Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ahmad Sirulhaq
Abstrak :
Sebagai fenomena politik global, kajian ujaran kebencian sudah banyak dieksplorasi oleh para peneliti terdahulu, tetapi sebagai fenomena kognitif yang terkait dengan ideologi, kajian ujaran kebencian masih sangat terbatas. Pada masa pemerintahan Presiden Joko Widodo, ekspresi ujaran kebencian kerap kali ditemukan, terutama yang disampaikan oleh para elite simbolik. Namun, di Indonesia, hampir tidak ada kajian yang menghubungkan ujaran-ujaran tersebut dengan ideologi kelompok politik tertentu. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk menemukan dimensi ideologis ujaran kebencian dalam wacana politik di Indonesia pada masa pemerintahan Presiden Joko Widodo. Data diambil dari ujaran kebencian yang diucapkan oleh enam elite simbolik di Indonesia, yang dipadukan dengan data konteks sosial-politik ujaran tersebut. Dengan menggunakan pendekatan kajian wacana kritis (KWK) sosiokognitif model van Dijk, penelitian ini memperlihatkan bahwa ujaran-ujaran kebencian yang diekspresikan oleh elite-elite simbolik mengandung proposisi makro yang berhubungan dengan model konteks politik dalam wacana politik di Indonesia. Di samping itu, proposisi-proposisi ideologis tersebut memiliki basis kognitif dalam representasi sosial masyarakat indonesia, yang muncul ke permukaan karena didorong oleh faktor politik. Hal ini membentuk model-mental situasi politik Indonesia, terutama terkait dengan polarisasi kelompok prooposisi dan propemerintah, termasuk aktor, aksi, dan relasi di dalamnya. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pada masa pemerintahan Presiden Joko Widodo ujaran kebencian dalam wacana politik di Indonesia memperlihatkan adanya relasi antara struktur dan makna ujaran kebencian dengan kognisi sosial-politik di Indonesia yang mengarah pada polarisasi berdasarkan dimensi ideologis yang direproduksi oleh kelompok Kami dan Mereka. Secara teoretis, penelitian ini merupakan terobosan baru terkait dengan cara memahami sikap kelompok berdasarkan keberpihakan politik (propemerintah dan prooposisi) yang tidak disinggung dalam teori ideologi van Dijk. Sumbangan teoretis lain yang dapat diberikan penelitian ini adalah kontribusi pada pengembangan disiplin ilmu linguistik forensik, terutama terkait dengan konsep ujaran kebencian dan bagaimana ujaran kebencian tersebut harus ditafsirkan dengan pendekatan sosiokognitif. Hal ini bersandar pada konsep bahwa ujaran kebencian adalah fenomena ideologis, sementara ideologi adalah parameter kognitif yang paling signifikan yang mengontrol sikap dan tindakan aktor dalam suatu kelompok. Selebihnya, penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi berharga untuk memahami situasi politik di Indonesia belakangan ini dalam upaya untuk terus mengasah sikap kritis dan mendorong adanya sistem yang mendasar untuk melakukan perubahan sosial. ......As a global political phenomenon, the study of hate speech has been widely explored by previous researchers, but as a cognitive phenomenon related to ideology, the study of hate speech is still very limited. During President Joko Widodo's administration, expressions of hate speech were often found, especially those conveyed by symbolic elites. However, in Indonesia, there are almost no studies that link these utterances to the ideology of certain political groups. Therefore, this research aims to discover the ideological dimensions of hate speech in political discourse in Indonesia during the administration of President Joko Widodo. Data was taken from hate speech uttered by six symbolic elites in Indonesia, which was combined with data on the socio-political context of the speech. By using the van Dijk model of the sociocognitive critical discourse study (CDA) approach, this research shows that hate speech expressed by symbolic elites contains macro propositions related to the political context model in political discourse in Indonesia. Apart from that, these ideological propositions have a cognitive basis in the social representation of Indonesian society, which emerges to the surface because political factors drive it. This forms a mental model of the Indonesian political situation, especially related to the polarization of pro-opposition and pro-government groups, including actors, actions and relations within them. Thus, it can be concluded that during the administration of President Joko Widodo, hate speech in political discourse in Indonesia showed a relationship between the structure and meaning of hate speech and socio-political cognition in Indonesia, leading to polarization based on the ideological dimensions reproduced by the group of We and They. Theoretically, this research is a new breakthrough regarding how to understand group attitudes based on political alignments (pro-government and pro-opposition), which are not mentioned in van Dijk's ideological theory. Another theoretical contribution that this research can make is a contribution to the development of the discipline of forensic linguistics, especially related to the concept of hate speech and how hate speech should be interpreted using a sociocognitive approach. This relies on the concept that hate speech is an ideological phenomenon, while ideology is the most significant cognitive parameter that controls the attitudes and actions of actors in a group. Furthermore, it is hoped that this research can provide a valuable contribution to understanding the recent political situation in Indonesia in an effort to continue to hone critical attitudes and encourage the existence of a fundamental system for carrying out social change.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2024
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maimunah
Abstrak :
Penelitian bertujuan mengungkap prinsip-prinsip kesetaraan gender yang diwacanakan dalam berita-berita mengenai rencana tes keperawanan di Indonesia yang muncul di The Jakarta Post versi online. Dalam penelitian ini, ancangan penelitian yang digunakan mengacu pada teori Analisis Wacana Kritis (AWK) yang dikembangkan oleh Norman Fairclough (1993), yang menjelaskan keterkaitan antara wacana dengan konteks sosial. Untuk dapat menemukan prinsip-prinsip kesetaraangender, penelitian ini menggunakan perangkat undang-undang yang berlaku di Indonesia. Hasil penelitian ini membuktikan bahwa dalam berita dengan tema yang sama, The Jakarta Post versi online menunjukkan penolakan terhadap rencana tes keperawanan karena melanggar prinsip kesetaraan gender. Prinsip-prinsip kesetaraan gender yang diungkapkan oleh The Jakarta Post dalam berita yang muncul tahun 2007, 2010, dan 2013 menunjukkan kesesuaian dengan sejumlah prinsip kesetaraan gender yang ditemukan dalam undang-undang.
