Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ayers Gilberth Ivano Kalaij
Abstrak :
Latar belakang: Hemosiderosis menjadi masalah utama bagi pasien thalassemia yang menerima transfusi darah karena dapat menyebabkan kerusakan organ seperti hati. Obat-obat yang tersedia memiliki banyak efek samping. Buah Mahkota Dewa (Phaleria macrocarpa) mengandung mangiferin yang berpotensi menjadi alternatif agen kelasi besi. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi efek agen kelasi besi ekstrak buah Mahkota Dewa dibandingkan dengan deferiprone dan mangiferin pada organ hati model tikus hemosiderosis melalui pengujian aktivitas enzim katalase dan kadar glutation. Metode: Sampel penelitian adalah organ hati yang berasal dari 6 kelompok tikus Sprague-Dawley yaitu 1 kelompok normal dan 5 kelompok yang telah diberikan injeksi iron dextran 15 mg/kali intraperitoneal 2x seminggu selama 8 minggu yaitu kelompok besi berlebih, kelompok terapi deferiprone 462,5 mg/kgBB, kelompok mangiferin 50 mg/KgBB, dan kelompok terapi ekstrak etanol buah Mahkota Dewa dosis 100 dan 200 mg/kgBB. Aktivitas katalase dan kadar glutation diukur menggunakan metode ELISA. Hasil: Pemberian terapi ekstrak buah Mahkota Dewa dosis 100 dan 200 mg/kgBB tidak menghasilkan perbedaan yang bermakna pada aktivitas katalase hati dan kadar glutation jika dibandingkan dengan kelompok normal dan kelompok mangiferin. Namun demikian, aktivitas katalase dan kadar glutation hati kelompok ekstrak buah Mahkota Dewa memiliki kecenderungan nilai rerata yang serupa dengan kelompok mangiferin murni. Kadar glutation kelompok terapi ekstrak Mahkota Dewa berbeda signifikan dengan deferiprone. Kesimpulan: Pemberian ekstrak etanol buah Mahkota Dewa dosis 100 mg maupun 200 mg/kg BB tidak menurunkan aktivitas katalase dan kadar glutation namun terlihat cenderung memberikan efek seperti pemberian mangiferin. ......Introduction: Hemosiderosis has become a major problem in thalassemia patients receiving blood transfusion, frequently damaging organs including liver. Standardized therapy available still possess many side effects. Mahkota Dewa (Phaleria macrocarpa) contains mangiferin which has potentials as iron chelator alternative. Thus, this study aims to evaluate the iron-chelating effect of Mahkota Dewa in hemosiderosis model rats compared to deferiprone and mangiferin by assessing catalase activity and glutathione level. Method: Preserved Sprague-Dawley rat liver used as samples in this study consist of 6 groups, 1 of which are normal and 5 of which were injected with iron dextran 15 mg/time intraperitoneally 2x a week within 8 weeks liver organ is used, including iron overload group, deferiprone 462,5 mg/KgBW therapy group, mangiferin 50 mg/KgBW group, and ethanol extract of Mahkota Dewa 100 and 200 mg/kgBW dose groups. Catalase activity and glutathione level were assessed using ELISA method. Result: Administration of Mahkota Dewa dose 100 and 200 mg/kgBW extract did not produce statistically significant difference compared to normal and mangiferin groups. However, liver catalase activity and glutathione level of Mahkota Dewa dose 100 and 200 mg/kgBW therapy groups show similar mean compared to mangiferin groups. Glutathione level of Mahkota Dewa dose 100 and 200 mg/kgBW therapy groups were found to be significantly different from deferiprone. Conclusion: Administration of ethanol extract of Mahkota Dewa dose 100 and 200 mg/kgBW do not lower the catalase activity and glutathione level but tend to give an effect similar to as caused by mangiferin.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Haryati Fitrial
Abstrak :
Bawang putih (A ilium sativum Linn ) daii basil penelitian terdahulu terbukli mentpunyai kemampuan untuk melindungi hail daii keracunan yang ditixnbulkan oleh kathon tetraldoiida secara in vivo. Peneliuian kali mi akan dilakukan secara in vitro terhadap se darah merah domba, untuk rnengetahui apakah sari air bawang putih tersebut benar-benar dapat mempettahankan kadar glutation dan hemoglobin yang ada tanpa dipengaruhi oleh metabolisme di dalam tubuh. Sel darah merah domba di bagi daiam 3 kelompok perlakuan. Kelompok I adalah kelompok kontrol (Sel darah merah tanpa perlakuan). Kelompok II adalah kelompok sel darah merah yang dibeii t-butil hidroperoksida 2 mM. Kelompok III adalah kelompok sel darah merah yang dibeii sari air bawang putih dan t-butil hidroperoksida 2 mM. Kelompok IV adalah kelompok sel darah merah yang diberi sari air bawang pulih saja. Ketiga kelompok pertama digunakan untuk pengukuran methemoglobin dan glutation, sedangkan kelompok IV untuk pengukuran glutation saja. Hasil penelitian menunjukkan bahwa path pengukuran kadar methemoglobin antara kelompok II dan kelompok III tidak menunjukkan perbedaan yang bermakna serta antara kelompok I dan kelompok III menunjukkan perbedaan yang bennakna. Hasil pengukuran kadar glutation menunjukkan bahwa antara kelompok I, II dan UI menunjukkan perbedaan yang bermakna. Maka dapat disimpulkan bahwa pembeiian sari air bawang putih kurang dapat melindungi hemoglobin terhadap stres oksidasi, tetapi dapat melindungi glutation dan pengaruh oksidasi oleh t-butil hidroperoksida.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1998
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vega Andhira
Abstrak :
ABSTRAK
