Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 5 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Muhammad Al Ghifari
"Kebijakan moratorium yang melarang pengiriman Pekerja Migran Indonesia (PMI) ke negara Arab Saudi diberlakukan akibat maraknya permasalahan yang dialami PMI di negara tersebut. Tujuan kebijakan ini sebagai upaya pemerintah dalam melindungi PMI serta memperbaiki sistem yang berlaku. Setelah diberlakukan pada tahun 2015, terdapat pengiriman PMI secara nonprosedural ke Arab Saudi dan terindikasi sebagai kejahatan perdagangan manusia. Dalam penulisan ini digunakan kerangka hukum internasional terkait perdagangan manusia dan konsep criminogenic asymmetries dalam mengidentifikasi kejahatan perdagangan manusia terhadap PMI nonprosedural pasca moratorium beserta penyebabnya. Metode yang digunakan adalah analisis data sekunder dan pengumpulan data diperoleh dari sumber laporan, penelitian terdahulu dan berita, serta wawancara singkat. Hasil penelitian menemukan bahwa pengiriman PMI nonprosedural merupakan perdagangan manusia dan disebabkan oleh asimetri antarnegara yang kriminogenik akibat difasilitasi dorongan untuk melakukan kejahatan, tersedianya keuntungan atas tindakan tersebut, dan kemampuan untuk melemahkan pengendalian sosial.

The moratorium policy that bans the sending of Indonesian Migrant Workers (PMI) to Saudi Arabia was enacted due to the widespread problems experienced by PMI in the country. The purpose of this policy is the government's effort to protect migrant workers and improve the existing system. After it was implemented in 2015, there were non-procedural sending of migrant workers to Saudi Arabia and indicated as a crime of human trafficking. This paper uses the international legal framework related to human trafficking and the concept of criminogenic asymmetries to identify human trafficking crimes against non-procedural migrant workers after the moratorium and their causes. The method used is secondary data analysis and data collection is obtained from reports, previous research and news sources, and also conducted brief interviews. The results found that the sending of non-procedural migrant workers constitutes human trafficking and is caused by criminogenic asymmetries between countries due to the facilitation of the urge to commit crimes, the availability of benefits for such actions, and the ability to weaken social control."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Anugerah Rizki Akbari
"Controlling migration in the world’s largest archipelago brings various challenges to Indonesian
authorities which differ from other countries. Indonesia is known as the most favorite transit
country for people migrating to Australia, due to its strategic geographical location. Following the
fact, the decision of choosing the mechanism of criminal law to deal with irregular migration from
the start makes Indonesia vulnerable to crimmigration trend. The criminalization of immigrationrelated
conducts, the authorization of investigative power to the immigration officers, and the
implementation of the ‘selective policy’ in the first Immigration Law (Law No. 9/1992) justify
the underlying situation in Indonesia. This condition is even harsher when Indonesia joined the
fight against people smuggling since the new law regarding immigration (Law No. 6/2011) which
increases criminal sanctions for immigration-related offenses. Nonetheless, this punitive approach
stands as a symbolic strategy, which is barely enforced by the Indonesian authorities and it only
responds the problems with erroneous actions. By doing this, the Indonesian government has
shown its weaknesses and inabilities to control crime problems to an acceptable level.
Upaya pengendalian migrasi di negara kepulauan terbesar di dunia memberikan berbagai
tantangan bagi Indonesia yang berbeda dari negara-negara lain. Tantangan yang dihadapi
menjadi lebih rumit dengan dikenalnya Indonesia sebagai negara transit bagi orang-orang yang
bermigrasi ke Australia, karena letak geografisnya yang strategis. Ditambah dengan keputusan
memilih mekanisme hukum pidana untuk menangani migrasi non-reguler membuat Indonesia
rentan terhadap tren crimmigration. Kriminalisasi perilaku terkait imigrasi, otorisasi kekuasaan
investigasi oleh petugas imigrasi, dan pelaksanaan kebijakan selektif dalam UU Imigrasi pertama
(UU No. 9/1992) mendasari situasi yang terjadi di Indonesia. Kondisi ini bahkan lebih keras
ketika Indonesia bergabung memerangi penyelundupan manusia sejak lahirnya Undang-Undang
baru tentang Imigrasi (UU No. 6/2011) yang meningkatkan sanksi pidana bagi pelanggaran
terkait imigrasi. Meskipun demikian, pendekatan hukuman ini merupakan strategi simbolik, yang
hampir tidak ditegakkan oleh pemerintah Indonesia dan tidak memiliki fungsi selain menanggapi
masalah dengan tindakan yang salah. Dengan melakukan hal demikian, pemerintah Indonesia
telah menunjukkan kelemahan dan ketidakmampuan untuk mengendalikan masalah kejahatan
pada tingkat yang dapat diterima."
