Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
I Nyoman Sumaryadi
"Kondisi desa-desa di seluruh Indonesia sebelum dilaksanakannya Repelita, pada umumnya sangat memprihatinkan, khususnya keterbatasan prasarana desa, tingkat pendidikan relatif rendah dan pendapatan perkapita penduduk demikian rendahnya. Bertitik tolak dari berbagai masalah keterbatasan itu maka Pemerintah memberikan setiap desa, Inpres Bantuan Pembangunan Desa yang dimulai sejak Repelita I. Meningkatnya dana Inpres Bantuan Pembangunan Desa dari tahun ke tahun telah mengurangi penduduk miskin dari 60% (1970) menjadi 11,36 % pada tahun 1995, dengan jumlah desa tertinggal 20633 desa.
Dalam upaya mempercepat proses pengentasan kemiskinan maka pemerintah memberikan setiap desa dana IDT sesuai Inpres No. 5 Tahun 1993. Untuk melihat keberhasilan program Inpres dapat diwujudkan perlu diteliti, faktor-faktor yang berpengaruh terhadap keberhasilan pelaksanaan program Inpres Bantuan Pembangunan Desa dan IDT dalam perspektif penanganan kemiskinan di Desa tertinggal.
Berdasarkan tujuan penelitian tersebut, maka alat analisis yang digunakan adalah model deskriptif dan didukung analisis kuantitatif model regresi liner berganda. Dan dari hasil analisis dapat disimpulkan, bahwa hipotesis alternatif yang diajukan dapat diterima dengan sangat nyata, yaitu faktor-faktor yang berpengaruh terhadap keberhasilan pelaksanaan program Inpres Bantuan Pembangunan Desa dan IDT adalah Peranan Pendampingan PP), Peranan Aparat (PA), Kemampuan Pokmas (KP), Jenis Usaha (7U), Pengawasan (EP), Motivasi Pokmas (MP) dan Distribusi Pendanaan (DD) (koefisien determinasi sebesar 65,25%).
Secara parsial bahwa masing-masing variabel bebas berpengaruh positif terhadap PED sebagai berikut :
1. PP berpengaruh positif terhadap PED, artinya bila PP ditingkatkan 1% maka PED akan meningkat sebesar 0,2732%.
2. Bila PA ditingkatkan 1 % maka PED akan meningkat sebesar 0,17%.
3. Bila KP ditingkatkan 1% maka PED akan meningkat sebesar 0,057 % .
4. Bila MP ditingkatkan 1 % maka PED akan meningkat sebesar 0,047%.
5. Bila DD ditingkatkan 1% maka PED akan meningkat sebesar 0,035%.
6. Bila .7U ditingkatkan 1% maka PED akan ineningkat sebesar 0,053%.
7. Bila EP ditingkatkan 1% maka PED akan meningkat sebesar 0,0525%.
Berdasarkan faktor-faktor dominan tersebut maka strategi meningkatkan keberhasilan pelaksanaan program Inpres Bantuan Pembangunan Desa dan IDT dalam penanganan kemiskinan di desa tertinggal, adalah pertama, meneruskan kontribusi kebijakan IBD dan IDT dengan melalui prioritas program pada faktor-faktor yang diduga sangat berpengaruh tersebut. Kedua, memformulasikan kebijakan pemerintah yang bare sebagai pemantapan program pendukung XBD dan XDT secara terpadu dan terintegrasi lintas sektoral."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Syahbidin
"Salah satu wadah perlindungan bagi sumber daya alam dan keanekaragamana hayati yang kita miliki adalah hutan lindung Meratus di Kabupaten Hulu Sungai Tengah Propinsi Kalimantan Selatan. Kawasan ini memiliki keanekaragaman hayati yang cukup mengesankan. Di hutan lindung Meratus terdapat berbagai fauna : 29 spesies mamalia, 62 spesies burung, dan 6 spesies reptilia, dimana 38 spesies diantaranya adalah jenis spesies yang dilindungi. Juga ditumbuhi flora : 141 jenis potion, 17 jenis rotan, 8 jenis palem-paleman, semua itu termasuk ke dalam 41 famili, yang terbanyak adalah famili dipterocarpaceae, kemudian famili graminea (rotan). Sebagian dari jenis diatas adalah flora endemik Pulau Kalimantan. Selain itu hutan lindung ini juga memiliki fungsi hidrologi bagi daerah-daerah di bawahnya seperti kota Barabai dan kota Birayang. Di sisi hutan lindung Meratus ini terdapat pemukiman penduduk yang telah lama menetap secara turun temurun, jauh sebelum status hutan lindung diberikan, yakni Batu Perahu. Pemukiman penduduk ini secara administratif diakui sebagai desa, yang berarti keberadaan mereka disana adalah legal (bukan sebagai perambah). Kondisi desa Batu Perahu masih memprihatinkan, miskin secara ekonomi, kualitas sumber daya manusia dewasa (angkatan kerja) sebagian besar masih buta huruf, masih terisolir dan hanya dicapai dengan berjalan kaki di jalan setapak.
