Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 8 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Keeble, Richard
London: Routledge, 2001
174.9097 KEE e
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Wilkins, Lee
Mahwah: Lawrence Erlabum Associates, 2005
174.907 WIL m
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Abstrak :
This book provides case studies, many incorporating in-depth interviews and surveys of journalists. It examines issues such as journalists attitudes toward their contributions to society; the impact of industry and technological changes; culture and minority issues in the newsroom and profession; the impact of censorship and self-censorship; and coping with psychological pressures and physical safety dilemmas. Its chapters also highlight journalists challenges in national and multinational contexts. International scholars, conducting research within a wide range of authoritarian, semi-democratic, and democratic systems, contributed to this examination of journalistic practices in the Arab World, Australia, Bangladesh, Bulgaria, China, Denmark, India, Kenya, Kyrgyzstan, Malaysia, Mexico, Russia, Samoa, South Africa, Taiwan, Turkey, and the United States.
New York : Routledge, Taylor & Francis Group, 2018
070.4 CRI
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Sarah Solihat
Abstrak :
ABSTRAK
Peneliti melihat sebuah teknik foto tidak hanya sebagai komposisi dalam foto, tetapi merupakan sebagai bentuk tanda dalam memberika sebuah pesan. Pesan disampaikan sebagai kritik dalam sebuah masalah sosial. Peniliti ingin melihat bagaimana kritik sosial dibagun dalam Kompas, dan kepada siapa kritik ditujukan. Penelitian menggunakan paradigma konstruktivis, pendekatan kualitatif, strategi penelitian analisis semiotika, dan sifat penelitian deskriptif. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa kebanyakan foto, dalam penelitian ini menggunakan foto halaman utama Kompas, bermain dalam ranah sudut pandang, lensa, dan juga jarak pengambilan. Ketiga teknik tersebut, memberikan tanda- tanda tersendiri dalam foto yang ditampilkan untuk menunjukkan kritik sosial yang ingin disampaikan. Masalah yang sering diangkat dalam foto headline Kompas adalah masalah kurangnya perhatian kepada masyarakat menengah kebawah.
ABSTRACT
I have seen that a technical photography is not only determined as the composition inside it, but also as a sign to deliver a message. That message has been delivered as a critical towards social issues. I would like to see further how social critical has been built in KOMPAS daily newspaper, and to whom this critical is dedicated. This research is using constructivist paradigm, a qualitative approach, semiotic analyze as research strategy, and descriptive research tendency. The final result shows that mostly photographs, which in this research are using the headline photo of KOMPAS, have masquerade into point of view, lens, and shooting distance. Those three techniques give certain signs inside its photograph, which has been published to deliver a social critical instead. The main issue or problem that recently becomes KOMPAS headline photograph is the lake of attention towards middle low class society.
2010
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Jauharul Anwar
Abstrak :
Skripsi ini meneliti transformasi atau perubahan strategi yang dilakukan oleh Harian Republika sebagai salah satu media cetak di Indonesia dalam ranah jurnalistik dari Era Orde Baru hingga Era Reformasi. Kerangka teori yang digunakan yaitu field theory (teori ranah) yang dikemukakan oleh Pierre Boudieu. Pendekatan penelitian yang digunakan yaitu pendekatan kualitatif dengan metode penelitian berupa historical comparative, di mana peneliti menguji data dari peristiwa dan kondisi di masa lalu dalam kerangka teori sosiologis. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Republika melakukan transformasi, yaitu dari subordinasi kekuasaan Orde Baru, simbolisasi representasi Islam, dan pembentukan pasar Islam, menjadi strategi konglomerasi, proporsionalitas kelompok Islam, dan simbolisasi representasi komunitas muslim. Transformasi strategi tersebut dilakukan sebagai suatu dialektika terhadap transformasi ranah jurnalistik dari Era Orde Baru hingga Era Reformasi;This undergraduate thesis examines the transformation or change in strategy undertaken by Republika daily as one of the print media in Indonesia in the Journalistic field of the New Order Era to Reformation Era. Theoretical framework used field theory which introduced by Pierre Boudieu. Some of the concepts covered in it, are field, habitus, various types of capital (social, economic, cultural, and symbolic), the objective position, the relationships among the domains, strategies, and symbolic power. The research approach used a qualitative approach with a historical comparative research method, where the researcher examines the conditions and evidents in the past in sociological framework. The results of this study indicate that Republika has did some strategies transformation from subordination of New Order Power, symbolization of Islamic representation, and establishment of Islamic market to conglomaration, proporstionality of Islamic groups, and symbolization of muslim community representation as a dialectical from the transformation of the journalistic field from New Order Era to Reformation Era
