Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 8 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Denpasar: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1986
720.959 86 PEL
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Herman Hendrik
"Adat merupakan subjek dari berbagai kebijakan, misalnya kebijakan sosial, kebijakan sumber daya alam, kebijakan pemerintahan lokal, dan kebijakan kebudayaan. Sehubungan dengan itu, banyak kajian telah dilakukan untuk melihat adat dalam konteks kebijakan tertentu. Namun, kajian kajian tersebut lebih banyak membahas adat dalam konteks kebijakan sosial, kebijakan sumber daya alam, dan kebijakan pemerintahan lokal. Kajian mengenai adat dalam konteks kebijakan kebudayaan masih sedikit. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan telah menjalankan program Revitalisasi Desa Adat (RDA). Tujuan utama RDA yaitu merevitalisasi bangunan adat, dengan mekanisme pemberian bantuan dana. Tulisan ini memaparkan implementasi program RDA di Jawa Barat, tepatnya di Desa Panjalu (Ciamis) dan di Kampung Dukuh (Garut). Penelitian yang mendasari tulisan ini dilakukan pada Agustus 2016. Metode yang digunakan yaitu kualitatif dengan wawancara sebagai teknik pengumpulan data. Berdasarkan temuan, tulisan ini berargumen bahwa program RDA, tanpa mengesampingkan manfaat yang diterima oleh komunitas penerima bantuan, masih belum menjawab masalah utama yang dihadapi oleh masyarakat adat."
Yogyakarta: Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional Yogyakarta, 2018
959 PATRA 19:3 (2018)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Hilmi Putra Abriniado
"Skripsi ini membahas mengenai implementasi Kebijakan Impor Film Asing Cina yang diatur dalam Film Industry Promotion Law sebagai upaya pemerintah Cina dalam mempertahankan ideologi sosialis dari invasi budaya dan ideologi Barat yang masuk melalui film Hollywood. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif. Dengan menggunakan teori Cultural Policy dan konsep Core Value System of Socialist, penelitian ini mencoba mengghubungkan penerapan Film Industry Promotion Law dengan upaya pemerintah Cina dalam mempertahankan ideologi sosialis. Berangkat dari asumsi bahwa terdapat keterkaitan antara Film Industry Promotion Law dengan upaya mempertahankan ideologi sosialis, penelitian ini juga menunjukan bahwa keberhasilan penerapan Film Industry Promotion Law berimplikasi dengan hilangnya budaya dan ideologi Barat yang terkandung dalam film Hollywood dan dominasi nilai-nilai sosialis dalam film-film yang beredar di Cina. Dengan begitu melalui kebijakan ini masyarakat Cina tidak terpapar dengan budaya dan ideologi Barat yang berpotensi menggeser budaya dan ideologi Cina.

This thesis discusses the implementation of the Chinese Foreign Film Import Policy that regulated in the Film Industry Promotion Law as an effort to defend the socialist ideology from the Western cultural and ideology invasion that entered through Hollywood movies. This study used qualitative research methods. Using the Cultural Policy theory and The Core Value system of Socialist concept, this research attempts to link the implementation of the Film Industry Promotion Law to the efforts of the Chinese government in maintaining socialist ideology. Based on the assumption that there is a connection between Film Industry Promotion Law and the effort to maintain socialist ideology, this study also shows that the successful implementation of Film Industry Promotion Law has implications for eliminate Western culture and ideology contained in Hollywood movies and the dominance of socialist values in movies circulating in China. In this way, through this policy, Chinese society not exposed to Western culture and ideology which has the potential to shift Chinese culture and ideology.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dinda Zahra Ghaisani Usdi
"Artikel ini mengkaji intervensi pemerintah Indonesia dalam ekspresi budaya melalui studi kasus pelarangan lagu pop “cengeng” di TVRI pada tahun 1988. Di era Orde Baru, kontrol pemerintah tidak hanya terbatas pada bidang ekonomi dan politik, tetapi juga mencakup bidang kebudayaan. Pemerintah berusaha membentuk sikap budaya yang mendukung pembangunan nasional, seperti semangat dan disiplin. Intervensi pun akan dilakukan jika ada unsur budaya yang dianggap tidak sejalan dengan kepentingan pembangunan. Hal pernah terjadi sebagai respon dari meledaknya suatu lagu. Intervensi pun lakukan dengan melarang lagu pop yang dianggap "cengeng" dan melemahkan moral publik. Penelitian ini menghasilkan beberapa temuan penting terkait hubungan antara negara dan budaya. Pertama, penelitian ini menunjukkan bahwa negara bukanlah aktor netral dalam ranah budaya. Kedua, penelitian ini menyoroti peran musik sebagai alat kontrol sosial dan politik. Ketiga, penelitian ini menunjukkan bahwa kebijakan budaya dapat digunakan untuk mempromosikan atau menekan ekspresi budaya tertentu. Berlandaskan dari beberapa penelitian sebelumnya yang menunjukan adanya upaya pemerintah dalam mengintervensi bidang kebudayaan, penelitian ini menganalisis lebih dalam peran pemerintah dalam mempengaruhi selera musik masyarakat. Penelitian ini menggunakan metodologi sejarah yang mencakup penelusuran sumber, kritik sumber, interpretasi sumber, dan historiografi. Data didapatkan melalui dokumen arsip, surat kabar yang memuat wawancara dengan musisi seperti Adie M.S dan Obbie Mesakh, serta buku-buku yang relevan.

