
Islam di dalam konstitusi menjadi samar-samar. Hampir sama keadaannya dengan UUD
1945 yang berlaku antara tahun 1945 - 1949, kedudukan hukum Islam juga tidak tersurat
dikemukakan di dalam Konstitusi Republik Indonesia Serikat (RIS). Sampai Konstitusi
RIS dinyatakan tidak berlaku pada bulan Agustus 1950, polilik hukum itu belum pernah
dikemukakan secara tegas oleh pemerintah. Kedudukan hukum Islam di dalam UUD
Sementara 1950 juga tetap samar-samar.
Kedudukan hukum Islam nampak lebih jelas di dalam UUD 1945 dalam periode
berlakunya yang kedua, sejak ia didekritkan berlakunya oleh Soekarno pada tanggal 5 Juli
1959. UUD 1945 yang didekritkan "dijiwai", oleh Piagam Jakarta yang mengandung
rumusan syari'at Islam.
Perkembangan terakhir dalam dasawarsa terakhir ini memperlihatkan arah yang
semakin jelas dari kedudukan dan peranan hukum Islam dalam pembinaan hukum Islam.
Hukum Islam menjadi salah salu komponen baku penyusunan hukum nasional di samping
hukum Adat dan hukum eks Barat. Dengan timbulmya kesadaran beragama di kalangan
pejabat negara, pejabat pemerintah dan politikus, hasrat untuk menempatkan peranan
hukum Islam dalam pembinaan hukum nasional semakin besar.
"
1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Syah Sondang J.E.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2010
S22639
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Ria Indriyani
"ABSTRAK
Menurut Pasal 51 ayat (1) Undang-Undang N omor 24 Tahun 2003 yang
berhak untuk menjadi Pemohon adalah pihak yang menganggap h ak dan/atau
kewenangan konsitusionalnya dirugikan oleh berlakunya undang-undang, salah
satunya adalah perorangan warga negara Indonesia.
Dalam perkara Nomor 2-3/PUU-V/2007 tentang pengujian Undang-Undang
Narkotika, 3 dari 5 orang Pemohonannya adalah warga n eg a ra asing (w a rg a n eg a ra
Australia) yang turut mengajukan permohonan mengenai ketentuan pidana mati untu k
perkara Narkotika. Pemohon warga negara asing ini turut me ra sa dirugikan dengan
pemberlakuan ketentuan pidana mati dalain Undang-Undang Narkotika.
Yang akan diteliti adalah kedudukan hukum warga negara asing ini menurut
Mahkamah Konstutisi dan kedudukan hukum warga negara asing, te rk a it dengan
penjatuhan hukuman pidana mati untuk perkara kejahatan narkotika.

ABSTRACT
Requirements for someone who want to be an apllicant in Constitutional
Court o f Republic Indonesia is citizens of Indonesia, who aggrieved his standing to
sue on an Act.
In the matter o f application number 2-3/PUU-V/2007 about Judicial R ev iew
o f Narcotics Act, 3 from 5 applicant are foreign citizens (citizens o f A ustralia) which
apply the provisions o f the criminal narcotic to death. The applicant foreign c itizens
participated in this feel aggrieved with the provisions of criminal death in A c t dru g
Which will be discussed here is how the legal position o f foreign citiz en s
according to this Constitutional Court."
