Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 7 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Saiful Jazan
Abstrak :
Dengan berhasilnya program pemberantasan penyakit menular yang dilaksanakan, maka cedera dimasa mendatang akan menjadi masalah kesehatan di Indonesia. Oleh karena itu dilakukan penelitian ini untuk mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh pada cedera karena kecelakaan rumah tangga pada balita. Desain penelitian adalah kasus kontrol. Kasus adalah balita yang mengalami cedera karena kecelakaan rumah tangga dan datang berobat ke rumah sakit atau Puskesmas di wilayah Bojonagara atau Tegalega Kotamadya Bandung dan bertempat tinggal di kedua wilayah tersebut. Kontrol adalah balita tetangga kasus. Penelitian ini dilakukan pada 84 kasus dan 168 kontrol. Dengan analisis regresi logistik multivariabel dapat diketahui bahwa tiger faktor risiko yang berpengaruh pada kejadian cedera karena kecelakaan rumah tangga pada balita, yaitu pengasuh anak (rasio odds = 5,62; 95% CI = 2,86-11,04), umur anak (rasio odds = 4,22; 95% CI = 2,12-8,39) dan jenis kelamin anak (rasio odds = 1,94; 95% CI = 1,09-3,48). Sebab cedera yang terbanyak adalah jatuh sedangkan jenis cedera yang terbanyak adalah luka. Cedera paling banyak terjadi di halaman rumah dan lebih banyak terjadi pada siang hari. Disarankan kepada ibu untuk mengasuh anaknya sendiri atau menyerahkan pengasuhan anak kepada orang yang mampu mengasuh anak dengan baik. Perlu penyuluhan kepada ibu balita agar siapapun yang mengasuh balita untuk lebih waspada pada saat mengasuh.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 1992
T3382
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kamila Ratu Chaidir
Abstrak :
Empati pada manusia dibutuhkan untuk berhubungan dengan lingkungan sekitarnya. Jenis kelamin laki-laki dan perempuan diduga mempunyai empati yang berbeda karena struktur anatomi otak yang berbeda. Hal ini dapat menimbulkan masalah dalam kehidupan sosial dan perilaku anak-anak terhadap lingkungannya. Penelitian ini bertujuan untuk melihat perbedaan empati pada anak laki-laki dan perempuan di sekolah dasar. Penelitian dilakukan secara studi potong lintang. Kuesioner EQ-C/SQ-C versi bahasa Indonesia dipakai dalam penelitian untuk mengidentifikasi kecondongan tipe otak pada anak. Kuesioner disebarkan secara daring dan cetak untuk diisi oleh orangtua. Ketentuan orangtua yang dapat mengisi kuesioner yaitu tingkat pendidikan minimal SMP dan memiliki anak sekolah dasar. Sejumlah 620 data terkumpul lalu dipilih secara acak untuk mendapatkan 384 data untuk dianalisis. Analisis dilakukan dengan uji Chi Square dan uji Mann-Whitney dengan program SPSS versi 20 untuk Mac. Ditemukan perbedaan proporsi tipe otak di antara dua jenis kelamin tetapi, perbedaan tersebut secara statistik tidak signifikan (p=0,460). Proporsi tipe otak Extreme E lebih banyak pada laki-laki, sementara, proporsi tipe otak E, B, S, dan Extreme S lebih banyak pada perempuan. Meskipun begitu, ditemukan perbedaan bermakna pada rerata skor total EQ-C pada laki-laki dan perempuan (p=0,049). Disimpulkan bahwa pada hasil penelitian ini tidak terdapat perbedaan proporsi tipe otak yang bermakna pada kedua jenis kelamin, namun, ditemukan perbedaan bermakna pada rerata skor total EQ-C di kedua jenis kelamin pada anak sekolah dasar di Indonesia,. Oleh karena itu, menciptakan lingkungan yang mendukung dapat menghasilkan pertumbuhan empati yang baik pada anak laki-laki maupun perempuan di sekolah dasar. Empati pada manusia sangat dibutuhkan untuk berhubungan dengan lingkungan sekitarnya. Jenis kelamin pria dan wanita dianggap memiliki empati yang berbeda karena struktur anatomi otak yang berbeda. Hal ini dapat menimbulkan masalah dalam kehidupan sosial dan perilaku anak terhadap lingkungannya. Penelitian ini bertujuan untuk melihat perbedaan empati pada anak laki-laki dan perempuan di sekolah dasar. Penelitian dilakukan dalam bentuk studi potong lintang. Kuesioner EQ-C / SQ-C versi bahasa Indonesia digunakan dalam penelitian untuk mengidentifikasi bias tipe otak pada anak-anak. Daftar pertanyaan didistribusikan secara online dan dalam bentuk cetak untuk diisi orang tua. Ketentuan bagi orang tua yang dapat mengisi kuesioner adalah tingkat pendidikan minimal SLTP dan memiliki anak SD. Sebanyak 620 data dikumpulkan dan kemudian dipilih secara acak sehingga diperoleh 384 data untuk dianalisis. Analisis dilakukan dengan menggunakan uji Chi Square dan uji Mann-Whitney dengan SPSS versi 20 for Mac. Ditemukan bahwa terdapat perbedaan proporsi tipe otak antara kedua jenis kelamin tetapi perbedaan ini tidak bermakna