This study examines the Indonesian government's intervention in cultural expression through a case study of the ban on "cengeng" (whiny) pop songs on TVRI in 1988. During the New Order era, government control extended beyond the economic and political realms to encompass the cultural sphere. The government sought to cultivate cultural attitudes that supported national development, such as ‘development spirit’ and discipline. Interventions were also implemented when cultural elements were deemed to be out of line with development interests, as exemplified by the explosion of sentimental songs in 1988. The popularity of these songs was perceived by the government as potentially undermining public morale. The ban highlights the significant role of the government in shaping public cultural preferences and the power of music as a tool for social and political control. This study yields several crucial insights into the relationship between the state and culture. The study yields several key findings regarding the relationship between the state and culture. First, it demonstrates that the state is not a neutral actor in the cultural sphere. Second, it underscores the role of music as a tool for social and political control. Third, it suggests that cultural policy can be used to promote or suppress certain cultural expressions. Building on existing research on government intervention in cultural development, this study delves deeper by analyzing the government's influence on musical preferences. It employs a historical methodology, utilizing source tracing, criticism, interpretation, and historiography. Data was gathered through archival documents, newspaper articles featuring interviews with musicians Adie M.S. and Obbie Mesakh, and relevant books.`"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Riant Nugroho
Jakarta: PT Elex Media Komputindo, 2018
155.25 RIA k
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Velayutham, Selvaraj
Singapore: Institute of Southeast Asian Studies, 2007
959.570 5 VEL r
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Amanda Anindita
"ABSTRAK
Terbukanya Korea disebabkan oleh Perjanjian Kanghwa antara Korea dan Jepang di tahun 1876. Pada tahun 1910 secara resmi Jepang menjajah Korea. Pada awal penjajahan, Jepang menduduki korea dengan kebijakan militernya yang sangat kejam. Jendral Saito Makoto merupakan Jendral Jepang ke-3 yang menduduki di Korea. Tidak seperti Jendral sebelumnya, Jendral Saito memerintah Korea dengan kebijakan baru yang dinamakan Kebijakan Kebudayaan. Jendral Makoto Jurnal ini menganalisis tentang strategi pemerintahan Saito Makoto dalam modernisasi di Korea . Tujuan dari jurnal ini adalah untuk menganalisis rahasia dari administrasi Saito . Berdasarkan hasil dari penelitian Administrasi Saito memberikan dampak pada perubahan modernisasi di Korea .

