Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 5 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Abstrak :
This research is conducted to answer questions surrounding social phenomenon of reading books as a consumptive lifestyle and its relation to political economy studies of the mass media consumption as system of significations. Jean Baudrillard's theory on consumer society and his critic of the political economy of the sign are two important works upon which the theoritical foundation of this research was based. This is a qualitative research rooted in critical tradition with social constructionism as its strategy. Finding in this research is collected through in-dept interview and participatory observation and analyzed through qualitative comparative analysis. The findings reveal that books consumption (especially imported books) have higher degree of prestige than other media as it manifests into consumptive lifestyle of "positional goods" upon which upper class can enjoy only if others from lower class do not; therefore defining their superior social status.
Thesis: Jurnal Penelitian Ilmu Komunikasi, V (3) September-Desember 2006: 1-29, 2006
TJPI-V-3-SeptDes 2006-1
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Harris Susanto
Depok: Universitas Indonesia, 2010
T27658
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Bambang Utoyo
Abstrak :
Pokok Masalah 1. Sejarah perkembangan industri sejak zaman Renaissance hingga sekarang adalah sejarah simulacra, yaitu sejarah imitasi, atau reproduksi sehingga rnenimbulkan persoalan makna, orisinalitas dan identitas manusia. 2. Masyarakat konsumer adalah nasyarakat dalam pertanyaan. 3. Sirnanya realitas "Not into nothingness, but into the more real than real (the triumph of simulacra) ? (Ecstasy: 103). 4. Perkembangan yang pesat dari teknologi diakhir abad 20 dan awal millennium ketiga ini telah melampaui batas-batasnya dan menjalar keseluruh sendi-sendi kehidupan manusia dan mengubah secara radikal cara pandang manusia terhadap dunia. Dipertanyakan kemampuan teori untuk menjawabnya. Dasar Teoritis Latar belakang pemikiran Baudrillard merupakan suatu intellectual landscape yang luas, yaitu bahwa: 1. Baudrillard dilihami oleh pernyataan Nietzsche bahwa "Tuhan sudah mati", sebenarnya adalah suatu upaya mencari nilai-nilai baru. 2. Gestell dart Heidegger, walaupun tidak langsung, tersebar didalam tulisan-tulisan Baudrillard. 3. Symbolic Exchange adalah teori yang diilhami oleh Accursed Share-nya Georges Bataille, Gift-Exchange-nya Marcel Mauss, dan Anagram-nya Ferdinand de Saussure. 4. Seduction adalah game of appearance yang berada pada tataran simbolik. 5. Fatal Strategy telah menggantikan teori yang menjadi usang karena tidak dapat mengikuti perubahan zaman yang pesat. 6. Symbolic exchange, seduction dan fatal strategy dapat dibandingkan dengan differance, differend dan chora. 7. Metamorphosis, Metaphor, Metastasis adalah tahapan proses dehumanisasi. 8. Vanishing of history adalah karena ruang-waktu non-Euclidian. Analisis Perlu digaris bawahi bahwa cara berpikir Baudrillard yang radikal, metaforis dan ironis disebabkan so great is the sway of the real over the imagination" (Fatal : 181), "... it's not a familiar form you can use and abuse, but something alien which has to be seduced" (Paroxysm: 32) dan untuk mengatasi tirani dari sign. Pada tahun 1960-an Baudrillard memulai penelitian strukturalis terhadap the consumer society, the society of spectacle pada industri kapitalis akhir. Masyarakat ini bukanlah masyarakat dalam artian yang sebenarnya, melainkan la masse, the silent majorities yang tidak mempunyai akar sosiologis - sehingga merupakan akhir dari masyarakat. Baudrillard juga mengkritisi Karl Marx, bahwa a) bukan produksi, melainkan konsumsi lah yang merupakan basis dari tatanan sosial, b) Use value adalah efek dari exchange value - use value adalah alibi agar produksi tetap berjalan. Ho mmo consumans atau ego consumans pada affluent society adalah manusia yang hidup dikelilingi oleh the system of objects. Ego consumans membutuhkan obyek hanya untuk dihancurkan sehingga diperoleh maknanya in its disappearance. Dari the system of objects ke the destiny of objects: Keunggulan object diatas subject, merupakan fatal strategies yang juga adalah the principle of evil yang bersifat seductive. Sejak jaman Renaissance hingga kini telah terjadi tiga kali revolusi simulacra, yaitu counterfeit, production dan simulation, yang merupakan nama yang berbeda untuk arti yang lama yaitu, imitasi atau reproduksi dari image atau obyek. Pertama, image merupakan representasi dari realitas. Kedua, image menutupi realitas. Ketiga, image menggantikan realitas yang telah sirna, menjadi simulacrum murni. Pada sign as sign, simbolika muncul dalam bentuk irruption. Baudrillard kemudian menambahkan tahapan keempat yang disebut fractal atau viral. Kesimpulan 1. Gagasan Nietzsche mengenai transvaluation of all values telah terwujud dalam kebalikannya: involution of all values. 2. There Is Never Anything To Produce, melainkan imitasi dan reproduksi (simulacra) menimbulkan krisis makna dan identitas (Bewahrung = proving oneself). 3. Kini kita pada tahapan fractal, suatu tahapan trans-everything yang mengubah secara radikal cara pandang kita terhadap dunia. 4. Diperlukan tatanan dunia baru horizontal in void.