secara statistik (p = 0,460). Proporsi tipe otak Extreme E lebih besar pada laki-laki, sedangkan proporsi tipe otak E, B, S, dan Extreme S lebih sering terjadi pada wanita. Meskipun demikian, terdapat perbedaan yang signifikan rerata total skor EQ-C untuk pria dan wanita (p = 0,049). Disimpulkan bahwa dalam hasil penelitian ini tidak terdapat perbedaan yang signifikan proporsi tipe otak pada kedua jenis kelamin, namun ditemukan adanya perbedaan yang signifikan rerata total skor EQ-C pada kedua jenis kelamin. anak sekolah dasar di indonesia. Oleh karena itu, menciptakan lingkungan yang mendukung dapat menghasilkan tumbuhnya empati baik bagi siswa laki-laki maupun perempuan di sekolah dasar. ......Empathy is a necessary skill for humans to be able to relate to others in their surroundings. This skill might be influenced by gender because of differing structural anatomy of the brain. This might cause problems in social life and behavior of children toward their environment. This research is conducted to observe if there are differences in empathy skills between boys and girls in elementary school children. This is a cross-sectional study utilizing EQ-C/SQ-C questionnaires to identify the brain type of children. The questionnaires were distributed via online and printed which were filled in by parents who have elementary school children in Indonesia. The minimum requirements of parents’education is junior high school. The number of subjects who fulfilled the questionnaire was 620 and sorted out by random sampling to obtained 384 sample. The sample was analyzed using Chi Square and Mann-Whitney test with SPSS program for Mac version 20. A difference in the proportion of brain type was found between the two genders but the differences were not statistically significant (p=0,0460). Proportion of brain type Extreme E was dominated by boys. Meanwhile the E, B, S, and Extreme S-brain type was dominated by girls. Nonetheless, the difference of average EQ-C total score between the two genders was statically significant (p=0,049). It is concluded that there is no significant difference of brain type proportion in the two gender but there is a significant difference of average EQ-C total score. Therefore, construct a stimulating environment that supporting empathy skills could be generating for all gender in elementary school.
Depok: Fakultas Kedokteran Univesitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Meryanti Sri Wulandari
Abstrak :
Studi ini bertujuan untuk meneliti hubungan antara status kelangsungan hidup bayi dan jarak kelahiran saudara sekandung. Metode ana1isis yang digunakan adalah analisis log linier dua tahap. Dalam menganalisis dibedakan antara sampel bayi laki-laki dan bayi perempuan, Data yang digunakan adalah riwayat kelahiran dari wanita pemah kawin usia 15-49 tahun dari SDK!2007. Unit analisis adalah anak dengan urutan kelahiran 2 ke atas yang dilahirkan tahun 2002-2006. Dalam studi ini variabel jarak kelahiran sebagal variabel antara sedangkan variabel sosioekonomi dan demografi lalanya sebagai variabel latar belakang. Hasil analisis menunjukkan bahwa jarak kelahiran dan kematian bayi; mempunyai hubungan yang sangat erat, dirnana kematian bayi kelahiran pertama mempengaruhi jarak kelahirnn sedangkan jarak kelahiran yang pendek akan meningkatkan risiko kematian bayi berikutnya. Selain itu para orang tua sudah tidak !agi mempersoalkan tentang jenis kelamin anak pertama mereka akan tetapi mereka masih memperhltungkan jika anak pertama mereka yang menlnggal waktu bayi adalah anak laki - laki. Kematian bayi kelahiran pertama yang berjenis kelamin laki - laki meningkatkan risiko pendeknya jarak kelahiran bayi barikutnya. Diantara faktr utama lain, jarak kelahirnn dengan anak sebelumnya mempunyai pengaruh terhedap kelangsungan hidup bayi kelahiran berikutnya paling tinggi. Orang tua dengan keterbatasan sumber daya ekanami memiliki kecenderungan untuk mendahulukan anak laki - laki dibandingkan dengan anak perempuan pada bayi kelahiran kedua dan seterusnya, Pengaruh pendidikan ibu terhadap kematian bayi lebih tinggi pada sampel bayi perempuan daripada sampel bayi Iaki - laki. Diduga ibu - ibu berpendidikan SLTP ke atas tidak lagi membedakan perlakuan antara anak laki maupun anak perempuan, Secara wnwn kecenderungan bayi yang lahir dengan urutan kelahiran ke 2 atau ke 3 untuk meninggal di usia bayi lebih rendah dibandingkan dengan bayi urutan kelahiran 4 ke atas. Tetapi ketika anak pertama mati di usia bayi, kecenderungan bayi laki­-laki urutan kelahiran 2 atau 3 untuk mati lebih tinggi bila dibandingkan dengan adik laki - laki mereka.
