Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 8 dokumen yang sesuai dengan query
cover
"
Masalah pemberdayaan masyarakat adalah lemahnya kemampuan mengidentifikasi masalahkesehatan. Tujuan penelitianadalahmengkaji dan menganalisis faktor-faktor yang berhubungan dengan pemberdayaan masyarakat dalamkemampuan mengidentifikasi masalah kesehatan, dan merumuskan model pemberdayaan masyarakat dalamkemampuan mengidentifikasi masalah kesehatan.Penelitianinimenggunakan metode gabungan antara kuantitatif dan kualitatif. Penelitian kuantitatif berupapenelitian survei dengan analisis jalur,sedangkan penelitian kualitatif menggunakanstudi kasus. Sasaran penelitian adalah Bidan Pos Kesehatan Desa danForum Kesehatan Desa di 30Desa Siaga. Hasil penelitian: (1) Faktor-faktor yang berhubungan denganpemberdayaan masyarakat dalamkemampuan mengidentifikasi masalah kesehatan meliputi: tingkat pendidikan, pengetahuan, kesadaran, kepedulian, kebiasaan, kepemimpinan, modal sosial, Survei Mawas Diri, akses informasi kesehatan,peran petugas kesehatan,danperan fasilitator kesehatan; (2)Model pemberdayaan masyarakat dalam kemampuan mengidentifikasi masalah kesehatanterdiri dari unsur-unsurmasukan, proses, dan keluaran. Unsur masukan terdiri dari faktor internal dan faktor eksternal komunitas. Faktor internal meliputi: tingkat pendidikan, pengetahuan, kesadaran,kepedulian, kebiasaan, kepemimpinan, modal sosial, serta Survei Mawas Diri. Sedangkan faktor ekternal meliputi: akses informasi kesehatan,peran petugas kesehatan, dan peran fasilitator. Sementara itu proses pemberdayaanmasyarakat meliputi proses pendayagunaan dan pemanfaatan sumber daya di dalam masyarakat serta proses fasilitasi dan dukungan sumber daya dari luar masyarakat. Keluaran pemberdayaanmasyarakat berupakeberdayaanmasyarakatdalamkemampuan mengidentifikasi masalah kesehatan.Masalah pemberdayaan masyarakat adalah lemahnya kemampuan mengidentifikasimasalahkesehatan.Tujuan penelitianadalahmengkaji dan menganalisis
faktor-faktor yang berhubungan dengan pemberdayaan masyarakatdalamkemampuan mengidentifikasi masalah kesehatan, dan merumuskan modelpemberdayaan masyarakat dalamkemampuan mengidentifikasi masalah kesehatan.Penelitianinimenggunakanmetodegabunganantarakuantitatifdankualitatif.Penelitian kuantitatif berupapenelitian survei dengan analisis jalur,sedangkan penelitian kualitatif menggunakanstudi kasus. Sasaran penelitianadalah Bidan Pos Kesehatan Desa danForum Kesehatan Desa di 30Desa Siaga.Hasil penelitian: (1) Faktor-faktor yang berhubungan denganpemberdayaanmasyarakat dalamkemampuan mengidentifikasi masalah kesehatan meliputi:tingkat pendidikan, pengetahuan, kesadaran, kepedulian, kebiasaan, kepemimpinan,modalsosial,Survei Mawas Diri, akses informasi kesehatan,peran petugaskesehatan,danperan fasilitator kesehatan; (2)Modelpemberdayaan masyarakatdalamkemampuan mengidentifikasi masalah kesehatanterdiri dariunsur-unsurmasukan, proses, dan keluaran. Unsur masukan terdiri dari faktor internal danfaktor eksternal komunitas. Faktor internal meliputi: tingkat pendidikan, pengetahuan,kesadaran,kepedulian,kebiasaan,kepemimpinan,modalsosial,sertaSurveiMawasDiri.Sedangkan faktor ekternal meliputi: akses informasi kesehatan,peranpetugaskesehatan,danperanfasilitator.Sementaraituprosespemberdayaanmasyarakatmeliputi proses pendayagunaan dan pemanfaatansumber daya di dalam masyarakat serta proses fasilitasi dan dukungan sumberdaya dari luar masyarakat. Keluaran pemberdayaanmasyarakat berupakeberdayaanmasyarakatdalamkemampuanmengidentifikasimasalahkesehatan."
