Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 20 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Roman, Murray
New York: McGraw-Hill, 1983
658.85 ROM t
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Dinda Fajria
Abstrak :
Tesis ini membahas tentang strategi manajemen (impression management) yang digunakan oleh Prabowo Subianto dalam masa kontestasi pemilihan umum Presiden pada tahun 2019 yang lalu. Konsep utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah penerapan strategi manajemen impresi oleh Prabowo Subianto dan tim dengan teori impression management oleh Jones and Pittman yang terdiri dari 5 kategori yaitu; ingratiation, self-promotion, exemplification, intimidation dan supplication. Penelitian ini adalah penelitian qualitative dengan teknik pengumpulan data dilakukan secara partisipasi langsung, observasi, analisis dokumen, dan wawancara dengan tim kampanye Prabowo Subianto dalam Pilpres 2019. Berdasarkan hasil pengelolahan data, ditemukan bahwa tim kampanye Prabowo Subianto dapat mengelola pesan dan kesan positif pada Prabowo. Strategi yang dilakukan tim kampanye lebih banyak mengamplifikasi impression asli seorang Prabowo Subianto. Sedangkan strategi impression management yang diterapkan di sosial media antara lain; Ingratiation, Self Promotion, dan Exemplification. Berdasarkan temuan-temuan ini, dapat disimpulkan bahwa strategi utama dalam pemenangan Prabowo Subianto dalam Pilpres 2019 adalah menonjolkan sosok dan karakter asli Prabowo tanpa memfokuskan pada impression management. ......This thesis discussed about the impression management used by Prabowo Subianto during the presidential election campaign in 2019. The main concept used in this study is the theory of impression management by Jones and Pittman which consists of 5 categories, namely; ingratiation, self-promotion, exemplification, intimidation and supplication. This research is a qualitative research and data collection techniques are carried out by observation, document analysis, and interviews with Prabowo Subianto's campaign team in the 2019 presidential election. Based on the results of data processing, it was found that Prabowo Subianto's campaign team was able to manage positive messages and impressions on Prabowo. The strategy used by the campaign team is to amplify the original impression of Prabowo Subianto. Meanwhile, the impression management strategies applied in social media include; Ingratiation, Self Promotion, and Exemplification. Based on these findings, it can be concluded that the main strategy in winning Prabowo Subianto in the 2019 presidential election is to highlight Prabowo's original figure and character without focusing on impression management.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dina Serly
Abstrak :
Pemilihan gubemur secara langsung yang telah dilakukan oleh Provinsi Lampung adalah wujud dari menjadikan Lampung sebagai model demokrasi, untuk itu calon gubemur bersalng untuk mendapatkan sebanyak mungkin pemilihnya dalam bentuk kampanye dan membentuk pencitlaan positif mengenai bagaimana sosok pemimpin yang diinginkan rakyat melalui gaya kepemimpinan yang dimiliki masing-masing calon sehingga mampu mempengaruhi keputusan memilih masyarakat, untuk memilih pemimpin terbaik bagi Provinsi Lampung. Untuk itu penelitian ini mencoba untuk menjawab apakah ada pengaruh kampanye politik dan gaya kepemimpinan terhadap keputusan memilih, apakah j uga ada pengaruh kampanye politik terhadap keputusan memilih dan apakah ada pengaruh gaya kepemimpinan terhadap keputusan memilih masyarakat pada pernilihan Gubernur Lampung 2008. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui lebih jauh pengaruh kesernuanya itu dengan keputusan memilih masyarakat. Steinberg (1981, h.12-20) merumuskan bahwa kampanye politik adalah sebuah usaha public relarions yang bertujuan untuk membujuk dan merangsang perhatian pemilih terdaftar, termasuk foating voters serta pendukung lawan, untuk memilih calon atau pasangan calon tertentu. Ada empat teknik kampanye, yakni door-to-door (pintu-ke-pintu), group discussion (kelompok diskusi), indirecl mass campaign (kampanye massa yang tidak langsung), dan direct mass campaign (kampanye massa yang langsung). Gaya kepemimpinan adalah suatu pola yang-konsisten yang kita tunjukkan dan diketahui oleh pihak lain ketika kita berusaha mempengaruhi kegiatan-kegiatan orang lain (Thoha, 2004, h.76). Penulis menggunakan tiga dimensi kepemimpinan William J Reddin yang menambahkan efektivitas dalarn modelnya yaitu ada gaya kepemimpinan yang efektif dan tidak efektii Gaya kepemimpinan yang efektif yaitu : Bureucrat, Developer, Benevolent Autocrat, dan Executive. Sedangkan gaya kepemimpinan yang tidak efektif yaitu:Deserter; Misionary, Autocrat, dan Compromiser. Penelitian ini memakai metode yang sifat explanatory reseafch,dengan pendekatan kuantitatit; menggunakan teknik statistik regresi linier- berganda (Mulnple Linear Regression) dari hasil uji F dan uji t ternyata acfa pengaruh secara bersamaan antara variabel kampanye politik (Xl) dan gaya kepernimpinan (X2) terhadap variabel keputusan rnemilih. (Y), ada pengaruh antara