Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 7 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ninda Virlia Sasmita
Abstrak :
Penelitian bertujuan untuk melihat pengarurfaaanya gugus karbdksilat pada serat rayon yang dimodifikasi dengan gugus amida melalui penentuan harga kemampuan pertukaran ion, harga log Kd dan selektivitas pertukaran terhadap Ion-ion logam berat, serta kecepatan pertukaran lonnya pada beberapa suhu terhadap logam Cu (II). Selain itu juga dilakukan uji pendahuluan pertukaran serat Pg-Am terhadap anion nitrat, sulfat, dan phosfat. Percobaan dilakukan pada serat rayon yang telah dimodifikasi dengan pencangkokan {grafting) dengan monomer akrilamida (Pg-Am) dengan 141,3 % grafting dan pada serat rayon yang dicangkok dengan campuran akril amida dengan asam akrilat (Pg-AmAA) dengan 104,4% grafting. Kemampuan pertukaran ditentukan dengan meng-gunakan HCI/NaOH pada beberapa konsentrasi. Selektivitas pertukaran dipelajari dengan menentukan perbandingan konsentrasi ion logam dan anion dalam serat dan dalam larutan pada berbagai pH. Kecepatan pertukaran ion dipelajari dengan memvariasikan waktu kontak serat yangtelah dimodifikasi dengan larutan Cu (II) pada suhu 25°, 36°, 45° dan 60°C. Pengukuran konsentrasi logam pada penelitian ini dilakukan dengan AAS sedangkan pengukuran konsentrasi anion dalam larutan ditentukan dengan spektrofotometer UV Vis. Dari percobaan disimpulkan bahwa gugus karboksiiat tidak terialu memberikan pengaruh pada kemampuan pertukaran ion serat Pg-Am. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa semakin pekat konsentrasi HCI/NaOH yang dipakai, semakin tinggi pula harga kemampuan tukar ion serat Pg-Am dan Pg-AmAA. Kemampuan pertukaran ion untuk serat Pg-Am dan serat Pg- AmAA berturut-turut mencapai 9,5 mek/gr dan 10,1 mek/gr. Penentuan harga Kd serat-serat Pg-Am dan Pg-AmAA menunjukkan urutan selektivitas ion-ion logam yang berbeda untuk pH asam maupun basa. Adanya gugus kartx)ksilat berpengaruh terhadap selektivitas dan meningkatkan distribusi logam dalam serat. Mekanisme penukaran ion yang terjadi pada serat Pg-Am adalah mekanisme koordinasi sedangkan pada serat Pg-AmAA terjadi mekanisme koordinasi dan mekanisme pertukaran ion. Pada uji penukaran anion, diperoleh hasil bahwa serat Pg-Am tidak dapat berfungsi sebagai penukar anion untuk phosfat. Urutan selektivitas anion yaitu P04^'< CH3C00' < NOs" < S04^'. Serat Pg-Am mempunyai kecepatan pertukaran terhadap Cu (II) yang lebih tinggi daripada serat Pg-AmAA. Untuk serat Pg-Am dalam waktu 1 menit, 85% - 95% gugus aktif telah ditukar oleh Cu (11) dan untuk Pg-AmAA dalam waktu 2 menit baru 50% gugus yang dipertukarkan. Adanya gugus karboksiiat juga meningkatkan kestabilan serat pada suhu tinggi.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2003
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Universitas Indonesia, 2001
S29749
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Armi Wulanawati
Abstrak :
Senyawa 25,26,27,28,- tetrakarboksi -5,11,17,23 -tetra-tertbutilkaliks[ 4]arena, L- adalah ligan makrosiklik yang memiliki empat gugus karboksilat dan ukuran rongga yaang sesuai dengan ukuran jari-jari kation. Hal ini dimanfaatkan untuk membentuk kompleks dengan ion logam secara selektif melalui pertukaran ion, ikatan koordinasi, dan efek rongga. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penambahan gugus karboksilat dalam ligan kaliks[4]arena pada ekstraksi kompleks Na-LH4 terhadap efisiensi ekstraksi, dibandingkan dengan kompleks Na+ dengan ligan LH2 yang hanya memiliki dua gugus karboksilat serta peran Na+ tersebut pada ekstraksi kompleks Ln-LH4 (Ln = Yb, Sm) dalam larutan buffer asetat dan larutan campuran tetrametilamoniumhidroksida dan HCl (TMAH·HCl). Untuk itu, dipelajari pengaruh pH fasa air dan konsentrasi LH4 bebas di fasa organik. Berdasarkan distribusi kompleks yang diperoleh pada berbagai kondisi reaksi tersebut, dapat diperkirakan proses ekstraksi pengompleksan yang terjadi dan spesi yang terbentuk. Hasil percobaan menunj ukkan bahwa dengan membandingkan persen ekstraksi kompleks Na-LH2 terhadap persen ekstraksi kompleks Na-L-, efisiensi ekstraksi meningkat dengan bertambannya gugus karboksilat yang dimiliki suatu ligan. Selain itu, efisiensi ekstraksi meningkat dengan bertambahnya pH fasa air dan kosentrasi ligan bebas di fasa organik. Hal yang serupa terjadi pula pada ekstraksi kompleks Ln-LH4 (Yb, Sm). Pada ekstraksi kompleks Ln3+ ini melibatkan dua spesi kompleks dengan spes1 kompleks pertama LH3 Yb Na+ terletak pada daerah yang lebih asam dibandingkan spesi kompleks kedua LH2 YbNa2+ akibat adanya ion logam natrium yang dapat bertindak sebagai koekstraktan, sehingga meningkatkan efisiensi ekstraksi kompleks lantanida.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2001
T40304
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Oktaviani
Abstrak :
Senyawa trifeniltimah asetat merupakan senyawa golongan trifeniltimah karboksilat yang mempunyai kegunaan antara lain sebagai insektisida, dengan mekanismenya sebagai antifeedant. Senyawa tersebut dapat berfungsi sebagai antifeedant karena kemampuannya untuk mempengaruhi indera perasa dari serangga, sehingga keinginan untuk makan dari serangga tersebut akan menurun. Sintesis trifeniltimah asetat ini dilakukan dengan menggunakan material awal trifeniltimah klorida dalam pelarut aseton dan dengan penambahan natrium asetat berlebih. Produk yang dihasilkan berupa kristal yang berwarna putih, yaitu sebanyak 0,6327 g dengan kemurnian yang cukup baik, jika dilihat dari kromatogram yang dihasilkan dari GC, yaitu dengan luas area 100 %, persentase yield dari produk yang dihasilkan adalah 30,9 %. Karakterisasi juga dilakukan dengan menggunakan uji titik leleh, nilai kisaran titik leleh yang terbaik adalah 120,6 ? 124,6 0C, nilai tersebut didapatkan jika produk direfluks selama 3 jam. Begitu juga dengan serapan pada daerah infra merah, menunjukkan hasil yang mendekati dengan standar jika produk tersebut direfluks selama 3 jam, yaitu sudah tidak terdapat serapan pada daerah 300-400 cm-1, yang merupakan daerah serapan Sn-Cl. Identifikasi dengan GC yang menghasilkan satu puncak, kemudian dengan menggunakan detektor spektrometri massa, didapatkan fragmentasi dari senyawa trifeniltimah asetat hasil sintesis adalah adalah m/z 351 m/z 274 m/z 197 m/z 120. Selanjutnya senyawa trifeniltimah asetat tersebut diuji efektivitasnya sebagai antifeedant bagi ulat grayak. Hasilnya menunjukkan, bahwa dengan kenaikan konsentrasi, maka terjadi penurunan keinginan untuk makan dan karena konsumsi makanan berkurangl, maka ulat tersebut akan mati. Banyaknya ulat yang mati semakin besar jumlahnya, dengan kenaikan konsentrasi trifeniltimah asetat yang diberikan pada makanannya.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2005
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pujiyanto
Abstrak :
ABSTRAK
Sintesis trifenilitimah format ini dilakukan dengan menggunakan material awal trifenilitimah klorida dalam pelarut aseton dan dengan penambahan natrium format berlebih. Produk yang dihasilkan berupa kristal bewarna putih kekuningan sebanyak 1.0395g dan persen hasil 50,37%.

Karakteristik senyawa yang dihasilkan dilakukan dengan menggunakan uji leleh sebagai uji awal, dengan nilai kisaran titik leleh terbaik pada 197-201'C (Literatur4: 200-201'Ç), yang didapatkan dengan pada waktu refluks 3 jam.

