Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 21 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Natasya Mareta Mualim
Abstrak :
ABSTRAK
Pada penelitian ini, zeolit A digunakan sebagai pelunak air (water softener) dengan tujuan untuk mengurangi konsentrasi Ca2+ dan Mg2+ pada air sadah. Zeolit A disintesis menggunakan metode hidrotermal dari kaolin Bangka Belitung yang terdiri dari dua proses utama yaitu metakaolinisasi menggunakan variasi suhu kalsinasi 650-800o selama 3 jam dan zeolitisasi menggunakan variasi konsentrasi NaOH pada suhu 90o dengan memvariasikan waktu kristalisasi untuk mendapatkan tingkat kemurnian dan keseragaman ukuran yang tinggi serta tingkat kristalinitas cukup tinggi tanpa proses pemurnian agar menghasilkan nilai komesial yang tinggi. Zeolit A yang terbentuk dikarakterisasi menggunakan XRD, FTIR, SEM/EDX, dan BET. Kristalinitas zeolit A yang didapat sebesar 99,73% berdasarkan karakterisasi XRD.  Hasil SEM memperlihatkan bahwa struktur morfologi kristal berbentuk kubus yang mengindikasikan zeolit A dengan rasio SiO/Al2O3 sebesar 1,007 dari pengujian EDX. Aplikasi zeolit A sebagai water softener tersebut menggunaan prinsip ion exchange. Instrumen AAS digunakan untuk mengetahui kapasitas tukaran kation dengan variasi waktu dan massa zeolit A yang digunakan. Penurunan konsentrasi Ca2+ pada air sadah maksimal diperoleh sebesar 95,97% dan penurunan konsentrasi Mg2+ diperoleh hasil maksimal sebesar 94,93%. Berdasarkan penelitian ini, zeolit A berpotensi digunakan sebagai builder pada deterjen untuk mengurangi pencemaran air.
ABSTRACT
In this study, zeolite A was used as a water softener in order to reduce the concentration of Ca2+ and Mg2+ in hard water. Zeolite A was synthesized using the hydrothermal method from kaolin Bangka Belitung which consisted of two main processes namely metakaolinization using variations in the calcination temperature between 650-800o for 3 hours and zeolitization using variations of NaOH concentration at 90o by varying the crystallization time to obtain high purity and uniformity and the level of crystallinity is high enough without the refining process to produce high commercial value. Zeolite A was characterized using XRD, FTIR, SEM, and BET. Crystallinity of zeolite A is 99,73% based on the XRD characterized. The SEM results show that the crystalline morphological structure indicates zeolite A. The application of zeolite A as a water softener uses the ion exchange pinciple. The AAS instrument was used to determine the cations exchange capacity with the variation of time and mass used of zeolite A. The reducing concentration of Ca2+ in hard water as maximal was obtained by 95.97% and the reducing concentration of Mg2+ obtained a maximum yield of 94.93%. Based on this study, zeolite A is potential as a builder in detergents to reduce water pollution.
2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Silalahi, Mawar Debora Seremian
Abstrak :
Indonesia sebagai salah satu negara berkembang, hingga saat ini tetap melaksanakan pembangunan industri. Meningkatnya jumlah industri tidak hanya memberikan dampak positif, tetapi juga memberikan dampak negatif, misalnya pencemaran lingkungan yang diakibatkan oleh limbah industri, yang dapat menyebabkan penurunan kualitas lingkungan. Dampak pencemaran lingkungan yang mungkin timbul akibat limbah cair yang dihasilkan dari kegiatan industri dapat diketahui dengan mengukur konsentrasi parameter-paremeter limbah cair, baik berupa paramater fisik, parameter kimia (organik dan anorganik) ataupun parameter biologi. Salah satu parameter yang termasuk dalam kelompok parameter kimia (anorganik) adalah timbal (Pb). Industri aki merupakan salah satu industri yang menghasilkan limbah Pb dalam jumiah yang paling banyak. Pb sebagai saiah satu unsur yang termasuk dalam kelompok logam berat dalam konsentrasi tertentu sangat berbahaya terhadap manusia dan lingkungan hidup. Salah satu upaya yang saat ini telah dilakukan untuk menyisihkan Pb dalam air limbah pabrik aki adalah dengan cara kimiawi (chemical treatment). Namun hasil penyisihan dengan proses ini masih kurang memuaskan khususnya terhadap upaya pelestarian lingkungan. Oleh sebab itu dilakukan upaya lain sebagai alternatif yakni dengan memanfaatkan potensi zeolit alam sebagai media penukar kation guna menyisihkan Pb yang berada dalam air limbah pabrik aki, yakni melalui proses pertukaran ion. Proses pertukaran ion adalah proses di mana suatu material atau bahan