variabel kampanye politik (Xl) terhadap variabel keputiisan memilih (Y) dan terakhir ada pengaruh antara variabel gaya kepemimpinan (X2) terhadap variabel keputusan memilih (Y). ......Direct election of govenor which had been conducted in Lampung Province was a form of' making Lampung as a democracy model. For that reason, govenor candidates had to compete to get as many as potential electors in campaign and formed positive image about the leader wanted by society through their leadership style. The candidates hoped they could influence society voting decision to choose the best leader for Lampung Province. This research tries to answer whether there are influence of political campaign and leadership style simultaneously to society voting decision, influence of political campaign partially to society voting decision, and influence of leadership style partially to society voting decision, in 2008 Lampung Governor Election. Steinberg (1981, h.12-20) formulated political campaign as a public relation effort to persuade and stimulate attention of listed elector, including floating voters and also opponent supporter, to choose a certain candidate couple or a certain candidate. There are four campaign techniques, namely door-to-door, discussion group, indirect mass campaign, and direct mass campaign. Leadership style is a consistent pattern, which we exposed and known by other people, when we try to influence others activities (Thoha, 2004, h.76). Researcher uses three leadership dimensions by William J. Reddin. Reddin enhances effectiveness in its model by categorizing leadership style to effective leadership style and ineffective leadership style. Including in effective leadership style are Bureaucrat, Developer, Benevolent Autocrat, and Officer. While ineffective leadership style contains: Deserter, Missionary, Autocrat, and Compromiser. This research uses explanatory research with quantitative approach, using statistical technique of Multiple Linear Regression. The result of F test and t test shows that there are influence of political campaign (Xl) and leadership style (X2) simultaneously to society voting decision (Y), influence of political campaign (Xl) partially to society voting decision (Y), and influence of leadership style (X2) partially to society voting decision (Y), in 2008 Lampung Govemor Election.
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2009
T29428
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Rahmat Syahrir Romdlon
Abstrak :
ABSTRACT
Setiap kandidat dalam Pilkada DKI Jakarta 2017 melakukan kampanye untuk meningkatkan preferensi masyarakat kepada dirinya. Pesan kampanye yang dilakukan oleh kandidat hadir dalam bentuk pujian, serangan, dan pembelaan serta membahas topik kebijakan atau karakter kandidat. Studi tentang hubungan antara kampanye dan perilaku memilih telah banyak dilakukan di Indonesia, namun masih belum banyak yang membahas proses terjadinya hubungan tersebut. Studi ini berusaha menambah pemahaman di bidang ini. Untuk memperoleh pemahaman tersebut, studi ini mengambil kasus pemilih korban penggusuran yang terjadi di Bukit Duri mendekati masa kampanye Pilkada DKI Jakarta 2017, karena penggusuran merupakan salah satu topik serangan yang digunakan dalam kampanye. Teori Affective Intelligence digunakan untuk menjelaskan proses yang terjadi dalam hubungan antara kampanye dan perilaku memilih melalui peran emosi. Affective Intelligence menyatakan bahwa individu memiliki dua sistem, disposition system dan surveillance system, untuk menilai informasi disekitarnya dan mempertimbangkan untung rugi yang didapat. Disposition system menilai informasi berdasarkan predisposisi atau serangkaian keyakinan yang dimiliki individu. Penilaian ini ditandai dengan emosi antusias untuk hasil yang menguntungkan, dan emosi marah untuk hasil yang merugikan. Sementara surveillance system bekerja ketika informasi asing muncul dan tidak bisa dinilai berdasarkan predisposisi, yang ditandai dengan emosi gelisah atau takut. Hasil studi ini menunjukkan informan memiliki predisposisi yang terdiri dari; kecurigaan pada kampanye dan politik, kepercayaan pada program kerja terbukti dan karakter pemimpin ideal, dan pandangan akan hubungan agama dan politik. Informan menunjukkan emosi antusias pada pesan kampanye yang sesuai dengan predisposisi mereka, terutama pada kampanye memuji dari kandidat yang didukung. Sementara reaksi mencibir dan emosi marah ditujukan pada kampanye dari kandidat lawan dan kampanye menyerang. Emosi gelisah atau takut tidak ditunjukkan oleh informan, yang berarti surveillance system tidak menemukan adanya informasi asing. Emosi antusias juga ditunjukkan informan pada kandidat yang sesuai dengan predisposisinya, dan dilanjutkan dengan meningkatnya preferensi pada kandidat tersebut. Sementara emosi marah dan cibiran ditujukan pada kandidat yang tidak sesuai dengan predisposisinya, dilanjutkan dengan menghindari atau tidak memilih kandidat tersebut. Temuan ini membantu menjelaskan alasan kampanye ditemukan memiliki pengaruh tertentu pada perilaku memilih, serta alasan pemilih menentukan kandidatnya berdasarkan penilaian emosional.
