Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 9 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rina Riawati
Abstrak :
Eucalyptus alba Reinw. ex Blume merupakan jenis tanam-. an yang diprogramkan pada pembangunan HTI, karena baik untuk reboisasi, penghijauan, dan kayunya merupakan jenis kayu perdagangan di Indonesia. Pembentukan tunas dilakukan dengan menanam pucuk beserta kotiledon sepanjang 1 cm dari kecambah E. alba yang berusia 5 hari, dalam modifikasi medium padat Murashige & Skoog [1962] dengan pemberian variasi kadar NAA 0; 0,2; dan 0,4 ppm dan BAP 0; 2; 4; dan 6 ppm serta interaksi keduanya. Pengamatan dilakukan setiap 2 minggu selama 8 minggu setelah penanaman terhadap: pembentukan dan pertumbuhan tunas; pembentukan kalus; dan pemben tukan plantlet; sedangkan data jumlah tunas aksiler, berat basah dan berat kering propagul diambil pada minggu ke-8. Dari hasil penelitian tersebut, dapat disimpulkan bahwa penanaman pucuk kecambah E. alba pada modifikasi medium MS [1982] dengan pemberian NAA 0; 0,2; dan 0,4 ppm dan BAP 0; 2; 4; dan 8 ppm serta interaksi keduanya, dapat membentuk tunas aksiler dan akar. Uji perbandingan berganda pada a = 0,05 menunjukkan berat basah propagul yang berbeda nyata antara kontrol terhadap medium lainnya. Pembentukan tunas terbaik terjadi pada pemberian NAA 0,2 ppm dan BAP 6 ppm (perlakuan K) serta NAA 0,4 ppm dan BAP 6 ppm (perlakuan L), sedangkan pembentukan plantlet yang paling efektif terjadi pada pemberian NAA 0,4 ppm dan BAP 6 ppm (perlakuan L).
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Indonesia, 1992
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yanti Noorhayati
Abstrak :
Tunas apikal kecambah Paraseriant/ies falcataria (L.) Nielson ditanam pada medium MS yang mengandung I ppm NAA dan 6 ppm BAP selama 4 mlnggu. Tunas apikaf dan nodus kedua dart hasil penanaman dipotong menjadl setek I dan setek II, kemudiân ditanam pada medium MS dengan variast konsentrasl NM 3; 6 ; 9 ppm dan BAP 3; 6 ppm, selama 6 minggu. Tunas tumbuh pada semua perlakuan, kalus tumbuh pada sebaglan besar perlakuan, sedangkan akar tidak terbentuk pada semua periakuan. UJI non-parametrik Friedman menunjukkan bahwa perlakuan (perbedaan konsentrast fitohormon dan perbedaan setek) berpengaruh terhadap tinggl, Jumiah nodus, berat basah dan berat kering tanaman. TInggl tunas tertlnggi untuk setek I (46 mm) diperoieh pada P6 (6 ppm BAP + 6 ppm NM), sedangkan untuk setek 11(46 mm) pada P9 (3 ppm BAP + 9 ppm NM). Jumlah nodus dart penanaman setek I paling banyak (5 buah) didapat pada P3 (3 ppm BAP + 9 ppm NM) dan P6 (6 ppm BAP + 9 ppm NM) sedangkanuntuk setek 11(3,3 buah) pada P8 (3 ppm BAP + 6 ppm NM) dan P11 (6 ppm BAP + 6 ppm NM). Berat basah dan berat kering tertinggt setek I (0.1713 g dan 0.0333 g) dlperoieh pada P6(6 ppm BAP + 9 ppm NM), sedangkan untuk setek 11(0,1111 dan 0,0258) pada P8 (3 ppm BAP + 6 ppm NM). Pada penanaman setek I semua perlakuan menghasllkan satu tunas sedangkapada setek II sebafl perlakuan menghasiikan lebih dart satu tunas.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1997
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yusniar Yusuf
Abstrak :
Kecambah kedelai yang diperlakukan dengan perendaman dalam larutan IAA. 2,4D dan Kolkisin dengan variasi konsentrasi (2,5, 5,0, 7,5, 10 ppm). Kemudian ditanam pada media tumbuh yang terdiri dari tanah dan pupuk kandang (21) yang direndam terlebih dahulu dengan formalin dan dikering anginkan. Parameter yang diambil yaitu jumblah bintil akar dan tinggi tanaman pada fase negatif dan jumblah polong, jumlah biji daun serat biji pada saat panen, Bintil akar tidak dijumpai baik pada fase negatif maupun -fase neneratif. Parameter lainnya diuji Annava 2 faktor dan dilanjutkan dengan uji BNJ. Tinggi tanaman dan jumlah polong pada tiap perlakuanrrya berbeda nyata baik pada perlakuan IAA, 2,40 dan kolkisin maupun dengan variasi konsentrasi yang diberikan. Sedangkan jumlah biji hanya berbeda nyata pada perlakuan IAA dan 2,4D terhadap kolkisin dan tidak berbeda nyata pada perlakuan variasi konsentrasi. Berat biji tidak dijutmpai pada perbedaan nyata pada tiap perlakuan baik. IAA, 2,4D dan kolkisin maupun dengan variasi konsentrasi yang diberikan.