610 JKY 20:3 (2012)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Ade Nurmalisa
"Penelitian ini berjutuan untuk menggali keberdayaan perempuan pekerja VCS dalam berelasi dengan klien dan pihak lainnya. Terdapat banyak studi yang membahas bahwa prostitusi online menyediakan ruang yang lebih aman dimana pekerja seks dianggap lebih mampu meminimalisir resiko (Jones, 2016; NSWP, 2016; Cunningham, 2019). Namun studi-studi sebelumnya lebih berfokus pada manfaat internet terhadap profesi pekerja seks ataupun alasan pekerja seks memanfaatkan media sosial. Terdapat hal menarik lain yang dapat diteliti lebih lanjut, yaitu mengenai upaya yang dilakukan oleh pekerja seks dengan memanfaatkan ruang virtual yang tersedia untuk menciptakan posisi yang berdaya selama berelasi dengan pihak lain seperti klien dan mucikari. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode studi kasus terhadap 4 perempuan pekerja VCS yang mempromosikan dirinya melalui media sosial Twitter. Studi ini menggunakan konsep power, otonomi tubuh, dan teori pertukaran sosial sebagai pisau analisis. Temuan studi melalui wawancara mendalam secara virtual kepada ke-4 informan menyimpulkan pekerja VCS mampu untuk memiliki kontrol pada profesinya, kontrol atas tubuhnya, hingga kemampuan menciptakan posisi tawar yang baik. Hal ini menciptakan keberdayaan yang ditunjukan pada beberapa hal, seperti 1) Kemampuan untuk menolak dan menerima klien melalui penseleksian dan penyortiran klien yang mengacu pada kriteria klien serta kesepakatan kerja dengan klien; 2) Kemampuan dalam merespon dan menciptakan strategi untuk terhindar dari resiko capping, doxing, penipuan, online sexual harassement, hingga keberadaan faker; 3) Kemampuan pekerja VCS untuk dapat benegosiasi dengan klien selama proses transaksi seksual. Kemampuan pekerja VCS untuk dapat memproduksi kekuasaan dan menciptakan relasi kerja yang sejajar dengan klien disebabkan karena adanya pengetahuan terkait kondisi kerja, kesadaran kritis, keterampilan digital yang dimiliki, serta kemampuan untuk menciptakan sumberdaya alternatif yang dibutuhkan lainnya, yaitu uang, dengan menjaga dan memperluas pasarnya. Ruang digital juga seakan menjadi tembok pembatas antara pekerja VCS dan klien sehingga memudahkan pekerja VCS untuk menciptakan dan mengunakan kekuasaanya.

This study aims to explore the empowerment of women VCS workers in relating to clients and other parties. There are many studies that discuss that online prostitution provides a safer space where sex workers are considered to be better able to minimize risk (Jones, 2016; NSWP, 2016; Cunningham, 2019). However, previous studies have focused more on the benefits of the internet for the sex worker profession or the reasons sex workers use social media. There is another interesting thing that can be investigated further, namely the efforts made by sex workers by utilizing the available virtual space to create a position of power while dealing with clients. This study uses a qualitative approach with a case study method on 4 female VCS workers who promote themselves through social media Twitter. This study will use the concept of power, body autonomy, and social exchange theory as an analytical knife. The study findings through virtual in-depth interviews with the 4 informants concluded that VCS workers are able to have control over their profession, control over their bodies, to the ability to create a good bargaining position. This can be shown in several things that are done by VCS workers, such as 1) The ability to reject and accept clients through the selection and sorting of clients based on client criteria and work agreements with clients; 2) Ability to respond and create strategies to avoid the risk of capping, doxing, fraud, online sexual harassment, and the presence of fakers; 3) The ability of VCS workers to be able to negotiate with clients during the sexual transaction process. The ability of VCS workers to be able to produce power and create equal working relationships with clients is due to their knowledge of working conditions, critical awareness, digital skills, and the ability to create alternative resources needed, namely money, by maintaining and expanding the market. The digital space also seems to be a dividing wall between VCS workers and clients, making it easier for VCS workers to create and use their power."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Derika Marsela Sumeili
"Penelitian ini membahas mengenai kegiatan pemberdayaan masyarakat bagi anak punk melalui program pengenalan “Peta Jalan Pulang” yang dilakukan oleh komunitas Tasawuf Undergorund di wilayah sekitar Jakarta dan Tangerang dari disiplin Ilmu Kesejahteraan Sosial. Urgensi dilakukannya penelitian ini adalah terungkapnya tahapan pemberdayaan yang dilakukan oleh LSM atau NGO sebagai agen perubahan melalui komunitas anak punk agar dapat memberikan keberdayaan bagi anak punk sebagai manfaat pemberdayaan.
Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kualitatif dengan jenis penelitian deskriptif yang berlangsung sejak Februari 2022 hingga Juni 2022. Data didapatkan melalui wawancara mendalam, observasi, dan studi dokumentasi yang melibatkan tujuh orang informan dengan menggunakan teknik purposive sampling. Kondisi anak punk yang tidak memiliki human capital yang baik dalam pendidikan dan keterampilan membuat mereka memiliki kekosongan kegiatan, selain itu adanya perilaku yang meresahkan bagi masyarakat menimbulkan permasalahan sosial bagi masyarakat karena tidak sesuai dengan nilai yang ada dalam masyarakat sebagai generasi muda yang dapat berkembang dengan baik untuk pendidikan dan melatih keterampilan, sehingga hal tersebut membuat komunitas Tasawuf Underground memiliki keinginan untuk mengembalikan anak punk tersebut menjadi pribadi yang lebih baik dan kembali pada keluarga dan masyarakat.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat lima tahapan pemberdayaan yang dilakukan dalam program pemberdayaan meliputi tahap persiapan, tahap assessment, tahap perencanaan dan formulasi aksi, tahap pelaksanaan atau implementasi program, dan tahap evaluasi proses dan hasil perubahaan dengan berbagai persiapan di dalamnya. Pada pemberdayaan yang dilakukan terdapat lima aspek keberdayaan yang dimiliki anak punk setelah diberikan pemberdayaan meliputi kekuatan untuk membuat pilihan pribadi dan menentukan peluang hidup, kekuatan untuk mendefinisikan kebutuhan, kekuatan untuk berpikir, kekuatan bagi santri untuk mengakses dan memanfaatkan sumber daya, dan kekuatan untuk terlibat dengan ekonomi sebagai penanggung jawab usaha baik di dalam maupun di luar pondok.
Dalam penelitian ini juga membahas hambatan dan cara mengatasi hambatan dalam pemberdayaan yang dilakukan komunitas Tasawuf Underground dalam membina anak punk. Kesimpulan dalam penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat lima tahap pemberdayaan yang dilakukan yang mendukung kegiatan untuk anak punk sehingga memberikan dampak positif dalam mendukung human capital melalui pendidikan dan keterampilan yang diberikan komunitas Tasawuf Underground sehingga dapat menjadi seseorang yang baik menurut ajaran Tasawuf dan dapat kembali ke keluarga dan masyarakat. Hasil penelitian ini diharapkan bersumbangsih bagi program Ilmu Kesejahteraan Sosial berupa pengayaan mata kuliah intervensi komunitas dan pengembangan masyarakat, serta mata kuliah tingkah laku manusia dan lingkungan terkhusus perkembangan dewasa awal.

This research discusses about community empowerment activities for punk kid through the introduction program "Peta Jalan Pulang" carried out by the Tasawuf Undergorund community around Jakarta and Tangerang from the discipline of Social Welfare Sciences. The urgency of conducting this research is the disclosure of the stages of empowerment carried out by NGOs or NGOs as agents of change through the punk children's community in order to provide empowerment for punk children as a benefit of empowerment.
This study used a qualitative research approach with a descriptive type of research that was held from February 2022 to June 2022. Data were obtained through in-depth interviews, observation, and documentation studies involving seven informants using purposive sampling technique. The condition of punk kid who do not have good human capital in education and skills makes them have a vacancy of activities. In addition, there is behavior that is disturbing to the community causes social problems for the community because it is not in accordance with the values that exist in society as a young generation that can develop well for education and training skills, so that it makes the Tasawuf Underground community have the desire to return these punk kid to be better individuals and return to their families and society.