ABSTRACT
Every candidate on DKI Jakarta 2017 Governor Election did campaign to increase voter rsquo s preferences toward them. Campaign messages that were made by candidate can occur on the form of acclaim, attack, defense and discuss about certain issue or candidate rsquo s character. The studies of relationship between campaign and voter rsquo s behavior has been widely practiced in Indonesia, but there are little discussion on the process of the relationship itself. This study seeks to increase our understanding in this field. To gain that insight, this study takes the case of voters from evicted Bukit Duri resident, because eviction is one of attack topics used in the campaign. Affective Intelligence Theory is used to describe the process that occur in the relationship between campaign and voting behavior through the role of emotion. Affective Intelligence states that individual has dual system, disposition system and surveillance system, to appraise informations around individual and consider profit and loss one might gain. Disposition system appraises information based on predisposition or a set of individual rsquo s beliefs. This appraisal is marked by enthusiastic emotions for profitable results and anger for potential loss. While surveillance system works when novel informations arise and cannot be appraised by predisposition, which is marked by anxiety or fear. The results of this study show that informant has a predisposition consisting of suspicion and disbelief on campaigns and politics, confidence in goverment policy which was proven and ideal leadership characters, and views of religious and political relationship. Informant showed enthusiasm on campaign messages that fit their predisposition, especially on acclaim messages by prefered candidates. While showing disdain and anger to campaign messages from opposing candidates and attack message. Anxiety and fear were not shown by informant, which means that surveillance system did not find any novel information. Enthusiasm also shown by informant on the candidates that fit their predisposition, and followed by increase of preference on the candidates. While anger and disdain were aimed at candidates who did not fit their predisposition, which followed by aversion. These findings help explain why campaign was found to have certain influence on voting behavior, as well as the reasons why voters sometimes determine candidate based on emotional assessment.
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Naibaho, Stevanus Cristofer Mordahai
Abstrak :
Keterlibatan selebritis dalam perpolitikan menjadi sebuah tren baru dalam perpolitikan Indonesia. Arzeti Bilbina yang sebelumnya seorang model dan selebriti mencalonkan diri sebagai Anggota Legislatif dari PKB pada Pemilu 2019, dan berhasil memenangkan satu kursi dari Daerah Pemilihan Jawa Timur I (Surabaya dan Sidoarjo). Keberhasilan Arzeti Bilbina tersebut berkaitan dengan kampanye poliik yang dilakukan dan pemanfaatan modal sosial untuk meraih suara masyarakat. Penelitian ini menggunakan teori Kampanye Politik dan konsep modal sosial. Metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif. Dengan metode kualitatif yang dilakukan secara induktif, maka penelitian bergerak dari data yang ada di lapangan terlebih dahulu kemudian memakai sejumlah studi literatur untuk memperkaya hasil temuan. Temuan dari penelitian ini menunjukkan bahwa teknik emotional appeal memiliki signifikansi dibandingkan teknik lain dalam Pemilihan Legislatif 2019. Tidak hanya itu, Pemanfaatan modal sosial seperti jaringan, norma sosial dan kepercayaan (trust) yang dimiliki Arzeti Bilbina membantu dalam meraih suara yang dibutuhkan. ......The involvement of celebrities in politics has become a new trend in Indonesian politics. Arzeti Bilbina, who was previously a model and celebrity, nominated herself as a Legislative Member from PKB in the 2019 elections, and managed to win one seat from the Electoral District of East Java I (Surabaya and Sidoarjo). The success of Arzeti Bilbina is related to the political campaigns being carried out and the use of social capital to gain people's votes. This study uses the theory of political campaigns and the concept of social capital. The research method used is qualitative. With a qualitative method that is carried out inductively, the research moves from existing data in the field first and then uses a number of literature studies to enrich the findings. The findings from this study show that the emotional appeal technique has significance compared to other techniques in the 2019 Legislative Elections. Not only that, the use of social capital such as networks, social norms and trust owned by Arzeti Bilbina helps in getting the votes needed
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wahyuni Pudjiastuti
Depok: Prenadamedia Group, 2017
324.9598 WAH k
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Wahyuni Pudjiastuti
Depok: Prenadamedia Group, 2017
324.959 8 WAH k
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Alexander Hridaya Bhakti
Abstrak :
ABSTRAK
Dinamika politik di Indonesia menjelang tahun politik 2019 mulai terasa sejak awal tahun 2018. Para aktor politik pun mulai menjalankan berbagai strategi politik untuk dapat meraih atau mempertahankan kekuasaannya. Salah satu gerakan yang muncul di awal tahun 2018 adalah kampanye #2019GantiPresiden yang kemudian menjadi perbincangan di kalangan politisi dan masyarakat. Media sebagai aktor politik pun tak tinggal diam dalam ikut berperan dan merespons dinamika politik tersebut. Begitu banyak faktor dan kepentingan yang membuat media akhirnya turut serta meramaikan kontestasi politik. Pemilik media menjadi salah satu faktor yang sangat memengaruhi, sebuah institusi media yang seharusnya independen justru memliki kecenderungan politik tertentu. Akibat dari kecenderungan politik sebuah institusi media, kemudian muncul sebuah istilah yang dikenal dengan keberpihakan media. Framing atau pembingkaian adalah cara media yang berpihak dalam mengkonstruksi suatu realitas dalam benak khalayak sesuai dengan yang diharapkan media. Massa yang terkena paparan pesan dari pembingkaian berita akhirnya menjadi terpolarisasi dalam kubu-kubu tertentu di tengah masyarakat.
