Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 30 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Maramuda
Abstrak :
Kemiskinan adalah masalah yang kompleks dan bersifat multidimensi yang dapat menghambat proses pembangunan ekonomi di Indonesia, termasuk di Sumatera Utara. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi variabel yang mempengaruhi kemiskinan di 33 kabupaten/kota Provinsi Sumatera Utara selama periode tahun 2011 hingga 2013. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuantitatif dengan menggunakan data panel dengan pendekatan Fixed Efek dan sumber data adalah data sekunder yang merupakan publikasi Badan Pusat Statistik. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa variabel akses terhadap air bersih, akses terhadap listrik, tingkat kesakitan penduduk, pengeluaran perkapita untuk makanan, dan pendapatan regional bruto per kapita berpengaruh signifikan secara statistik terhadap penurunan tingkat kemiskinan Sedangkan variabel persentase penduduk berpendidikan SD/sederajat ke bawah dan tingkat pengangguran terbuka tidak berpengaruh signifikan secara statistik terhadap penurunan tingkat kemiskinan. ......Poverty is a complex issue and it is multidimensional which can hamper the process of economic development in Indonesia, including in North Sumatra. This study aims to identify the variables that influence poverty in 33 districts/cities in North Sumatra Province during the period 2011 to 2013. The method used in this research is quantitative approach using panel data with Fixed Effects and data sources are secondary data is a publication of the Agency Bureau of Statistics. The method used in this research is quantitative approach using panel data with Fixed Effects and data sources are secondary data is a publication of the Central Bureau of Statistics. The results showed that the variables of access to clean water, access to electricity, morbidity rate, per capita expenditures for food, and regional gross domestic product per capita statistically significant effect on reducing poverty. While the variable percentage of elementary education/equivalent and the open unemployment rate was not statistically significant effect on reducing poverty.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2016
T45019
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Examinar
Abstrak :
Belanja kesehatan di pemerintah daerah khususnya pemerintah kabupaten/kota semakin meningkat setiap tahunnya. berdasarkan asas desentralisasi maka besaran anggaran kesehatan ditentukan oleh masing-masing pemerintah kabupaten/kota. Oleh karena itu perlu dilakukan suatu penelitian yang bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan total belanja kesehatan di kabupaten/kota pada tahun 2019. Rata-rata belanja kesehatan perkapita kabupaten/kota Indonesia pada tahun 2019 adalah Rp866.907. Kabupaten Wonogiri Provinsi Jawa Tengah adalah kabupaten/kota dengan belanja kesehatan perkapita yang terendah yaitu sebesar Rp148.461, sedangkan Kabupaten Membrano Raya Provinsi Papua adalah kabupaten/kota dengan belanja kesehatan perkapita yang tertinggi yakni sebesar Rp4.971.783. Faktor- faktor yang berhubungan dengan total belanja kesehatan perkapita adalah PAD, penduduk usia kurang 15 tahun, IPKM dan Indeks Kapasitas Fiskal Daerah. Setiap kenaikan PAD dan penduduk usia kurang 15 tahun dapat meningkatkan belanja kesehatan perkapita kabupaten/kota serta setiap penurunan IPKM dan indeks kapasitas fiskal akan meningkatan belanja kesehatan perkapita kabupaten/kota. Kemudian faktor yang paling dominan adalah PAD. Penelitian ini menyarankan kepada Kementerian Kesehatan dalam membantu pembiayaan kesehatan di kabupaten/kota melalui bantuan dana transfer khusus dibidang kesehatan dapat menambahkan penduduk usia kurang 15 tahun dan IPKM sebagai kriteria dalam menentukan besaran dana. ......Health spending in local governments, especially district governments is increasing every year. Based on the principle of decentralization, the amount of the health budget is determined by each district government. Therefore, it is necessary to conduct