The results of this study indicate that there are five stages of empowerment carried out in the program including the preparation stage, assessment stage, planning stage of program, implementation stage, and monitoring and evaluating stages. In the empowerment, there are five aspects of empowerment that punk kid have after being given empowerment including the power to make personal choices and determine life, students have the power to define needs, students have the power to think, then there is the power for students to access and utilize resources, and students have the power to be involved with the economy as the person in charge of the business both inside and outside the cottage with a variety of jobs.
This study also discusses about obstacles and the way to overcome obstacles in the empowerment of the Tasawuf Underground community in fostering punk kid. The conclusion shows that there are five stages of empowerment carried out that support the activities by punk kid, so that they have a positive impact in supporting human capital through education and skills provided by the Tasawuf Underground community so that they can become a good person according to Tasawuf teachings and can return to their family. and society. The results of this study are expected to contribute to the Social Welfare Science program in the form of enrichment of community intervention and community development courses, as well as courses in human behavior and the environment, especially early adult development.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gonoga, Sizi Lia
"Kegagalan kontrasepsi mempunyai konsekuensi negatif diantaranya kehamilan yang tidak diinginkan dan aborsi yang dapat menyebabkan morbiditas dan mortalitas maternal. Kegagalan kontrasepsi dipengaruhi oleh faktor individu dari pengguna dan kualitas alat/metode kontrasepsi. Salah satu faktor individu adalah faktor budaya yang dapat dilihat dari keberdayaan perempuan dalam peningkatan kualitas kesehatan, termasuk dalam penggunaan kontrasepsi. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis asosiasi keberdayaan perempuan pada kegagalan kontrasepsi di Indonesia. Sumber data yang digunakan adalah hasil SDKI 2017 dengan unit analisis periode penggunaan alat kontrasepsi sampai dengan perempuan hamil saat menggunakan alat kontrasepsi. Variabel tidak bebas adalah durasi penggunaan kontrasepsi. Variabel bebas adalah kepemilikan aset, partisipasi dalam keputusan rumah tangga, pendidikan, status bekerja, umur, status tempat tinggal, jumlah anak, metode kontrasepsi, alasan penggunaan kontrasepsi, penggunaan internet, serta indeks kekayaan. Keberdayaan perempuan dilihat dari indeks keberdayaan perempuan yang diukur dari empat indikator yaitu kepemilikan aset atas nama istri, keputusan dalam rumah tangga secara sendirian, bekerja dibayar dengan cash, dan bersekolah minimal SMP. Indeks keberdayaan perempuan dihitung menggunakan metode Principal Component Analysis (PCA). Data dianalisis dengan menggunakan metode survival analysis. Hasil analisis menunjukkan bahwa keberdayaan perempuan signifikan berasosiasi negatif dengan kegagalan kontrasepsi. Keempat faktor keberdayaan perempuan berpengaruh signifikan terhadap kegagalan kontrasepsi setelah dikontrol dengan faktor sosioekonomi, demografi, dan lingkungan. Variabel yang berasosiasi positif dengan kegagalan kontrasepsi adalah partisipasi dalam keputusan rumah tangga, pendidikan, status tempat tinggal, dan penggunaan internet. Variabel yang berasosiasi negatif dengan kegagalan kontrasepsi adalah kepemilikan aset, status bekerja, jumlah anak, metode kontrasepsi, serta indeks kekayaan.

Contraceptive failure has negative consequences including unwanted pregnancies and abortions which can cause maternal morbidity and mortality. Contraceptive failure is influenced by individual factors from the user and the quality of the contraceptive method/device. One of the individual factors is the cultural factor which can be seen from the empowerment of women in improving the quality of health, including in the use of contraception. This study aims to analyze the association of women's empowerment with contraceptive failure in Indonesia. The data source used is the results of the 2017 IDHS with the unit of analysis from the period of using contraception to when women become pregnant while using contraception. The dependent variable is the duration of contraceptive use. The independent variables are asset ownership, participation in household decisions, education, employment status, age, residence status, number of children, contraceptive methods, reasons for using contraception, internet use, and wealth index. Women's empowerment is seen from the women's empowerment index which is measured from four indicators, namely asset ownership in the name of the wife, making decisions in the household alone, working paid with cash, and attending at least junior high school. The women's empowerment index is calculated using the Principal Component Analysis (PCA) method. Data were analyzed using survival analysis method. The results of the analysis show that women's empowerment has a significant negative association with contraceptive failure. The four factors of women's empowerment have a significant effect on contraceptive failure after controlling for socioeconomic, demographic, and environmental factors. Variables that are positively associated with contraceptive failure are participation in household decisions, education, residence status, and internet use. Variables that are negatively associated with contraceptive failure are asset ownership, working status, number of children, contraceptive methods, and wealth index."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ema Maratus Sholihah A.
