Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Yenni Chairina Chaidir
Abstrak :
ABSTRAK
Letak geofrafis kepulauan Indonesia pada titik silang dua samudra dan dua benua menyebabkan Indonesia menjadi penting bagi masyarakat internasional. Khususnya dalam lalu lintas pelayaran internasional, adanya tiga lautan arti penting ini semakin nyata dengan penting, yaitu Samudra Hindia, Laut Cina Selatan dan Samudra Pasifik, yang mengelilinginya. Konvensi Hukum Laut 1982 yang komprehensif itu, yang sedang dalam proses menuju keberlakuannya, memuat berbagai ketentuan mengenai pelintasan kapal-kapal asing di perairan nasional suatu negara. Saat ini Konvensi tersebut telah menjadi hukum nasional Indonesia. Peranan Indonesia sebagai negara pantai, sangat dibutuhkan dalam rangka keselamatan dan kelancaran pelayaran kapal-kapal asing yang melalui perairan kita ini, disamping ketaatan kapal-kapal asing itu sendiri.
1988
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rendra Bagus Pratama
Abstrak :
ABSTRAK
Tesis ini membahas tentang perlindungan kawasan laut yang memiliki kriteria ekologi, sosio ekonomi dan kepentingan ilmiah yang rawan perusakan oleh kapal asing. Pelayaran internasional ternyata memiliki dampak buruk seperti polusi minyak dari aktifitas rutin seperti pencucian tangki, pembuangan kotoran, dan polusi udara. Lebih lanjut, keselamatan bernavigasi secara tidak langsung berpengaruh terhadap lingkungan laut karena kecelakaan kapal dapat mengakibatkan kebocoran minyak dan bila kandas dapat membentur terumbu karang . Konsep Particularly Sensitive Sea Area dipraktekan oleh sejumlah negara antara lain Australia dan Amerika Serikat melindungi kawasan laut sensitif nya. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah sustainable development dan teritorial jurisdiction yang merupakan alasan utama negara-negara menerapkan konsep tersebut. Konsep PSSA merupakan pelaksanan kewajiban United Convention Law of The Sea, 1982 UNCLOS , untuk mencapai tujuan United Nations Conventions on Biological Diversity, 1992 CBD dengan tindakan perlindungan berdasarkan hukum dan standar internasional seperti International Convention for the Prevention of Pollution from Ships, 1973/1978 MARPOL , Convention on the International Regulations for Preventing Collisions at Sea, 1972 COLREG dan International Convention for the Safety of Life at Sea, 1974 SOLAS melalui adopsi International Maritime Organization. Tujuan penelitian ini membahas ancaman lingkungan laut akibat pelayaran kapal asing, hukum internasional yang berkaitan dengan perlindungan laut dan upaya perlindungan kawasan laut sensitif. Jenis penelitian ini adalah penelitian hukum normatif. Hasil penelitian ini menyarankan Indonesia yang lingkungan laut sensitif nya terancam pelayaran internasional terus berupaya dalam pengajuan PSSA. PSSA merupakan re-adjustment kepentingan negara pantai melindungi lingkungan laut dan negara bendera kapal yang menginginkan terjaminnya freedom of navigation.
ABSTRACT
This thesis discusses the protection of Sensitive Sea areas that have ecological, socio economic and scientific criteria that are vulnerable damage caused by foreign ships. International shipping turns out to have adverse effects such as oil pollution from routine activities such as tank leaching, sewerage, and air pollution. Furthermore, the safety of navigating indirectly affects the marine environment due to ship accidents which can result in oil leakage and when aground can hit coral reefs. Particularly Sensitive Sea Area concept is practiced by a number of countries including Australia and the United States to protect their sensitive sea areas. The theory used in this research are sustainable development and territorial jurisdiction which are the main reason countries apply the concept. The concept is the implementation of United Convention Law of the Sea, 1982 UNCLOS obligation, to achieve the goals of United Nations Conventions on Biological Diversity, 1992 CBD with protection measures under international law and standards such as the International Convention for the Prevention of Pollution from Ships, 1973 1978 MARPOL , Convention on the International Regulations for Preventing Collisions at Sea, 1972 COLREG and International Convention for the Safety of Life at Sea, 1974 SOLAS through International Maritime Organization adoption. The objectives of this study addressed the threats of the marine environment due to international shipping, international law related to marine protection and the protection of sensitive areas. This type of research is normative legal research. The results of this study suggest that Indonesia 39 s sensitive marine environment under threat of international shipping continues to attempt in the submission of PSSA. The PSSA is a re adjustment of the coastal state 39 s interests protecting the marine environment and flag state rsquo s interest that wants guaranteed freedom of navigation.
