Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 5 dokumen yang sesuai dengan query
cover
FL. Bambang Aprianto
Abstrak :
ABSTRAK
Saat ini konsumen dihadapi dengan berbagai alternatif minuman non alkohol, seperti minuman jenis teh dalam botol, jenis air mineral dan jenis yang mengandung soda. Produk-produk ini oleh pemerintah digolongkan sebagai barang konsumsi yang bersifat mewah sehingga atas penyera hannya dikenakan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (F Pn BM) . Besarnya F Pn BM yang dikenakan atas masing-masing minuman non alkohol berbeda satu dengan lainnya. Berdasar kan Surat Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor: 1335/KMK.04/1988 minuman ringan jenis teh dalam dan yang mengandung soda dikenakan F Pn BM 20 persen, sedangkan minuman ringan jenis air mineral dikenakan F F n BM sebesar 10 7. botol sebesar Dengan dikenakannya pajak tambahan ini, selain Pajak Pertambahan Nilai yang dikenakan pada setiap penyerahan barang konsumsi, berarti pemerintah menerapkan kebijaksanaan tarif progresif. Tujuannya adalah agar pemungutan pajak lebih dapat menjamin keadilan pajak. Meskipun struktur tarifnya sudah mencerminkan tarif yang progresif, secara teoritis tidak berarti tujuan penegakan keadilan pajak sudah otomatis dapat terpenuhi. Masih ada faktor lain yang berperan dalam mewujudkan prinsip keadilan pajak, yaitu jenis barang konsumsi yang digolongkan mewah. Pertanyaan penelitian ini adalah mencari tahu seberapa jauh dampak penggolongan minuman non alkohol sebagai barang mewah terhadap asas keadilan pajak. Untuk menjawab pertanyaan tersebut maka diadakan suatu penelitian survey sample dengan menggunakan sampel sebanyak 60 responden. Para responden adalah masyarakat yang bertempat tinggal di kelurahan Gandaria Utara yang berumur 17 tahun atau lebih. Data penelitian dikumpulkan menggunakan pertanyaan berstruktur dan analisa data dilakukan melalui pengamatan terhadap perbedaab persentase. Kesimpulan yang didapat dari penelitian ini adalah pengenaan PPn BM pada produk minuman non alkohol jenis yang mengandung soda dan air mineral ternyata sesuai dengan prinsip keadilan pajak. Sebaliknya pengenaan PPn BM pada produk minuman non alkohol jenis teh dalam botol ternyata tidak berjalan sesuai dengan asas keadilan pajak. Penelitian ini juga mengemukakan saran-saran agar asas keadilan pajak dapat lebih terjamin pelaksanaannya. Disarankan agar pengenaan PPn BM untuk produk minuman ringan jenis teh dalam botol untuk dinaikkan tarifnya, sedangkan besarnya PPn BM untuk minuman jenis air mineral disarankan agar diturunkan.
1990
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Imalini
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2001
S10070
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hari Sugiharto
Abstrak :
Atas penghasilan yang diterima karyawan asing dan nasional di Kontraktor Production Sharing (WP- KPS) terdapat beberapa perlakuan yang berbeda oleh KPS mengenai pengetrapan pajak penghasilannya, antara lain : 1. Untuk menghitung taxable income, semua penghasilan karyawan asing maupun nasional di gross up terlebih dahulu. Adapun hasil gross up tersebut kemudian dibukukan sebagai tunjangan pajak (tax allowance). 2. Semua penghasilan karyawan asing di gross up untuk menentukan besarnya tax allowance dan karyawan nasional hanya atas benefit in kind tertentu saja yang di gross up sedang gaji dan benefit in kind yang lain dipotong pajak penghasilan sebagaimana semestinya. 