Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 6 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Paramita Khairan
"ABSTRAK
Latar Belakang: Pneumonia menimbulkan mortalitas yang cukup tinggi, karenanya diperlukan model prediksi yang akurat untuk membantu prediksi kematian pasien pneumonia. Sistem skor CURB-65 mudah digunakan namun beberapa penelitian mengindikasikan performa skor CURB-65 kurang baik sehingga diperlukan penambahan faktor prognostik baru. Faktor prognostik yang diperkirakan dapat meningkatkan performa skor CURB-65 adalah kadar albumin darah. Tujuan: Menilai kemampuan kadar albumin serta nilai tambahnya pada skor CURB-65 dalam memprediksi mortalitas pasien penumonia dengan komorbid yang masuk rawat inap. Metode: Penelitian ini merupakan studi kohort prospektif dengan subjek penelitian pasien pneumonia dengan komorbid yang masuk rawat inap melalui IGD di RSCM. Outcome penelitian ini yaitu mortalitas selama perawatan. Performa skor CURB-65 dinilai sebelum dan sesudah ditambahkan albumin. Performa kalibrasi dinilai dengan uji Hosmer-Lemeshow sedangkan performa diskriminasi dinilai dengan area under the curve AUC . Hasil: 250 pasien diikutsertakan dalam penelitian ini dengan angka mortalitas 42,6 . Performa kalibrasi skor CURB-65 dengan uji Hosmer-Lemeshow menunjukkan p = 0,990 . Performa diskriminasi skor CURB-65 ditunjukkan dengan nilai AUC0,677 IK 95 0,61-0,74 . Setelah ditambahkan kadar albumin dengan titik potong 3,125, didapatkan peningkatan nilai AUC skor CURB-65 menjadi 0,727 IK95 0,66-0,79 . Simpulan: Kadar albumin darah memiliki nilai tambah pada skor CURB-65 sebagai prediktor mortalitas pada pasien pneumonia yang masuk rawat inap. Kata Kunci: pasien pneumonia, mortalitas, CURB-65, kadar albumin darah

ABSTRACT
Background Pneumonia is an infection disease with high mortality. An accurate prediction rule is needed to help clinician in predicting mortality of pneumonia patients. CURB 65 score is a simple and well known scoring system to asses the severity of community pneumonia, but several research indicated that the performance is not really good. Added value of albumin serum in CURB 65 score should be evaluated. Aim To evaluate added value of albumin serum in CURB 65 score as mortality predictor in pneumonia patients. Methode This is a prospective cohort study of pneumonia with commorbidity patients who admitted to emergency instalation of Cipto Mangunkusumo Hospital. Mortality is the outcome that assessed during hospitalization. Performance of CURB 65 score was evaluated before and after addition of albumin in scoring system. Calibration was evaluated with Hosmer Lemeshow test. Discrimination was evaluated with area under the curve AUC . Prediction performance of CURB 65 score and albumin were evaluated with ROC curve. Results 250 patients was submitted to this study with mortality rate 42,6 . Calibration plot of CURB 65 score of Hosmer Lemeshow test showed p 0,990. Discrimination was shown by ROC curve with AUC 0,677 IK 95 0,61 0,74 . AUC of CURB 65 score added by albumin improved to 0,727 IK95 0,66 0,79 . Conclusion Serum albumin has added value to CURB 65 score in predicting mortality of pneumonia patients. Key Words pneumonia patients, mortality, CURB 65 score, serum albumin"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
T58716
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wilya Kuswandi
"Diabetes melitus (DM) merupakan ancaman serius bagi pembangunan kesehatan dan pertumbuhan ekonomi nasional serta merupakan penyebab penting timbulnya kecacatan dan kematian. Dari semua kasus DM, DM tipe 2 mencakup lebih dari 90% dari semua pasien diabetes. Nefropati diabetik dan retinopati diabetik merupakan komplikasi mikroangiopati pada DM tipe 2 yang paling ditakuti dan keduanya sering ditemukan bersamaan. Perkembangan lanjut dari keduanya menyebabkan gagal ginjal tahap akhir dan kebutaan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kadar albumin urin dalam membedakan retinopati diabetik dan non retinopati diabetik.