2009
T37378
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Simatupang, Jessica Abigail Hasianty
"Chiropractic merupakan perawatan kesehatan yang berfokus pada sistem neuromuskuloskeletal yang di dalamnya terdapat penekanan pada teknik-teknik manual, termasuk penyesuaian dan/atau manipulasi sendi, dengan fokus khusus pada subluksasi. Penelitian skripsi ini dilatarbelakangi untuk mengetahui kedudukan hukum serta bentuk pertanggungjawaban hukum dari pemberi layanan chiropractic ini. Hal ini dilakukan mengingat layanan chiropractic ini merupakan layanan yang mulai banyak diminati masyarakat, akan tetapi sering kali masih tidak diketahui dengan jelas baik bentuk maupun keamanan layanannya. Berangkat dari hal tersebut muncul beberapa rumusan masalah antara lain: (1) Kedudukan pemberi layanan terapi chiropractic atau chiropractor berdasarkan hukum kesehatan; (2) Kedudukan hukum klinik dan fasilitas pelayanan kesehatan pemberi layanan chiropractic berdasarkan hukum kesehatan; dan (3) Pertanggungjawaban hukum dari pemberi layanan chiropractic di klinik dan fasilitas pelayanan kesehatan berdasarkan hukum kesehatan?. Penelitian yang dilakukan oleh peneliti menggunakan metode yuridis-normatif, tipe penelitian deskriptif, pendekatan kualitatif, dan bahan hukum primer, sekunder, serta tersier. Alat pengumpulan data yang digunakan adalah studi pustaka dan wawancara. Kedudukan pemberi layanan terapi chiropractic atau chiropractor berdasarkan hukum kesehatan dapat ditemukan dalam Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan yang mana Chiropractic tergolong sebagai pengobatan tradisional sebagaimana yang tercantum Pasal 47 ayat (1). Kedudukan hukum klinik dan fasilitas pelayanan kesehatan pemberi layanan chiropractic, dapat dikategorikan sebagai fasilitas pelayanan kesehatan komplementer dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 15 Tahun 2018 Tentang Penyelenggaraan Pengobatan Tradisional Komplementer. Pertanggungjawaban hukum dari pemberi layanan chiropractic di klinik dan fasilitas pelayanan kesehatan yaitu secara administrasi, pidana, maupun perdata

Chiropractic is health care that focuses on the neuromusculoskeletal system in which there is an emphasis on manual techniques, including joint adjustments and/or manipulation, with a special focus on subluxations. The background of this research is to find out the legal standing and forms of legal responsibility of this chiropractic service provider. This is done considering that this chiropractic service is a service that is starting to be in great demand by the public, but it is often not clear whether the form or safety of the service is known. Departing from this, several questions arise, including: (1) What is the standing of the chiropractic therapy service provider or chiropractor based on health law?; (2) What is the legal position of clinics and health care facilities providing chiropractic services based on health law?; (3) How is the legal responsibility of chiropractic service providers in clinics and health care facilities based on health laws? The research was conducted by researchers using juridical-normative methods, descriptive research types, qualitative approaches, and primary, secondary, and tertiary legal materials. The data collection tools used were literature studies and interviews. The position of a chiropractic therapy service provider or chiropractor based on health law can be found in Law no. 36 of 2009 concerning Health, where Chiropractic is classified as traditional medicine as Article 47 paragraph (1). The legal status of clinics and health service facilities providing chiropractic services can be categorized as complementary health service facilities in the Regulation of the Minister of Health Number 15 of 2018 concerning the Implementation of Complementary Traditional Medicine. Legal responsibility of chiropractic service providers in clinics and health care facilities, namely in administrative, criminal and civil terms."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
abednego
"Penelitian ini membahas mengenai pengaturan perundangan mengenai asuransi kredit dan kedudukan hukum perusahaan asuransi yang dimohonkan pailit akibat gagal membayar utang klaim polis asuransi kredit. Metode penelitan yang dilakukan ialah yuridis normatif dengan data sekunder. Adapun teori yang digunakan dalam penelitian ini ialah teori transfer of risk, teori penjaminan dalam hukum jaminan, dan teori permohonan pailit dalam hukum kepailitan. Adapun hasil penelitian ini ialah peraturan perundangan mengenai asuransi kredit masih tersebar di banyak peraturan perundangan, pengaturan mengenai asuransi kredit belum cukup diatur secara spesifik hanya mengacu pada peraturan perundangan asuransi secara umum dan kedudukan hukum perusahaan asuransi yang dimohonkan pailit akibat gagal membayar utang klaim polis asuransi kredit ialah badan hukum perseroan terbatas yang dapat dimohonkan pailit secara limitatif. Dari hasil penelitian tersebut, peneliti menyarankan agar dibuatnya peraturan perundangan yang memuat ketentuan asuransi kredit yang dapat menjadi pegangan para pihak pemangku kepentingan dalam asuransi kredit, jika timbul permasalahan maka lebih jelas peraturan yang dapat diterapkan dalam permaslahan tersebut.