3. Semua penghasilan karyawan asing di gross up untuk menentukan tax allowance dan karyawan nasional baik gaji maupun benefit in kind dipotong pajak penghasilan sebagaimana semestinya. Pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah :Bagaimana Merpersamakan Perlakuan Pajak Penghasilan Karyawan Kontraktor Production Sharing Bidang Minyak dan gas Bumi dikaitkan dengan Cost Recovery dan Berdasarkan azas keadilan ? Tujuan penelitian ini adalah Memperoleh gambaran yang lebih jelas mengenai penetapan cost recovery pada karyawan KPS Penambangan Minyak dan Gas Bumi telah dilakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan Untuk menjelaskan perlakuan Pajak Penghasilan karyawan baik asing maupun nasional kontraktor production sharing dalam kaitannya dengan azas keadilan. Sedangkan metode penelitian yang digunakan dalam penulisan tesis ini adalah metode deskriptif analisis, dengan teknik pengumpulan data berupa wawancara mendalam terhadap beberapa pihak yang terkait dengan masalah perpajakan karyawan kontraktor production sharing dan studi kepustakaan. Analisis yang dilakukan bersifat analisis kualitatif. Pendekatan teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah 4 azas pemungutan pajak yang harus diperhatikan, yang disebut sebagai four maxims atau four canons, yaitu : Equality, Certainty, Convenience dan Efficiency dan adanya 5 (lima) syarat keadilan horizontal, yaitu:Definisi Penghasilan,Globality, Net Income, Personal Exemption, Equal treatment for the equal dan 2 (dua) syarat keadilan vertikal, yaitu:Unequal treatment for the unequals, progression yang harus dipegang teguh dalam azas keadilan. Sedangkan cost recovery merupakan biaya pemulihan atas pengeluaran yang telah dilakukan oleh kontraktor sehubungan dengan penambangan migas. Dalam Production Sharing Contract seksi VI paragraf 1.2, semua biaya operasi (operating cost) yang telah dikeluarkan oleh kontraktor akan memperoleh pemulihan (recovery of operating cost) dari Pertamina. Ini merupakan peluang untuk membesarkan operating cost, dan berapapun besarnya sepanjang beralasan akan memperoleh recovery.Dalam berbagai hal pajak dikorbankan untuk mendorong perkembangan pengusahaan pertambangan minyak dan gas bumi, diantaranya untuk tidak merugikan karyawan kontraktor production sharing, maka pajak yang timbul itu ditanggung oleh perusahaan dengan cara di-gross up ke dalam biaya perusahaan. Berdasarkan hasil wawancara dan data yang didapatkan,diketahui adanya perbedaan perlakuan pengenaan pajak penghasilan antara karyawan expatriate dengan karyawan national dalam kontraktor production sharing. Untuk karyawan expatriate mendapatkan tunjangan pajak sebesar pajak terhutang dengan mekanisme gross up atas seluruh penghasilan yang diterima, sedangkan karyawan national ada yang mendapatkan tunjangan pajak namun tidak sebesar pajak terhutang, jauh lebih kecil, juga melalui mekanisme gross up terhadap benefit in kind tertentu yang diperoleh dan sebagian kecil karyawan national ada yang sama sekali tidak mendapat tunjangan pajak penghasilan. Dari analisis diketahui adanya perbedaan pemberian tunjangan pajak bagi karyawan national dan karyawan ekspatriat, menimbulkan ketidakadilan namun hal tersebut tidak melanggar undang-undang perpajakan dan migas serta merupakan salah satu cara dalam perencanaan pajak.. Meskipun pada akhirnya negara dalam hal posisi penerimaan negara dari pajak mengalami kehilangan penerimaan dan pada akhirnya bertentangan dengan konsep pajak penghasilan yang dianut oleh Indonesia. Kesimpulan dari hasil penelitian adalah : Perbedaaan penerapan pemberian tunjangan pajak yang dikaitkan dengan cost recovery membuat ketidakadilan bagi karyawan production sharing, baik dalam satu perusahaan kontraktor production sharing maupun antar perusahaan kontraktor production sharing. Rekomendasi dalam penelitian ini adalah ; Pihak-pihak terkait diantaranya Departemen Pertambangan dan Energi, BP Migas, BPKP dan Direktorat Jenderal Pajak melakukan review atas kebijakan mengenai batasan-batasan dalam perlakuan cost recovery melalui mekanisme renegotation clause yang terdapat di Production Sharing Contact dengan pihak Kontraktor Migas, juga dipandang perlu adanya aturan khusus tentang keseragaman pengetrapan pajak penghasilan karyawan kontraktor production sharing dalam Undangundang Pajak Penghasilan dalam hal pemberian tunjangan pajak penghasilan kepada seluruh karyawan baik dalam suatu perusahaan maupun antar perusahaan sehingga dapat memenuhi rasa keadilan bagi semua karyawan kontraktor production sharing.