The objective of this paper is to analyze the discourse of basic principles of gender equality in news of plans to conduct virginity tests in Indonesia as reported in The Jakarta Post (online version). In this study, the theory of Critical Discourse Analysis developed by Norman Fairclough (1993), which describes the relationship between discourse and its social context, is be applied as core theory. In order to identify these principles of gender equality, this study draws on existing national laws regarding gender equality. The results of this study reveal that The Jakarta Post (online version) rejects the use of virginity tests on the grounds these would violate principles of gender equality. The principles of gender equality expressed by The Jakarta Post in news articles appearing in 2007, 2010, and 2013 are consistent with principles of gender equality contained in national laws regarding basic principles of equality.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2014
T42179
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Heidyanne Rahajeng Kaeni
Abstrak :
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis nilai-nilai moral yang terungkap dalam cerita rakyat Betawi pada buku teks “Pendidikan Lingkungan Budaya Jakarta (PLBJ)” untuk siswa SD. Ancangan penelitian ini didasarkan pada teori Analisis Wacana Kritis Van Dijk (2008; 2009) yang menggunakan pendekatan sosiokognitif untuk menunjukkan kesesuaian atau pertentangan pemahaman wacana dengan konteks sosial. Beberapa teori lain seperti teori Alwi, et. al. (2003) tentang pemerian kalimat dalam tata bahasa baku Bahasa Indonesia serta teori proposisi makro dan skema naratif Van Dijk (1980) juga diterapkan untuk mengalisis struktur teks. Sementara itu, kesesuaian atau pertentangan pemahaman wacana dengan kesepakatan sosial atas nilai-nilai moral diuji dengan menggunakan prinsip moral dasar Magnis-Suseno (1987). Hasil penelitian memperlihatkan bahwa pembaca diarahkan untuk memahami tindakan-tindakan dalam teks sebagai tindakan yang bernilai positif. Namun, temuan menunjukkan bahwa tindakan tokoh-tokoh dalam teks cenderung digambarkan dengan kata-kata berkonotasi negatif dan beberapa teks cenderung menggunakan kekerasan atau perkelahian sebagai konsekuensi atas tindakan tertentu. Dari temuan yang diperoleh, terlihat bahwa tindakan tokoh-tokoh yang terungkap dari teks cerita rakyat Betawi dalam buku PLBJ untuk siswa SD melanggar nilai-nilai moral yang menjadi kesepakatan sosial.
ABSTRACT
The objective of this paper is to analyze the moral values of Betawi folktales in “Pendidikan Lingkungan Budaya Jakarta (PLBJ)” textbook for elementary students. This study employs Van Dijk’s Critical Discourse Analysis (2008; 2009) as the core theory which applied sosiocognitive approach to explain how comprehension of the discourse and social context corresponds or contradicts each other. In addition, other theories such as sentence division in Bahasa Indonesia grammar by Alwi, et. al. (2003) and macroproposition as well as narrative schema by Van Dijk (1980) are applied to analyze the text structures while basic moral principles by Magnis-Suseno (1987) is used to examine the moral values of the stories. The results demonstrate that character behaviours in the stories can be viewed as examples with positive values by readers. Meanwhile, those behaviours are likely described using words with negative connotation and some texts tend to utilize violence as consequences to certain behaviours. These findings suggest that the behaviours in Betawi folktales in “Pendidikan Lingkungan Budaya Jakarta” textbook for elementary students fail to comply with basic moral principles thus cannot be consented by society.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2014
T39069
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library