a study that aims to determine the factors related to total health expenditure in districts in 2019. The average health expenditure per capita in district of Indonesia is IDR 866,907. Wonogiri District Province of Central Jawa as district with lowest health expenditure per capita is IDR 148,461, whereas Membrano Raya Distrcit Province of Papua as district with highest health expenditure per capita is IDR 4,971,783. the determinan factors to per capita health expenditure is PAD, population under 15 years of age, IPKM, and local of fiscal capacity and Every increase in PAD and population under 15 years of age can increase district health expenditure per capita, while every reduce in IPKM and local fiscal capacity index will increase district health expenditure per capita. The PAD variable is the most dominant factor. This study suggests that the Ministry of Health in assisting the financing of health in districts/cities through special transfer funds in the health sector can add population under 15 years of age and IPKM as criteria in determining the amount of funds.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Reyhan Sadrudin Kusumaatmadja
Abstrak :
ABSTRAK
Studi ini bertujuan untuk mengetahui dampak dari kasus korupsi yang diukur berdasarkan jumlah pengelenggara pemerintahan daerah terpidana terhadap perekonomian kabupaten/kota di Indonesia. Studi terdahulu mengenai korupsi cukup beragam, namun sebagian besar studi-studi ini menggunakan indeks yang didasarkan pada persepsi, sehingga hasilnya kemungkinan kurang akurat. Dengan digunakannya pendekatan yang berbeda dan diestimasi dengan analisis data panel, ditemukan bahwa terdapat hubungan non-linear antara korupsi dan perekonomian. Saat jumlah korupsi masih sedikit, praktek korupsi dapat meningkatkan perekonomian. Namun, apabila jumlah praktek korupsi melebihi jumlah yang optimal, keberadaan korupsi akan memperburuk perekonomian.
ABSTRACT
This study is aimed to observe the impact of number of convicted government officials involved in corruption on economic performance of municipalities in Indonesia. Studies of corruption and its impact on the economy has been quite numerous, although some criticized that studies using perception-based indexes might have an inaccurate result. As this study measures corruption using a different approach and estimated by panel data analysis, it is found that there is a non-linear relationship between corruption and economic performance. When corruption is low, the practice of corruption improves economic performance, but up to a certain optimum level of corruption, the practice of corruption worsens economic performance instead.;
2016
S65408
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yansyah Nawawi
Abstrak :
Tujuan diterbitkannya Buku Profil Kesehatan Kabupaten/Kota adalah tersedianya data informasi yang tepat, akurat dan sesuai kebutuhan dalam rangka meningkatkan kemampuan manajemen kesehatan secara berhasil guna dan berdaya guna. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran pemanfaatan Profil Kesehatan Kabupaten/ Kota oleh Pejabat Struktural pada Dinas Kesehatan Kabupatenl Kota di Propinsi Bengkulu, dan hubungan antara karakteristik individu Pejabat Struktural dan karakteristik organisasi Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan pemanfaatan Profil Kesehatan Kabupaten Kota di Propinsi Bengkulu. Penelitian dilakukan dengan menggunakan rancangan cross sectional deskriptif dengan pendekatan kuantitatif Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner dan sebagai responder adalah 92 orang Pejabat Struktural Eselon IV dan Eselon V Dinas Kesehatan Kabupatenl Kota pada 4 kabupaten/kota yang ada di Propinsi Bengkulu. Pengolahan dan analisis data baik analisis univariat, bivariat maupun multivariat menggunakan Program SPSS versi 9.0. Analisa bivariat dilakukan dengan analisa Korelasi "Pearson" dan Koefisien "Kendal Tau". Sedangkan analisa multivariat menggunakan analisa Regresi Berganda dengan metode "Backward". Hasil analisa bivariat menunjukkan bahwa dari 9 variabel bebas yang dipelajari, 7 variabel mempunyai