Depok: Universitas Indonesia, 2001
T9504
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Valdi Rafii Rizqullah
Abstrak :
Penelitian ini hendak menganalisis fenomena hilangnya identitas diri seorang pemain game online akibat praktik konsumtif transaksi mikro-kosmetik dengan menggunakan pemikiran filsuf posmodern Jean Baudrillard. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode kajian pustaka, di mana penulis mengumpulkan data-data yang relevan sekaligus menginterpretasikan informasi terkait dengan permasalahan praktik transaksi mikro kosmetik dalam produk game online. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa praktik transaksi mikro kosmetik dalam game online membuat para pemain terjatuh kepada sikap hidup yang konsumtif; di mana mereka menghabiskan uang mereka hanya untuk memenuhi hasrat berupa pencapaian makna atau tanda di balik dari komoditas virtual yang dibeli. Penulis kemudian menyimpulkan bahwa ketergelinciran pemain game online dalam dunia transaksi mikro-kosmetik menjadikan mereka kehilangan identitas diri akibat para pemain yang terjebak dalam situasi anonimitas, di mana persepsi pemain tentang subjektivitas aktual mereka di dunia nyata menjadi terkaburkan ketika para pemain hanya terfokus kepada karakter virtual yang mereka ciptakan dalam game online. ...... This research uses the postmodern philosopher Jean Baudrillard’s perspective to analyze the phenomenon of losing self in an online game player due to consumptive practices related to micro-cosmetic transactions. In this study, the author employs a literature review method, collecting relevant data and interpreting information related to the issue of micro-cosmetic transactions in online game products. The findings indicate that micro-cosmetic transactions in online games lead players toward a consumptive lifestyle, where they spend money solely to fulfill desires for meaning or signs associated with the virtual commodities they purchase. The author concludes that players’ immersion in micro-cosmetic transactions causes them to lose their sense of identity, as they become ensnared in anonymity. Their perception of actual subjectivity in the real world becomes blurred when they focus solely on the subjectivity of the characters they create in the online game.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Adhitya M. Maheswara
Abstrak :
Video game merupakan salah satu bentuk seni digital yang sering dijadikan hiburan alternatif oleh banyak orang. Inovasi dan ide-ide kreatif menjadi elemen penting dalam penciptaan produk video game hingga saat ini. Assassin’s Creed yang merupakan waralaba unggulan dari sebuah pengembang video game asal Prancis, Ubisoft, dianggap sebagai video game yang memiliki konsep yang sangat baik dalam merepresentasikan identitas nasional sejumlah negara Eropa. Melalui penggambaran arsitektur, tokoh bersejarah, hingga kebudayaan Eropa, Assassin’s Creed mampu menarik minat masyarakat untuk mempelajari lebih dalam lagi peristiwa sejarah yang disajikan di dalam seri Assassin’s Creed. Berlandaskan teori Simulakra dari Jean Baudrillard dan teori Ekonomi Kreatif dari John Howkins, penelitian ini menganalisis mengapa dunia virtual Eropa yang dihadirkan di dalam Assassin’s Creed sangat menarik bagi para pemainnya dan mengapa seri Asssassin’s Creed sejauh ini masuk ke dalam komponen-komponen ekonomi kreatif. Penelitian ini menunjukkan bahwa seri Assassin’s Creed, meskipun berupa video game, memiliki nilai edukasi yang tinggi berupa representasi sejarah Eropa yang dikemas dengan sangat menarik. Hiperrealitas dunia virtual yang diciptakan di dalamnya juga memiliki nilai interaktivitas tinggi, sehingga membuat pemain senang berlama-lama mengeksplorasi dunia virtual tersebut. Selanjutnya, terbukti juga bahwa Assassin’s Creed mampu menciptakan multiplier effect terhadap beberapa industri, seperti industri media, digital, dan pariwisata. ......Video games are digital art frequently used by many people as an alternative form of entertainment. As a matter of fact, innovation and creative ideas have been important elements in video games creation. Assassin's Creed, the most outstanding franchise of French developer, Ubisoft, has the best concept of representing national identity of a number of European countries. Through architectural portrayal, historical figures, and European culture representation in its series, Assassin's Creed succeeds in enhanching public interest eager to learn more about history of Europe. Using Simulacra theory from Jean Baudrillard and Creative Economy theory from John Howkins, this study analyzes the reasons behind the success of virtual Europe represented in Assassin's Creed in attracting the huge number of players and how far the series can cover the creative economic components. This study shows that Assassin's Creed series, even though it is only a video game, has a high educational value as it represents European history in a very attractive way. Hyperreality world created in the game also has a high interactive value, giving the players the enjoyment and even addiction spend hours exploring the virtual world. Furthermore, the study proves that Assassin's Creed is able to create a multiplier effect on several industries, such as the media, digital, and tourism industries.
Depok: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library