"Keberdayaan perempuan merupakan sesuatu yang penting untuk akses terhadap layanan kesehatan reproduksi, termasuk keluarga berencana. Keikutsertaan perempuan dalam pengambilan keputusan dalam ekonomi, rumah tangga dan mobilitas fisik dapat menggambarkan keberdayaan perempuan. Indeks Pemberdayaan Gender (IDG) Provinsi Nusa Tenggara Barat yakni 57,90 persen, lebih rendah dibandingkan pencapaian nasional 70,07 persen, dan diketahui kesertaan KB di Nusa Tenggara Barat sebesar 56 persen belum mencapai target MDG's.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan keberdayaan perempuan dengan penggunaan kontrasepsi pada wanita usia subur di Provinsi Nusa Tenggara Barat tahun 2013. Penelitian ini menggunakan data Pemantauan dan Evaluasi Penggunaan Kontrasepsi di Provinsi Nusa Tenggara Barat tahun 2013 dengan desain cross sectional. Sampelnya adalah wanita usia subur yang berusia 15-49 tahun yang telah menikah di Provinsi Nusa Tenggara Barat yang diwawancarai Pusat Penelitian Kesehatan Universitas Indonesia sebanyak 6613 responden. Analisis menggunakan metode chi-square.
Hasilnya diperoleh keberdayaan perempuan dalam pengambilan keputusan rumah tangga berhubungan dengan penggunaan kontrasepsi di tiga kabupaten yakni Lombok Barat, Lombok Timur, dan Sumbawa, sedangkan pengambilan keputusan untuk mobilitas fisik terdapat hubungan bermakna secara statistik dengan penggunaan kontrasepsi hanya di Kabupaten Lombok Timur.

Women's empowerment recognized as important to their acces to reproductive health services, including family planning. Women’s joint decision making in economic, household and physical mobility represent women empowerment. Index development Gender (IDG) of Nusa Tenggara Barat is 57,90 percent, it's lower than national accomplishment that’s 70,07 percent, and contraceptive prevalence rate of Nusa Tenggara Barat about 56 percent, it’s not reach MDG's target.
This paper aims to analyzed the relationship betwen women's empowerment and the use of contraception in women of reproductive age in Nusa Tenggara Barat (Lombok Barat, Lombok Timur, Sumbawa) 2013. Data come from Observasional and Evaluation of contraception use in Nusa Tenggara Barat 2013 by cross sectional design. The sample are 6613 respondent who merried women of reproductive age (5-49 years) in Nusa Tenggara Barat and interviewed by The Center of Health Research University of Indonesia. Data analyzed by chi-square methode.
