Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Auditya Firza Saputra
"Tesis ini mengulas secara kritis fenomena hegemoni industri rokok di Indonesia, yang salah satunya dibentuk lewat praktik CSR beserta berbagai persoalan implikasi hukum dan sosiologis yang tercipta karenanya. Sejak 2015, Indonesia ditetapkan sebagai salah satu negara dengan angka perokok remaja terbanyak di dunia. Tingginya angka perokok muda membawa berbagai masalah kesehatan dan kesejahteraan akibat konsumsi rokok yang eksesif. Rokok tanpa disadari telah menjadi kelaziman dalam kehidupan sehari- hari masyarakat. Permasalahan tersebut mengakar dari lemahnya regulasi di lapisan substansi hukum, penegakan yang tidak maksimal di tingkat struktur hukum, maupun kelemahan kultur hukum yang menyebabkan tidak optimalnya kerja kebijakan pengendalian tembakau yang ada. Model CSR filantropi yang dijalankan korporasi rokok dalam bentuk beasiswa pendidikan, sponsor acara olahraga dan musik, derma sosial dan sejenisnya, punya andil dalam menciptakan situasi tersebut. Begitupun persoalan pengaturan tentang periklanan rokok subliminal yang membuat produk tersebut semakin terasosiasikan dengan konstruksi sosial tertentu. Hasil analisis menunjukkan bahwa praktik CSR korporasi rokok masih jauh dari prinsip CSR sebagaimana mestinya, baik dalam standar ISO 26000 maupun Pedoman Bisnis dan HAM PBB. Seharusnya CSR berkonsentrasi pada upaya meminimalisir dampak buruk pada masyarakat, dan hal ini menjadi penting karena inti bisnis yang dijalankan berbahaya dan berdampak langsung pada kesehatan masyarakat. Sebaliknya, praktik CSR industri rokok selama ini justru dijadikan celah promosi atas segala pembatasan aturan yang telah dibuat terhadapnya. Lebih dari itu, CSR digunakan sebagai medium untuk mendapatkan legitimasi moral dari masyarakat agar dapat terus beroperasi dan mendominasi pasar. Temuan penelitian empiris menunjukkan adanya pengaruh signifikan antara hegemoni dan hegemoni tandingannya terhadap ekspektasi tanggung jawab sosial korporasi di mata konsumennya: semakin tinggi seorang menganggap industri rokok punya jasa-jasa dan kontribusi positif, semakin rendah pula ekspektasinya akan pertanggungjawaban korporasi rokok. Masyarakat sendiri masih gagal melihat isu etis di dalam penyelenggaraan CSR industri rokok. Solusi alternatif yang bisa ditempuh untuk mengoreksi anomali praktik CSR tadi adalah dengan dua skema: pertama, menghentikan kegiatan CSR filantropi dan mengalihkan pengalokasiannya untuk program kolaborasi dengan pihak ketiga, yang dalam hal ini adalah kelompok kepentingan pengendalian tembakau, dalam hal ini stakeholder di bidang advokasi kesehatan masyarakat, untuk menjalankan program pengendalian peredaran produk rokok dalam bentuk edukasi unit-unit penjualan, agen periklanan; serta kedua, menempatkan agen pengendalian pada unit-unit penjualan yang akan berada di bawah tanggung jawab langsung korporasi rokok.