Depok: Lembaga Penelitian Universitas Indonesia, 1996
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Ekawati Purwijantiningsih
Abstrak :
Meristem apikal kecambah sengon laut, Paraserianthes faloataria (L.) Nielson yang berumur 7 hari ditanam pada medium Murashige & Skoog (1962) modifikasi dengan pemberian variasi konsentrasi NAA 0; 0,5; 1 ppm dan BAP 0; 2; 4; 8 ppm. Pengamatan secara kualitatif dan kuantitatif dilakukan pada minggu ke-6 setelah penanaman. Pengamatan kualitatif meliputi pertumbuhan tunas, kalus, dan akar. Pengamatan kuantiatif meliputi tinggi tunas,, jumlah nodus/tunas, berat basah dan berat kering eksplan. Penanaman meristem apikal sengon laut tersebut dapat membentuk tunas, kalus, maupun akar. Uji Analisis Variansi 2 faktor pada a = 0,01 menunjukkan pemberian NAA dan BAP berpengaruh terhadap tinggi tunas dan jumlah nodus/tunas. Tunas tertinggi yaitu 40,68 mm terdapat pada pemberian NAA 1 ppm dan BAP 4 ppm. Jumlah nodus/tunas terbanyak terdapat pada pemberian NAA 1 ppm dan BAP 6 ppm yaitu 6,00 buah. Uji Tukey pada a - 0,01 menunjukkan terdapat beda nyata tinggi tunas antara interaksi pemberian konsentrasi NAA 1 ppm dan BAP 4 ppm dengan: kontrol; NAA 0 ppm dan BAP 4 ppm; NAA 0,5 ppm dan BAP 0 ppm; NAA 0,5 ppm dan BAP 4 ppm; NAA 0,5 ppm dan BAP 6 ppm; NAA 1 ppm dan BAP 0 ppm. Beda nyata juga terdapat antara interaksi pemberian konsentrasi NAA 1 ppm dan BAP 6 ppm dengan NAA 1 ppm dan BAP 0 ppm. Perbedaan nyata jumlah nodus/tunas terdapat antara interaksi pemberian konsentrasi NAA 1 ppm dan BAP 4 ppm . terhadap: kontrol; NAA 0 ppm dan BAP 4 ppm; NAA 0,5 ppm dan BAP 0 ppm; NAA 1 ppm dan BAP 2 ppm. Beda nyata juga terdapat antara pemberian konsentrasi NAA 1 ppm dan BAP 6 ppm terhadap: kontrol; NAA 0 ppm dan BAP 4 ppm; NAA 0,5 ppm dan BAP 0 ppm; NAA 0,5 ppm dan BAP 6 ppm; serta NAA 1 ppm dan BAP 2 ppm, antara pemberian konsentrasi NAA 0 ppm dan BAP 2 ppm terhadap 0,5 ppm dan BAP 0 ppm, antara pemberian konsentrasi NAA 0,5 ppm dan BAP 0 ppm terhadap NAA 0,5 ppm dan BAP 2 ppm serta NAA 0,5 ppm dan BAP 4 ppm, antara pemberian konsentrasi NAA 0,5 ppm dan BAP 4 ppm
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Indonesia, 1994
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tiefrani
Abstrak :
ABSTRAK
Perlakuan ekstrak daun bayam duri (Amaranthus spinosus L.) dan daun putri malu (Mimosa pudica L.) kadar (1:10); (1:15); (1:20); (1:25); (1:30) bk/v; serta kontrol bertujuan mengetahui pengaruh optimum ekstrak terhadap perkecambahan dan pertumbuhan kecambah benih tomat (Lycopersicon esculentum Mill.) var. Ratna. Percobaan dilakukan di Laboratorium Fisiologi Jurusan Biologi FMIPA UI Depok selama delapan hari, perlakuan di awal percobaan, menggunakan Rancangan Acak Lengkap (6 perlakuan dan 5 ulangan bagi setiap jenis ekstrak). Perlakuan ekstrak daun bayam duri menunjukkan prosentase perkecambahan 99% terdapat pada kontrol dan perlakuan kadar (1:30) bk/v; yang terendah (9%) kadar (1:10) bk/v. Panjang akar kecambah tertinggi (15,8 mm) terdapat pada kontrol; yang terendah (0,3 mm) kadar (1:10) bk/v. Panjang batang kecambah tertinggi (29,74 mm) terdapat pada kontrol; yang terendah (1,3 mm) kadar (1:10) bk/v. Berat basah kecambah tertinggi (18,01 mg) terdapat pada kontrol; yang terendah (6,16 mg) kadar (1:10) bk/v. Berat kering kecambah tertinggi (2,12 mg) terdapat pada perlakuan kadar (1:20) bk/v; yang terendah (2,01 mg) kadar (1:30) bk/v. Perlakuan ekstrak daun putri malu menunjukkan prosentase perkecambahan tertinggi (99%) terdapat pada kontrol dan perlakuan kadar (1:30) bk/v; yang terendah (64%) kadar (1:10) bk/v. Panjang akar kecambah tertinggi (4449 mm) terdapat pada perlakuan kadar (1:30) bk/v; yang terendah (2,23 mm) kadar (1:10) bk/v. Panjang batang kecambah tertinggi (95,15 mm) terdapat pada perlakuan kadar (1:30) bk/v; yang terendah (10,90 mm) kadar (1:10) bk/v. Berat basah kecambah tertinggi (47,25 mg) terdapat pada perlakuan kadar (1:30) bk/v, yang terendah (7,63 mg) kadar (1:10) bk/v. Berat kering kecambah tertinggi (2,20 mg) terdapat pada perlakuan kadar (1:15) bk/v; yang terendah (2,01 mg) terdapat pada kontrol. Uji Kruskal-Wallis menunjukkan ekstrak kedua macam tanaman tersebut berpengaruh terhadap prosentase perkecambahan, panjang akar, panjang batang, serta berat basah kecambah tomat tersebut, namun tidak berpengaruh terhadap berat kering. Uji Perbandingan Berganda menunjukkan pada data prosentase perkecambahan kedua macam ekstrak tersebut tidak terlalu berbeda nyata terhadap kontrol, berbeda nyata pada data panjang akar, panjang batang, dan berat basah kecambah tersebut, namun tidak berbeda nyata pada data berat kering kecambah.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1997
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Rakyan Widowati Kusumo Asthi
Abstrak :
Pengaruh perlakuan ekstrak daun bayam dun (Amaranthus spinosus L.) 0,2,4,6,dan 8% bk/vterhadapperkecambahan dan pertumbuhan kecambah cabal merah besar (Capsicum annuum L. van. Longum) diamati pad han ke-8 dan ké-16. Penelitian dilakukan di Laboratoriurn Fisiologi Tumbuhai FMIPA-UI Depok, dan digunakan metode penelitian Rancangan Acak Lengkap. Hasil penelitian: persentase perkecambahan tertinggi cabal tersebut adalah 95% pada han ke-8 (kontrol), dan pada han ke-16 (kontrol dan perlakuan ekstrak 6% bk/v); sedangkan persentase terendah pada han ke-8 adalah 91,67% (perlakuan ekstrak 2,4,dan 6% bk/v), dan pada han ke- 16 adalah 88,33% (penlakuan ekstrak 2%). Panjang batang tertinggi adalah 1,15 cm pada hail ke-8 (kontrol), dan 5,30 cm pada hail ke-16 (perlakuan ekstrak 6% bklv); sedangkan terendah (penlakuan.ekstrak 8% bk/v) yaitu 0,52 cm pada han ke-8 dan 2,52 cm pada hail ke-16'. Panjang akartertinggi adalah 2,29 cm pada hail ke-8 (kontrol), dan 4,45 cm pada han ke-16 (penlakuar1 ekstrak 4% bk/v); sedangkan terendah adalah1,09 cm pada hail ke-8 (penlakuan ekstrak 8% bk/v), dan 3,24 cm pada hail ke-16 (perlakuan ekstrak 6%). Uji Friedman menunjukkan pemberian ekstrak daun bay-3m dun tidak berpengaruh terhadap persentase perkecambahn, panjang batang, maupun panjang akar kecambah cabal merah besar.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1998