This study investigates the relationships between infant survival and birth interval of siblings. A two stage Jog linear model was applied in the analysis. The estimate the model separately for male and female children. This study utilizes the information eollected on complete birth history for each ever married women aged 15-49 years from Indonesia Demographic and Health Survey (IDHS) 2007. The index children of this study are composed of second and higher order births that occurred during a 4 years period between 2002 until 2006. In this study, a birth interval as the proximate variable and the other five socioeconomic and demographic as the background variables. This study find that birth interval and infant mortality have a closer relationship, death of the first child impact on sh01ter birth interval meanwhile a short birth interval too increases the mortality risks of subsequent infant Parents no more concern about the gender of their first child but they still concern if their first child died in infancy was male. The risk of subsequent infant mortality is higher if the first child is a male and dead during infancy. Among the other main effects, the prior birth interval has a strongest effect on subsequent infant survival. Parents with resource constrained, tend to have favorable treatment of males children of the second or higher order children. The effect of mother education has a strongest impact on infant mortality at female than male children. This implies that mother with middle or high education no more distinguish between male or female children. At general, the risk of the second or third order children died on infancy is higher than the fourth or higher order children. But if the first child died on infancy, the risk of male infant of the second or third order to die is higher than their young male brothers.
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2009
T20970
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Ni Putu Cyntia Suryadewi
Abstrak :
Perceraian adalah peristiwa traumatik bagi anak akan mempengaruhi capaian-capaian anak antara lain pendidikan. Studi ini membahas dampak dari perceraian orang tua terhadap capaian pendidikan anak pada tingkat sekolah dasar dan menengah serta menjelaskan perbedaan dampak berdasarkan jenis kelamin anak dan waktu terjadinya perceraian. Penelitian menggunakan data IFLS 3,4 dan 5 menemukan bahwa anak dari orang tua yang pernah bercerai lebih berpeluang memiliki capaian pendidikan yang rendah dibandingkan dengan anak dari orang tua yang tidak pernah bercerai. Namun, anak dari orang tua yang saat ini berstatus bercerai berpeluang memiliki capaian pendidikan yang lebih tinggi dibandingkan dengan anak dari orang tua yang berstatus menikah. Hasil ini tidak langsung menunjukkan bahwa bercerai lebih baik daripada menikah. Kondisi ini diduga disebabkan karena adanya pengaruh karakteristik ibu dan kemungkinan reverse causality yang perlu diteliti lebih lanjut. Studi ini tidak menemukan adanya perbedaan capaian pendidikan berdasarkan jenis kelamin anak yang mengalami perceraian. Faktor lain yang mempengaruhi capaian pendidikan anak adalah usia saat terjadinya perceraian. Semakin muda usia anak saat terjadinya perceraian, semakin negatif dampaknya bagi capaian pendidikan anak.
ABSTRACT
A divorce is a traumatic event for children that will affect children's achievement include educational achievement. This study discusses the impact of parental divorce on children's educational attainment at the elementary and secondary levels. It explains the differences in effects based on the child's sex and the time of divorce. Research using IFLS 3,4 and 5 found that children of divorced parents were more likely to have low educational attainment than children of parents who had never divorced. However, children whose parents are divorced were more likely to have higher educational attainment than children whose parents are married. These results do not indicate that divorce is better than marriage. This condition likely caused by the influence of maternal characteristics and the possibility of reverse causality, which needs further investigation. This study did not find any difference in educational attainment based on the sex of the children whose parents had divorced. Another factor influencing children's educational attainment is the age of children when divorce occurs; the younger the child's age, the more negative the impact on children's educational attainment.

Depok: Fakultas Ekonomi dan BIsnis Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ubro, Mincie H.