University of Indonesia, Faculty of Law, 2015
pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Gollerkeri, Gurucharan
"This book is about migration futures: the transnational movement of people and the portability of skills in a globalizing world. It explores why in recent decades, development has produced outcomes so different from what was proclaimed to be its goal resulting in the Great Divergence-a world unequal as never before. International migration must be seen in the context of the political economy of development and as the natural corollary to international trade and capital. In the post 2015 development context, sustaining global economic growth rates, expanding economic opportunity, democratizing human welfare, and progressing towards an equitable and just global order will be predicated substantially on the free movement of people. Over time, the policy and practice on international migration of most countries has only become more restrictive. The consequence has been high costs-both fiscal and human. The barriers to freer economic migration have distorted development outcomes globally. There is urgent need for a global framework that is rule based, non-discriminatory, and democratic to govern the transnational movement of people. The scale and spread of the Indian experience in migration as well as development and the intimate interplay of these two complex processes is matchless. International migration is as important for the world as for India to be left to uninformed debate or fragmented interventions. The challenge is to articulate a coherent policy framework and undertake coordinated modes of engagement. Failure to mainstream economic migration will jeopardize the basis of a modern, progressive, and democratic future for all.
"
Oxford: Oxford University Press, 2016
e20470443
eBooks  Universitas Indonesia Library
cover
Karabchuk, Tatiana
"ABSTRACT
The article contains an outline of migration and taxation in the Russian federation. The characteristics of migration, the legal and regulatory situation of migrant workers with regard to taxation, actual practices in this regard and the steps required to bridge the gap between potential tax payments from migrants and actual taxation practices are considered. Attention is paid to the reasons for irregular migration and informal employment from the points of view of both employers and migrant workers. Finally, overall conclusions and policy recommendations are provided for improving the situation and decreasing irregular migration and tax underpayment."
Thailand: United Nations Publications, 2017
363 APPJ 32:2 (2017)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Samita Noonpakdee
"Human trafficking merupakan isu kejahatan transnasional yang mulai diperhatikan pada pertengahan abad 20 dan dipermasalahkan secara global pada akhir abad tersebut. Dengan adanya dukungan serta tekanan dari dunia internasional, mekanisme-mekanisme respon terhadap human trafficking diciptakan di Asia Tenggara dalam waktu relatif sama, yaitu pada tahun 1997. Namun, inisiatif-inisiatif yang diciptakan pada awal pembahasan bersifat kurang konkret dan tidak sesuai dengan kondisi human trafficking yang unik di ASEAN. Walaupun demikian, selama lebih dari dua dekade ini, terdapat beberapa perkembangan dan perubahan perspektif di kawasan, terutama dalam inisiatif terbaru, yaitu ASEAN Convention Against Trafficking in Persons, Especially Women and Children (ACTIP), yang baru diciptakan pada tahun 2015. Oleh karena itu, tulisan ini akan membahas mekanisme-mekanisme respon ASEAN sebagai bahasan utama dengan ada sejarah human trafficking dan respon global yang diterapkan di ASEAN sebagai pembahasan pendukung untuk menimbulkan pemahaman secara keseluruhan. Argumen utama dalam tulisan ini adalah mekanisme-mekanisme respon regional terhadap human trafficking oleh ASEAN mengalami perkembangan dan perubahan perspektif dari pandangan keamanan negara ke pandangan HAM. Walaupun demikian, ASEAN masih memiliki berbagai tantangan dalam pembahasan terhadap isu human trafficking. Tantangan-tantangan tersebut mencakup masalah dari kondisi negara-negara anggota ASEAN sendiri, sifat ASEAN sebagai institusi regional, serta kondisi isu human trafficking di kawasan yang tidak hanya berakar lama dalam sejarah, tetapi juga berkaitan dengan isu sosial dan ekonomi. Dengan demikian, meskipun ACTIP telah berjalan ke arah yang benar, ASEAN sebagai organisasi regional masih terdapat beberapa hal yang harus diperbaiki serta beberapa langkah yang harus dijalankan untuk mengembangkan respon regional terhadap human trafficking di kawasan ini menjadi lebih efektif daripada sekarang."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2019
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library