Ranggi Marsetti Layyinanti
Abstrak :
Film drama cinta dongeng memiliki keragaman cerita dari masa ke masa, dari dongeng masa kecil hingga film dewasa yang menggambarkan kehidupan percintaan yang penuh dengan koflik dan perjuangan yang berakhir dengan bahagia. Film drama cinta dongeng ini memiliki peminatnya sendiri yang umumnya khalayak perempuan. Penelitian ini membahas bagaimana proses keberadaan katarsis, fantasi, dan hiperrealitas dalam diri penonton saat menonton film drama cinta dongeng. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dan paradigma konstruktivis.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa film drama cinta dongeng memunculkan berbagai emosi dalam kisahnya dan ditutup dengan kebahagiaan. Penonton merasakan peranan katarsis, dimana rasa pembersihan jiwa dan emosinya muncul saat menonton film tersebut. Lalu, fantasi muncul dengan memposisikan diri penonton sebagai pemeran tersebut yang didukung dengan adanya simulasi. Dari fantasi, muncul rasa kepuasan yang menghadirkan sisi hiperealitas di dalam diri penonton, yaitu dengan mengimajinasikan dan menginginkan kisah cintanya. Bahkan ada yang mempraktekkan adegan-adegan dalam film drama cinta dongeng tersebut. Kehadiran hiperrelitas inilah yang membuat para penonton mencampur adukkan antara kenyataan dan imajinasi yang berujung pada suatu kebutuhan.
Drama of Fairy tale love movie vary in its stories from time to time, from childhood tale to movies which depict love life with its conflicts and happy ending struggle. This drama of fairy tale love movie has its own audience which mainly female. This research provide explanations about how the catharsis and hypereality process exists in audience's selves when they watch the drama of fairy tale love movie. This research uses qualitative approach and post constructivist paradigm.
This research results that, drama of fairy tale love movie bring out various emotions in their stories and end happily. Audieces experience chatarsis' role, where the purgation of their soul and emotion appear. Then, fantasy arise by positioningthe audience as the cast, which is supported by the simulation. Fantasy cause satisfaction which bring out hyperreality in audiences' selves, by imagining and wanting their own love story. Some audiences even act out the scenes from the film. The presence of hyperreality is what makes the audience confuses between reality and imagination that pointed to a need.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2016
T45086
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library