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Sarah Sayekti
Abstrak :
Berita merupakan suatu program televisi yang harus independen dari program lain. Sementara program lain berupaya melaksanakan fungsi entertainment-nya, berita lebih memiliki fungsi yang lain, yaitu fungsi informatif. Ini berarti bahwa berita bukanlah program yang disajikan sesuai dengan keinginan atau minat pemirsanya untuk menarik pemirsa sebanyak mungkin. Sebaliknya, berita harus memberikan informasi dan laporan yang sebaik-baiknya. Kredibilitas berita dapat diperoleh dengan mengacu pada Kode Etik Juralistik sebagai landasan moral. Berita haruslah berada di depan pemirsanya. Karenanya berita haruslah benar, akurat, obyektif, independen dan fair. Dengan banyaknya stasiun televisi yang bermunculan dengan programnya yang beragam, maka menarik untuk diteliti bagaimana program berita televisi kita. Apakah berita televisi kita sudah kredibel dengan mengacu pada Mode Etik Jumalistik. Ini dapat diketahui dengan melihat bagaimana orang-orang yang ada dibelakang berita televisi memahami dan menerapkan Kode Etik Jumalistik dan bagaimana proses produksi berita mempengaruhinya. Kode Etik Juralistik berlaku universal di banyak negara walaupun interpretasi dan penerapannya memiliki keragamaan. Ini tergantung dari budaya dan kepercayaan masyarakat setempat Penelitian ini mengacu pada lima poin kode etik universal yang diambil dari aturan kode etik jumalistik di beberapa negara secara acak. Poin kode etik jumalistik itu adalah akurat, jujur, adil, obyektif dan independen. TPI dipilih dalam penelitan ini dengan perlimbangan kemudahan akses untuk mendapatkan data. Juga bahwa televisi ini adalah salah satu pionir televisi swasta di Indonesia dengan jangkauan pemirsa lebih dari 140 juta pemirsa di seluruh Indonesia. Dengan target audiens kalangan menengah kebawah, yang merupakan sebagian besar dari masyarakat Indonesia. TPI menjadi suatu sumber berita yang sangat penting bagi kalangan masyarakat tersebut juga karena tingkat menonton televisi lebih tinggi daripada tingkat membaca masyarakat tersebut. Pengumpulan. data dilakukan dengan metode interview mendalam terhadap beberapa kru berita Lintas Lima, seperti: reporter, produser dan pemimpin redaksi. dan observasi terhadap kebijakan redaksi dan rapat redaksi. Penelitian dilakukan dengan metode analisa kualitatif. Analisa wacana kritis akan dilakukan terhadap hasil wawancara dan observasi dengan menggunakan acuan lima poin kode etik jurnalistik dengan penjelasannya. Pada tingkatan teks akan dilakukan analisa isi terhadap output berita berupa tayangan berita Lintas Lima itu sendiri. Ini dilakukan baik terhadap isi naskah maupun visualisasi berita Lintas Lima. Penelitian ini menunjukkan suatu hal yang cukup menarik. Menilik dari teori donut Shoemaker dan Reese, ternyata penerapan kode etik jumalistik di TPI masih beragam pada berbagai level. Mulai dari level individual hingga level ideology, penerapan kode etik jurnalistik diterapkan dengan berbagai kendala dan keterbatasannya. Walaupun penelitian ini terbatas pada ruang redaksi atau newsroom, sehingga hanya mencakup level individual, rutinitas media dan level organisasi. Bagi beberapa jurnalis, kode etik jurnalistik adalah sesuatu yang asing. Sementara bagi sebagian lagi ini hanyalah suatu aturan yang justru menghambat pekerjaan mereka. Tapi dalam tataran organisasi, dalam hal ini departemen pemberitaan TPI sedang berusaha membangun imej mereka dengan pemberitaan, khususnya Lintas Lima, usaha untuk tetap mengacu pada kode etik jurnalistik cukup kuat. Ini menjadi tekanan pada beberapa kali rapat redaksi yang sempat penulis hadiri. Tapi dalam prakteknya penerapan ini mengalami banyak hambatan. Kurangnya penyamaan persepsi dan pembelajaran mengenai kode etik jurnalistik adalah salah satunya. Selain itu bagi reporter tenggat waktu juga menjadi hambatan dalam berita yang berimbang, jujur dan akurat Berita yang disajikan menjadi berita yang seadaanya karenanya. Target pemirsa yang menjadi patokan dalam penyajian berita, yaitu kelompok pemirsa menengah kebawah, juga menjadi faktor dalam kualitas berita Lintas Lima. Kesan seadanya dan kurang berkualitas maka tampak jelas dalam laporan-laporan yang ditayangkan di Lintas Lima. Karena kualitas berita juga ditentukan dalam mengacu atau tidaknya berita tersebut kepada kode etik jurnalistik, maka berita sebaiknya tidak diproduksi hanya untuk kalangan tertentu. Semakin baik acuan kode etik jurnalistik, semakin berhatihati dan semakin baiktah kru berita berusaha menyajikan laporannya. Maka ini sebaiknya menjadi perhatian bagi tiap individu yang berada di belakang pemberitaan. Kode etik jurnalistik tidak hanya ada di hati individu tersebut, tetapi juga di pikiran yang mengarahkan mereka dalam menjalankan pekerjaannya.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T13749