hubungan bermakna (p<0,05) dengan pemanfaatan Profil Kesehatan Kabupaten/Kota sebagai variabel terikat. Ketujuh variabel tersebut adalah tingkat pendidikan (r= 0,358), jabatan (1-0,351), persepsi (r---0,490), kebiasaan bekerja (r=0,514), kebutuhan data/ informasi (r),571), ketersediaan data/informasi pada program/unit kerja (r=0,259) dan kemudahan akses (r=0,466). Hasil analisa multivariat menunjukkan 4 variabel sebagai prediktor pemanfaatan Profil Kesehatan Kabupaten/ Kota, yaitu, jabatan ( B=1,391), tingkat pendidikan (B=0,253), persepsi (B=0,181) dan kebutuhan data/informasi (B= 0,253). Dalam rangka peningkatan pemanfaatan Profil Kesehatan kabupaten/Kota perlu diupayakan beberapa hal yaitu peningkatan kualitas data/ informasi melalui peningkatan kinerja tim penyusun, pendistribusian buku Profil Kesehatan sampai ketingkat pejabat eselon V dan pemenuhan persyaratan minimal tingkat pendidikan pejabat struktural. Daftar bacaan : 33 (1983-2000)
Analysis of Health District Profile Utilization by Structural Personnel at Health District Offices in Bengkulu Province, 2000 Health Profile of District aim to provide data or information which are accurate, en time and appropriate to needs of improving health management capability providing health programme effectively and efficiently. This Study has objectives to describe the reports utilization by structural personel and to determine correlation between invidual characteristics and organization characteristics with the utilization Health Profile report of Health District Offices in Bengkulu Province. This study used Cross Sectional design. Data Collection used questionnaire with 92 respondents of "eselon IV and V" at District Health Offices. Data is analyzed using univariate; bivariate and multivariate analysis with SPSS Software version 9.0. For bivariate analysis Pearson Correlation and Kendal Tau was used. As for multivariate, multiple regression with backward method was used. Bivariate analysis show that from 9 independent variables, 7 of them have significant correlation with Health Profile Reports of District utilization. Those variables are educational level, job position, perception, work customary, data or information need, data or information availability in program and easy accessibility to Health Profile Reports of District. Multivariate analysis result shows that independent variables are predictors for the reports utilization. The variables are educational level, job position, perception and data or information need. To increase Health District Profile utilization, several efforts below should be conducted : - to increase data/information quality through increasing teamwork performance, - to distribute Health Profile Book to "eselon V personels" - to fullf ll minimum education level for structural personels. References : 33 (1983-2000)
Depok: Universitas Indonesia, 2000
T5154
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Prasetyo Indro Soejono
Abstrak :
Dalam penerapan desentralisasi fiskal sejak ditetapkannya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 dan 25 Tahun 1999, salah satu aspek bahasan yang kerap kali muncul adalah adanya transfer dana dari pemerintah pusat kepada daerah (intergovernmental fiscal transfer). Transfer dari pemerintah pusat kepada daerah salah satunya dimaksudkan untuk mewujudkan keseimbangan fiskal (fiscal equalization), baik secara vertikal (antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah), maupun horizontal (antar pemerintah daerah). Di Indonesia, transfer dana dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah ini disebut dengan Dana Perimbangan, yang di Indonesia terbagi menjadi 3 (tiga) yaitu Dana Bagi Hasil (baik bagi hasil pajak dan bagi hasil sumber daya alam); Dana Alokasi Umum (DAU); dan Dana Alokasi Khusus (DAK). Dana bagi hasil dibagikan kepada daerah menurut persentase tertentu, dan didasarkan atas daerah penghasil (by origin). DAU dibagikan dengan formula tertentu, sementara DAK dibagikan untuk tujuan-tujuan tertentu yang sudah digariskan (specific grant). DAU yang dimaksudkan untuk mengurangi