The result found there is association betwen women empowerment in economic household making and contraceptive use in all regencies, and physical mobilitydecision making had association betwen contraceptive use in Lombok Timur.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2015
S59405
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Diah Ayu Utami
"Target RJPMN 2015-2019 terhadap kebutuhan KB yang tidak terpenuhi (unmet need) yaitu sebesar 9,9 persen belum tercapai, seperti terlihat pada hasil SDKI 2017 terhadap unmet need sebesar 10,6 persen. Unmet need merupakan salah satu faktor penyebab kehamilan yang tidak diinginkan dan aborsi yang tidak aman yang dapat menyebabkan kesakitan dan kematian maternal. Untuk meningkatkan kesehatan ibu, termasuk keluarga berencana perlu untuk mengatasi masalah keberdayaan perempuan (women's empowerment) yang merupakan tujuan ke lima Sustainable Development Goals (SDG's), yaitu mencapai kesetaraan gender dan keberdayaan perempuan. Penelitian ini bertujuan mempelajari hubungan antara keberdayaan perempuan serta variabel demografi dan sosial ekonomi terhadap unmet need di Indonesia. Data yang digunakan dalam penelitian ini bersumber dari data SDKI 2017. Unit analisisnya adalah perempuan usia subur umur 15-49 tahun yang berstatus kawin/hidup bersama serta memiliki kebutuhan terhadap KB dengan observasi berjumlah 26.249 individu. Kategori unmet need adalah unmet need penjarangan dan unmet need pembatasan. Metode analisis yang digunakan adalah regresi logit biner dan multinomial logit. Hasil penelitian menunjukkan bahwa empat dari lima komponen keberdayaan perempuan berpengaruh signifikan secara statistik terhadap semua kategori unmet need. Keempat komponen tersebut, yaitu partisipasi kerja perempuan, tingkat pengetahuan, partisipasi pengambilan keputusan rumah tangga, dan kepemilikan aset. Partisipasi kerja perempuan, tingkat pengetahuan, dan kepemilikan aset berpengaruh negatif terhadap unmet need. Sedangkan partisipasi pengambilan keputusan rumah tangga mempunyai pengaruh positif terhadap unmet need. Sementara itu, pandangan pemukulan terhadap istri tidak berpengaruh signifikan secara statistik terhadap semua kategori unmet need. Faktor demografi dan sosial ekonomi memberikan pengaruh pada unmet need, namun tidak semua variabel berpengaruh signifikan pada semua kategori unmet need. Umur, jumlah anak masih hidup, dan pulau tempat tinggal berpengaruh terhadap semua kategori unmet need. Daerah tempat tinggal hanya berpengaruh terhadap unmet need penjarangan dan total unmet need. Pendidikan suami berpengaruh terhadap unmet need penjarangan dan unmet need pembatasan. Kunjungan petugas KB hanya signifikan berpengaruh pada unmet need penjarangan, sedangkan perempuan yang melakukan kunjungan ke fasilitas kesehatan hanya signifikan berpengaruh pada unmet need pembatasan.

The 2015-2019 RJPMN target of unmet need for family planning at 9.9 percent has not been achieved, since the results of the 2017 IDHS on unmet need was 10.6 percent. Unmet need is one of the factors causing unwanted pregnancy and unsafe abortion which can cause morbidity and maternal death. To improve maternal health, as well as family planning, it is necessary to address the issue of women's empowerment which is the fifth objective of the Sustainable Development Goals (SDG's) that covers gender equality and women empowerment. This study aims to study the relationship between women's empowerment, demographic and socioeconomic variables on the unmet need in Indonesia. This study uses data from the 2017 IDHS. The unit of analysis is women at childbearing age-aged 15-49 who were married/living together and had a need for family planning with observations totaling 26,249 individuals. The unmet need is categorized into unmet need for spacing and unmet need for limiting. The analytical methods used are binary logit regression and multinomial logit. The results showed that four of the five components of women's empowerment had a statistically significant effect on all categories of unmet need. These four components, namely women's work participation, level of knowledge, participation in household decision making, and asset ownership. Women's work participation, level of knowledge, and asset ownership negatively affect unmet need. Whereas participation in household decision making has a positive effect on unmet need. Meanwhile, attitude toward wife-beating has no significant effect on all categories of unmet need. Demographic and socioeconomic factors influence the unmet need, but not all variables have a significant effect on all categories of unmet need. Age, number of living children, and region of residence affect all unmet need categories. The place of residence only affects the unmet need for spacing and total unmet need. Husband's education influences unmet need for spacing and unmet need for limiting. Visit by family planning field workers only has a significant effect on unmet need for spacing, while women who visit health facilities only have a significant effect on unmet need for limiting."