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agus Purwanto
Abstrak :
Kebebasan berpendapat yang selama ini ditekan secara represif telah menemukan jalannya, sejak lengsernya JenderaI Besar Purnawirawan Soeharto sebagai Presiden Repblik Indonesia pada tanggal 21 Mei 1998. Pers bebas memberitakan segala kejadian, baik pemberitaan mengenai korupsi, kolusi, dan nepotisme di kalangan pejabat, maupun pemberitaan kekerasan oleh aparat. Persoalannya adalah, apakah kebebasan pers tersebut telah diikuti dengan tanggung jawab untuk menghormati hak-hak orang lain serta melengkapi pemberitaannya itu dengan fakta-fakta, data-data dan bukti-bukti akurat yang menjadi syarat utama kerja jurnalistik. Tujuannya adalah agar kebebasan pers tidak melanggar hak asasi manusia dan asas praduga tak bersalah. Terdapat 4 (empat) teori pers dari Fred S. Siebert, Theodore Peterson, dan Wilbur Schramm, yaitu Teori Pers Otoritarian, Teori Pers Libertarian, Teori Pers Tanggung Jawab Sosial, dan Teori Pers Komunis. Teori Pers Otoritarian, menyatakan bahwa kebebasan pers sepenuhnya bertujuan untuk mendukung pemerintah yang bersifat otoriter, sehingga pemerintah langsung menguasai, dan mengendalikan seluruh media massa. Teori Pers Libertarian, menyatakan bahwa pers harus memiliki kebebasan yang seluas-luasnya untuk membantu manusia mencari dan menemukan kebenaran yang hakiki. Pers dipersepsikan sebagai kebebasan tanpa batas, artinya kritik dan komentar pers dapat dilakukan pada siapa saja. Teori Pers Tanggung Jawab Sosial menyatakan, bahwa kebebasan pers itu perlu dibatasi oleh dasar moral, etika dan hati nurani insan pers. Prinsip dasar kebebasan pers harus disertai dengan kewajibankewajiban, antara lain untuk bertanggung jawab kepada masyarakat. Teori Pers Komunis menyatakan, bahwa pers merupakan alat pemerintah dan bagian integral dari negara, sehingga pers harus tunduk kepada pemerintah. Bedasarkan hasil penelitian dengan menggunakan metode pendekatan kualitatif, dengan studi kasus pemberitaan Majalah Mingguan Tempo, edisi 3-9 Maret 2003 dengan judul berita "Ada Tomy di `Tenabang'?", dan Surat Kabar Harian Jawa Pos Surabaya tanggal 6 Mei 2000 dengan judul berita "Indikasi KKN yang Menyudutkan Gus dur", ditemukan bahwa di dalarn menjalankan kebebasan pers, MajaIah Tempo dan surat kabar Jawa Pos telah menjalankan kebebasan pers yang mengarah kepada teori pers libertarian, meskipun juga terlihat untuk menjalankan kebebasan pers berdasarkan teori pers tanggung jawab sosial. Pemberitaan tersebut telah membuat subyek berita Tempo (Tomy Winata) merasa terancam jiwanya, tercemar nama baiknya, dan terganggu bisnisnya, sehingga pemberitaan tersebut tidak sesuai dengan maksud pasal 29 ayat dan pasal 30 Undang-Undang Nomor 39 Tabun I999 tentang Hak Asasi Manusia yang mengatur tentang hak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan hak miliknya, dan hak atas rasa aman dan tenteram, serta perlindungan terhadap ancaman ketakutan. Begitu pula berita Jawa Pos yang memberitakan KH. Hasyim Muzadi telah menerima snap dari Yayasan Bulog, padahal berita yang dikutip dari Majalah Tempo edisi 1-7 Mei 2000 adalah berita yang telah diralat serta telah dimintakan maaf kepada KH. Hasyim Muzadi, sehingga tidak sesuai dengan maksud pasal 29 ayat 1 Undang-Undang Nomor 39 Tabun 1999 yang mengatur perlindungan hak atas kehormatan dan martabat manusia. Reaksi yang diperlihatkan oleh orang-orang yang mengaku sebagai pegawai Tomy Winata dan NU-GP Ansor Kodya Surabaya yang melakukan tindakan kekerasan terhadap Majalah Tempo dan Surat Kabar Jawa seharusnya dapat dihindarkan karena telah disediakan ruang bagi penyelesaian atas pemberitaan yang pers yang dinilai tidak benar, yaitu melalui hak jawab, Dewan Pers, dan jalur hukum, serta Komnas HAM bila terjadi pelanggaran HAM. Pers hendaknya dapat lebih mengembangkan antara kebebasan dan tanggung jawab, yang harus dapat mengupayakan berita fakta sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Pokok Pers dan Kode Etik Wartawan, dan kesalahan pemberitaan segera dilayani dengan pemenuhan hak jawab, dan koreksi.
