Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Partogi, Alexander Samuel
Abstrak :
Latar belakang: Blok paravertebral torakal merupakan salah satu modalitas dalam tatalaksana nyeri operasi daerah torakal. Terdapat beberapa pilihan teknik salah satunya teknik loss of resitance dan metode jumlah tempat penyuntikan. Penyebaran zat anestetik lokal pada blok paravertebral torakal masih merupakan kontroversi. Metode: 14 kadaver segar yang menjalani pemeriksaan dalam di kamar jenazah, akan dipisahkan menjadi 2 kelompok penyuntikan. 7 kadaver dalam kelompok pertama akan mendapatkan penyuntikan zat pewarna metilen biru 1% 20mL blok paravertebral teknik loss of resistance 1 titik pada segmen T4. 7 kadaver dalam kelompok kedua akan mendapatkan penyuntikan zat pewarna metilen biru 1% masing-masing 10 mL blok paravertebral teknik loss of resistance pada 2 titik segmen T2 dan T5. Dinilai penyebaran zat pewarna pada segmen paravertebral ke arah kranial dan kaudal, interkostal, dan pada ruang pleura. Hasil : Dijumpai zat pewarna metilen biru terpapar di ruang paravertebral pada semua kadaver. Pada kelompok 1 titik penyuntikan didapatkan median total segmen paravertebral yang terpapar zat pewarna metilen biru 1 % adalah 3 segmen (2-5 segmen) berbeda secara statistik bila dibandingkan kelompok 2 titik penyuntikan yaitu 5 segmen (4-5 segmen) (p=0,004). Didapatkan bahwa pada kelompok penyuntikan 1 titik median jumlah segmen interkostal yang terpapar zat pewarna metilen biru adalah 2 segmen (1-2 segmen) yang tidak berbeda secara signifikan dengan kelompok penyuntikan 2 titik yaitu 2 segmen (1-2 segmen) (p=0,591). Pada pemeriksaan dalam tidak didapatkan zat pewarna metilen biru (0%) di rongga pleura pada semua subjek kadaver. Kesimpulan: Blok paravertebral teknik loss of resistance 2 titik penyuntikan dan 1 titik penyuntikan memberikan angka keberhasilan yang baik (100%). Blok paravertebral torakal teknik loss of resistance pada kadaver dengan dua titik penyuntikan memberikan pemaparan zat pewarna metilen biru pada segmen paravertebral yang lebih luas dibandingkan dengan satu titik penyuntikan dan tidak berbeda dengan penyebaran interkostal. ......Background: Thoracic paravertebral block is one of modality in pain management for thoracic surgery area. There are several techniques such as the loss of resistance techniques and the total injection site. The spread of the local anesthetic agent on thoracic paravertebral block is still a controversy. Methods: 14 fresh cadavers underwent examination at the mortuary, had been separated into two groups. 7 cadavers in the first group had received single injection of paravertebral block with loss of resistance technique using 20 ml methylene blue dye 1% at T4. 7 cadavers in the second group will get a dual injection paravertebral block with loss of resistance technique using methylene blue 1% 10 mL for each injection at T2 and T5. The spread of dye then were evaluated during dissection of cadaver at the cranial and caudal from injection site in paravertebral space , at intercostal and pleural space. Results: Methylene blue dye was present in paravertebral space at all cadavers. Methylene blue dye was found spreading across median total 5 paravertebral segments (range, 4–5) in dual injection group, statistically different with single injection group (median 3 segments , range, 2-5 segments ,p= 0.004). Methylene blue dye was also found spreading in median 2 intercostal segments (range 1-2 segments) in dual injection group, not significantly different from single injection group (median 2 segments, range 1-2 segments, p = 0.591). In both group, there were no spreading of methylene blue dye found in pleural space. Conclusion: Dual injection sites and single injection site of paravertebral block with loss of resistance technique on cadaver had shown good successful rate. Dual injection site thoracic paravertebral block with loss of resistance technique showed a statistically significant better spread of methylene blue dye at the paravertebral segments than the single point injection site thoracic paravertebral block in cadaver with no difference in intercostal spreading.