This thesis discusses the regulatory arrangements regarding credit insurance and the legal standing of insurance companies filed for bankruptcy as a result of failing to pay debts claimed by credit insurance policies. The research method used is normative juridical with secondary data. The theories used in this study are the theory of transfer of risk, the theory of guarantees in guarantee law, and the theory of petition for bankruptcy in bankruptcy law. The results of this study are that laws and regulations regarding credit insurance are still scattered in many laws and regulations, regulations regarding credit insurance are not sufficiently regulated specifically, only referring to general insurance laws and regulations and the legal position of insurance companies that are filed for bankruptcy as a result of failing to pay debt claims on credit insurance policies, namely limited liability company legal entities that can be filed for bankruptcy on a limited basis. From the results of this study, the researchers suggest that legislation be made that contains credit insurance provisions that can be used as a guide for stakeholders in credit insurance, if problems arise, the regulations that can be applied to these problems are clearer."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nabilah Anika
"Tulisan ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis mengenai kedudukan hukum bagi kreditur atau penerima fidusia yang beritikad baik, namun objek jaminannya dirampas oleh negara melalui putusan pidana yang berkekuatan hukum tetap. Dalam melakukan penulisan, penulis menggunakan metode penelitian yuridis-normatif atau penelitian kepustakaan dan tipologi yang bersifat deskriptif. Putusan yang berkaitan dengan tulisan ini ada dalam Putusan No. 32 No. 32/PDT/2019/PT.BDG jo. Putusan No. 872 K/PDT/2020, para pihak dalam putusan tersebut adalah BCA Finance dan Kejaksaan Republik Indonesia. Permasalahan dalam skripsi ini dimulai dari tidak bisanya BCA Finance melakukan eksekusi terhadap objek jaminan fidusianya atas pembiayaan konsumen yang dilakukannya dengan Sabilal Rusdi selaku Debitur. Hal ini dikarenakan Sabilal Rusdi telah melakukan tindak pidana yang mana melibatkan objek jaminan fidusianya dengan BCA Finance dan membuat benda tersebut harus dirampas oleh negara melalui Putusan No. 428 / Pid.Sus / 2017 / PN.Dpk. Perlindungan hukum belum diberikan kepada BCA Finance selaku kreditur karena objek jaminan fidusia nya tetap dirampas oleh negara, padahal selaku kreditur penerima fidusia seharusnya BCA Finance memiliki hak yang dilindungi atas objek jaminan dan kedudukan yang diutamakan selaku pemegang jaminan fidusia dalam undang-undang terkait. Oleh karena itu BCA Finance perlu melakukan upaya lebih lanjut supaya bisa memperoleh kembali utang yang belum dibayarkan oleh debitur dan bisa melakukan eksekusi terhadap objek jaminan fidusianya.

Tulisan ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis mengenai kedudukan hukum bagi kreditur atau penerima fidusia yang beritikad baik, namun objek jaminannya dirampas oleh negara melalui putusan pidana yang berkekuatan hukum tetap. Dalam melakukan penulisan, penulis menggunakan metode penelitian yuridis-normatif atau penelitian kepustakaan dan tipologi yang bersifat deskriptif. Putusan yang berkaitan dengan tulisan ini ada dalam Putusan No. 32 No. 32/PDT/2019/PT.BDG jo. Putusan No. 872 K/PDT/2020, para pihak dalam putusan tersebut adalah BCA Finance dan Kejaksaan Republik Indonesia. Permasalahan dalam skripsi ini dimulai dari tidak bisanya BCA Finance melakukan eksekusi terhadap objek jaminan fidusianya atas pembiayaan konsumen yang dilakukannya dengan Sabilal Rusdi selaku Debitur. Hal ini dikarenakan Sabilal Rusdi telah melakukan tindak pidana yang mana melibatkan objek jaminan fidusianya dengan BCA Finance dan membuat benda tersebut harus dirampas oleh negara melalui Putusan No. 428 / Pid.Sus / 2017 / PN.Dpk. Perlindungan hukum belum diberikan kepada BCA Finance selaku kreditur karena objek jaminan fidusia nya tetap dirampas oleh negara, padahal selaku kreditur penerima fidusia seharusnya BCA Finance memiliki hak yang dilindungi atas objek jaminan dan kedudukan yang diutamakan selaku pemegang jaminan fidusia dalam undang-undang terkait. Oleh karena itu BCA Finance perlu melakukan upaya lebih lanjut supaya bisa memperoleh kembali utang yang belum dibayarkan oleh debitur dan bisa melakukan eksekusi terhadap objek jaminan fidusianya.

