Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 5 dokumen yang sesuai dengan query
cover
"Telah dilakukan penelitian mengenai pengaruh konsentrasi Medium Jus
Daging Daun Lidah Buaya (JDDLB) terhadap kerapatan sel dan kadar
protein mikroalga Chlorella di Ruang Kultur Alga Laboratorium Taksonomi
Tumbuhan Departemen Biologi FMIPA UI selama 7 hari. Penelitian bersifat
eksperimental menggunakan rancangan acak lengkap yang terdiri dari 3
perlakuan dengan 3 ulangan, yaitu konsentrasi Medium JDDLB 15%,
MJDDLB 25%, dan MJDDLB 35%. Penghitungan rerata kerapatan sel
menunjukkan bahwa seluruh perlakuan mengalami peningkatan kerapatan
sel dan mencapai puncak pada waktu yang tidak sama, berkisar pada hari
ke-4 dan ke-6. Uji Kruskal-Wallis terhadap data rerata kerapatan sel
menunjukkan bahwa tidak terdapat pengaruh konsentrasi medium terhadap
kerapatan sel Chlorella. Penghitungan kadar protein menunjukkan bahwa
seluruh perlakuan mengalami peningkatan kadar protein. Peningkatan
tertinggi terjadi pada hari ke-4 pengukuran. Uji Kruskal-Wallis terhadap data
rerata kadar protein menunjukkan bahwa tidak terdapat pengaruh
konsentrasi medium terhadap kadar protein Chlorella."
Universitas Indonesia, 2009
S31555
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adre Mayza
"Merokok merupakan masalah kesehatan masyarakat di dunia, menurut World Health Organization (WHO 1988), kebiasaan merokok cenderung meningkat akhir-akhiir ini yaitu 50% pada laki-laki dan 8% pada wanita. Rokok adalah faktor risiko dari strok yang dapat dicegah (klasifikasi serebro vascular diasease III 1990), akan tetapi mekanisme rokok sebagai penyebab strok masih kontroversi. Barigarımenteria (1993) pada penelitianya menganggap rokok sebagai faktor risiko strok yang dapat menurunkan kadar protein S. Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh rokok terhadap penurunan kadar protein S pada strok iskemik fase akut. Penelitian dilakukan di Bagian Penyakit Saraf RSUPN-CM sejak bulan Mei 1996 sampai dengan Februari 1997 dengan disain kanıs kontrol pada 45 penderita strok iskemik akut perokok dan 45 penderita strok iskemik akut non perokok yang memenuhi kriteria inklusi. Semua penderita Paki-laki dengan rentang usia seluruh penderita 40 74 tahun. Pemeriksaan protein S dilakukan pada fase akut selambat-lambatnya hari keenam setelah serangan, menggunakan metode koagulometrik. Nilai standard protein 3 untuk orang Indonesia 76% 121,2%. Penilaian hasil aktifitas kadar protein S menurun bila nilai kurang dari 76%. Rerata usia pada kasus 57,2 ± 7,5, tahun dan rerata usia kontrol 56,9 ± 7,9 tidak terdapat perbedaan yang bermakna antara usia kasus dan kontrol (p=0,421). Rerata lama merokok 15,6 ± 8 talaan, 71% (32 orang) merokok lebih dari 10 tahun dan 28,8% (13 orang), merokok kurang dari 10 tahun, didapatkan perbedaan yang bermakna penurunan aktifitas protein S antara kasus dan kontrol (X 11,37, p- 0,0018; Ratio Odds 11,2). Rerata jumlah rokok yang dikonnanai perhari 15 ± 8 batang perhari, 35,5% (16 orang) merokok lebih dari 20 batang perhari, 64,4% (29 orang) merokok kurang dari 20 batang perhari (X²-4,45; p 0,0349, Ratio Odds-7,89). Semua penderita perokok kretek, 26,78% (12 orang) perokok kretek filter dan 73,3% (33 orang) perokok kretek non filter. Tidak didapatkan perbedaan bermakna perokok kretek filter dan non kretek filter (X=0,72; p = 0,403). Didapatkan penurunan aktifitas kadar protein S yang bermakna pada kasus dibanding dengan kontrol (Ratio Odds 14,3). Rata-rata aktifitas kadar protein S pada kasus 50,6% dan rata-rata pada kontrol 85,5%, terlihat perbedaan yang bermakna dengan uji t-test 7,5; p 0,0001. Tujub puluh lima persentil aktifitas kadar protein S menurun dibawah nilai standard normal pada kasus dan hanya lima belas persentil pada kontrol. Lama merokok dan jumlah rokok yang dikonsumsi setiap hari mempunyai pengaruh yang bermakna terhadap penurunan aktifitas kadar protein S (t-test-4,25; p- 0,0001; 95% CI 15,5-45,7) dan (t-test = 2,65; p=0,011; 95% CT 4,1-30,2.