Hutan lindung Meratus juga mempunyai fungsi hidrologi bagi daerah bawahannya seperti kota Barabai dan kota Birayang. Jika hutan ini rusak, maka kedua kota akan berada dalam ancaman bencana banjir di musim hujan dan kekeringan di musim kemarau.
Di sisi/tepi hutan lindung Meratus ini terdapat pemukiman penduduk yang telah lama menetap secara turun temurun, jauh sebelum status hutan lindung diberikan, yakni Batu Perahu. Pemukiman penduduk ini secara administratif diakui sebagai desa. Kondisi desa Batu Perahu masih memprihatinkan, miskin secara ekonomi, kualitas sumber daya manusia sebagian besar masih buta huruf, masih terisolir dan hanya dicapai dengan berjalan kaki di jalan setapak.
Para stakeholder memiliki dua kepentingan berbeda, pertama, membuka isolasi desa Batu Perahu. Kedua, mempertahankan kelestarian dan meningkatkan status hutan lindung Meratus menjadi taman nasional. Permasalahan muncul, karena beberapa pihak meragukan kemampuan pemerintah daerah menjaga kelestarian hutan lindung Meratus, jika jalan dibangun ke desa Batu Perahu. Alasannya sederhana, seandainya jalan telah dibangun, maka akses bagi penebang liar untuk masuk dan menebang kayu di hutan lindung akan lebih mudah. Para penebang liar biasanya memanfaatkan jalan umum untuk mengangkut kayu tebangan dengan menggunakan mobil truk atau mobil jeep. Disaat jalan tidak tersedia, maka akses penebang liar untuk mengangkut kayunya juga tertutup, dan hutan lindung akan aman dari penebang liar.
Melalui penelitian menggunakan Arialitycal Hierarchy Process (AHP), dengan beberapa kelompok : kelompok responden masyarakat lokal desa Batu Perahu diwakili Kepala Desa Batu Perahu, Sekretaris Desa Batu Perahu, dan Kepala Balai Adat Batu Perahu, Kelompok responden masyarakat kota diwakiii oleh Sekretaris Kecamatan Barabai, Lurah Barabai Barat, dan Ketua.Kelompok Tani Desa Wawai. Kelompok Kelompok responden LSM diwakiii ketua umum LSM Pecinta Pegunungan Meratus, dan Kelompok responden Pemda diwakili oleh Bappeda, Dinas Hutbun, Dinas Pertanian, dan Dinas PU dan Bangwil.
Hasil penelitian menunjukkan alternatif kebijakan yang paling tinggi bobotnya yakni 0,407 sebagai prioritas pertama adalah Pembangunan jalan skala roda dua & peningkatan hutan lindung menjadi taman nasional (R2&TN). Sedangkan alternatif kebijakan Peningkatan hutan lindung menjadi taman nasional (TN) dengan bobot 0,261 sebagai prioritas kedua, alternatif kebijakan Status quo (SQ) dengan bobot 0,203 sebagai prioritas ketiga, dan pembangunan jalan skala roda empat (R4) dengan bobot 0,129 sebagai alternatif terakhir.
Alternatif R2&TN dinilai sebagai win-win solution bagi stakeholder yang memiliki kepentingan. Alternatif ini bisa diterima oleh semua stakeholder."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2004
T15305
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library