Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Andini Naulina Rahajeng
Abstrak :
Penyelesaian perkara tindak pidana khusus narkotika seharusnya dapat diselesaikan secara lebih efektif dan efisien, dengan menjunjung tinggi asas peradilan cepat, sederhana, dan biaya ringan. Penyelesaiaan perkara secara lambat menimbulkan masalah lain, seperti berupa penumpukan perkara. Indonesia telah mencoba beberapa sistem untuk menerapkan sistem peradilan pidana yang lebih efektif dan efisien, seperti whistleblower dan justice collabolator, namun pelaksanaan sistem tersebut belum mampu mengatasi permasalahan penumpukan perkara. Rancangan KUHAP mencoba menggabungkan nilai-nilai hukum yang terdapat dalam sistem hukum Civil Law dan sistem hukum Common Law, dengan tujuan meningkatkan efektivitas hukum acara pidana dan mewujudkan suatu peradilan yang cepat, sederhana, dan berbiaya ringan serta melindungi hak dan kewajiban para pihak yang terkait dalam peradilan pidana. Salah satu hal yang diambil dari sistem hukum Common Law adalah konsep pengakuan bersalah (plea of guilty) yang dikenal dengan lembaga Plea Bargaining. Plea Bargaining yang dimaksud ialah sebuah proses penyelesaian perkara yang lebih cepat dan efisien, berupa pembelaan pengakuan bersalah atau tidak ada kontes (nolo contendere). Jalur khusus mengadopsi nilai-nilai yang ada di plea bargaining, walaupun tetap terdapat perbedaan-perbedaan yang dengan jelas memisahkan kedua konsep tersebut. Hasil penelitian ini menemukan bahwa Jalur Khusus yang ada di KUHAP masih memiliki beberapa permasalahan, seperti pengaturan yang di RKUHAP untuk mengatur jalur khusus kuranglah terperinci. Dalam RKUHAP, jalur khusus hanya diatur dalam satu pasal, yaitu pasal 199 RKUHAP. Dengan kurangnya pengaturan terhadap jalur khusus, dapat mengakibatkan kemungkinan terdapat tahapan yang terlewatkan dan terdapat pelanggaran hak asasi dalam proses pidana tersebut. ......The settlement of cases of narcotics crimes should be resolved more effectively and efficiently, by upholding the principles of quick, simple and low cost trial. The slow settlement of cases creates other problems, such as a backlog of cases. Indonesia has tried several systems to implement a more effective and efficient criminal justice system, such as whistleblowers and justice collectors, but the implementation of these systems has not been able to solve the problem of case accumulation. The draft Criminal Procedure Code (RKUHAP) tries to combine legal values contained in the Civil Law legal system and the Common Law legal system, with the aim of increasing the effectiveness of criminal procedure law and creating a trial that is fast, simple and low cost and protects the rights and obligations of the parties involved in criminal justice. One of the things taken from the Common Law legal system is the concept of plea of guilty, known as the Plea Bargaining institution. Plea Bargaining in question is a process of solving cases that is faster and more efficient, in the form of plea plea guilt or no contest (nolo contendere). Jalur Khusus adopts the values that exist in the plea bargaining, although there are still differences that clearly separate the two concepts. The results of this study found that the Jalur Khusus in the Criminal Procedure Code still has several problems, such as the arrangement in the RKUHAP to regulate Jalur Khusus is less detailed. In the RKUHAP, Jalur Khusus is only regulated in one article, namely article 199 RKUHAP. With the lack of regulation on special routes, it can result in the possibility of missed stages and human rights violations in the criminal process.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anggun Rosa Indah
Abstrak :
Salah satu permasalahan transportasi DKI Jakarta adalah meningkatnya mobilitas dan perjalanan harian penduduk terutama pengguna kendaraan pribadi yang mengakibatkan tingginya tingkat kemacetan lalu lintas di jalan. Dibuatlah jalur khusus bus atau busway sebagai solusi dari masalah tersebut. Namun dari pemantauan di lapangan sepertinya jalur busway yang dibangun hanya menambah masalah kemacetan yang terjadi di beberapa ruas jalan. Hal ini menandakan adanya dampak dan pengaruh langsung dari pembangunan jalur busway terhadap kinerja jalan. Analisis yang dilakukan adalah membandingkan kinerja jalan dengan dua kondisi yaitu Before and After dan With or Without Implementasi jalur khusus bus. Perbandingan ini didasarkan data sekunder dan hasil survey aktual tahun 2007. Data sekunder digunakan untuk analisa kondisi sebelum adanya jalur khusus bus dan untuk prediksi volume tahun 2007. Data hasil prediksi digunakan untuk analisa kondisi (if conditional) jika jalan tanpa jalur khusus bus di tahun 2007. Metode penelitian yang digunakan adalah survey lalu lintas 12 jam. Pengolahan data