ABSTRACT
The political dynamics in Indonesia ahead of the political year 2019 began in 2018. The political actors also began to carry out various political strategies in order to gain or maintain their power. One of movements appeared in early 2018 was #2019GantiPresiden that has become a topic among politicians and the public. The media is political players who does not remain silent in meetings and respond to the political dynamics. So many factors and interests that made the media finally participate in enlivening the political contestation. The owner of the media becomes one of the factors that influence a media contained. As a result of political tendencies, a media institution called partisan media. Framing is a way of partisan media in constructing reality in the minds of audiences as expected by the media. The masses affected by the message from the framing of the news eventually became polarized in several groups in the society.
2018
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Reno Maratur Munthe
Abstrak :
Berisiknya dengungan para buzzer politik dapat menurunkan kualitas ruang publik dan demokrasi apabila berlangsung berkepanjangan. Fabrikasi percakapan, perang tagar serta disinformasi yang diproduksi oleh para pendengung politik dapat menimbulkan distorsi di ruang publik, mengaburkan batas antara aspirasi publik yang otentik dengan aspirasi rekaan. Kehadiran UU ITE dan Peraturan KPU belum mengatur tentang buzzer politik. Pengaturan dalam UU ITE Pasal 45A ayat (1), dianggap belum mampu menjerat tindakan buzzer politik yang bekerja dalam media sosial. Pendekatan yang dilakukan yaitu dengan menggunakan metode analisis normatif baik dengan pendekatan perundang-undangan dan pendekatan analitis. Pelibatan buzzer politik di media sosial guna mendongkrak suara pada pemilihan umum sungguh tidak tepat. Yang terjadi adalah realitas semu, karena dukungan yang diciptakan adalah dukungan yang dimobilisir dan memanipulasi kesadaran publik. Perlu didorong pencerdasan publik, sehingga akan terbentuk koneksi publik yang saling mengontrol. Peran dari elemen-elemen seperti organisasi masyarakat, kelompok intelektual, dan masyarakat luas yang harus saling terhubung agar membangun jaringan pesan yang kuat untuk melawan buzzer politik. Diharapkan juga ada pengaturan secara legal buzzer politik tersebut bekerja untuk siapa, di bawah agency apa, apakah dia terdaftar di agency itu, didanai oleh siapa dia. Hal ini juga tentunya dengan syarat mereka bergerak dengan akuntabel dan transparan. ......The noise of political buzzers can degrade the quality of public space and democracy if it lasts a long time. The fabrication of conversations, hashtag wars and disinformation produced by political buzzers can create distortions in public spaces, blurring the line between authentic public aspirations and engineering aspirations. The presence of ITE Law and KPU Regulations has not regulated the political buzzer. The regulation in ITE Law Article 45A paragraph (1), is considered not able to ensnare the actions of political buzzers who work in social media. The approach is done by using normative analysis methods both with statutory approaches and analytical approaches. The involvement of political buzzers on social media to boost the vote in the general election is not appropriate. What happens is pseudo reality, because the support created is the support that mobilized and manipulated the public consciousness. It needs to be encouraged by the public, so that there will be a public connection that controls each other. The role of elements such as community organizations, intellectual groups, and the wider community must be interconnected in order to build a strong message network to counter political buzzers. It is also expected that there is a legal arrangement of the political buzzer working for whom, under what agency, whether he is registered with that agency, funded by who he is. It is also of course on the condition that they move accountable and transparent.
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>