ABSTRACT
The opening of Korea occured because of Kanghwa Treaty between Korea dan Japan in 1876. In 1910 Japan has officially began the colonialization in Korea. At the first period Japan has begun with Military Policy and Cruelity in order to rule Korea. General Saito Makoto is the 3rd General Governor in Korea. Unlike the previous General Governor in Korea, General Saito Makoto rule Korea with the new policy which has been called as Cultural Policy. This paper analyzed the strategy administration of Saito Makoto in Korea . The purpose of this paper is to analyze the secret behind Saito rsquo s Administration. Based on the result of this paper, Saito rsquo s Administration gave a huge impact on Korea Modernisation"
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2017
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Nabilla Prita Fiandini
"Diskursus mengenai peranan struktur dan agensi menjadi salah satu perdebatan utama dalam Hubungan Internasional. Dua hal yang menyulitkan penemuan konsensus dalam perdebatan peran agensi dan struktur adalah konseptualisasi agensi yang semakin cair dan dalam waktu yang sama, dikritiknya status ontologis negara yang sering dianggap tidak problematis. Menanggapi itu, skripsi ini memperlihatkan interaksi agensi-struktur yang kompleks antara individu-negara: bahwa individu dapat menjadi agensi yang independen melalui praktik mereka, namun praktik tersebut tidak terpisah dari okupasi struktur internasional dan domestik. Skripsi ini megambil fokus kepada praktik representasi seniman Heri Dono. Heri Dono merupakan salah satu seniman Indonesia yang aktif melakukan pameran dan merepresentasikan Indonesia di kancah internasional. Heri Dono dalam masa berkaryanya terkenal sebagai salah satu seniman yang kritis terhadap fenomena sosial politik dan terkenal di dunia Internasional. Heri memupuk agensinya sampai ia akhirnya diundang ke Venice Biennale, salah satu ajang kesenian paling prestisius di dunia, secara independen di tahun 2003. Namun Internasionalisasi Heri Dono juga di satu sisi merupakan implikasi dari dinamika dunia seni rupa Internasional dan kebijakan kebudayaan Indonesia yang ambivalen pada tahun 1990an. Pada tahun 2015, Indonesia dan Heri Dono melakukan kolaborasi dalam membentuk representasi Indonesia di Venice Biennale melalui paviliun nasional Indonesia. Dengan begitu, peneliti tertarik untuk menelusuri pemaknaan praktik representasi Heri Dono sebagai seniman Indonesia yang bergerak antara ruang domestik dan transnasional. Penelitian ini menemukan bahwa walaupun agensi dapat bergerak secara independen namun aktualisasi agensi mereka tidak terlepas dari transformasi dan tuntutan dari struktur. Skripsi ini memakai konsep agensi Manusia dari Roland Bleiker yang melihat agensi manusia memiliki sifat taktis, temporal, dan diskursif. Metode yang dipakai dalam skripsi ini adalah etnografi historis dengan tujuan untuk melihat bagiamana wacana kesenian internasional dan lokal berkontribusi kepada praktik dan pemaknaan representasi seniman terhadap negaranya.

Discourses on the role of structures and agency is one of the main debates in International Relations. Two things muddle the search for consensus in the debate regarding the role of agency and structure: the conceptualization of agency that are increasingly fluid and at the same time, the consideration of the problematic nature of state's ontological status. In this regard, this thesis aims to show a complex interaction between agency and structure in the case of individual-state relations: that individuals can become independent agencies through their practice, but the practice is not entirely separated from the inducement of international and domestic structures. This thesis takes a focus on the practice of the representation of artist Heri Dono. Heri Dono is one of the Indonesian artists who is active in exhibiting and representing Indonesia on the international art scene. Heri Dono in his tenure is well-known as one of the artists who is critical of the social-political phenomena and has established an international reputation. Dono fostered his agency until he was finally invited to participat in the Venice Biennale, one of the most prestigious arts events in the world, independently in 2003. But Heri Dono's internationalization on the one hand was an implication of the dynamics manifested by structural transformation of international art world and the ambivalence stance of Indonesian cultural policies in 1990s. In 2015, Indonesia and Heri Dono collaborated in shaping Indonesia's representation at the Venice Biennale through Indonesia's national pavilion. Thus, this reasearch developed an interest in exploring the meaning of the representational practice of Heri Dono as an Indonesian artist who moves inbetween domestic and transnational structure. This thesis then finds that although agencies can move independently but the actualization of their potentiality is inseparable from the transformation and demand of the structure. This thesis uses the concept of human agency by Roland Bleiker who sees human agency characterized by its tacticality, temporality, and discursivity. The method used in this thesis is historical ethnography, aimed to see how both structural discourses contested, overlapped, and serve voids to the practice and meaning of the artist's representation of his country."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library