ketimpangan fiskal antar daerah tersebut diterapkan melalui suatu formula, dengan mempertimbangkan kebutuhan dan kapasitas fiskal daerah. Dalam pelaksanaan pengalokasian DAU dari tahun 2001 hingga sekarang, selalu muncul ketidakpuasan dari sejumlah daerah. Daerah-daerah yang merasa tidak puas tersebut umumnya yang menerima DAU relatif kecil dan tidak dapat memenuhi kebutuhan fiskal daerahnya. Selain itu, ditetapkannya kebijakan berupa penyesuaian atau modifikasi terhadap alokasi DAU yang sudah ditetapkan berdasarkan formula celah fiskal berimplikasi tidak maksimalnya kemampuan DAU dalam mengoreksi kesenjangan fiskal antardaerah. Dengan demikian perhitungan DAU dinilai kurang memberikan efek pemerataan dan keadilan. Berkenaan dengan itu muncul adanya pemikiran teoretik untuk memasukkan variabel-variabel ekonomi baru dalam formulasi DAU. Sehubungan dengan hal tersebut di atas, penelitian ini bertujuan untuk mengkaji ulang formula dan kebijakan aplikasi DAU yang selama ini digunakan, kemudian merumuskan formula DAU sesuai dengan kriteria yang tertuang dalam UU Nomor 33 Tahun 2004 yang merupakan pengganti dari UU Nomor 25 Tahun 1999. Dari hasil penelitian secara kualitatif dan kuantitatif terhadap pembagian DAU pads periode-periode awal otonomi daerah kepada kabupaten/kota ternyata DAU cukup membantu untuk menutup celah fiskal guna membiayai pengeluaran total daerah yang terdiri dari pengeluaran rutin maupun pengeluaran pembangunan. DAU mampu meningkatkan kemampuan keuangan daerah untuk membiayai pengeluaran, setelah pengeluaran tersebut juga dibiayai oleh PAD dan bagi hasii. Selain itu, DAU juga dimaksudkan untuk mengurangi ketimpangan kemampuan keuangan antar daerah yang diterapkan melalui suatu formula. Alokasi DAU 2004 untuk kabupaten/kota mampu memeratakan kemampuan fiskal antar daerah yang ditunjukkan dengan angka koefisien variasi sebesar 0,476382958. BHP dan BHSDA telah menimbulkan ketidakmerataan fiskal antar kabupaten/kota. Ketidakmerataan fiskal akibat pengalokasian BHP dan BHSDA untuk seluruh kabupaten/kota di Indonesia ditunjukkan oleh angka koefisien variasi yang tinggi yaitu 2,08444245. Dalam tahun 2004 juga telah dialokasikan dana penyeimbang berupa hold harmless. Namun demikian, prosesnya telah merugikan daerah lain yang seharusnya mendapatkan DAU yang lebih besar dan harus dikurangi demi mengantisipasi adanya tekanan politik dari DPR maupun pemerintah daerah. Dana hold harmless ini membuat ketidakmerataan fiskal antar kabupaten/kota semakin besar sebagaimana tercermin dari nilai koefisien variasi sebesar 2,15179564. Penghitungan PPAD secara regresi GLS (Generally Least Square) dengan panel data (data pool) ternyata memberikan hasil yang mencerminkan kapasitas fiskal daerah dan diharapkan dapat membuat formulasi DAU juga menjadi lebih baik. Hasil perhitungan menyebutkan bahwa dari 370 kabupaten/kota di Indonesia, terdapat 280 kabupaten/kota yang PPAD-nya lebih tinggi dari PAD riil, dan 90 kabupaten/kota yang PPAD-nya lebih rendah dari PAD riil. Hal ini berartelah menjawab salah satu kekurangan dari metode perhitungan terdahulu adalah menghasilkan PAD estimasi yang lebih rendah dari PAD rill sehingga memberikan disinsentif bagi daerah untuk meningkatkan PAD-nya. Perhitungan DAU 2004 estimasi dengan menginternalisasikan variabel-variabel yang baru berdasarkan UU Nomor 33 Tahun 2004 ke dalam persamaan regresi linear berganda DAU, yaitu Jumlah Penduduk, Luas Wilayah, Indeks Kemahalan Konstruksi, PDRB perkapita, Indeks Pembangunan Manusia, PPAD, Bagi Hasil SDA, dan Bagi Hasil Pajak, ternyata lebih mampu untuk memeratakan kemampuan fiskal antar kabupaten/kota lebih baik daripada DAU 2004 yang memakai perhitungan fiscal need dan variabel-variabel ekonomi berdasarkan peraturan perundangan yang lama. Hal ini terlihat dari koefisien variasi untuk DAU 2004 estimasi sebesar 0,457565444 jauh lebih kecil dibandingkan dengan DAU 2004 sebesar 0,476382958. Perhitungan indeks Williamson juga menunjukkan bahwa indeks untuk DAU 2004 estimasi sebesar 0,69141 lebih kecil daripada DAU 2004 sebesar 0,72043. DAU berhasil memperbaiki pemerataan fiskal