Produk tersebut kemudian dilakukan karakteristiknya dengan spektrofotometer IR, menunjukan terbentuknya ikatan SN-O pada bilangan gelombang, v= 446 cm-1 (Literatur8.12= 500-600cm1) dan adanya serapa gugus karboksil (-CO-O-) pada bilangan gelombang, v-1737cm1,1358cm-1 (Literatur8.12= 1735;1358cm1) identifikasi dengan GC yang menghasilkan satu puncak yang sesuai dengan hasil KLT yang terdapat hanya satu noda, hal ini menunjukan bahwa senyawa yang terbentuk murni tidak terjadi adanya dimmer atau polimer.

Hasil pengukuran dengan menggunakan detektor spektrofotometer massa, didapatkan fragmentasi dari senyawa trifeniltimah formiat hasil sintesis adalah adalah m/z 351_. m/z 27 4 _. m/z 197 _. m/z 120. Kemudian diujikan sebagai insektisida pada bidang kehutanan yaitu sebagai bahan pencegah serangan rayap tanah (Coptotermes curvignathus) atau termisida terhadap ketahanan kayu.

Hasilnya menunjukkan, bahwa dengan kenaikan konsentrasi, terjadi penurunan kehilangan berat kayu karet, menaikkan mortalitas pada rayap dan .Penurunan derajat serangan. Dilihat dari hasil klasifikasi kelas keawetan kayu, ha!lya sedikit memberikan pengaruh pada kenaikan kelas awet dan ditinjau dari syarat senyawa sebagai bahan pencegah'serangan rayap tanah (termisida) menunjukkan kurang efektif karena belum memberikan efek kematian pada_ rayap ~50.%.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Indonesia, 2006
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abraham Hertanto
Abstrak :
ABSTRAK
Senyawa organotimah mempunyai banyak manfaat di berbagai bidang. Salah satunya adalah penggunaan senyawa organotimah dalam bidang wood preservative. Senyawa organotimah yang umum digunakan adalah TBTO (Tributil timah Oksida). Hasil penggunaan senyawa ini sebagai pengawet kayu cukup efektif, walaupun di kemudian hari dilarang penggunaanya di berbagai negara, karena dianggap mencemari lingkungan dan dapat meracuni manusia. Oleh sebab itu, digunakan senyawa organotimah dalam bentuk yang lain, yakni trifeniltimah asetat, yang relatif aman terhadap lingkungan dalam batas-batas tertentu. Walaupun senyawa ini masih mempunyai potensi yang cukup nyata, dapat mencemari lingkungan dan meracuni manusia. Berdasarkan pemikiran tersebut dilakukan sintesis TPTA(trifeniltimah asetat), karena selain banyak digunakan sebagai insektisida, namun juga berfungsi sebagai fungisida. Senyawa TPTA ini disintesis dengan 2 metode yang berbeda. Masing-masing metode ini mempunyai kelebihan dan kekurangan, pada % hasil dan kemurnian produk TPTA yang didapatkan. Pada metode I, yakni sintesis TPTA secara langsung menggunakan TPTCl dan garam NaOCOCH3 berlebih didapatkan rata-rata hasil produk yang didapatkan sebesar 79,6 % atau 1,268 gram. Selain itu pada proses karakterisasinya, dengan uji titik leleh,didapatkan bahwa produk refluks 3 jam I, sebagai produk dengan probability TPTA yang besar, sehingga kemudian produk ini dikarakterisasi lebih lanjut dengan spectrometer FTIR dan GCMS. Hasilnya pada FTIR menghasilkan spectra pada bilangan gelombang 1737 cm-1 dan 1355 cm-1, yang merupakan spectra gugus O-C-O serta spectra di bilangan gelombang 576,72, yaitu ikatan antara Sn-O. Hal ini menunjukkan telah terbentuk ikatan atom-atom tersebut pada senyawa TPTA yang dihasilkan. Selanjutnya pada kromatogram GCMS, ada satu peak yang dominan pada waktu retensi 14,94 menit, dan fragmen-fragmen di m/z 351 m/z 274 m/z 197 m/z 120. Pada masing-masing fragmen, dapat dianalisi bahwa terjadi kehilangan gugus fenil. Sedangkan pada metode II, yaitu sintesa TPTA menggunakan metode Bock, didapatkan produk TPTA sebesar 83,33 % hasil atau 0,5 gram. Sintesa