Penelitian potong lintang ini terdiri dari 100 subyek yang terbagi atas kelompok retinopati diabetik 50 orang dan non retinopati diabetik 50 orang dari populasi DM tipe 2. Penderita didiagnosis DM tipe 2 oleh dokter Divisi Metabolik Endokrin Departemen Ilmu Penyakit Dalam Rumah Sakit Ciptomangunkusumo. Untuk retinopati diabetik dan non retinopati diabetik, diagnosis dilakukan dengan foto fundus pada pupil yang didilatasi oleh dokter Divisi Retina Departemen Ilmu Penyakit Mata Rumah Sakit Ciptomangunkusumo. Pada kedua kelompok dicatat data karakteristik subyek dan dilakukan pemeriksaan kadar albumin urin.
Kadar albumin urin pada kelompok retinopati diabetik lebih tinggi secara bermakna dibandingkan pada kelompok non retinopati diabetik (303,41±11,14 mg/g kreatinin vs 28,14±4,90 mg/g kreatinin, p <0,001). Nilai cut-off kadar albumin urin untuk membedakan retinopati diabetik dan non retinopati diabetik adalah 118 mg/g kreatinin dengan sensitivitas 72%, spesifisitas 78%, nilai duga positif 77%, nilai duga negatif 74%, rasio kemungkinan positif 3,27 dan rasio kemungkinan negatif 0,36.
Kami menyimpulkan pemeriksaan kadar albumin urin dapat dipakai untuk membedakan retinopati diabetik dan non retinopati diabetik.

Diabetes mellitus (DM) is a worldwide public health concern as they impose enormous medical, economic and social costs on both patient and the health care system. Together they contribute to serious morbidity and mortality. Type 2 DM affects more than 90% of all DM cases. Diabetic nephropathy and diabetic retinopathy are the two most dreaded complications of diabetes and frequently found together. Progression of both is the leading cause of end-stage renal disease and blindness. The aim of this study is to investigate albumin urine level in distinguishing diabetic retinopathy and non-diabetic retinopathy.
This cross-sectional study consisted of 100 respondents, in which 50 of them were categorized as diabetic retinopathy and 50 as non-diabetic retinopathy. The patients were diagnosed with type 2 DM by a doctor from Endocrinology Metabolic Division of Internal Medicine Department at Ciptomangunkusumo Hospital. Meanwhile diabetic retinopathy and non-diabetic retinopathy were diagnosed by ophthalmologist from Retina Division of Eye Medicine Department at Ciptomangunkusumo Hospital. Baseline characteristics of both groups were recorded and the albumin urine level was measured.
The albumin urine level in diabetic retinopathy group was significantly higher than that in the non-diabetic retinopathy group (303,41±11,14 mg/g kreatinin vs 28,14±4,90 mg/g kreatinin, p <0,001). The albumin urine level cut-off value used to distinguish diabetic retinopathy and non-diabetic retinopathy was 118 mg/g creatinine with sensitivity of 72%, specificity of 78%, positive predictive value of 77%, , negative predictive value of 74%, positive likelihood ratio of 3,27, and negative likelihood ratio of 0,36.
