Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Bambang Budiono
"Shear stress tinggi terbukti berkaitan dengan penglepasan dan peningkatan sintesa EDRF, khususnya nitrogen monoksida (NO). Telah diketahui bahwa konsep respon endotil terhadap shear stress mendasari perbaikan fungsi endotil pada penelitian in vitro maupun in vivo. Penelitian mengenai efek olah raga terhadap fungsi endotil pada binatang percobaan maupun penderita gagal jantung, menjelaskan dugaan bahwa stimulus peningkatan aliran darah yang berlangsung lama, dapat merangsang pemulihan disfungsi endotil. Adanya peningkatan aliran darah (shear stress) juga telah dibuktikan pada penderita yang menjalani enhanced external counterpulsation (EECP), sehingga diduga akan menimbulkan respon yang mirip dengan aktivitas olah raga, yaitu pelepasan NO oleh sel endotil. Tujuan penelitian ini adalah untuk membuktikan apakah terdapat peningkatan kadar NO plasma pada penderita penyakit jantung koroner yang mendapat perlakuan EECP. Dilakukan penelitian eksperimental dengan desain pra-pasca pada 20 penderita penyakit jantung koroner (PJK), di Rumah Sakit Jantung Harapan Kita selama periode Mei - Juli 1999. Seluruh penderita berjenis kelamin laki koronerangiografi dengan hasil 9 (47,4%) penderita dengan penyempitan di tiga pembuluh koroner utama, 5 (26,3%) penderita dengan penyempitan laki, dengan rerata umur 58,1 ± 7,72 tahun, telah menjalani pemeriksaan dua pembuluh koroner utama dan 5 (26,3%) penderita dengan penyempitan pada satu pembuluh koroner utama. Satu orang penderita dikeluarkan dari penelitian karena akan operasi tumor paru. Seluruh penderita tersebut mendapat perlakuan EECP satu jam perhari sampai tiga puluh enam kali, minimal lima kali seminggu. Setelah puasa 12 jam, pengambilan sampel darah dari vena kubiti dilakukan sesaat sebelum EECP pertama dimulai dan sesaat sesudah EECP pertama selesai. Pengambilan sampel darah berikutnya dilakukan sesaat sebelum dan sesudah EECP ke tiga puluh enam. Kadar NO plasma diukur secara tidak langsung memakai reagen Griess. Analisa statistik dilakukan dengan uji non parametrik Wilcoxon sign rank test untuk distribusi tidak normal atau paired t test bila distribusi sampel normal, menggunakan perangkat Sigma Stat Jandel Scientific Software 1994. Hasil penelitian menunjukkan terdapat perbedaan bermakna antara kadar NO sebelum dan sesudah EECP ke-1 (p-0,046), sebelum EECP ke-1 dan sebelum EECP ke-36 (p=0,003) dan kadar NO sesudah EECP ke-36 dan sebelum EECP ke-1 (p=0,002). Sedangkan efek langsung peningkatan kadar NO pada EECP ke-36 tidak signifikan (p=0,181). Dari analisa statistik, kelompok umur < 60 tahun, memiliki peningkatan signifikan kadar NO3 dibanding dengan NO (p= 0,043) dibanding dengan kelompok umur ≥ 60 tahun (p= 0,077). Data tersebut memperlihatkan bahwa pada kelompok usia < 60 tahun memiliki respon lebih baik terhadap perlakuan EECP kumulatif dibandingkan dengan kelompok usia > 60 tahun. Keadaan ini sejalan dengan konsep bahwa proses penuaan berpengaruh terhadap fungsi endotil. Pengelompokan berdasar jumlah vessel disease memperlihatkan adanya peningkatan signifikan rerata kadar NO3 dibandingkan dengan NO (p=0,04) dan NO4 dengan NO1 (p=0,015) pada kelompok 1-2 vessel disease, sedangkan kelompok 3 vessel disease hanya terjadi peningkatan signifikan kadar NO4 dibandingkan dengan NO, (p=0,021). Peningkatan kadar NO yang belum signifikan, sekalipun telah mendapat perlakuan EECP 35 kali, mencerminkan bahwa perlakuan tersebut belum cukup adekuat untuk meningkatkan kemampuan memproduksi NO. Hal ini sesuai dengan penelitian Neunteufl dkk, yang mengatakan bahwa luasnya stenosis arteri koroner sebanding dengan luasnya disfungsi endotil sistemik. Seperti halnya pada organ lain, proses pemulihan fungsi akan sangat dipengaruhi oleh seberapa berat gangguan fungsi yang dihadapi. Secara umum hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilaporkan oleh Daisuke Masuda, dkk. Mereka, menggunakan tehnik pemeriksaan kadar NO dengan reagen Griess, melaporkan bahwa pada 11 pasien PJK yang dilakukan EECP selama 35 kali mengalami kenaikan rerata kadar NO dari 50 ± 26 menjadi 108 ± 9 uMolar/ L. Penelitian yang dilakukan oleh Giu-Fu Wu dkk, juga melaporkan terjadinya kenaikan rerata kadar NO secara signifikan pada 43 pasien PJK sejak jam pertama (1,26 ±0,06 menjadi 1,48 0,06 mg/ L, (1 pg/ul = 1μM)) dan kenaikan kadar NO tertinggi terjadi setelah EECP ke-36 (2,11 ± 0,20 mg/l). Kenaikan kadar NO diikuti penurunan kadar endotelin-1 sehingga rasio endotelin-1/ NO turun bermakna dari 96,37 5,95 menjadi 35,15 ± 4,39. Pada populasi penelitian kami, kadar basal NO lebih rendah. Populasi penelitian Masuda memiliki rerata kadar basal NO pra EECP 50 ± 26 Mol/L, sedangkan populasi penelitian kami 12,30 ± 6,82 µMol/L. Kadar NO basal yang lebih rendah mungkin menggambarkan kondisi disfungsi endotil yang lebih berat. Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan diantaranya ialah; 1. Jumlah sampel kecil. 2. Tidak dilakukan pemeriksaan pada beberapa hal yang dapat mempengaruhi respon endotil terhadap stimulus shear stress seperti kadar gula darah dankadar kolesterol. KESIMPULAN:
1. Terjadi peningkatan kadar NO pada penderita PJK yang diberi perlakuan EECP
2. Pada kelompok usia kurang dari 60 tahun terjadi peningkatan kadar NO yang lebih tinggi daripada kelompok usia lebih dari 60 tahun.