The independence of opinion during this time pressured repressively has found its way. Since Great General Former Suharto slide down as President of Republic of Indonesia on May 12, 1998. The press was free to announce all accidents, either corruption, collusion and nepotism news in around of official officer either to announce the violence of apparatus. The problem is, whether the independence of said press have been followed with the responsible to appreciate other people rights as well as to fully equipped that news with accurate facts, data and evidences becoming main requirement of journalistic work. The objective is in order the independence of press do not break human rights and presumption of innocent. There are 4 (four) theory of press from Fred S. Siebert, Theodore Peterson and Wilbur Schramm, Authoritarian, Libertarian, Social Responsible and Communism press theories. The Authoritarian press theory stated that the independence of press is aimed wholly for supporting authoritative government, so that the government can command and control all mass media. While Libertarian Press theory stated that press should have independence as wide as possible for helping people find and search actual truth. Press is considered as unlimited freedom, the meaning is press critic and cornment can be done by whoever parties. Social responsible press theory stated that press independence should be limited by moral, ethic and lustrous principles of press people. The basic principle of press independence should be followed by obligations, for be responsible for people. And Communism Press theory stated that press represents government instrument and integral part of state, so that press is subject to government. Based on the result of research with using qualitative approach method with study case of Tempo weekly magazine, 3 - 9 March 2003 edition with news title "There was Tomy in Tanah abang?, and Jawa Post daily news Surabaya dated May 6, 2000, with news title, "KKN indication pressured Gus Dur", found that in running press independence, Tempo magazine and Jawa Pos news have run press independence aiming to libertarian press theory, although it was seemed that it run press independence based on social responsible press theory. Such news has made Tempo news subject (Tomy Winata) threatened his life, polluted his popularity and disturbed his business, so that said news cannot provide the intention of article 29 sub paragraph 1 and article 30 of the law no. 3911999 concerning human rights, that regulates the rights on personal, family, respectfulness, dignity, property rights and secure and peaceful rights protections as well as protection against fear threaten. So do Jawa Pos News that announced KH. Hasyim Muzadi has received mouthful from Bulog Foundation, while the news quoted from Tempo Magazine 1 - 7 May 2000 edition was the news have been repaired as well as have been requested forgiveness to KH. Hasyim Muzadi, so that it cannot provide the intention of article 29 sub paragraph I of the Law No. 39 1 1999 concerning the protection of rights against people respectfulness and dignity. The reaction shown by people who were admitted as employee of Tomy Winata and NU - GP Ansor of Surabaya Municipality who have done violence against Tempo Magazine and Jawa Pos News should be avoided because it has been prepared space for settling news announcement that is considered wrong, through answer rights, Press Board and Legal Track as well as Komnas HAM if the violation of human rights happened. Press should be much able to develop between freedom and responsible, which should be able to provide fact news as regulated in The Law of Press Principle and Journalistic Ethic Code and the mistake of news should be serviced with providing answer rights and correction.