tidak iarut menangkap ion-ion bermuatan baik positif maupun negatif dari suatu larutan dan melepaskan ion-ion bermuatan sejenis ke dalam larutan dalam jumlah yang setara. Bila proses pertukaran telah mencapai titik jenuh, maka dilakukan proses regenerasi dengan tujuan agar kapasitas penukaran material penukar ion dapat kembali seperti semula. Sebagai studi awal/studi kelayakan teknik dan lingkungan proses pertukaran ion untuk menyisihkan Pb dalam air limbah pabrik aki mempunyai tujuan untuk menentukan faktor yang paling berpengaruh dalam menyisihkan Pb dari keempat faktor percobaan yang divariasikan (konsentrasi iniluen, debit influen, keaktifan zeolit, dan ukuran diameter partikel zeolit); untuk mengetahui besar kapasitas operasi tukar kation tertinggi dari zeolit Bayah; untuk menentukan besar penyisihan Pb dalam air limbah setelah diolah dengan teknik pertukaran ion dalam kolom yang berisi zeolit Bayah sebagai media penukar kation; untuk menentukan besarnya efisiensi regenerasi dari larutan regenerant alum sulfat Al2(SO)3 yang digunakan; untuk menentukan efisiensi dari proses pertukaran ion; dan untuk mengetahui kelayakan lingkungan dari pelaksanaan proses pertukaran ion. Berdasarkan reaksi pertukaran ion yang terjadi antara air limbah aki yang mengandung unsur Pb dengan kation yang berada di dalam zeolit asal Bayah, maka hipotesis kerja yang dibuat dalam penelitian ini adalah: Pb yang terdapat di dalam air limbah pabrik aki dapat disisihkan dengan cara pertukaran ion dengan memanfaatkan zeolit sebagai media penukar kation, hingga mencapai konsentrasi di bawah konsentrasi baku mutu yang telah ditetapkan; besar penyisihan Pb dalam air limbah aki dengan proses pertukaran ion bergantung pada besarnya konsentrasi limbah yang akan diolah (konsentrasi influen), debit influen, keaktifan zeolit, serta ukuran diameter partikel zeolit; pemanfaatan proses pertukaran ion untuk mengolah air limbah pabrik aki lebih efisien jika dibandingkan dengan cara pengolahan yang menggunakan bahan-bahan kimia. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen, di mana persiapan media penukar ion (zeolit) dilakukan di laboratorium Pusat Pengembangan Teknologi Mineral (PPTM) Bandung dan Laboratorium Lingkungan Universitas Triskakti, Jakarta. Pelaksanaan proses pertukaran ion dalam kolom (naming) dilakukan di tempat kediaman peneliti di daerah Sunter Mas, Jakarta Utara, sedangkan analisis sampel dilakukan di laboratorium PPTM Bandung dan di laboratorium Bapedalda, Jakarta. Sampel yang digunakan berupa air limbah asli dari saluran inlet dan outlet (WWTP) pabrik aki PT. GS Battery Inc,, Sunter, Jakarta Utara, Data hasil pemeriksaan dianalisis secara deskriptif dan untuk mengetahui seberapa kuat hubungan antara penyisihan parameter Pb dan Cu dilakukan analisis statistik berupa uji korelasi, Untuk mengetahui faktor yang paling berpengaruh di antara ke-empat faktor yang divariasikan adalah dengan bantuan suatu program komputer yang disebut Program Taguchi (Laboratorium Statistik Universitas Trisakti, Jakarta). Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan terhadap Pb, maka proses pertukaran ion selama 8 jam dengan konsentrasi influen 5,923 mg/L, debit 10 mL/menit, zeolit diaktivasi dan ukuran diameter partikel (-18+48#) atau (-1 mm+0,295 mm) dapat menyisihkan Ph sebesar 99,02% (konsentrasi enfluen menjadi 0,058 mg/L), sedangkan dengan proses kimia sepeti yang saat ini dilakukan di PT.GS Battery, Inc, yaitu selama 17 jam hanya menyisihkan 89,02%. Hal ini menunjukkan adanya efisiensi operasi sebesar 10%, selain adanya keuntungan utama yaitu mampu menurunkan Pb hingga di bawah baku mutu yang telah ditetapkan pemerintah yaitu 0,3 mg/L. Penurunan konsentrasi Pb dari 5,923 mg/L pada awal percobaan menjadi 0,058 mg/L pada akhir percobaan diikuti dengan penurunan Cu dari 0,08 mg/L menjadi 0,011 mg/L. Uji korelasi antara penurunan konsentrasi Pb dan Cu menghasilkan nilai R2 sebesar 0,65. Hasil ini menunjukkan adanya hubungan kuat antara penurunan Pb dan penurunan Cu. Berdasarkan analisis yang dilakukan maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Faktor yang paling berpengaruh terhadap besarnya penyisihan Pb dengan teknik pertukaran ion adalah ukuran diameter partikel zeolit yang digunakan dan debit influen. 