We conclude that albumin urine level test can be utilized to distinguish diabetic retinopathy from non-diabetic retinopathy.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Miptah Farid Thariqulhaq
"Penyakit TB MDR merupakan salah satu penyakit infeksi yang prevalensinya semakin meningkat dari tahun ke tahun di Indonesia dengan angka keberhasilan pengobatan 45%. Konversi kultur sputum merupakan suatu prediktor kuat dari awal keberhasilan terapi. Waktu konversi yang lambat akan memperpanjang periode penularan dan memprediksi tingkat kegagalan pengobatan yang tinggi. Terdapat beberapa faktor risiko yang berhubungan dengan konversi kultur sputum pasien TB MDR. Penelitian terkait faktor risiko kadar albumin dengan waktu konversi kultur sputum masih sangat terbatas. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan kadar albumin dengan waktu konversi kultur sputum di poli MDR terpadu RS Paru Dr M Goenawan Partowidigdo tahun 2022. Penelitian ini menggunakan studi cohort retrospektif dengan sampel yang diambil dari catatan rekam medis dan SITB pasien poli MDR. Variabel yang diteliti adalah kadar albumin < 3,5 gram/dl dan ≥ 3,5 gram/dl dengan variabel covariat usia, jenis kelamin, pendidikan, index masa tubuh, status merokok, gradasi sputum bta, komorbid, regimen pengobatan, dan kepatuhan minum obat . Hasil penelitian berdasarkan analisis multivariat menunjukkan kadar albumin < 3,5 mg/dl memiliki kecepatan waktu konversi 41,8% lebih lambat dengan (HR=0,582, 95% CI 0.344-0.984) untuk mengalami konversi dibanding dengan pasien TB MDR dengan kadar albumin ≥ 3,5 mg/dl setelah memperhitungkan status merokok dan kepatuhan minum obat. Perlunya memperbaiki kadar albumin yang rendah pada pasien TB MDR di rumah sakit dan memberikan penyuluhan kepada keluarga pasien agar turut berpartisipasi memantau asupan makan pasien yaitu makanan yang mengandung tinggi protein seperti ikan gabus serta ekstra putih telur untuk membantu meningkatkan kadar albumin pasien yang dapat berguna untuk terjadinya konversi kultur sputum.

MDR TB disease is an infectious disease whose prevalence is increasing from year to year in Indonesia with a treatment success rate of 45%. Sputum culture conversion is a strong predictor of initial therapeutic success. Slow conversion time will prolong the period of transmission and predict a high rate of treatment failure. There are several risk factors associated with sputum culture conversion in MDR TB patients. Research related to risk factors for albumin levels and sputum culture conversion time is still very limited. The aim of this study was to determine the relationship between albumin levels and sputum culture conversion time at the integrated MDR polyclinic at Dr M Goenawan Partowidigdo Pulmonary Hospital in 2022. This study used a retrospective cohort study with samples taken from medical records and SITB patients at poly MDR. The variables studied were albumin levels < 3.5 mg/dl and ≥ 3.5 mg/dl with the covariate variables age, sex, education, body mass index, smoking status, sputum gradation, co-morbidities, medication regimens, and drinking adherence drug . The results of the study based on multivariate analysis showed that albumin levels < 3.5 mg/dl had a 41.8% slower conversion time (HR=0.582, 95% CI 0.344-0.984) to experience conversion compared to MDR TB patients with albumin levels ≥ 3.5 mg/dl after taking into account smoking status and medication adherence. It is necessary to improve low albumin levels in MDR TB patients at the hospital and provide counseling to the patient's family to participate in monitoring the patient's food intake, namely foods that contain high protein such as snakehead fish and extra egg whites to help increase the patient's albumin levels which can be useful for the occurrence of sputum culture conversion."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Syahda Suwita
"Tujuan penelitian adalah diketahuinya pengaruh pemberian suplementasi makanan cair 500 kalori per hari berturut-turut dari awal radiasi sampai radiasi ke 20 terhadap kadar albumin serum dan berat badan pasien kanker nasofaring yang menjalani kemoradioterapi. Penelitian ini merupakan uji klinis paralel, membandingkan kelompok yang mendapat suplementasi makanan cair disertai penyuluhan gizi dan diet sehari-hari (P) dengan kelompok yang hanya mendapat penyuluhan gizi dan diet sehari-hari saja (K). Sebanyak 18 pasien kanker nasofaring yang menjalani kemoradioterapi yang memenuhi kriteria dibagi dalam dua kelompok secara randomisasi blok. Data yang diambil meliputi usia, jenis kelamin, indeks massa tubuh, stadium penyakit, asupan energi dan protein dengan food recall 1 x 24 jam Serta kebutuhan energi dan protein dengan rumus Harris- Benedict. Pemeriksaan kadar albumin semm Serta berat badan dilalcukan pada awal dan akhir perlakuan. Analisis data menggunakan uji t tidak berpasangan dan berpasangan Serta uji Mann Whitney dengan batas kemaknaan 5%. Diperoleh 8 orang di kelompok P dan 8 orang di kelompok K dengan usia 18-59 tahun yang mengikuti penelitian secara lengkap. Tidak ada perbedaan data awal yang bermakna antara kelompok P dan kelompok K. Pcnurunan ltadar albumin serum pada kelompok P Iebih rendah daripada kelompok K. Diperoleh rerata persentase penurunan berat badan pada kelompok P yang kurang 2,24 % dari kelompok K, namun secara statistik tidak bermakna. Pemberian suplementasi makanan cair 500 kalori per hari berturut-turut dari awal radiasi sampai radiasi ke 20 tidak dapat mempertahankan kadar albumin serum dan mengurangi rerata persentase penurunan berat badan pada kelompok perlakuan.