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2005
T15074
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muh. Taufiqurohman
Abstrak :
Penelitian ini secara umum bertujuan memperoleh gambaran penggunaan urutan kata verba frasal yang dapat dipisah pada ragam tulis laras jurnalistik bahasa Inggris yang dikaitkan dengan faktor panjang objek nomina, objek pronomina, dan makna idiomatis. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif yang juga menggunakan data kuantitatif. Penggunaan data kuantitatif diperoleh dengan menngubah data kualitatif menjadi data dalant bentuk angka. Ragam tulis laras jurnalistik bahasa Inggris yang dijadikan somber data adalah majalah Time dan majalah Newsweek. yang terbit pada tahun 2007. Setiap majalah secara acak diambil sebelas penerbitan. Dengan demikian, dari dua majalah tersebut diperoleh dua puluh dua penerbitan. Jumlah penerbitan tersebut merupakan 21,56% dari seluruh penerbitan pada tahun 2007. Dari jumlah tersebut diperoleh 148 verba frasal yang dapat dipisah, dengan rincian 122 verba frasal berobjek nomina, dan 26 verba frasal berobjek pronomina. Hasil analisis data menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara panjang objek nomina dengan posisi penempatannya dalam urutan kata verba frasal yang dapat dipisah pada ragam tulis bahasa Inggris. Objek nomina dengan panjang satu sampai empat kata dapat menempati dua posisi, yaitu posisi akhir dan posisi tengah- Posisi akhir ialaht posisi objek di belakang adverbia dan posisi tengah ialah posisi objek di antara verba dan adverbia. Objek nomina ditempatkan pada posisi akhir jika objek tersebut menjadi bagian klausa atau kalimat yang memperoleh fokus. Objek nomina ditempatkan di tengah jika objek tersebut tidak memperoleh fokus. Objek nomina dengan panjang lebih dari empat kata hanya dapat menempati satu posisi, yaitu posisi akhir. Sementara itu. ojek pronomina tidak selalu ditempatkan pada posisi tengah. Dengan kata lain, objek pronomina juga dapat ditempatkan pada posisi akhir. Objek pronomina ditempatkan pada posisi tengah karena objek tersebut menunjuk kepada entitas yang telah diketahui, yaitu menunjuk kepada konstituen nomina yang telah disebutkan sebelumnya dalam sebuah konteks dan tidak memperoleh penekanan (fokus) atau penonjolan informasi yang dikandunginya. Objek pronomina ditempatkan pada posisi akhir jika objek tersebut memperoleh penekanan (fokus) atau informasi yang dikandunginya ingin ditonjolkan. Pada basil analisis data yang berkaitan dengan makna, terdapat penempatan objek posisi akhir yang signifikan dalam urutan kata verba frasal yang dapat dipisah yang bermakna idiomatis. Hal itu ditunjukkan dengan persentase penempatan objek pada posisi tersebut mencapai 54,73% dari empat makna yang rnuncul pada jenis verba frasal tersebut. Namun, asal itu tidak berarti bahwa makna tersebut sebagai faktor utama penempatan objek pada posisi akhir. Faktor utama yang mcnempatkan objek pada posisi tersebut masih tetap objek yang menjadi bagian klausa atau kalimat yang memperoleh fokus. Sementara itu, makna idiomatis hanya berfungsi sebagai faktor pengiring dalam penempatan objek pada posisi tersebut.
This study aims at gaining the illustration of the use of separable phrasal verb word order related to the length of nominal objects, pronominal objects and idiomatic meanings in English journalistic written language. It uses the qualitative approach. It is purely qualitative since it solely involves the analysis and description of the data collected. The source of data were Time magazines and Newsweek magazines published in 2007. Eleven publications of the two magazines were randomly taken. Thus. there were twenty two publications of the two magazines. The publications covered 21.56% of both magazines in 2007 which consist of 148 separable phrasal verbs of which are 122 separable phrasal verb with nominal objects and 26 separable phrasal verbs are pronominal objects respectively. The study has come up with the following results. First, there is relation between the length of nominal objects and their positions in separable phrasal verb word order. Nominal objects consisting of one word to four words can be positioned in two different positions, end positions and mid-positions. Nominal objects are positioned in the end position if they are focused. The focused part of a sentence is typically new information which has not been previously mentioned. Nominal objects are positioned in the mid-position if they do not belong to the focus but to the background part of sentence. On the contrary, nominal objects consisting of more than four words can solely be positioned in the end position. Second. pronominal objects could occur ill two positions, end positions and mid-positions. Pronominal objects occur at the end position if they are focused. and they occur in the mid-position if they are not focused or not stressed. Pronominal objects are regarded as old information since they refer to a well-known entity to nominal constituents that have been previously mentioned in the contex. Third, there is significant tendency for idiomatic meanings in positioning objects in the end position. The percentage of idiomatic meaning of separable phrasal verb positioning object in the end position reveals 54.73 %.
2008
T24264
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library