dengan metode Bock, dilakukan 2 tahap; dimana dihasilkan TPTOH terlebih dahulu. Selanjutnya TPTOH ini kemudian direaksikan dengan asam asetat glasial berlebih menghasilkan senyawa trifeniltimah asetat (TPTA). Uji karakterisasi produk sintesa Bock, memberikan hasil positif, yakni pada kedekatan temperatur titik leleh dengan titik leleh literatur pada uji titik leleh, maupun pada pengukuran FTIR dan GCMS. Pada pengukuran FTIR ini, produk sintesa Bock menghasilkan spektrum pada bilangan gelombang 1738 cm-1 dan 1356 cm-1, yang merupakan spektrum khas ikatan O-C-O maupun spektrum pada bilangan gelombang 559,68 cm-1, yang merupakan spektrum khas ikatan Sn-O. Keberadaan spektrum khas ini merupakan petunjuk adanya senyawa TPTA. Selanjutnya pada karakterisasi dengan GCMS, dihasilkan peak yang dominan pada waktu retensi 14,91 menit dan fragmen di m/z 410 m/z 351 m/z 274 m/z 197 m/z 120. Adanya fragmen di m/z 410, memperkuat dugaan bahwa produk hasil sintesis benar mempunyai TPTA. Selanjutnya produk hasil sintesa Bock kemudian diaplikasikan pada kayu sebagai bahan anti rayap. Dengan dasar pertimbangan bahwa produk sintesa Bock memiliki kemurnian yang tinggi, dikaji dari hasil karakterisasi. Hasilnya terjadi penurunan % kehilangan berat kayu, kenaikan mortalitas rayap dan penurunan derajat serangan rayap secara sigifikan, melalui uji statistik yang dilakukan. Selain itu terjadi peningkatan ketahanan kayu sebesar 2 tingkat, dari kelas V menjadi kelas III. Sehingga dapat diambil suatu kesimpulan bahwa TPTA merupakan bahan anti rayap yang cukup efektif.
2007
S30655
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abstrak :
Senyawa trifeniltimah asetat termasuk golongan trifeniltimah karboksilat tidak hanya memiliki kegunaan sebagai antifeedant namun juga bersifat toksik, sehingga memiliki kemampuan untuk mempengaruhi indera perasa serangga yang akan menurunkan keinginannya untuk makan dan sifat toksiknya memiliki efek mematikan pada konsentrasi terendah yaitu 30 ppm. Sintesis trifeniltimah asetat ini dilakukan dengan menggunakan material awal trifeniltimah klorida dalam pelarut aseton dan dengan penambahan natrium asetat berlebih. Produk yang dihasilkan berupa kristal berwarna putih kekuningan sebanyak 0,5864 gram (hasil 57,4 %). Karakterisasi senyawa yang dihasilkan dilakukan dengan menggunakan uji titk leleh sebagai uji awal dengan nilai kisaran titik leleh yang terbaik yaitu 119 -122 °C yang didapatkan pada waktu refluks 3 jam. Pada serapan daerah inframerah menunjukkan hasil yang mendekati dengan standar saat produk direfluks selama 3 jam yaitu dengan terdapatnya serapan pada 500 – 600 cm-1 yang merupakan daerah serapan Sn-O. Identifikasi dengan kromatografi gas (GC) yang menghasilkan satu puncak yaitu pada Rt 15,25 dan dengan detektor spektrometri massa (MS) diperoleh fragmentasi dari produk sebagai berikut: Ph3Sn Ph2Sn PhSn Sn m/z 350 m/z 273 m/z 196 m/z 119 Ph C4H3+ m/z 77 m/z 51 Kemudian senyawa trifeniltimah asetat diuji efektivitasnya sebagai antifeedant dan sifat toksiknya terhadap ulat grayak Spodoptera litura dengan metode celup daun. Hasilnya menunjukkan bahwa seiring dengan meningkatnya konsentrasi, nilai antifeedant factor (AF) juga makin meningkat yang menunjukkan berkurangnya aktivitas makan. Hal ini dibuktikan melalui uji dengan pilihan choice test. Selain itu dengan meningkatnya konsentrasi, ulat juga makin banyak yang mati. Hal ini menunjukkan bahwa senyawa trifeniltimah asetat bersifat toksik dengan menggunakan metode tanpa pilihan (no choice test).
Universitas Indonesia, 2007
S30637
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library