2017
T48521
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Antony Putra Abraham
Abstrak :
ABSTRAK
Salah satu bentuk penegakan hukum tindak pidana perikanan adalah penenggelaman kapal asing. Pihak yang diberi kewenangan yaitu Penyidik Pegawai Negeri Sipil Perikanan, Penyidik Perwira Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut (TNI AL), dan/atau Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia. Sebagaimana tercantum di dalam Pasal 69 ayat (4) Undang-Undang Perikanan dapat dilakukan tindakan berupa pembakaran dan penenggelaman kapal asing dalam kondisi memaksa (forced major), seperti adanya perlawanan dari Nakhoda atau anak buah kapal (ABK) kapal asing yang dapat membahayakan keselamatan kapal pengawas perikanan. Dalam perkembangan selanjutnya, penenggelaman kapal yang semula bertujuan untuk memberikan efek jera dinilai kurang efektif karena proses peradilan selama ini hanya menjerat Nahkoda dan awak mesin kapal namun tidak menjerat pemilik kapal. Permasalahan lainnya yaitu pengawasan yang lemah serta proses hukum yang berlarut-larut. Selain itu, penerapan Pasal 69 ayat (4) dalam pelaksanaan di lapangan menimbulkan distorsi dan banyak kritik dari berbagai pihak karena terkait dengan ketentuan-ketentuan hukum internasional khususnya Konvensi PBB tentang hukum laut (UNCLOS 1982). Dengan demikian, isi dari Pasal 69 Ayat (4) Undang-Undang Perikanan yang mengatur ketentuan penenggelaman kapal asing dengan didasarkan bukti permulaan yang cukup ke depannya menjadi sulit untuk dilaksanakan. Tindakan penenggelaman kapal ikan berbendera asing yang dapat dipertanggungjawabkan secara hukum memerlukan uji materiil terhadap Pasal 69 ayat (4) Undang-Undang Perikanan
ABSTRAK
One form of criminal law enforcement in law of the sea is an act of sinking foreign vessels. Parties whom authorized to do that action are Civil Servant Investigators Fisheries, Investigators Navy officer, and / or Investigator of the Indonesian National Police. Until now, there is no other better way in handling vessels that allegedly used in the crime of fisheries. As stipulated in Article 69 paragraph (4) Indonesia Fisheries Act when in a state of forced major, such as the resistance of the captain or crew of foreign vessels that may endanger the safety of fishery patrol ship, then it could be the reason to burn and sink them. On further developments, sinking ship that was originally intended to provide a deterrent effect, considered less deterrent for the vessels owner. Legal sanction has been given to the captain and chief of engine room crew, but have not been able to ensnare the ship owner because proceedings for the perpetrators of illegal fishing has not ensnare vessel owner and is still constrained weak supervision and a dragged on legal process. In addition, the application of Article 69 paragraph (4) the implementation of a practice cause a lot of distortion and get criticism from various parties including countries that are victims of sinking as in the case of foreign vessel sinking associated with the provisions of international law, especially the UN Convention on the law sea (UNCLOS 1982). Thereby, the content of Article 69 Paragraph (4) Fisheries Act provisions governing foreign vessel sinking with sufficient evidence based on the future becomes difficult to implement. In order for sinking action of foreign fishing vessel could be accounted for by law then it required judicial review of Article 69 paragraph (4) of the Fisheries Act
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T42427
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amelia Rahmi Syaiful
Abstrak :
ABSTRAK
Zona ekonomi eksklusif merupakan wilayah dimana kegiatan penangkapan ikan dilakukan oleh negara lain dalam hal ini kapal asing. Zona ekonomi eksklusif rentan terhadap pelanggaran yang dilakukan oleh kapal asing, negara pantai seperti Australia, Indonesia dan Malaysia menerapkan tindakan khusus sebagai bagian dari penegakan hukum bagi para pelaku yang melanggar di wilayah mereka, sebab negara-negara pantai yang berdasar pada UNCLOS 1982. Pasal 73 UNCLOS 1982 terkait penegakkan hukum di negara pantai, aturan ini memberikan hak dan kewajiban negara untuk mengatur kebijakan di laut, menegaskan bahwa negara pantai dapat melaksanakan hak berdaulat untuk melakukan eksplorasi, eksploitasi, konservasi dan pengelolaan sumber kekayaan hayati di ZEE, melalui tindakan khusus berupa penenggelaman kapal berbendera asing yang diterapkan oleh Australia, Indonesia dan Malaysia dalam rangka penegakan hukum dan selaras dengan prinsip pembangunan berkelanjutan bahwa negara bertanggung jawab untuk menjamin aktivitas dalam yurisdiksi mereka atau pengawasan yang tidak merusak lingkungan negara lain. Walaupun demikian, ketiga negara tersebut memiliki perbedaan dalam segi praktek serta prosedur sebab ketiganya terikat kepada kedaulatan negara, oleh sebab itu peneliti ini mengangkat terkait praktek dan prosedur penenggelaman kapal berbendera asing yang melakukan pelanggaran di zona ekonomi eksklusif suatu negara pantai melalui pendekatan normatif dengan menganalisa dan mengkaji ketentuan hukum internasional dan hukum nasional di negara pantai.
ABSTRACT
Exclusive economic zone is a region where fishing activities carried out by other States in this regard foreign ships. Exclusive economic zone vulnerable to violations committed by foreign vessels, coastal States such as Australia, Indonesia and Malaysia implement special measures as part of law enforcement for the perpetrators who infringe on the territory them. Article 73 of law enforcement related to UNCLOS 1982 in coastal states, this rule provides the rights and obligations of the State to set policy at sea, asserts that coastal States can exercise the right of sovereign to do exploration, exploitation, conservation and management of the biological wealth of resources in the EEZ, through special measures in the form of a foreign flagged ship sinking applied by Australia, Indonesia and Malaysia in the course of law enforcement and in harmony with the principles of development sustainable that the country responsible for the guarantee activity in their jurisdiction or control do not damage the environment of other States. However, they have differences in terms of practice and procedure because they are tied to State sovereignty, therefore the researchers this raised related practices and procedures the sinking ship of foreign flagged infringing on the exclusive economic zone of a coastal State through a normative approach by analyzing and reviewing the provisions of international law and national law in the coastal States.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
T50286
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library