Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nimim Putri Zahara
"ABSTRAK
Latar Belakang: Angifibroma nasofaring belia ANB adalah tumor fibrovaskular yang jarang, secara histologi bersifat jinak tetapi secara klinis ganas dengan angka kekambuhan yang masih tinggi. Angka kekambuhan pada tumor ini banyak dihubungkan dengan karakteristik tumor yang dapat dilihat dari sosiodemografi, klinis, gambaran radiologi, teknik pembedahan dan derajat vascular endothelial growth factor VEGF . Tujuan: Mengetahui hubungan antara karakteristik sosiodemografi, klinis, gambaran radiologi, teknik pembedahan dan derajat VEGF terkait kekambuhan ANB sebagai upaya untuk memprediksi adanya kekambuhan. Metode: penelitian dengan rancangan observasional pendekatan kohort retrospektif yang mengevaluasi karakteristik sosiodemografi, klinis, gambaran radiologi, teknik pembedahan dan derajat VEGF terkait kekambuhan. Hasil: didapatkan 38 jumlah kasus ANB, dengan kasus kambuh sebanyak 11 kasus dan tidak kambuh sebanyak 27 kasus. Insiden ANB terbanyak pada usia dekade kedua 12-30 tahun dengan rerata 15,8 tahun. Keseluruhan kasus berjenis kelamin laki-laki. Sumbatan hidung dan epistaksis merupakan keluhan utama pada semua kasus. Kekambuhan banyak ditemukan pada kasus usia muda, dengan onset cepat, stadium lanjut dan intensitas pewarnaan VEGF tinggi. Proporsi kekambuhan tidak berbeda secara statistik antara karakteristik sosiodemografik, klinis, gambaran radiologi, teknik pembedahan dan derajat ekspresi VEGF. Onset, massa tenggorok, stadium, embolisasi dan intensitas perwarnaan VEGF secara klinis mempunyai perbedaan yang bermakna. Pada penelitian ini embolisasi sebelum pembedahan tidak menurunkan angka kekambuhan. Kesimpulan: proporsi kekambuhan ANB sangat dipengaruhi oleh adanya residu tumor pasca operasi. Semakin bersih tumor diangkat, angka kekambuhan akan semakin menurun

ABSTRACT
Background Juvenile Nasopharyngeal Angiofibroma JNA is rare of fibrovascular tumor, histologically benign but clinically malignant with high recurrency rate. The recurrency rate of JNA was influenced by its characteristics that can be seen from sociodemografical, clinical, radiological, surgical and vascular endothelial growth factor VEGF . Objective the aim of this study is knowing the relation between sociodemographic, clinic, radiologic, surgical technique and expression of VEGF characteristic that influenced recurrency to predict the recurrency of JNA. Methods observasional design with retrospective cohort approach to evaluate the characteristic of sociodemografical, clinical, radiological, surgical technique, and expression of VEGF of JNA and the connection with recurrency. Result 38 cases, with 11 recurrence cases and 27 cases with disease free survival. The incidence of JNA mostly found in second decade 12 30 year with mean age 15,8 year old. All of the cases were male. Nasal blockage and epistaxis were the most common complaint in all cases. Recurrency rate is higher in young age, early onset, late stage and high expression of VEGF. Proportion of recurrency was not statistically significant among characteristics. Onset, oropharyngeal mass, stage, preoperative embolization and intensity of VEGF have clinically difference. In this study, preoperative embolization does not decrease recurrency rate. Conclusion the JNA rsquo s recurrence proportion was influenced by the residual tumor. The less residual tumor will dicrease the recurrency."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
T58668
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Samuel Raymond Rumantir Wardhana
"Latar belakang: Juvenile Nasopharyngeal Angiofibroma (JNA) merupakan tumor jinak nasofaring yang bersifat hipervaskular, agresif lokal, dan destruktif. Pencitraan sebelum pembedahan untuk menentukan ukuran dan perluasan tumor, serta embolisasi preoperatif dapat mempengaruhi jumlah perdarahan intraoperatif, yang merupakan salah satu faktor morbiditas pada pasien JNA. Penelitian ini bertujuan untuk menilai pengaruh karakteristik tumor antara lain ukuran tumor, staging, dan pembuluh darah yang memperdarahi tumor, serta efek dari embolisasi preoperatif terhadap jumlah perdarahan intraoperatif.
Metode: Penelitian dilakukan pada pasien JNA yang menjalani embolisasi preoperatif dan operasi pengangkatan tumor di Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Cipto Mangunkusumo sejak tahun 2018 hingga Maret 2022. Dilakukan penilaian ukuran tumor dan staging, serta identifikasi feeding artery menggunakan CT/MRI dan juga DSA embolisasi preoperatif, kemudian dilakukan analisis perbandingan dan korelasi terhadap jumlah perdaran intraoperatif.
Hasil: Terdapat 21 pasien JNA yang menjalani embolisasi preoperatif dan pengangkatan tumor. Didapatkan perbedaan jumlah perdarahan intraoperatif yang bermakna antara pasien JNA stadium III dibandingkan dengan stadium I-II (p=0,006). Jumlah perdarahan intraoperatif lebih banyak pada tumor yang berukuran lebih besar, namun didapatkan korelasi yang lemah (R=0,43; p=0,051). Jumlah perdarahan intraoperatif juga berbeda bermakna pada tumor JNA dengan feeding artery dari kedua sisi arteri maksilaris interna dengan tumor JNA yang mendapatkan feeding artery satu sisi arteri maksilaris interna saja (p=0,009), serta keterlibatan feeding artery dari cabang arteri karotis interna (p=0,023). Persentase pembuluh darah yang dilakukan embolisasi preoperatif, juga mengurangi jumlah perdarahan intraoperatif (R=-0,36; p=0,113).
Kesimpulan: Pencitraan preoperatif pada pasien JNA memegang peranan penting dalam menentukan perluasan tumor (staging), ukuran tumor, dan feeding artery yang berpengaruh terhadap jumlah perdarahan intraoperatif pada pasien JNA. Tindakan embolisasi preoperatif juga memiliki peranan penting dalam mengurangi jumlah perdarahan intraoperatif