This writing aims to find out and analyze the legal position for creditors or recipients of good faith fiduciaries, but the object of the guarantee has been taken away by the state through a criminal ruling with permanent legal force. In doing writing, the author uses juridical-normative research methods or literature and typology research that is descriptive. The Judgement related to this writing is in Judgement No. 32 No. 32/PDT/2019/PT. BDG jo. Judgement No. 872 K/PDT/2020, the parties in the ruling are BCA Finance and the Prosecutor's Office of the Republic of Indonesia. The problem in this thesis starts from the inability of BCA Finance to execute the object of its fiduciary guarantee on consumer financing that it does with Sabilal Rusdi as Debtor. This is because Sabilal Rusdi has committed a criminal act involving the object of his fiduciary guarantee with BCA Finance and making the object must be taken away by the state through Judgement No. 428 / Pid.Sus / 2017 / PN.Dpk. Legal protection has not been given to BCA Finance as a creditor because the object of its fiduciary guarantee is still deprived by the state, even though as a creditor and fiduciary recipient the object should be given to BCA Finance. BCA Finance has a protected right to the object of guarantee and position that is prioritized as the holder of the fiduciary guarantee in the relevant law. Therefore, BCA Finance needs to make further efforts in order to recover debts that have not been paid by the debtor and can execute the object of his fiduciary guarantee."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Akbar Shah Hakam Bath
"Kedudukan hukum Pemohon Pengujian Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar dalam kasus Presidential Threshold merupakan isu hukum yang sering diajukan Judicial Review di Mahkamah Konstitusi. Ketidakkonsistenan dalam penentuan kedudukan hukum dan kerugian konstitusional Pemohon menambah kerumitan isu ini. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif dan analisis data kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Pemohon perseorangan Warga Negara Indonesia tidak otomatis memiliki kedudukan hukum sebagai Pemohon, karena Mahkamah bergantung pada penjelasan kualifikasi yang diajukan Pemohon terkait hubungan sebab akibat (causal verband) antara kerugian konstitusional dan berlakunya norma Undang-Undang yang diuji. Sebaliknya, untuk Pemohon Partai Politik, disimpulkan bahwa badan hukum Partai Politik yang telah mendapat pengesahan dari Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia dan telah mengikuti Pemilihan Umum sebelumnya memiliki kedudukan hukum sebagai Pemohon. Disarankan agar Mahkamah Konstitusi memberikan kedudukan hukum bagi perseorangan Warga Negara Indonesia dan mempertimbangkan lebih lanjut kerugian konstitusional yang disampaikan oleh Pemohon perorangan dalam permohonan pengujian norma Presidential Threshold. Diharapkan Mahkamah Konstitusi dapat memberikan kepastian hukum yang teguh untuk meredam keberatan masyarakat terkait norma Presidential Threshold, khususnya dalam hal pertimbangan hukum tentang kerugian konstitusional. Semua Partai Politik memiliki legal standing karena diatur secara eksplisit dalam UUD NRI 1945, namun bergantung pada objek pengujian yang dimohonkan kepada Mahkamah Konstitusi.

The legal standing of Applicants for Judicial Review of the Law against the Constitution in the Presidential Threshold case remains a frequent legal issue brought before the Constitutional Court. Inconsistencies in determining the legal standing and constitutional harm of Applicants add to the complexity of this issue. This study employs a normative juridical method and qualitative data analysis. The research findings indicate that individual Indonesian citizens do not automatically have legal standing as Applicants, as the Court relies on the qualification explanations provided by Applicants regarding the causal relationship (causal verband) between the alleged constitutional harm and the legal norm being challenged. Conversely, it is concluded that political party legal entities authorized by the Minister of Law and Human Rights and having participated in previous general elections do have legal standing as Applicants. It is recommended that the Constitutional Court should grant legal standing to individual Indonesian citizens and further consider the constitutional harm presented by individual Applicants in their requests for reviewing the Presidential Threshold norm. It is hoped that the Constitutional Court will provide firm legal certainty to address public objections regarding the Presidential Threshold norm, especially concerning legal considerations about constitutional harm. All political parties have legal standing as explicitly regulated in the 1945 Constitution of the Republic of Indonesia, but this also depends on the object of review submitted to the Constitutional Court."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nur Fauzi Ramadhan