Abstrak :
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pola dan perbedaan fertilitas dan juga mempelajari faktor sosio-ekonomi, budaya dan demografi yang mempengaruhi fertilitas di kawasan Indonesia Timur. Data yang digunakan adalah Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia tahun 2012 dengan menerapkan metode analisis tabulasi silang dan regresi logistik biner. Wanita yang memiliki tiga anak atau lebih, cenderung lebih tinggi pada wanita yang berumur 35 ? 49 tahun, berpendidikan rendah, wanita dengan preferensi jenis kelamin anak laki-laki, menikah pada umur kawin pertama ≤ 20 tahun, tinggal didaerah perdesaan, bekerja dan yang pernah mengalami kematian anak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor-faktor sosial ekonomi, budaya dan demografi secara statistik signifikan mempengaruhi fertilitas di Indonesia Timur. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap fertilitas di Indonesia Timur adalah adalah umur wanita, pendidikan wanita, preferensi jenis kelamin anak, umur kawin pertama dan kematian anak. ...... The objectives of this paper is to studying the patterns and differences of fertility and also studying the socio-economic, culture and demographic factor that affecting fertility in Eastern Indonesia. The data used are from results of Indonesia Demographic and Health Survey, 2012 The analysis using crosstabulation and binary logistic regression. lower educated, women with gender preference son, first married at age ≤ 20 years of marriage, living in the rural areas, worked and women who have experienced child mortality. The results showed the socioeconomic, culture and demographic factor significantly affect fertility in Eastern Indonesia. Women who have three more children is higher in women aged 35-49 years, The factors significant affected fertility in Eastern Indonesia is women aged, education, child gender preference, first age at marriage and child mortality.
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sudarwati
Abstrak :
Tujuan penelitian pada tesis ini adalah untuk menganalisis foktor-faktor yang mendorong terjadinya putus sekolah anak usia 7-12 tahun dan 13-15 tahun. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah basil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 1998 dan 2006. Analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini metiputi analisis diskriptif dan analisis inferensial dengan menerapkan regresi logistik. Berdasadkan analisis diskriptif dan inferensial dapat di jelaskan bahwa, pada kelompok usia 7-12 tahun pada tahun 1998 dan 2006, semakin rendah status ekonomi rumah tangga seorang anak akan memiliki resiko putus seko1ah yang semakln besar dan semakin rendah pendidikan kepala rumah tangga semoktn besar resiko putus sekolah seorang anak. Pada tahun 1998, makin sedikit jumlah anggota rumah tangga yaog dimiliki anak, semaldn besar reslko pa!UB sekolahnya. Ini berlawanan denpn tabun 2006. Pada tahun 1998, anak laki-laki memiliki resiko putus sekolah lebih kecil daripada anak perempaan. Hal ini berheda dengan tahun 2006, dimana anak laki-laki memiliki resiko putus sekolah lebih besar daripada anak perempuan. Pada tahun 1998 dan 2006 anak yang tinggal di pedesaan mempunyai resiko putus sekolah yang lebih besar daripada yang tingal di perkotaan serta anak yang memiliki kepala rumah tangga laki-laki mempunyai resiko putus sekolah lebih kecil daripada anak yang memi1iki kepala rumah tangga perempuan. Resiko putus seko!ah tahun 1998 lebih besar daripada tahun 2006 yaitu 6 kali tahun 2006. Pada kelompok usia 13-15 tahun pada tahun 1998 dan 2006 semakin rendah pendidikan kepala rumah tangga semakin besar resiko putus sekolah seorang anak, semakin rendah status ekonomi rumah tangga, seorang anak akan memiliki resiko putus sekolah yang semakin besar, semakin sedikit jumlah anggota rumah tangga, semakin kecil resiko putus sekolahnya seorang anak, anak laki-laki mempunyai resiko putus sekolah yang lebih besar daripada anak perempuan, anak yang tinggal di pedesaan mempunyai resiko putus seko1ah yang lebih besar daripada yang tinggal di perkotaan dan anak yang memiliki kepala rumah tangga laki-laki mempunyai resiko putus sekolah lebih kecil dibandingkan anak yang memiliki kepala rumah tangga perempuan. Resiko putus sekolah tahun 1998 lebih besar dari tahun 2006 yaitu 2 kali tahun 2006.