The aims of this study were to investigate the influence of 500 calorie per day liquid food supplementation from the first day of chemoradiotherapy until twenty times radiation therapy on serum albumin level and body weight in nasopharynx cancer patients undergoing chemoradiotherapy. The study was a parallel randomized clinical trial.` Eighteen subjects of nasopharynx cancer patients treated with a targeted chemoradiotherapy were selected using certain criteria. The randomly (block randomization) eighteen subject were divided into two group. The treatment group received 500 calorie per day liquid food supplementation from the first day of treatment until twenty times radiation therapy, nutrition counseling and daily diet; the control group received nutrition counseling and daily diet alone. This study was conducted at Dr. Cipto Mangunkusumo Hospital Department of Radiotherapy. Data collected included age, gender, body weight and tall, body mass index, intake of energy and protein, and using l x 24 hours food recall. Laboratory 'findings (serum albumin levels) were done before and after intervention. For statistical analysis, impaired t-test, paired t-test and Mann Whitney were used with the level of significance was 5%. Eight subjects in the treatment group and Eight subjects in the control group completed the study and analyzed. The characteristic data of the two groups at baseline were not significantly different, therefore they were closely matched at baseline. There were decrease of serum albumin in both group, but it was lower in the treatment group than the control group, although it is not statistically significant (p>0,05). There were a 23,24 % relative reduction in weight loss in the treatment group but it is not statistically significant. In conclusions, the influence of 500 calorie per day liquid -food supplementation from the first day of chemo radiotherapy until twenty times radiation' did not preserve serum albumin level and were not reduction in weight loss in the treatment group."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2009
T32853
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Tobing, Rachel Abigail
"ABSTRAK
Hipoalbuminemia pada pasien kanker menyebabkan survival rate pasien menurun sehingga perlu dikoreksi dengan terapi infus human albumin. Perbedaan penggunaan konsentrasi albumin di Formularium Nasional dan oleh dokter di rumah sakit menimbulkan peningkatan beban biaya rumah sakit. Tujuan penelitian adalah menganalisis perbedaan efektivitas produk human albumin 20% dan 25% terhadap peningkatan kadar albumin pada pasien kanker BPJS yang mengalami hipoalbuminemia di Rumah Sakit Kanker Dharmais tahun 2019. Penelitian dilakukan dengan metode kohort retrospektif terhadap data sekunder pasien yang dirawat pada periode Januari hingga Desember 2019 di Rumah Sakit Kanker Dharmais. Teknik pengambilan sampel adalah consecutive sampling. Data diperoleh sebanyak 139 sampel. Kadar albumin diamati sebelum dan sesudah pemberian terapi infus albumin. Hasil uji beda proporsi karakteristik subyek penelitian menunjukkan tidak terdapat perbedaan proporsi karakteristik pasien antar kelompok human albumin 20% (n=32) dan kelompok human albumin 25% (n=107) (p > 0,05). Hasil uji beda rata-rata menunjukkan terdapat perbedaan signifikan kadar albumin sebelum dan sesudah pemberian terapi infus albumin pada masing-masing kelompok (p < 0,05). Rata-rata peningkatan kadar albumin produk human albumin 20% adalah 0,3063 g/dL dan produk human albumin 25% adalah 0,5346 g/dL. Hasil uji beda rata-rata menunjukkan terdapat perbedaan rata-rata peningkatan kadar albumin yang signifikan antara kelompok penelitian (p < 0,05) di mana produk human albumin 25% menghasilkan rata-rata peningkatan kadar albumin lebih besar. Perbedaan harga human albumin 20% dan 25% besar, sehingga dapat dilakukan sosialisasi kepada dokter untuk menggunakan human albumin 20% untuk terapi hipoalbuminemia."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Suwito Indra
"Latar Belakang: Malnutrisi meningkatkan morbiditas dan mortalitas dan menurunkan kualitas hidup pasien sirosis hati. Untuk memperbaiki status gizi, dianjurkan pemberian late night snack (LNS) dengan 50 gram karbohidrat. Santan mengandung banyak middle chain triacylglicerol, sehingga berpotensi menjadi sumber gizi yang lebih baik dan aman bagi pasien sirosis.