"Sejak sekitar 20 tahun pendiriannya, Mahkamah Konstitusi (MK) tercatat sudah beberapa kali mengubah pendiriannya ketika menilai kedudukan hukum pembayar pajak (tax- payer). Hal tersebut disebabkan karena beberapa alasan, salah satunya ialah tidak adanya indikator yang tegas ketika menilai dalil tax-payer. Kondisi tersebut ditambah dengan berubahnya komposisi majelis hakim yang berpengaruh pula terhadap konfigurasi penilaian MK. Selain itu, ketika menilai suatu perkara sering kali terjadi campur baur penalaran antara kedudukan hukum dan pokok perkara. Untuk menilai hal tersebut, tidak dapat terlepas dari latar belakang dan nuansa kebatinan ketika MK mengadili suatu perkara. Di awal berdirinya MK, kecenderungan yang terjadi ialah MK membuka seluas mungkin kedudukan hukum tanpa terkecuali tax-payer untuk mengajukan perkara baik pengujian formil maupun pengujian materil. Alasan yang melatarbelakangi hal tersebut ialah adanya motif untuk memperluas kewenangan yang dimiliki oleh MK dalam melakukan pengujian undang-undang. Dalam periode selanjutnya, MK cenderung membatasi pemberian kedudukan hukum tax-payer dengan cara memperketat persyaratan yakni hanya dapat diberlakukan pada undang-undang yang berkaitan langsung dengan keuangan negara, perpajakan, ataupun APBN. Bahkan, di rentang 2019-2022 MK cenderung tidak menilai dalil tax-payer selama terdapat dalil lain yang dapat dijadikan sebagai pintu masuk pemberian kedudukan hukum. Bangun argumentasi MK ialah dalil tax payer yang terlalu general sehingga tidak terdapat kerugian spesifik yang diderita oleh pemohon. Penelitian ini akan menguraikan pola dan latar belakang kasus per kasus terhadap penilaian dalil tax-payer oleh MK. Pendekatan yang digunakan ialah doktrinal, dengan menganalisis sekitar 50 putusan MK yang terdapat dalil tax-payer dalam pertimbangan hukum pada putusan MK sejak 2003-2023. Kemudian, penulis mencari keterkaitannya dan dianalisis dengan menggunakan perspektif hak konstitusional sebagaimana yang telah menjadi pendirian MK dalam menilai pemberian kedudukan hukum. Penelitian ini menawarkan konstruksi baru penilaian terhadap dalil tax payer dengan adanya tiga syarat yang harus dibuktikan yakni undang-undang yang diujikan apakah berkaitan dengan statusnya sebagai tax-payer, adanya kerugian yang diderita dengan statusnya sebaagai tax-payer dengan keberlakuan undang-undang tersebut, dan apakah dalil tax-payer merupakan dalil satu-satunya untuk memulihkan kerugian yang ditempuh melalui jalan yudisial.

Since its establishment about 20 years ago, the Constitutional Court (MK) has changed its stance several times when assessing the legal standing of tax-payers. This is due to several reasons, one of which is the absence of strict indicators when assessing tax-payer arguments. This condition is coupled with the changing composition of the panel of judges which also affects the configuration of the Court's judgment. In addition, when assessing a case, there is often a mix-up of reasoning between the legal standing and the subject matter. To assess this, it cannot be separated from the background and nuances when the Constitutional Court hears a case. At the beginning of the establishment of the Constitutional Court, the tendency that occurred was that the Constitutional Court opened the widest possible legal standing without exception for tax-payers to file cases both formal and material testing. The reason behind this is the motive to expand the authority possessed by the Constitutional Court in examining laws. In the next period, the Constitutional Court tended to limit the granting of tax-payer legal standing by tightening the requirements, which could only be applied to laws directly related to state finances, taxation, or the state budget. In fact, in 2019-2022, the Court tends not to assess the tax- payer's argument as long as there are other arguments that can be used as an entry point for granting legal standing. The Constitutional Court's argument is that the tax-payer argument is too general so that there is no specific loss suffered by the applicant. This research will describe the pattern and background of case-by-case assessment of the tax- payer argument by the Constitutional Court. The approach used is doctrinal, by analyzing around 50 Constitutional Court decisions that contain tax-payer arguments in legal considerations in Constitutional Court decisions from 2003-2023. Then, the author looks for the connection and analyzes it using the perspective of constitutional rights as has become the Constitutional Court's stance in assessing the granting of legal standing. This research offers a new construction of the assessment of the tax payer's argument with the existence of three conditions that must be proven, namely the law being tested whether it is related to his status as a tax-payer, the existence of losses suffered by his status as a tax-payer with the enactment of the law, and whether the tax-payer's argument is the only argument to recover losses through judicial channels."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3   >>