antar daerah akibat adanya dana bagi hasil yang cenderung sangat tidak merata. Alokasi DAU 2004 estimasi mampu untuk memeratakan kemampuan fiskal untuk daerah kabupaten/kota di luar Jawa hingga menjadi 0,580655989 dari sebelumnya 2,189769838. Untuk kabupaten/kota di pulau Jawa pemerataan fiiskaf tercapal pada angka koefisien variasi 0,427639999 dari sebelumnya 1,221831509. Ketidakmerataan fiskal seluruh kabupaten/kota akibat bagi hasil pajak dan SDA di Indonesia itu mampu dinetralisir oleh DAU 2004 estimasi yang mampu mengurangi ketimpangan fiskal tersebut hingga angka koefisien variasinya menjadi 0,553190859 dari sebelumnya 2,08444245. Demikian pula, Indeks Williamson untuk DAU 2004 estimasi mampu meminimalkan ketimpangan fiskal akibat dana bagi hasil dari angka 2,78962 menjadi 0,88892.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2005
T18407
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Putu Yogi Widyamantara
Abstrak :
Penelitian ini mencoba mencari pengaruh elektrifikasi terhadap produktivitas. Data yang digunakan adalah data panel pada level kabupaten dan kota dalam rentan waktu 2014-2019. Pada penelitian ini produktivitas didekatkan dengan PDRB per kapita. Dari hasil estimasi didapatkan bahwa elektrifikasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan PDRB per kapita pada tahun 2014-2019 secara nasional, pulau Sumatera, dan pulau Kalimantan. Adanya elektrifikasi dapat menunjang produktivitas, seperti penerangan, penggunaan mesin yang lebih efisien, peralatan rumah tangga, dan ICT atau komunikasi. Sehingga perlu dilakukan pemenuhan elektrifikasi di Indonesia untuk meningkatkan pertumbuhan PDRB per kapita. ......This study aims the effect of electrification on productivity. We used data panel on kabupaten dan kota level with 2014-2019 period. In this study, productivity defined as GDRB per capita.estimation result shows that the electrification ratio has a positive and significant effect to GDRP per capita on 2014-2019 nationally, in Sumatera island, and Kalimantan island. The presence of electrification can support productivity, such as lightning, use of mahines more efficiently, home appliance, and ICT or communication. Therefore, electrification should be fulfilled in Indonesia to increase GDRP per capita growth.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nina Toyamah
Abstrak :
ABSTRAK
Tesis ini membahas pengaruh alokasi anggaran fungsi pendidikan kabupaten/kota terhadap akses dan kualitas pendidikan dasar dan menengah di Indonesia. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif yaitu model regresi data panel entity and time fixed effects dari data populasi kabupaten/kota di Indonesia selama 2004-2009. Hasil penelitian menunjukkan bahwa alokasi anggaran fungsi pendidikan kabupaten/kota tidak berpengaruh terhadap akses dan kualitas pendidikan di tingkat sekolah dasar dan menengah. Kebijakan penetapan proporsi anggaran fungsi pendidikan dari APBD kabupaten/kota minimal sebesar 20% tidak sepenuhnya efektif dalam mendorong perluasan akses dan perbaikan kualitas pendidikan di Indonesia. Akses terhadap pendidikan lebih dipengaruhi kepadatan penduduk, tingkat kesejahteraan dan intelektualitas masyarakat, serta keterpencilan daerah. Sementara itu, kualitas pendidikan dasar dipengaruhi ketersediaan guru, dana pendidikan dari provinsi, dan dana BOS, sedangkan kualitas pendidikan menengah berkaitan dengan keterbatasan lapangan pekerjaan. Hasil penelitian ini menyarankan agar alokasi anggaran fungsi pendidikan kabupaten/kota didukung tata kelola pemerintahan yang lebih baik dan mempertimbangkan komposisi anggaran yang diarahkan langsung untuk membiayai proses belajar-mengajar (belanja nonpegawai). Selain itu, anggaran pendidikan harus mampu mengatasi hambatan sisi permintaan di daerah dengan tingkat kemiskinan tinggi dan terpencil, serta daerah padat penduduk dengan tingkat drop-out sekolah yang tinggi dan atau banyak anak usia sekolah yang lebih memilih untuk bekerja. Tidak hanya itu, dibutuhkan upaya yang berkelanjutan untuk meningkatkan ketersediaan dan kualitas informasi kinerja pendidikan.