Tujuan: Mengetahui manfaat santan untuk memperbaiki status gizi pasien sirosis hati.
Metode: Dilakukan uji klinik dengan desain paralel. Subjek adalah pasien sirosis hati Child Pugh A dan B, yang mengalami malnutrisi berdasarkan kriteria IMT modifikasi Campillo, atau mengalami unintentional weight loss. Pasien dibagi menjadi 2 kelompok, kelompok I mendapat LNS berupa 25 gram gula ditambah 50 cc santan, sedangkan kelompok II mendapat LNS berupa 50 gram gula. Status gizi dinilai dari parameter triceps skinfold thickness (TSF), mid arm muscle circumference (MAMC), indeks massa tubuh (IMT), massa lemak tubuh (MLT), kadar prealbumin dan kadar albumin serum.
Hasil Penelitian: Terdapat 18 subjek pada kelompok I, dan 17 subjek pada kelompok II yang menyelesaikan penelitian. Kedua kelompok setara dalam proporsi gender, CP A dan B, dan penyebab sirosis. Meskipun rerata usia kelompok II lebih tua dibandingkan kelompok I, namun tidak terdapat korelasi antara usia dengan semua parameter status gizi yang diukur. Didapatkan peningkatan status gizi lebih baik pada kelompok I bila dilihat dari parameter MAMC, MLT dan kadar albumin serum. Pengukuran TSF meningkat setelah pemberian LNS, namun tidak menunjukkan beda perubahan bermakna antara kedua kelompok, Pengukuran IMT dan kadar prealbumin serum tidak dapat mencerminkan perubahan status gizi dengan baik.
Kesimpulan: Pemberian LNS dengan kombinasi karbohidrat dan santan lebih unggul dibandingkan LNS dengan karbohidrat saja dalam memperbaiki status gizi pasien sirosis hati, dilihat dari parameter MAMC, MLT dan kadar albumin serum, sedangkan parameter TSF, IMT dan kadar prealbumin serum tidak menunjukkan beda perubahan yang bermakna antara kedua kelompok.

Background: Malnutrition caused a decline in quality of life, increased morbidity and mortality in patients with cirrhosis of the liver. It is recommended to give late night snack (LNS) with 50 grams of carbohydrates to improve their nutritional status. Coconut milk contains a lot of middle chain triacylglycerol, it is potentially act as a source of safe, and better nutrition for patients with cirrhosis.
Aim: To see the benefit of coconut milk to improve the nutritional status of chirrotic patients.
Methods: This study is a clinical trial with parallel design. Subjects were cirrhotic patients with Child-Pugh A and B, who suffered malnutrition using Campillo?s modification of BMI criteria or experience unintentional weight loss. Subjects were devided into 2 groups, groups I received 25 gram of sugar and 50 cc of coconut milk as LNS, group II received received 50 gram sugar as LNS. Nutritional status assessed from triceps skin fold thickness (TSF), mid-arm muscle circumference (MAMC), body mass index (BMI), body fat mass (BFM), serum prealbumin and serum albumin levels.
Results: There were 18 subjects in group I and 17 subjects in group II. Both groups were similar in proportion of gender, CP A and B, and the cause of cirrhosis. Although the mean age of group II older than group I, but there were no significant correlation found between age and all nutrition parameters. Measurement of MAMC, BFM, and albumin levels showed that cirrhotic patient in group I have improvement of nutritional status better than group II, The TSF was increased after administration of LNS, but no significantly different changes found among both groups,. BMI and serum prealbumin cannot reflect changes in nutritional status well.
Conclusion: Late night snack containing carbohydrate and coconut milk, is superior to improving nutritional status in cirrhotic patients compare to carbohydrates alone, as seen from MAMC, BFM, and serum albumin level parameters, whereas TSF, BMI, and serum prealbumin level did not show any difference between two groups.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library