3. Pada kelompok 2 vessel disease terjadi peningkatan kadar NO yang lebih tinggi daripada kelompok 3 vessel disease."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1999
T57279
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Olga Raphaela Kawilarang
"Latar Belakang: Kebersihan rongga mulut yang buruk dapat menyebabkan perkembangan karies gigi dan periodontitis. Lingkungan rongga mulut yang meliputi saliva mengandung berbagai faktor host defense dengan pH yang dapat digunakan untuk memeriksa hubungan biomarker saliva dengan penyakit rongga mulut dimana pH saliva dapat meningkat atau menurun akibat aktivitas mikroba. Dalam mencegah pertumbuhan bakteri yang berlebihan, nitrat dan nitrit dalam saliva berperan dalam pembentukan nitrogen monoksida (NO) dengan potensi efek protektif, terutama dalam proses fisiologis tubuh manusia. Tujuan: Menganalisis hubungan kadar nitrogen monoksida (NO) dengan kebersihan rongga mulut (OHI-S) dan pH saliva. Metode: Penelitian ini merupakan penelitian laboratorik dan observasional menggunakan 20 sampel saliva kelompok dewasa muda usia 18-30 tahun di provinsi Jawa Barat dan DKI Jakarta. Sampel saliva subjek diuji dengan Griess Reaction untuk mengukur kadar nitrogen monoksida (NO) dan dibaca menggunakan plate reader pada panjang gelombang 600 nm. Selanjutnya, data diolah menggunakan SPSS. Hasil: Nilai korelasi antara kadar nitrogen monoksida dengan kebersihan rongga mulut (r) sebesar 0,390 dengan p>0,05 dan nilai korelasi antara kadar nitrogen monoksida dengan pH saliva (r) sebesar -0,53 dengan p>0,05. Kesimpulan: Kadar nitrogen monoksida (NO) pada sampel saliva kelompok dewasa muda tidak memiliki hubungan dengan kebersihan rongga mulut (OHI-S) dan pH saliva, serta tidak terdapat perbedaan rata-rata kadar nitrogen monoksida (NO) sampel saliva kelompok dewasa muda baik berdasarkan kategori OHI-S maupun jika dibandingkan dengan sampel saliva kelompok anak.

Background: Poor oral hygiene can cause the development of dental caries and periodontitis. The oral cavity environment which includes saliva contains various host defense factors with salivary pH which can be used to examine the relationship between salivary biomarkers and oral disease where salivary pH can increase or decrease due to microbial activity. In preventing excessive bacterial growth, nitrates and nitrites in saliva play a role in the formation of nitric oxide (NO) with potential protective effects, especially in the physiological processes of the human body. Aim: To analyze the relationship between nitric oxide (NO) levels on dental and oral hygiene (OHI-S) and salivary pH. Methods: This research is a laboratory and observational study using 20 saliva samples from a group of young adults aged 18-30 years in the provinces of West Java and DKI Jakarta. The subject’s saliva samples were tested with Griess Reaction and read using a plate reader at a wavelength of 600 nm. Furthermore, the data was processed using SPSS. Results: The correlation value of r was 0,390 with p>0,05 between nitric oxide levels and oral hygiene and the correlation value of r was -0,53 with p>0,05 between nitric oxide levels and salivary pH. Conclusion: Nitric oxide (NO) levels in saliva samples from the young adult group are not related to oral hygiene (OHI-S) and salivary pH, and there are no mean differences either based on the OHI-S category or when compared with saliva samples from the children’s group.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library