ABSTRACT
This study examined the effect of kabupaten/kota education spending allocation on the access to and quality of primary and secondary education in Indonesia using the quantitative approach of panel data regression model (entity and time fixed effects). The scope of the study covers all kabupaten/kota and the periode between 2004 and 2009. The results showed that the relationship between kabupaten/kota education spending allocation with the access to and quality of primary and secondary education are very insubstantial. Stipulation that at least 20% of kabupaten/kota government budgets should spend on education are not fully effective in encouraging the access to and quality of education in Indonesia. Access to basic and secondary education are influenced by population density and public welfare, as well as influenced by the level of community?s intellectual capacity and remoteness. The quality of primary education is influenced by school resources, in particular the availability of province education funds, school operational assistance (BOS) and the availability of teachers. While the quality of secondary education was related to the lack of jobs. The results of study suggest that the allocation of kabupaten/kota education spending should supported by good government and take into account of the budget compositions that should be led to directly finance the teaching and learning process as well as to deal with the demand-side barriers, especially in areas with high poverty rates, remoteness, dense population, and high drop-out rate of school, where much more school age children prefer work to school. In addition, it needed a sustained effort to improve the availability and quality of educational performance information.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2013
T32706
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Supit, Deivy Donna Ingrid
Abstrak :
[ABSTRAK
Salah satu isu krusial dalam pembangunan pendidikan di Indonesia adalah kesenjangan akses pendidikan antar kabupaten/kota. Pelaksanaan desentralisasi yang bertujuan mendekatkan pelayanan publik ke masyarakat diharapkan membuat akses pendidikan tingkat kabupaten/kota menjadi lebih baik. Penelitian ini membahas pengaruh alokasi anggaran pemerintah terhadap perbaikan akses pendidikan menengah kabupaten/kota di Sulawesi Utara, diukur dengan angka partisipasi kasar (APK) dan angka partisipasi murni (APM). Analisis ekonometrika data panel 15 kabupaten/kota di Sulawesi Utara, periode 2010- 2012, menunjukkan beberapa hal. Pertama, anggaran pemerintah melalui anggaran fungsi pendidikan berpengaruh signifikan dan positif terhadap peningkatan APK dan APM. Kedua, dana transfer berupa DAU hanya berpengaruh meningkatakan akses pendidikan melalui APK, tidak pada APM. Ketiga, kemandirian fiskal kabupaten/kota tidak berpengaruh dalam meningkatkan akses pendidikan menengah daerahnya. PDRB per kapita sebagai cerminan kapasitas ekonomi masyarakat menunjukkan berpengaruh signifikan dan positif terhadap peningkatan APK dan APM. Namun demikian pengaruh variabelvariabel yang signifikan terhadap perbaikan akses pendidikan menengah sangat kecil. Hal ini menunjukkan bahwa dampak alokasi anggaran pemerintah maupun pertumbuhan ekonomi, terhadap perbaikan akses pendidikan menengah kabupaten/kota relatif kecil.