dilakukan dengan metode MKJI baik manual maupun dengan software KAJI 1997, serta uji hipotesa dengan metode Chi-Kuadrat. Dari pengolahan data didapatkan hasil yang bervariasi untuk 2 lokasi studi. Untuk Jl. Wr. Jati Barat (koridor VI) didapatkan kenaikan tingkat pelayanan jalan dari LOS (Level Of Service) F ke LOS E dengan penurunan kapasitas aktual sebesar 52 % dan 46 % untuk arah Selatan - Utara (S-U) dan Utara - Selatan (U-S). Sementara Jl. Raya Bogor (Koridor VII) mengalami penurunan tingkat pelayanan jalan dari LOS D ke LOS E dengan penurunan kapasitas aktual sebesar 22% untuk kedua arah. Selain itu, dari fluktuasi volume lalu lintas didapatkan kondisi yang bervariasi untuk distribusi waktu puncak kedua ruas lokasi studi. Untuk Jl. Raya Bogor arah S-U, cenderung tidak terjadi perubahan yang signifikan. Sementara untuk arah U-S terjadi pergeseran waktu puncak. Untuk Jl. Wr. Jati Barat mengalami perubahan distribusi waktu puncak, dimana untuk arah S-U, terjadi pergeseran waktu mulai jam puncak dan pengurangan durasi waktu puncak. Dan untuk arah U-S, terjadi penambahan durasi waktu puncak pagi yang lebih lama dibandingkan durasi normal jam puncak.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2007
S35275
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Savara Umaira Hanasia
Abstrak :
Penelitian ini bertujuan menjawab tiga permasalahan yakni pertama, bagaimana pengaturan sistem Jalur Khusus dalam RKUHAP dibandingkan dengan konsep plea bargaining ditinjau dari asas non self-incrimination, bagaimana pengaturan plea bargain di Malaysia dan Amerika Serikat, sehingga dapat menjawab pula bagaimana sebaiknya pengaturan Jalur Khusus di RKUHAP yang mengdaptasi konsep plea bargain yang telah lama dilaksanakan oleh Malaysia dan Amerika Serikat. Metode penulisan yang digunakan adalah yuridis normatif dengan metode pendekatan konseptual dan perbandingan. Tulisan ini hendak memberikan legal problem solving atas permasalahan penumpukan perkara pidana di Indonesia, yakni dengan menerapkan plea bargaining system dalam pembaruan sistem peradilan pidana di Indonesia melalui RKUHAP dengan mencoba menggabungkan nilai-nilai hukum yang telah diatur dalam sistem hukum Common Law. Penelitian ini menyimpulkan, pertama, di Amerika Serikat, konsep pengakuan bersalah (plead of guilty) yang dikenal dengan lembaga plea bargaining. Plea bargainning dapat menjadi sebuah instrumen penyelesaian perkara yang lebih efektif dana efisien. Jalur Khusus di RKUHAP sedikit banyaknya mengadopsi nilai yang dikandung oleh konsep plea bargaining, walaupun tidak sepenuhnya menyerap konsep terkait. Hasil dari penelitian ini menemukan bahwa Jalur Khusus di RKUHAP, yakni dalam Pasal 199 RKUHAP, masih terdapat beberapa permasalahan, salah satunya seperti kurangnya rincian mengenai aturan dan syaratnya. Dengan kekurangan atau permasalahan pengaturan Jalur Khusus di RKUHAP tersebut dapat berakibat pada kemungkinan adanya tahapan yang tidak sempurna sehingga muncul pula kemungkinan pelanggaran hak asasi dalam proses pidana tersebut ......This study aims to answer three problems: first, how is the the regulation of Jalur Khusus system in the RKUHAP compared to the concept of plea bargaining in terms of the principle of non-self-incrimination, how is the arrangement of plea bargain in Malaysia and the United States of Amerika, so that it can also answer what is the best way to arrange Jalur Khusus system in the RKUHAP which adapts the concept of plea bargain which has long been implemented by Malaysia and the United States of America.The research method used is juridical normative with a conceptual approach and comparison method. This paper intends to provide legal problem solving for the accumulation of criminal cases in Indonesia, namely by implementing a plea bargaining system in reforming the criminal justice system in Indonesia through the RKUHAP by trying to incorporate legal values that have been regulated in the Common Law legal system. This research concludes, firstly, in the United States, the concept of plea bargaining is known as plea bargaining. Plea bargaining can be a more effective and efficient case settlement instrument. Jalur Khusus in RKUHAP more or less adopts the values contained in the concept of plea bargaining, although it does not fully absorb related concepts. The results of this study found that Jalur Khusus in the RKUHAP, namely in Article 199 RKUHAP, there are still several problems, one of which is the lack of details regarding the rules and conditions. With deficiencies or problems with the regulation of Jalur Khusus in the RKUHAP, it can result in the possibility of incomplete stages so that there is also the possibility of human rights violations in the criminal process.
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library