Smoking is a public health problem in the world, according to the World Health Organization (WHO 1988), smoking habits tend to increase recently, namely 50% in men and 8% in women. Cigarettes are a risk factor for preventable stroke (cerebro vascular disease classification III 1990), however the mechanism of smoking as a cause of stroke is still controversial. Barigarımenteria (1993) in his research considered smoking as a risk factor for stroke which can reduce protein S levels. This study aims to see the effect of smoking on reducing protein S levels in the acute phase of ischemic stroke. The research was conducted in the Neurological Diseases Department of RSUPN-CM from May 1996 to February 1997 with a control design on 45 acute ischemic stroke sufferers who were smokers and 45 sufferers of acute ischemic stroke who were non-smokers who met the inclusion criteria. All Paki sufferers were male with an age range of 40 to 74 years. Protein S examination is carried out in the acute phase no later than the sixth day after the attack, using the coagulometric method. The standard value of protein 3 for Indonesians is 76% 121.2%. Assessment of activity results means S protein levels decrease if the value is less than 76%. The mean age of cases was 57.2 ± 7.5 years and the mean age of controls was 56.9 ± 7.9. There was no significant difference between the ages of cases and controls (p=0.421). The average number of cigarettes consumed per day was 15 ± 8 cigarettes per day, 35.5% (16 people) smoked more than 20 cigarettes per day, 64.4% (29 people) smoked less than 20 cigarettes per day (X²-4.45; p 0.0349, Odds Ratio-7.89). All sufferers were kretek smokers, 26.78% (12 people) were filter kretek smokers and 73.3% (33 people) were non-filter kretek smokers. There was no significant difference between filtered kretek and non-filtered kretek smokers (X=0.72; p = 0.403). There was a significant decrease in the activity of protein S levels in cases compared to controls (Odds Ratio 14.3). The average activity level of protein S in cases was 50.6% and the average in controls was 85.5%, showing a significant difference using the t-test of 7.5; p 0.0001. Seventy-fifth percentile activity levels of protein S decreased below normal standard values ​​in cases and only fifteen percentiles in controls. Length of smoking and the number of cigarettes consumed each day had a significant influence on reducing the activity of protein S levels (t-test-4.25; p-0.0001; 95% CI 15.5-45.7) and (t-test = 2.65; p=0.011; 95% CT 4.1-30.2."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1997
T-pdf
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Hendra Samanta
"Latar Belakang. Cedera kepala merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang serius yang dapat menyebabkan kematian, kecacatan fisik dan kecacatan mental. Cedera kepala dapat menyebabkan sel astrosit rusak sehingga mengeluarkan protein S 100B yang dapat dideteksi didalam darah perifer, sehingga dapat dipakai untuk memprediksi tingkat keparahan cedera kepala yang terjadi. Penelitian ini bertujuan untuk mencari hubungan antara kadar protein S 100B dengan tingkat keparahan cedera kepala.
Metode. Desain penelitian adalah potong lintang untuk mengetahui kadar protein S 100B pada pasien cedera kepala akut onset kurang dari 24 jam. Subyek penelitian sejumlah 85 pasien yang datang berobat ke Instalasi Gawat Darurat RSCM sejak bulan maret ? juni 2015. Dilakukan penilaian GCS, lamanya tidak sadarkan diri, lamanya amnesia pasca trauma dengan bantuan alat TOAG, pemeriksaan CT Scan dan pemeriksaan serum protein S 100B.