ABSTRACT
One of the crucial issues in the development of education in Indonesia is education access gap between kabupaten/kota. The implementation of decentralization which aims to bring the public service to the community is expected to make access to education at the kabupaten/kota for the better. This study discusses the effect of government budget allocation towards improving access secondary education kabupaten/kota in North Sulawesi, measured by the gross enrollment rate (GER) and net enrollment ratio (NER). Econometric analysis of panel data of 15 kabupaten/kota in North Sulawesi, 2010-2012 show several things. First, the government budget through the budget of the education functions show significant and positive impact on the improvement of GER and NER. Second, the transfer of funds in the form of DAU affects only increase the access to education through the GER, not to NER. Third, fiscal independency of kabupaten/kota have no effect in improving access to secondary education in those area. GDP per capita as a reflection of the economic capacity of the community showed significant and positive impact on the improvement of GER and NER. However, the variables which significantly effect the improvement of access to secondary education is very small. This shows that the impact of government budget allocation and economic growth, improved access to secondary education kabupaten/kota is relatively small.;One of the crucial issues in the development of education in Indonesia is education access gap between kabupaten/kota. The implementation of decentralization which aims to bring the public service to the community is expected to make access to education at the kabupaten/kota for the better. This study discusses the effect of government budget allocation towards improving access secondary education kabupaten/kota in North Sulawesi, measured by the gross enrollment rate (GER) and net enrollment ratio (NER). Econometric analysis of panel data of 15 kabupaten/kota in North Sulawesi, 2010-2012 show several things. First, the government budget through the budget of the education functions show significant and positive impact on the improvement of GER and NER. Second, the transfer of funds in the form of DAU affects only increase the access to education through the GER, not to NER. Third, fiscal independency of kabupaten/kota have no effect in improving access to secondary education in those area. GDP per capita as a reflection of the economic capacity of the community showed significant and positive impact on the improvement of GER and NER. However, the variables which significantly effect the improvement of access to secondary education is very small. This shows that the impact of government budget allocation and economic growth, improved access to secondary education kabupaten/kota is relatively small., One of the crucial issues in the development of education in Indonesia is education access gap between kabupaten/kota. The implementation of decentralization which aims to bring the public service to the community is expected to make access to education at the kabupaten/kota for the better. This study discusses the effect of government budget allocation towards improving access secondary education kabupaten/kota in North Sulawesi, measured by the gross enrollment rate (GER) and net enrollment ratio (NER). Econometric analysis of panel data of 15 kabupaten/kota in North Sulawesi, 2010-2012 show several things. First, the government budget through the budget of the education functions show significant and positive impact on the improvement of GER and NER. Second, the transfer of funds in the form of DAU affects only increase the access to education through the GER, not to NER. Third, fiscal independency of kabupaten/kota have no effect in improving access to secondary education in those area. GDP per capita as a reflection of the economic capacity of the community showed significant and positive impact on the improvement of GER and NER. However, the variables which significantly effect the improvement of access to secondary education is very small. This shows that the impact of government budget allocation and economic growth, improved access to secondary education kabupaten/kota is relatively small.]
2015
T43663
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amri Ilmma
Abstrak :
ABSTRAK
Penelitian ini menganalisis pengaruh dari pemekaran kabupaten/kota terhadap tingkat kemiskinan. Penelitian ini menggunakan data di tingkat kabupaten/kota dengan periode observasi antara tahun 2003 dan 2013. Batas wilayah kabupaten/kota setelah pemekaran dikembalikan menurut batas wilayah asli sebelum tahun 1999 ketika desentralisasi belum diterapkan di Indonesia sehingga didapatkan sampel data sebanyak 292 kabupaten/kota. Metode estimasi yang digunakan adalah metode synthetic control dan metode difference-in-difference menggunakan regresi panel data. Metode synthetic control digunakan untuk mengestimasi pengaruh pemekaran terhadap tingkat kemiskinan di masing-masing kabupaten/kota yang melakukan pemekaran dengan membandingkannya dengan counterfactual kabupaten tersebut, yaitu kabupaten/kota synthetic yang tidak melakukan pemekaran namun memiliki karakteristik yang mirip dengan kabupaten yang melakukan pemekaran. Metode difference-in-difference digunakan untuk melihat pengaruh keseluruhan dari pemekaran terhadap tingkat kemiskinan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa secara statistik pemekaran berpengaruh negatif terhadap tingkat kemiskinan di Indonesia. Dari 45 kabupaten/kota yang melakukan pemekaran antara tahun 2003 dan 2013, 31 diantaranya memiliki tingkat kemiskinan yang lebih rendah jika dibandingkan dengan kabupaten synthetic-nya antara sebelum dan setelah pemekaran terjadi.