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2012
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eric Prawiro
Abstrak :
Latar Belakang: Blok psoas merupakan salah satu teknik anestesia untuk operasi ekstremitas bawah. Teknik blok psoas membutuhkan alat stimulator saraf atau USG untuk memfasilitasi prosedur blok tersebut. Belum semua rumah sakit atau instansi kesehatan memiliki alat tersebut. Blok paravertebral lumbal dapat dijadikan alternatif dari blok psoas karena dapat dilakukan dengan teknik blind. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui penyebaran zat pewarna metilen biru 1% pada injeksi 1 titik di ruang paravertebral lumbal 4. Metode: Penelitian ini dilakukan pada 16 kadaver di kamar mayat bagian forensik RSUPN-CM. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dan sampel adalah kadaver segar yang memenuhi kriteria penerimaan dan tidak terkena kriteria penolakan atau pengeluaran. Penelitian dilakukan dengan menginjeksikan 30 ml zat pewarna metilen biru 1% di ruang paravertebral lumbal 4 menggunakan jarum blok pada posisi miring ke kanan. Kadaver kemudian dikembalikan ke posisi terlentang dan penyebaran zat pewarna didokumentasikan setelah otot psoas diinsisi. Analisis hasil penelitian menggunakan statistik deskriptif. Hasil: Kadaver yang diikutsertakan dalam penelitian ini adalah kadaver segar, tidak diawetkan, tinggi badan ≥ 150 cm, IMT ≤ 30 kg/m2, dan tidak dikenal. Kriteria pengeluaran adalah kadaver dengan kelainan skoliosis torakolumbal, jejas di area punggung dan pinggang, kasus kriminal, dan intoksikasi. Tidak ada kadaver yang dikeluarkan dalam penelitian ini. Penyebaran tertinggi ke arah sefalad mencapai lumbal 1 (6,25%) dengan rata-rata terbanyak pada lumbal 3 (50%). Penyebaran terendah ke arah kaudad mencapai sakral 2 (12,5%) dengan rata-rata terbanyak pada lumbal 5. Penyebaran ke arah kontralateral sebanyak 18,75%. Penyebaran paling sedikit pada 2 segmen (6,25%), paling banyak pada 5 segmen (12,5%), dan rata-rata terbanyak pada 4 segmen (43,75%). Ruang paravertebral lumbal 4 merupakan tempat utama penyebaran (100%), diikuti dengan segmen lumbal 3 (87,5%) dan lumbal 5 (87,5%). Kesimpulan: Injeksi 1 titik 30 ml zat pewarna metilen biru 1% pada blok paravertebral lumbal 4 dapat mencapai area pleksus lumbalis yang diinervasi oleh persarafan lumbal 2-4. Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk mengetahui volume dan lokasi injeksi yang optimal dan aman untuk menghasilkan penyebaran yang lebih baik pada persarafan pleksus lumbalis. ......Background: Psoas block is one of the anesthesia techniques for lower limb surgery. Psoas block technique requires nerve stimulator or ultrasound to facilitate the procedure. Not all hospitals or health agencies have the tools. Lumbar paravertebral block can be used as an alternative to the psoas block because it can be done with a blind technique. This study was conducted to determine the spread of methylene blue dye injection 1% at one point in the fourth lumbar paravertebral space. Method: The study was conducted on 16 cadavers in the morgue forensic section RSUPN-CM. This study was an experimental study and the sample is fresh cadavers that meets acceptance criteria and not exposed to rejection or removal criteria. The study was conducted by injecting 30 ml of methylene blue dye 1% in the fourth lumbar paravertebral blocks using needle tilting to the right position. Cadaver then returned to the supine position and the spread of dye documented after psoas muscle incision. Analysis of the results of research using descriptive statistics. Results: Cadaver were included in this study were fresh cadaver, uncured, ≥ 150 cm height, BMI ≤ 30 kg/m2, and unknown cadaver. Exclusion criteria is cadaver with thoracolumbar scoliosis disorder, injury in the back and waist area, criminal cases, and intoxication. No cadaver that was removed in this study. The highest cephalad spread achieving 1st lumbar (6.25%) with the highest average in the 3rd lumbar (50%). The lowest caudad spread achieving 2nd sacral (12.5%) with the highest average in the 5th lumbar. Spread to the contralateral as much as 18.75%. The least spread is 2 segments (6.25%), the most spread is 5 segments (12.5%), and the highest average is 4 segments (43.75%). 4th lumbar paravertebral space is a prime spot spread (100%), followed by 3rd lumbar segment (87.5%) and the 5th lumbar(87.5%). Conclusion: Injection of 1 point 30 ml of methylene blue dye 1% at the 4th lumbar paravertebral block can reach the lumbar plexus area innervated by 2nd-4th lumbar innervation. Further research is needed to determine the volume and location of the optimal and safe injection to produce a better spread of the lumbar plexus innervation.