This thesis critically reviews the hegemony phenomenon in Indonesian tobacco industry, one of which was believed to be formed through the Corporate Social Responsibility (CSR) practices, along with its various legal and sociological implications created upon. Since 2015, Indonesia has been named as one of the countries with the highest number of teen and child smokers in the world. Such phenomenon has been linked into various health and welfare issues which was caused by excessive cigarrette consumption. Cigarrette-smoking had been unwittingly associated as a normal habit in society’s daily lifestyle. Some of these problems rooted in the weak regulations at the level of legal substance, the minimum act of enforcement upon the legal structure, and the permissive legal culture which causing the issued tobacco control policy failing to work optimally. The philantrophic CSR done by tobacco industries in the form of education scholarship, sport or music events sponshorship, charity, and its kind, have a stake in creating such situtaions. Not to mention the regulation problem on subliminal ciggarette advertisement which caused the product associated to particular social construction. The analysis shows that the tobacco corporation has not yet implemented the CSR as it should under the standard of ISO 26000 and UN Guidelines on Business and Human Rights’ regime, whereas the focus must be on minimalizing adverse effect on society. The issue is critical since the core business is classified as dangerous and having direct impact on public health. Instead, CSR mostly used intentionally as a promotional instrument to perpetuate the dominance of tobacco industry, due to all the restriction policy having issued against them. It became a means to gain moral and intellectual legimitacy from the community for the tobacco industry in order to keep on operating its business as usual. The research findings show significant influence between the hegemony and its counter- hegemony on its consumer expectations of business responsibilities: the higher one considers the cigarette industry having positive contributions, the lower the expectations one’s had of corporate responsibility for tobacco industries. Thus, society has been failing and unaware to detect the ethical issues within the implementation of tobacco industry social responsibilty. An alternative solution to correct such anomalous CSR practices is offered within two schemes: First, ceasing the act of corporate philanthropy and diverting its allocation for collaborative program with the third parties, in this case the tobacco control interest group consisting of public health stakeholders including professionals to run product control program in the form of education sales units, advertising agencies; and Secondly, placing controlling agents upon sales units or retails within direct responsibility of the cigarette corporation."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Magdalena Puspita Ayu Mahanani
"Secara global, jumlah perokok di seluruh dunia mencapai 1,3 milyar orang dengan 942 juta laki-laki dan 175 juta perempuan yang berusia lebih dari 15 tahun. Badan Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan sekitar 5.4 juta orang di dunia meninggal akibat penyakit terkait rokok pada tahun 2006 dan diprediksi akan mencapai 8 juta di tahun 2030. Rokok memiliki banyak dampak negatif terhadap kesehatan maka dari itu perlu diterapkan kebijakan pengendalian tembakau sebagai upaya mengurangi epidemi tembakau. WHO dan negara-negara anggotanya telah mengajukan Kerangka Konvensi Pengendalian Tembakau atau Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) untuk menyusun agenda global yang mengatur pengendalian tembakau. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui implementasi dan implikasi kebijakan pengendalian tembakau serta tantangan dan hambatan dalam penerapan FCTC di berbagai negara. Metode yang digunakan yaitu literature review dengan menggunakan online database seperti PubMed, ScienceDirect, Springer Link dan Scopus yang menghasilkan 14 artikel terinklusi yang terbit pada tahun 2014-2024. Hasil analisis artikel menjelaskan bahwa implementasi FCTC di suatu negara dapat diterapkan dengan menggunakan strategi MPOWER yaitu enam poin utama kebijakan pengendalian tembakau baik dari segi permintaan maupun pasokan. Implikasi dari penerapan kebijakan pengendalian tembakau yaitu dapat mengurangi epidemi tembakau, mencegah kematian akibat merokok, menghemat biaya perawatan kesehatan dan menambah pendapatan negara. Tantangan dan hambatan dalam penerapan FCTC antara lain adanya perlawanan dari industri tembakau, lemahnya penegakan hukum, mudahnya akses produk tembakau dengan harga yang terjangkau, rendahnya kesadaran masyarakat akan bahaya tembakau, adanya penyelundupan rokok, kurangnya keahlian dalam implementasi kebijakan berhenti merokok serta tidak adanya anggaran yang ditargetkan untuk kampanye media atau kegiatan pengendalian tembakau lainnya.

Globally, the number of smokers worldwide has reached 1.3 billion people, with 942 million men and 175 million women aged over 15 years. The World Health Organization (WHO) estimates that around 5.4 million people in the world died from d-related diseases in 2006 and is predicted to reach 8 million in 2030. Cigarettes have many negative impacts on health, therefore it is necessary to implement tobacco control policies as an effort to reduce the epidemic of tobacco. WHO and its member countries have proposed the Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) to develop a global agenda governing tobacco control. The aim of this research is to determine the implementation and implications of tobacco control policies as well as the challenges and barriers in implementing FCTC in various countries. The method used is a literature review using online databases such as PubMed, ScienceDirect, Springer Link and Scopus which produced 14 included articles published in 2014-2024. The results of the article analysis explain that the implementation of FCTC in a country can be implemented using the MPOWER strategy, namely the six main points of tobacco control policy both in terms of demand and supply. The implications of implementing tobacco control policies are that they can reduce the tobacco epidemic, prevent deaths due to smoking, save health care costs and increase state revenues. Challenges and obstacles in implementing the FCTC include resistance from the tobacco industry, weak law enforcement, easy access to tobacco products at affordable prices, low public awareness of the dangers of tobacco, cigarette smuggling, lack of expertise in implementing smoking cessation policies and the absence of an adequate budget targeted for media campaigns or other tobacco control activities."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library