ABSTRACT
This study analyzes the effect of district splitting pemekaran to poverty rate. This study uses district level data between 2003 and 2013. The boundaries of districts who split are combined to their original boundaries in 1999 before the implementation of decentralization in Indonesia to get a sample of 292 districts. Synthetic control and difference in difference method are used to estimate the effect of district splitting. Synthetic control method is used to estimate the effect of splitting at the district level by comparing the poverty rate of the districts who split with their counterfactual, which is the synthetic of districts who did not split but have similar characteristics with districts who split. Difference in difference method is used to estimate the overall effect of district splitting to poverty rate. This study shows that district splitting has negative and significant effect to poverty rate in Indonesia. Among the 45 districts who split between 2003 and 2013, 31 of them have lower poverty rate compared to their respective synthetic districts before and after the proliferation.
2017
T47634
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Evi Pahlawaniati
Abstrak :
ABSTRAK
Kebutuhan pelayanan KB yang tidak terpenuhi unmet need KB didefinisikan sebagaipersentase wanita kawin yang tidak ingin punya anak lagi atau ingin menjarangkankelahiran berikutnya, tetapi tidak memakai alat/cara kontrasepsi. Tren unmet need KBdi Indonesia dalam lima tahun terakhir mengalami peningkatan dari 11,4 pada Tahun2012 menjadi 15,8 pada Tahun 2016. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahuideterminan pada tingkat individu dan tingkat kabupaten/kota terhadap status unmet needKB di empat provinsi dengan proporsi unmet need tinggi dan rendah Maluku,Sumatera Utara, DKI Jakarta dan Kalimantan Barat . Analisis data sekunder dariSusenas pada tingkat individu, laporan rutin BKKBN dan BPS Tahun 2016 pada tingkatkabupaten/kota. Sampel yang digunakan sebesar 23.276 wanita usia subur berstatuskawin PUS di Provinsi Maluku, Sumatera Utara, DKI Jakarta dan Kalimantan Baratyang merupakan bagian dari sampel Susenas Tahun 2016. Analisis data dilakukandengan menggunakan regresi logistik multilevel. Determinan yang berpengaruhterhadap status unmet need KB pada PUS di Provinsi Maluku, Sumatera Utara, DKIJakarta dan Kalimantan Barat secara keseluruhan terdiri dari faktor-faktor yang terdapatpada tingkat individu yakni umur wanita, usia kawin pertama, jumlah anak masih hidup,daerah tempat tinggal dan kepemilikan asuransi BPJS kesehatan. Umur wanitamerupakan faktor yang memiliki kontribusi terbesar terhadap perbedaan status unmetneed KB. Faktor-faktor yang terdapat pada tingkat individu memiliki peran yang lebihbesar terhadap kejadian unmet need KB dibandingkan dengan faktor-faktor yangterdapat pada tingkat kabupaten/kota.
ABSTRACT
Unmet Need for Family Planning services is the proportion of women of childbearingage who do not want children anymore or want to delay childbirth but do not usecontraception to prevent pregnancy.Trends unmet need for family planning in Indonesiain the last five years has increased from 11,4 in 2012 to 15,8 in 2016. The studyaims to kmow determinants of the unmet need for family planning the individual at theindividual level and the at district city in the four provinces with a high need proportion Maluku, North Sumatera, DKI Jakarta and West Kalimantan. At the individual level,data were taken from Susenas 2016 and at the district city data were taken from regularbkkbn and bps report. 23,276 married women of reproductive age in Maluku, NorthSumatera, Jakarta and West Kalimantan were used as sample which is part of theSusenas sample in 2016. Data analysis was done by using multilevel logistic regression.Overall, determinants of unmet need for family planning in Maluku, North Sumatera,Jakarta and West Kalimantan are factors at the individual level ie women age, the age offirst marriage, number of living child, residence, BPJS health insurance ownership.Women age is the factor with the greatest contribution to unmet need for familyplanning status. Factors at the individual level have a greater influence on the unmetneed of family planning compared to the factors at the district city level.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2018
T53906
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3   >>