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dina Rahmatika Chania
Abstrak :
ABSTRAK
Formalin merupakan pengawet utama kadaver karena kemampuan pengawetan dan disinfektannya. Namun, sifatnya yang mudah menguap dan karsinogenik menyebabkan efek samping berbahaya yang dapat membahayakan nyawa dalam jangka panjang. Untuk itu, dibutuhkan larutan pengawet baru pengganti formalin. Studi eksperimental ini bertujuan untuk menganalisis hasil pengawetan dua jenis larutan bebas formalin (CaCl2 dan gliserin) pada otot rangka (musculus gastrocnemius) tikus Sprague-Dawley dibandingkan dengan larutan kontrol berformalin. Pengamatan dilakukan dengan melihat struktur makroskopik berupa konsistensi dan keberadaan jamur, dan struktur mikroskopik berupa persentase nekrosis dan abnormalitas struktur jaringan dalam sepuluh lapang pandang besar. Pengamatan strktur makroskopik dilakukan setiap bulan pada 6 bulan pertama dan setelah satu tahun. Pengamatan mikroskopik dilakukan pada jaringan yang diwarnai Hematoksilin-Eosin. Pengamatan struktur makroskopik menunjukkan bahwa pengawetan dengan 15% dan 20% CaCl2 kurang baik karena ketidakmampuannya untuk mempertahankan konsistensi jaringan otot, sehingga pengamatan struktur mikroskopik tidak bisa dilakukan. Pada pengawetan dengan larutan kontrol (larutan pengawet standar) dan larutan gliserin, konsistensi jaringan lebih baik, sehingga pengamatan struktur mikroskopik dapat dilakukan. Jamur ditemukan pada permukaan larutan pengawet (tidak ditemukan pada jaringan) terutama larutan CaCl2, tetapi tidak didapatkan pada larutan kontrol dan gliserin. Pengamatan struktur mikroskopik menunjukan bahwa gliserin dapat mempertahankan struktur jaringan otot. Studi ini menunjukan bahwa CaCl2 memiliki efek pengawetan yang kurang baik dibandingkan larutan kontrol berformalin, sedangkan larutan gliserin memiliki efek pengawetan sebanding dengan larutan kontrol berformalin.