Pendahuluan: otak adalah organ yang metabolisme energinya sangat bersifat aerobik dan mutlak memerlukan oksigen. Oksigen diperlukan sebagai akseptor elektron terakhir dalam kebutuhan ATP. Bila terjadi hipoksia, aliran elektron terganggu sehingga terjadi pembentukan radikal bebas yang mengakibatkan stres oksidatif dan berpotensi menyebabkan kerusakan jaringan. Glutation (GSH) merupakan antioksidan endogen yang dapat menangkal radikal bebas sehingga mencegah kerusakan jaringan. Penelitian ini bertujuan untuk analisis hubungan antara hipoksia sistemik selama hari dengan kadar GSH jaringan otak. Metodologi: jaringan otak yang digunakan pada penelitian ini diambil dari tikus Sprague-Dawley jantan minggu) yang telah terpapar dengan kondisi normoksik sebagai kontrol dan hipoksia sistemik berkelanjutan dalam . Kadar GSH kemudian diukur dan dianalisa menggunakan ANOVA dan post-hoc LSD. Hasil: hasil dari penelitian ini menunjukkan adanya korelasi antara kadar GSH dari jaringan otak dengan durasi paparan hipoksia sistemik berkelanjutan, yang dipresentasikan dengan perbedaan bermakna antara kelompok kontrol dan kelompok terpapar dengan kadar GSH terendah yang ditemukan di hari ng/mg protein). Hasil uji post-hoc LSD menunjukkan bahwa hanya dengan 1 hari terpapar hipoksia dapat menghasilkan penurunan kadar GSH yang bermakna. Analisa berkelanjutan menggunakan uji Korelasi Pearson menunjukkan bahwa hari terpapar berbanding terbalik dengan kadar GSH Kesimpulan: GSH ditemukan menurun pada jaringan otak yang terpapar oleh hipoksia sistemik berkelanjutan akibat penggunaannya yang terus-menerus.
ABSTRACT
Introduction: brain is an organ that has an aerobic energy metabolism and it fully needs oxygen. Oxygen is required as a final electron for the needs of ATP. If hypoxia occurs, the electron flow is interrupted, causing the formation of free radicals that leads to oxidative stress and potentially causes tissue damage. Glutathione (GSH) works as an endogenous antioxidant which can counteract free radicals thereby preventing tissue damage. This study aimed to analyze the correlation between hypoxia within days with GSH levels in the brain tissue. Method: the brain sample of this study was taken from male Sprague-Dawley weeks old) that has been exposed to normoxic condition as the control, and continuous systemic hypoxia within The GSH level was then measured and analyzed using ANOVA and post-hoc LSD. Results: the result of this study showed that there was a correlation between the GSH level of the brain tissue with the exposure duration of continuous systemic hypoxia, as it presented a significant difference between the control group and exposure groups with the lowest GSH level was found on day/mg). The post-hoc LSD test results showed that even only 1 day of hypoxic exposure may lead to significantly reduced GSH level . Further analysis conducted with Pearson Correlation test showed that the days of exposure is negatively correlated to the GSH levels . Conclusion: GSH was found to decrease in the brain tissue that was exposed to continuous systemic hypoxia due to the continuous usage.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
S70412
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nindyasari Laksmita Putri
Abstrak :
ABSTRAK
Pendahuluan: Jantung adalah organ yang metabolisme energinya bersifat aerobik dan mutlak memerlukan oksigen sebagai akseptor elektron terakhir dalam pembentukan ATP. Pada keadaan hipoksia, terjadi pembentukan radikal bebas akibat terganggunya aliran elektron yang kemudian mengakibatkan stres oksidatif sehingga menyebabkan kerusakan jaringan. Glutation (GSH) merupakan antioksidan endogen yang dapat menangkal radikal bebas sehingga mencegah kerusakan jaringan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh hipoksia sistemik selama 1 3 5 dan 7 hari terhadap kadar GSH jaringan jantung Metodologi Jaringan jantung berasal dari tikus Sprague-Dawley jantan usia 6 8 minggu yang telah terpapar kondisi normoksik sebagai kontrol dan kondisi hipoksia sistemik berkelanjutan selama 1 3 5 dan 7 hari. Kadar GSH kemudian diukur dan dianalisa menggunakan ANOVA. Hasil: Hasil penelitian menunjukkan bahwa hipoksia sistemik berkelanjutan selama 1 3 5 dan 7 hari tidak menunjukkan perbedaan bermakna kadar GSH jaringan jantung p 005 Kadar GSH terendah yang ditemukan pada hari 3 1395 ng mg protein Kesimpulan Hipoksia sistemik berkelanjutan pada penelitian in tidak berpengaruh terhadap kadar GSH jaringan jantung.
ABSTRAK
Introduction: Heart is an organ which the aerobic energy metabolism of it needs oxygen as a final electron for the needs of ATP production. In hypoxic condition the electron flow is interrupted; causing free radicals formation leading to oxidative stress and potentially causes tissue damage. Glutathione (GSH) works as an endogenous antioxidant to counteract free radicals thus preventing tissue damage. This study aimed to analyze the correlation between hypoxia within 1 3 5 and 7 days with GSH levels in the heart tissue. Method The heart sample of was obtained from male SpragueDawley 6 8 weeks old) that has been exposed to normoxic condition as the control and continuous systemic hypoxia within 1 3 5 and 7 days The GSH level was then measured and analyzed using ANOVA. Results The result of this study depicted that continuous systemic hypoxia exposure of 1 3 5 and 7 days showed no significant differences to the GSH level of the heart tissue p 0.05 The lowest GSH level was found on day 3 1 395 ng mg protein Conclusion Continuous systemic hypoxia in this study showed no influence in GSH level in the heart tissue.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
S70446
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library