Hasil. Didapatkan kadar rerata protein S 100B serum 0,77 μg/L, rerata durasi amnesia 21,22 jam, rerata nilai GCS 13. Terdapat perbedaan kadar protein S 100B pada CKR (rerata 0,4175) dibandingkan dengan pada CKS dan CKB (1,0722) (p=0,020), nilai titik potong kadar protein S 100B pasien yang meninggal 0,765 μg/L (p= 0,002).
Simpulan. Kadar rerata protein S 100B pada cedera kepala ringan lebih rendah dibandingkan dengan kadar protein S 100B pada cedera kepala sedang dan berat, semakin tinggi kadar protein S 100B akan semakin tidak baik keluaran pasien cedera kepala.

Background. Traumatic brain injury is still a serious community health problem can cause death, physical and mental disability. Protein S 100B release from destructive astrocyte from brain injury and detected in the peripheral blood, so that protein S 100B can serve as predictor of severity traumatic brain injury. This research aimed to find association between protein S 100B with traumatic brain injury severity.
Method. This was a cross sectional study focusing to protein S 100B value from acute traumatic brain injury patients with onset < 24 hours. Eighty five patients were recruited from emergency room RSCM. GCS value, duration of post traumatic amnesia with TOAG tools, duration loss of consciousness, brain CT scan and concentration serum protein S 100B were record.
Results. The mean concentration serum Protein S 100B were 0.77, mean PTA duration were 21,22 hours, and the mean GCS were 13. There is a significant differentiation value of concentration protein S 100B from mild trumatic brain injury compare moderate and severe traumatic brain injury (p=0,020), cut off point for death patients was 0,765 μg/L.
Conclusion. The mean serum Protein S 100 B from mild trumatic brain injury lower than moderate and severe traumatic brain injury higher consentration of protein S 100B have bad outcome.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Telah dilakukan penelitian mengenai variasi inokulum sel
Scenedesmus isolat Subang yang ditumbuhkan dalam 800 ml Medium
Ekstrak Tauge (MET) 4% untuk mengetahui pengaruhnya terhadap
kerapatan sel dan kadar protein biomassa selama 5 hari. Pengambilan data
berlangsung pada bulan Oktober 2008 dan dilakukan di Laboratorium
Taksonomi Tumbuhan Departemen Biologi FMIPA UI. Penelitian bersifat
eksperimental dengan 3 macam perlakuan, yaitu inokulum 0,35 x 106 sel/ml;
0,75 x 106 sel/ml; dan 1,25 x 106 sel/ml dengan 3 ulangan untuk masingmasing
perlakuan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perbedaan inokulum
tidak memengaruhi kerapatan sel dan kadar protein biomassa Scenedesmus.
Rerata kerapatan sel tertinggi pada saat peak dicapai oleh perlakuan III
(inokulum 1,25 x 106 sel/ml), pada hari kelima pengamatan. Rerata
kerapatan sel terendah dicapai oleh perlakuan I (inokulum 0,35 x 106 sel/ml)
pada hari ketiga pengamatan. Hasil uji Kruskal-Wallis menunjukkan tidak
ada pengaruh variasi inokulum terhadap kerapatan sel dan kadar protein
biomassa Scenedesmus yang ditumbuhkan dalam 800 ml MET 4%."