Depok: Fakultas Eknonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lulu Haryani
"Tingkat kejadian campak di Indonesia mengalami peningkatan pada tahun 2015 hingga tahun 2017, dimana di periode yang sama terjadi kejadian luar biasa campak di hampir setiap provinsi di Indonesia. Salah satu penyebab meningkatnya tingkat kejadian campak di Indonesia adalah masih rendahnya persentase vaksinasi campak pada anak usia 12-23 bulan di Indonesia. Rendahnya persentase vaksinasi campak di Indonesia dapat menyebabkan, antara lain: tidak tercapainya target RPJMN yaitu 90 persen imunisasi dasar lengkap pada anak usia 12-23 bulan; tidak tercapainya komitmen Indonesia pada GVAP dan WHO South-East Asia Region untuk memenuhi vaksinasi campak minimal 95 persen di semua wilayah secara merata pada tahun 2023; dan tidak tercapainya target 3.8 SDG’s yaitu mencapai cakupan kesehatan universal, termasuk perlindungan risiko keuangan, akses terhadap pelayanan kesehatan dasar yang baik, dan akses terhadap obat- obatan dan vaksin dasar yang aman, efektif, berkualitas, dan terjangkau bagi semua orang. Penelitian ini bertujuan mempelajari hubungan antara keberdayaan perempuan dalam rumah tangga serta faktor lingkungan eksternal, predisposisi dan sumber daya pendukung terhadap vaksinasi campak pada anak usia 12-23 bulan di Indonesia. Data yang digunakan dalam penelitian ini bersumber dari data SDKI 2017. Unit analisisnya adalah anak terakhir berusia 12 - 23 bulan yang memiliki status vaksinasi campak dengan jumlah observasi sebanyak 3.416 individu. Metode analisis yang digunakan adalah regresi logit biner. Hasil penelitian menunjukan bahwa dua dari empat komponen ukuran keberdayaan perempuan dalam rumah tangga, yaitu partisipasi pengambilan keputusan dalam rumah tangga (tingkat partisipasi tinggi) dan Pendidikan Ibu (SLTA & PT) memiliki hubungan yang positif dan signifikan terhadap vaksinasi campak pada anak usia 12-23 bulan. Sedangkan dua ukuran keberdayaan perempuan dalam rumah tangga lainnya, yaitu sikap mengenai pemukulan terhadap istri dan status bekerja ibu tidak memiliki hubungan yang signifikan terhadap vaksinasi campak pada anak usia 12-23 bulan. Selain keberdayaan perempuan dalam rumah tangga, variabel yang secara statistik memiliki hubungan yang signifikan dengan vaksinasi campak pada anak, yaitu wilayah geografis, usia ibu, kuintil kekayaan rumah tangga dan kunjungan antenatal care. Sedangkan variabel wilayah tempat tinggal dan penggunaan internet tidak memiliki hubungan yang signifikan terhadap vaksinasi campak pada anak usia 12-23 bulan.

The incidence of measles in Indonesia has increased from 2015 to 2017, where in the same period there were outbreaks of measles in almost every province in Indonesia. One of the causes of the increasing incidence of measles in Indonesia is the low measles vaccination coverage for children aged 12-23 months in Indonesia. The low coverage of measles vaccination in Indonesia can obstruct the achievement of the RPJMN target of 90 percent complete basic immunization for children aged 12-23 months; the achievement of Indonesia's commitment to GVAP and WHO South-East Asia Region to meet measles vaccination coverage of at least 95 percent in all regions equally by 2023; and the achievement the SDG's 3.8 target, achieving universal health coverage, including financial risk protection, access to good basic health services, and access to safe, effective, quality and affordable basic medicines and vaccines for all. This research aims to study the relationship between women's empowerment in the household as well as external environmental factors, predispositions and enabling resources to measles vaccination coverage in children aged 12-23 months in Indonesia. The data used in this study were sourced from the 2017 IDHS data. The unit of analysis was the last child aged 12 - 23 months who had measles vaccination status with a total of 3,416 observations. The analytical method used is binary logit regression. The results showed that two of the four components of the measure of women's empowerment in the household, participation in decision-making in the household (high participation rate) and maternal education (Secondary & Higher) had a positive and significant relationship with measles vaccination in children aged 12-23. month. Meanwhile, two other measures of women's empowerment in the household, attitudes about wife’s beating and working status of mothers, did not have a significant relationship with measles vaccination in children aged 12-23 months. In addition to women's empowerment in the household, the variables that were statistically significantly related to measles vaccination in children were geographic area, maternal age, household wealth quintile and antenatal care visits. Meanwhile, the area of ​​residence and internet use did not have a significant relationship with measles vaccination in children aged 12-23 months."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library