ABSTRACT
Formalin has become a choice of cadaver preservative due to its preservation and disinfectant properties. However, its volatile and carcinogenic property are life threatening in long run. Therefore, new preservative technique is needed to replace formalin. This experimental study aimed to analyse the preservative effects of two formalin-free solutions (CaCl2 and glycerine) on gastrocnemius muscle of Sprague-Dawley rats. Observation was conducted by examining macroscopic structure, as in consistency and existence of fungi, and microscopic structure, as in percentage of necrotic and damaged tissue structure in ten large microscopic fields. Macroscopic structure observation was conducted every month in the first six month and after one year. Microscopic examination was conducted on tissues stained with Hematoxillin-Eosin. Macroscopic observation showed ineffective preservating ability of 15% and 20% CaCl2 due to its inability to preserve tissue consistency, therefore microscopic observation could not be conducted. Consistency of tissues were better in those preserved in control (standard preservative solution) and glycerine, allowing the proceeding microscopic observation. Fungal growth was noted and it was found to grow on the surface of solution instead of within the tissue, with more extensive fungal growth was found on CaCl2 groups compared to control and glycerine groups. Microscopic observation showed the ability of glycerine in maintaining tissue structures of skeletal muscle. This study also showed that CaCl2 has lessened efficacy compared to glycerinated solution, and the preservative ability of glycerine solution is comparable to formalin.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
S70447
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Benedictus Krisna
Abstrak :
ABSTRAK
Jenazah untuk pendidikan anatomi kedokteran (kadaver) umumnya diawetkan dengan formalin untuk mencegah proses pembusukan selama rentang waktu penggunaannya. Namun, karena formalin merupakan pengawet yang poten, tanpa netralisasi, setelah dikebumikan, kadaver akan sulit diuraikan sehingga berpotensi menjadi polutan. Larutan amonium karbonat telah diketahui dapat menetralkan larutan formalin, tetapi belum pernah dilaporkan apakah amonium karbonat dapat digunakan untuk menetralkan formalin dalam tubuh kadaver sehingga jasad dapat mengalami dekomposisi sempurna. Oleh karena itu, dilakukan percobaan dengan hewan coba mencit (Mus musculus) untuk mengetahui apakah berbagai organ mencit berformalin dapat dinetralkan dengan amonium karbonat dan mengalami dekomposisi setara dengan organ-organ mencit tanpa formalin. Pada penelitian eksperimental ini mencit (n=18) dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu tidak diawetkan (tanpa formalin; n=6), diawetkan dengan formalin (konsentrasi awal 10%, konsentrasi lanjut 4%; n=6), dan diawetkan formalin lalu dinetralkan dengan amonium karbonat (konsentrasi 25%; n=6). Agar menyerupai proses pemakaman pada manusia, sebelum dikebumikan mencit beserta organnya dimandikan dengan air dan dibungkus kain kafan. Pengamatan proses dekomposisi, yaitu skor tahapan dekomposisi dan persentase penurunan berat organ (usus, hati, otot, jantung, paru, dan otak) dilakukan setiap minggu. Dari total enam minggu pengamatan, diketahui bahwa skor tahapan dekomposisi dan persentase penurunan berat organ-organ mencit kelompok amonium karbonat lebih besar dari kelompok formalin, tetapi lebih kecil dari kelompok tanpa formalin. Disimpulkan bahwa penetralan berbagai organ mencit berformalin dengan 25% amonium karbonat mampu meningkatkan proses dekomposisi organ-organ tersebut, walaupun belum setara dengan jasad mencit tanpa formalin (tanpa diawetkan).
ABSTRACT
Corpse for medical anatomy education (cadaver) is generally preserved by formalin to prevent the decay process during the period of its use. However, because formalin is a potent preservative, without neutralization, after being buried, cadavers will be difficult to decompose and potentially become pollutants. Ammoniumcarbonate solutions have been known to neutralize formalin solutions, but it has never beenreported whether ammoniumcarbonate can be used to neutralize formalin in cadaveric bodies so that the body can experience perfect decomposition. Therefore, experiments with mice (Mus musculus) were conducted to determine whether the organ of formalin mice can be neutralized with ammoniumcarbonate and experience decomposition equivalent to the organs of mice without formalin. In this experimental study mice (n = 18) were divided into three groups, namely not preserved (without formalin n = 6), preserved with formalin (initial concentration 10%, following concentration 4%; n = 6), and preserved formalin then neutralized with ammoniumcarbonate (25% concentration; n = 6). In order to resemble the process of funeral in humans, before being buried miceswith their organs are bathed with water and wrapped in kafan cloth. Observation of the decomposition process, which is decomposition stage score and weight loss percentageof organs(intestine, liver, muscle, heart, lung, and brain) is carried out every week. From a total of six weeks ofobservation, it was found that the decomposition stage scores and the weight losspercentage of the ammoniumcarbonate group were greater than the formalin group, but smaller than the formalin-free group. It was concluded that neutralizing the organs of formalin mice with 25% ammoniumcarbonate was able to improve the decomposition process of those organs, although not equivalent to the organsof mice without formalin (without preserving).
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library