Depok: Universitas Indonesia, 2007
T19457
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Novi Savarianti Fahrani
Abstrak :
ABSTRAK
Konsep pajak secara historical berasal dari Teori Negara Rechtstaat dimana dalam penjelasan UUD 1945 menyatakan bahwa Indonesia adalah Negara yang berdasarkan hukum (rechtstaat) dan tidak berdasarkan kekuasaan belaka (machstaat). Berawal dari itu maka dibuatlah suatu Undang-undang Pajak sehingga dalam pemungutannya, pajak harus berdasarkan hukum. Dalam melaksanakan fungsi bugdeteir pajak maka diperlukan suatu peraturan dan kebijakan sehingga terciptalah suatu pemungutan pajak. Namun dalam pemungutan pajak dalam prakteknya terdapat suatu ketidakadilan dalam penerapannya sehingga Wajib Pajak merasa dirugikan. Oleh karena itu penulis menganalisis mengenai penerapan prinsip keadilan dalam pemeriksaan dan penagihan serta menganalisis mengapa faktor pendorong dan kendala berpengaruh pada pelaksanaan prinsip keadilan terhadap pasal 16C UU PPN tersebut. Penelitian ini menggunakan metode wawancara dengan para petugas pajak di K.PP. Penerapan pasal 16C UU PPN ini berbeda-beda antara wilayah satu dengan wilayah lain karena ada yang dipungut atau tidak. Hal ini karena adanya fungsi Bugdeter pajak yaitu mengisi kas negara sebanyak-banyaknya yang tertuang dalam APBN. Target yang diberikan oleh APBN melalui pajak inilah yang menyebabkan KPP sebagai pemungut langsung dari negara menerapkan sistem potensi dalam pemungutan pajak. Sehingga dalam prakteknya KPP melihat potensi mana di daerahnya yang memungkinkan pemenuhan target dari pusat tersebut dapat tercapai. Antara KPP satu dengan KPP lain mempunyai potensi daerah yang berbeda, oleh karena itu pengenaan pasal 16C ini terdapat suatu diskriminasi antara Wajib Pajak satu dengan Wajib Pajak lain. Prinsip keadilan ini tertuang dalam penjelasan UU No. 16 Tahun 2000 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Prinsip keadilan ini juga dirasakan tidak merata oleh Wajib Pajak pada saat pemeriksaan dan pemungutan pajak. Dalam pemeriksaan pajak pasal 16C UU PPN, ketidakadilan sering kali tetjadi pada saat WP tidak mempunyai bukti-bukti atau dokumenĀ­ dokumen pembukuan sehingga Aparat Pajak dalam memeriksa obyek bangunan menggunakan standar bangunan/m2 dari Departemen Peketjaan Umum. Dalam hal ini aparat pajak menentukan nilai bangunan secara jabatan. Sedangkan dalam penagihan pajak, Aparat pajak mengenakan pasal 16C UU PPN tersebut berdasarkan target sehingga penagihannya tidak terlalu fokus pada satu KPP yang mempunyai potensi terbesar bukan pada pasal I6C UU PPN ini. Namun di KPP lain yang potensi terbesamya pengenaan pasal 16C UU PPN maka akan melakukan upaya-upaya supaya pengenaan pasal tersebut dapat maksimal dan mencapai target yang telah ditetapkan. Namun diluar itu Aparat Pajak dapat melakukan ekstensifikasi yaitu kegiatan mencari potensi pajak. Faktor Pendukung dalam pemeriksaan dan penagihan pajak itu terdapat pada petjanjian yang dilakukan oleh KPP dengan Pemda setempat untuk mencari potensi. Sehingga Aparat Pajak dapat menerapkan pasal 16C UU PPN ini secara maksimal. Sedangkan faktor kendala dalam pemeriksaan dan penagihan tersebut terletak pada kurangnya SDM yang dimiliki oleh DirJen Pajak dan juga kurang adanya kerjasama yang baik antara WP dengan Aparat Pajak.
2006
T36920
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Reynaldi Manuel
Abstrak :
Tesis ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh pengetahuan tentang peraturan perpajakan, persepsi keadilan pajak, dan sanksi pajak terhadap kepatuhan pengusaha kecil dan menengah dalam memenuhi kewajiban perpajakan. Adapun variabel-variabel yang akan diteliti adalah pengetahuan tentang peraturan perpajakan, persepsi keadilan pajak, dan sanksi pajak. Sampel dalam penelitian ini adalah usaha kecil dan menengah di SMESCO Mt. Haryono. Penelitian ini dilakukan dengan mengadakan survey kepada pengusaha kecil dan menengah di SMESCO Mt. Haryono. Pengumpulan data dilakukan dengan menyebarkan kuesioner kepada pengusaha kecil dan menengah di SMESCO Mt. Haryono. Setelah data terkumpul, pengujian dilakukan dengan metode analisis regresi linear berganda dengan bantuan program SPSS. Hasil penelitian ini adalah pengetahuan tentang peraturan perpajakan tidak berpengaruh signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. Sedangkan persepsi keadilan pajak dan sanksi pajak memiliki pengaruh signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. ...... This thesis aims to know the effect of knowledge about taxation regulation, perception of tax justice, and tax sanction to obedience of small and medium entrepreneur in fulfilling tax obligation. The variables to be studied are knowledge of tax regulations, perceptions of tax justice, and tax penalties. The sample in this research is small and medium business in SMESCO Mt. Haryono. This research was conducted by conducting a survey to small and medium entrepreneurs at SMESCO Mt. Haryono. The data was collected by distributing questionnaires to small and medium entrepreneurs at SMESCO Mt. Haryono. After the data collected, the test is done by multiple linear regression analysis method with the help of SPSS program. The result of this research is knowledge of taxation regulation does not have a significant effect to taxpayer compliance in fulfilling its tax obligation. While the perception of tax justice and tax sanction have a significant influence on taxpayer compliance in fulfilling its tax obligations.
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2018
T51032
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library