Universitas Indonesia, 2009
S31547
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zanuba Nur Arifah Al Lail
"Penelitian mengenai produksi biomassa dan protein Stanieria HS-48 yang ditumbuhkan pada medium NPK dan BBM dalam sistem fotobioreaktor kedap suara telah dilakukan. Medium NPK merupakan salah satu medium dengan biaya rendah yang dibuat dengan melarutkan pupuk NPK komersial. Medium NPK dan BBM dapat digunakan untuk menumbuhkan berbagai mikroalga, termasuk Stanieria. Stanieria HS-48 merupakan salah satu strain Cyanobacteria asli Indonesia yang diisolasi dari sumber air panas Ciater, Jawa Barat. Cyanobacteria berpotensi sebagai sumber protein karena memiliki kandungan protein yang tinggi. Medium NPK dan BBM digunakan sebagai perlakuan untuk memproduksi biomassa dan protein Stanieria HS-48. Biakan Stanieria HS-48 diinkubasi pada sistem fotobioreaktor kedap suara untuk mencegah gangguan suara dari luar sistem yang dapat memengaruhi pertumbuhan mikroalga. Pengukuran kadar protein terlarut Stanieria HS-48 dilakukan dengan metode Bradford. Penelitian bertujuan untuk mengukur dan membandingkan pertumbuhan serta kadar protein terlarut dari biomassa
Stanieria HS-48 yang ditumbuhkan pada medium NPK dan BBM dalam sistem fotobioreaktor kedap suara. Parameter pertumbuhan yang diukur meliputi kerapatan sel (vegetatif dan baeocyte), kandungan klorofil, dan laju pertumbuhan. Biakan Stanieria HS-48 diinkubasi pada suhu 29—31 °C, intensitas cahaya 1800—1900 lux, pH 5—6, dan fotoperiodisitas 12 jam terang-12 jam gelap. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara rerata total kerapatan sel dan rerata kandungan klorofil Stanieria HS-48 pada medium NPK dan BBM dalam sistem fotobioreaktor berdasarkan uji T (a=0,05). Rerata total kerapatan sel Stanieria HS-48, yaitu 1,789 x 106 sel/mL pada medium NPK dan 1,969 x 106 sel/mL pada BBM. Rerata kandungan klorofil Stanieria HS-48, yaitu 0,088 mg/L pada medium NPK dan 0,109 mg/L pada BBM. Meskipun demikian, laju pertumbuhan Stanieria HS-48 pada medium NPK dan BBM memiliki nilai yang berbeda, yaitu 0,217 per hari pada medium NPK dan 0,236 per hari pada BBM. Selain hal tersebut, hasil pengukuran kadar protein terlarut Stanieria HS-48 pada medium NPK dan BBM dalam sistem fotobioreaktor kedap suara tidak berbeda, yaitu 0,155% untuk Stanieria HS-48 pada medium NPK dan 0,158% untuk Stanieria HS-48 pada BBM.

The study about biomass and protein production of Stanieria HS-48 grown in BBM and NPK medium on a soundproof photobioreactor system has been done. NPK medium is one of the low-cost mediums made by dissolving commercial NPK fertilizers. BBM and NPK medium can grow various microalgae, including Stanieria. Stanieria HS-48 is a Cyanobacteria strain indigenous Indonesia isolated from the Ciater hot springs in West Java. Cyanobacteria has the potential as a source of protein because it has a high protein content. BBM and NPK medium were used as treatments to produce Stanieria HS-48 biomass and protein. The Stanieria HS-48 culture was incubated in a soundproof photobioreactor system to prevent noise outside the system from affecting microalgae growth. Soluble protein content of Stanieria HS-48 was measured using Bradford method. This study aimed to measure and compare the growth and soluble protein content of Stanieria HS-48 on BBM and NPK medium in a soundproof photobioreactor system. Growth parameters measured included cell density (vegetative and baeocyte), chlorophyll content, and growth rate. Stanieria HS-48 culture were incubated in the temperature 29—31 °C, the light intensity 1800—1900 lux, pH 5—6, and the photoperiodisity 12 hours dark-12 hours light. The results showed no significant difference between the average total cell density and the average chlorophyll content of Stanieria HS-48 on BBM and NPK medium in a soundproof photobioreactor system based on T test (a=0,05). The average of total cell density Stanieria HS-48 are 1,789 x 106 cell/mL in NPK medium and 1,969 x 106 cell/mL in BBM. The average of chlorophyll content Stanieria HS-48 are 0,088 mg/L in NPK medium and 0,109 mg/L in BBM. Nonetheless, the growth rate of Stanieria HS-48 on BBM and NPK medium had different values, namely 0,217 per day in NPK medium and 0,236 per day in BBM. The results for water-soluble content of Stanieria HS-48 on BBM and NPK in a soundproof photobioreactor system was not different, namely 0,155% for Stanieria HS-48 on NPK medium and 0,158% for Stanieria HS-48 on BBM. "
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library