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lalang Jati Sardinda
Abstrak :
ABSTRAK
Dengan reaksi hidrolisis, trigliserida dipecah menjadi gliserol dan asam lemak bebas. Kondisi reaksi hidrolisis memegang peranan penting dalam pembuatan emulsifier karena reaksi ini merupakan tahapan awal. Proses ester sintesis metil oleat dari asam lemak dan alkohol dapat dilakukan dengan menggunakan katalis kimia maupun biokatalis lipase. Lipase sebagai katalis untuk esterifikasi dapat diperoleh dari spesies mikrobial ataupun tanaman. Upaya mencari lipase yang murah telah dilakukan oleh banyak peneliti. Pada penelitian kali ini, dilakukan penelitian hidrolisis minyak kelapa sawit menggunakan enzim lipase yang berasal dari kecambah biji wijen berupa supernatan dan ekstrak kecambah. Dari data yang dihasilkan, pada supernatan diperoleh konsentrasi FFA dari 3 kali titrasi yaitu 1.365 mmol, 1.365 mmol dan 1.36 mmol. % Hidrolisis yang dihasilkan berturut-turut adalah 39%, 39% dan 38.85%. Untuk ekstrak kecambah biji wijen, diperoleh konsentrasi FFA dari 3 kali titrasi yaitu 1.37 mmol, 1.3725 mmol dan 1.37 mmol. % Hidrolisis yang dihasilkan berturut-turut adalah 39.14%, 39.214% dan 39.14%. Hasil analisa menggunakan GC, juga diperoleh konsentrasi asam laurat, asam miristat, asam palmitat, asam oleat dan asam stearat, baik pada supernatan dan ekstrak kecambah biji wijen.
Abstract
With the hydrolysis reactions, triglyceride decomposed into glycerol and free fatty acid. Hydrolysis reaction conditions play an important role in the manufacture of emulsifiers because this reaction is an early stage. The process of synthesis of methyl ester of oleic fatty acids and alcohols can be performed using chemical catalysts or biocatalysts lipase. Lipase as the catalyst for the esterification can be obtained from plant or microbial species. Efforts to find cheap lipases has been done by many researchers. In this research, hydrolysis of palm oil using lipase has been done which is derived from sesame seeds sprouts. From the data, the FFA concentration in supernatant obtained from three times of titration, are 1.365 mmol, 1.365 mmol, and 1.36 mmol. % hydrolysis produced respectively 39%, 39% and 38.85%. For Sesame seeds sprout extract, based on 3 times of titration, obtained the concentration of FFA are 1.37 mmol, 1.3725 mmol, and 1.37 mmol. % hydrolysis produced respectively 39.14%, 39.214% and 39.14%. Results of analysis using GC, also obtained the concentration of lauric acid, myristic acid, palmitic acid, oleic acid and stearic acid, both of the supernatant and the extract of sesame seed sprouts.
2011
S1583
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library