Background: Juvenile Nasopharyngeal Angiofibroma (JNA) is a benign tumor of the nasopharynx that is hypervascular, locally aggressive, and destructive. Imaging before surgery to determine the size and extent of the tumor, as well as preoperative embolization can affect the amount of intraoperative bleeding, which is one of the morbidity factors in JNA patients. This study aimed to assess the effect of tumor characteristics such as tumor size, staging, and blood vessels supplying the tumor, as well as the effect of preoperative embolization on the amount of intraoperative bleeding.
Methods: The study was conducted on JNA patients who underwent preoperative embolization and surgical removal of tumors at the Cipto Mangunkusumo National General Hospital from 2018 to March 2022. Tumor size and staging were assessed, as well as identification of feeding arteries using CT/MRI and DSA preoperative embolization, then we performed a comparative and correlation analysis of the amount of intraoperative bleeding.
Results: There were 21 JNA patients who underwent preoperative embolization and tumor removal. There was a significant difference in the amount of intraoperative bleeding between patients with stage III JNA compared to stage I-II (p = 0.006). The amount of intraoperative bleeding was higher in larger tumors, but a weak correlation was found (R=0.43; p=0.051). The amount of intraoperative bleeding was also significantly different in JNA tumors with feeding arteries from both sides of the internal maxillary artery compared to JNA tumors with feeding arteries on one side of the internal maxillary artery only (p=0.009), and the involvement of feeding arteries from the internal carotid artery branch (p=0.023). The percentage of vessels that underwent preoperative embolization also reduced the amount of intraoperative bleeding (R=-0.36; p=0.113).
Conclusion: Preoperative imaging in JNA patients plays an important role in determining tumor expansion (staging), tumor size, and feeding arteries that affect the amount of intraoperative bleeding in JNA patients. Preoperative embolization also have an important role in reducing the amount of intraoperative bleeding.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Regina Talitha Rosa
"

Latar belakang: Angiofibroma nasofaring belia (ANB) adalah tumor fibrovaskular yang langka. Tingkat kekambuhan ANB diketahui memiliki angka yang tinggi. Kekambuhan tidak jarang dikaitkan dengan faktor genetik dan salah satunya adalah beta-catenin. Ekspresi beta-catenin telah diidentifikasi dapat memengaruhi pertumbuhan ANB, namun hubungannya dengan kekambuhan ANB masih perlu diteliti lebih lanjut. Metode: Penelitian ini merupakan studi analitik observasional dengan pendekatan kasus kontrol terhadap pasien ANB yang menjalani ekstirpasi tumor di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo antara tahun 2013 dan 2022. Data mengenai demografi, karakteristik tumor, prosedur pre-ekstirpasi, pendekatan bedah, dan perdarahan intraoperatif dikumpulkan melalui rekam medis. Pemeriksaan imunohistokimia dilakukan untuk mengetahui ekspresi beta-catenin. Hasil: Didapatkan 33 pasien ANB (18 termasuk kelompok tidak kambuh dan 15 dalam kelompok kambuh). Seluruh pasien merupakan laki-laki berusia antara 9 hingga 28 tahun, dengan rata-rata usia 16,2 tahun. Kelompok usia ≤18 tahun memiliki risiko kekambuhan ANB 8,91 kali lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok usia >18 tahun (p=0,046). Ekspresi beta-catenin tinggi (≥124,2) memiliki risiko yang lebih tinggi untuk menyebabkan kekambuhan dibandingkan dengan ekspresi beta-catenin rendah (<124,2) pada pasien ANB (p=0,000). Kesimpulan: Pasien ANB dengan ekspresi beta-catenin tinggi memiliki risiko kekambuhan yang lebih tinggi.


Background: Juvenile nasopharyngeal angiofibroma (JNA) is a rare fibrovascular tumor known for its high recurrence rate. Recurrence is often linked to genetic factors such as beta-catenin. Although beta-catenin expression has been identified as influencing JNA growth, its relationship with JNA recurrence requires further investigation. Methods: This research employs an observational analytical study design with a case-control approach, focusing on JNA patients who underwent tumor extirpation at Cipto Mangunkusumo General Hospital between 2013 and 2022. Data on demographics, tumor characteristics, pre-extirpation procedures, surgical approaches, and intraoperative bleeding were collected from medical records. Immunohistochemical examination was conducted to determine beta-catenin expression. Results: Among the 33 JNA patients (18 were in the non-recurrent group and 15 were in the recurrent group). All patients were male, aged between 9 and 28 years, with an average age of 16.2 years. The age group ≤18 years had an 8.91 times higher risk of JNA recurrence compared to the age group >18 years (p=0.046). High beta-catenin expression (≥124.2) was associated with a higher risk of recurrence compared to low beta-catenin expression (<124.2) in ANB patients (p=0.000). Conclusion: JNA patients with high beta-catenin expression has a higher risk of recurrence."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library