The purpose research in this thesis is see risk schooling drop out difference on 1998 and 2006 based factors which boosting schooling drop out fur children 7-12 years old and 13-!S years old. The da!a which have used in this research come from Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 1998 dan 2006. The method of analysis which have conducted in this research are descriptive and inferential analysis with implementation of logistic regression. Based descriptive and inferential analysis, in the range 7-12 years old on 1998 and 2006, children form lower social economic status household will have higher risk schooling drop out and children from lower of academic background for head of household will have high risk of schooling drop out. In 1998, children from the less number of family In house hold with have higher risk of schooling drop out. This case contradict which have happened In 2006. In 1998 the boy have lower risk schooling drop out than girl. This case Is difference which happen in 2006 whereas the boy have higher risk schooling drop out than girl. In 1998 and 2006, children which have man as head of household have lower risk of schooling drop out that children which have lady as head of household. Risk of schooling drop out in 1998 is 6 (six) times 2006. In the range 13-15 year old n 1998 and 2006, children from the less of academic background head of household have higher risk of schooling drop out, children from the less economic status head of household have higher risk of schooling, children from the less number of family in household have lower risk their schooling drop out, the boy have higher risk of schooling drop out than the girl. Risk of schooling dropout 1998 is 2(two)times 2006.
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2009
T32428
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Hana Fauziyah Khairunnisa
Abstrak :
Pertumbuhan jumlah penduduk Indonesia masih tergolong tinggi dibandingkan dengan negara-negara penduduk terbanyak di dunia. Pertumbuhan penduduk Indonesia saat ini adalah 1,1 persen per tahun dengan angka kelahiran total 2,4 anak per perempuan. Preferensi fertilitas wanita untuk memiliki anak lagi merupakan variabel prediksi perilaku fertilitas yang berperan penting untuk mengetahui rencana kehamilan wanita di masa mendatang. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran dan hubungan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi preferensi fertilitas wanita memiliki anak lagi. Data yang digunakan dalam penelitian merupakan data Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2017. Sampel yang digunakan adalah wanita berstatus menikah, telah memiliki anak dari pernikahannya, telah memutuskan keinginannya untuk anak lagi di masa mendatang, dan masih dalam masa suburnya, dari kriteria tersebut didapatkan sebanyak 7.610 sampel wanita. Analisis yang dilakukan meliputi univariat, bivariat, dan multivariat. Hasilnya menunjukan bahwa 39,6 persen wanita di Indonesia masih menginginkan anak lagi. Peresentase wanita yang menginginkan anak lagi paling tinggi terdapat pada kategori umur 15-24 tahun sebanyak 88,3 persen, wanita dengan status tidak bekerja 43,1 persen, wanita dengan suami berpendidikan SMP/SMA sebanyak 42,0 persen, wanita yang memiliki satu anak sebanyak 84,1 persen, wanita yang memiliki anak laki-laki saja sebanyak 60,1 persen, dan wanita dengan indeks kesejahteraan sangat miskin sebanyak 44,0 persen. Berdasarkan hasil regresi logistik ditemukan bahwa variabel yang berhubungan dengan keinginan wanita menambah anak lagi diantaranya adalah umur wanita, pendidikan suami, jumlah anak hidup, komposisi jenis kelamin anak dan indeks kesejahteraan. Sedangkan status pekerjaan tidak berhubungan secara statistik dengan wanita yang menginginkan anak lagi di Indonesia. Berdasarkan analisis multivariat diketahui bahwa umur merupakan faktor paling dominan, dengan peluang 23,6 kali lebih besar pada wanita umur 15-24 tahun. Peluang menginginkan anak lagi akan semakin kecil seiring bertambahnya umur wanita. ......Indonesia's population growth is still relatively high compared to most population countries in the world. Current population growth in Indonesia is 1.1 percent per year with a total fertility rate (TFR) of 2.4 children per woman. Women's fertility preferences for having another children are predictive variable of fertility behavior that plays important role in knowing future female pregnancy plans. This study aims to determine the description and relationship of factors that can affect fertility preferences of women for having another children. The data used in the study is the data of the Indonesian Demographic Health Survey (DHS) in 2017. The samples used are married women, have children from their marriages, have decided their wishes for more children in the future, and still in their fertile period, from these criteria there were 7,610 female samples. The analysis carried out included univariate, bivariate, and multivariate. The result shows that 39.6 percent of women in Indonesia still want more children. The highest percentage of women who want more children is in the category of 15-24 years old 88.3 percent, women with unemployed status 43.1 percent, women who had husbands with junior high / high school education 42.0 percent, women who have one child 84.1 percent, women who have only boys 60.1 percent, and women in a very poor wealth index 44.0 percent. Based on the results of logistic regression, it was found that variables related to women's fertility preferences for having another children are included the age of the woman, husband's education, the number of children living, children gender composition and wealth index. While the employment status is not statistically related to women who want more children in Indonesia. Based on multivariate analysis, it is known that age is the most dominant factor, with an opportunity of 23.6 times greater in women aged 15-24 years. Opportunities for more children will be smaller as increasing of women age.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library