2. Kapasitas operasi tukar kation Pb tertinggi yang dapat dicapai pada proses pertukaran ion dengan memanfaatkan zeolit Bayah sebagai media penukar kation (Pb) adalah pada kondisi percobaan dengan konsentrasi influen terbesar yaitu 5,923 mg/L, debit terkecil yaitu 10 mL/menit, zeolit diaktivasi, dan ukuran diameter partikel lebih halus yaitu (-18+48#). Besar kapasitas operasi tukar kation tertinggi tersebut adalah 0,769 mg/L. 3. Pb dalam air Iimbah pabrik aid PT. GS Battery, Inc Sunter yang diolah dengan teknik pertukaran ion secara kontinu dalam waktu 8 jam dapat melakukan penyisihan Pb sebesar 99,02 %. 4. Efisiensi regenerasi yang dapat dicapai dengan kadar larutan regeneran1 aluminium sulfat (Al2(SOa)3) sebesar 2%, untuk zeolit diaktivasi sebesar 0,30I %, dan efisiensi regenerasi zeolit tidak diaktivasi adalah 0,294%. 5. Pengolahan air limbah dengan proses pertukaran ion, bila dibandingkan dengan kondisi pengolahan air limbah yang sama di WWTP ternyata iebih efisien baik dalam hal efisiensi operasi penyisihan Pb, waktu, biaya maupun luas penggunaan lahan. Besarnya efisiensi operasi adalah 10%, efisiensi waktu sekitar 51%, efisiensi biaya sekitar 65.48%, dan efisiensi luas penggunaan lahan sekitar 36,13%. 6. Besarnya kontribusi beban pencemaran Pb melalui proses pertukaran ion (jika Pb masuk ke dalam badan air penerima) adalah sebesar 1,67.10-6 kg/hari, dengan konsentrasi Pb pada efluen sebesar 0,058 mg/L. Sementara itu melalui pengolahan dengan WWTP maka kontribusi beban pencemaran Pb adalah sebesar 0,325 kg/hari dengan konsentrasi Pb pada efluen WWTP adalah sebesar 0,65 mg/L. ......Indonesia, one of the developing countries, is currently developing industries. The increasing number of industries, does not only cause some positive impacts, but negative ones as well, for example environmental pollution which is caused by industrial waste that leads to deterioration of environmental qualities. The impact of environmental pollution which might be caused by the industrial wastewater, could be known by measuring the concentration of some wastewater parameters. The parameters include, those of physical, chemical (organic or inorganic) and biological parameter; and one of the chemical parameter is Pb. The lead-acid batteries (battery) industry is one of those which is producing Pbwaste in large amounts. Pb is one of the chemical elements in the heavy metal group, and in certain concentration it is potentially dangerous to human life and the environment. Removal of Pb in battery industry wastewater by a chemical treatment process, actually does not give good results. Hence, the ion exchange process could be used as an alternative process in order to achieve better removal results, Ion exchange process is a process whereby the insoluble granular substances having acidic or basic radical in their molecular structure, catch ions (positives or negatives) from solution and exchange them with the same sign ions to the solution which come into contact with them, in the same amount. This process, enables the ionic composition of the liquid being treated to be modified without changing the total number of ions in the liquid before the exchange. Regeneration process is done after the ion exchange process get saturated, in order to recover the capacity of ion exchanger material. As a preliminary study of ion exchange process for wastewater treatment, especially battery factories wastewater, the aim of this research is to determine the most influencing factor in removing Pb; to determine the highest operational capacity from Bayah zeolites; to determine removal of Pb in battery wastewater by ion exchange process; to determine regeneration efficiency from the alum (A12(S04)3) regenerant solution; to find the efficiency of ion exchange process itself, and to know the environmental feasibility of this ion exchange process. Based on the ion exchange reaction between Pb in battery wastewater and positive ion in Bayah zeolites, the three hypothesis of this research are: Pb in battery wastewater could be removed by ion exchange process; the degree of Pb removal depends on four experimental factors which as variables (influent concentration, the rate of influent, zeolites activity, and diameter of zeolites particle size); ion exchange process is more efficient than chemical treatment process. This research is an experimental research, where the preparation of zeolites was carried out in the laboratory of PPTM Bandung and the Environmental Laboratory of Trisakti University, Jakarta. This research has been carried out at the residence of the student (Sunter Mas, North Jakarta), and sample analysis was done in the laboratory of PPTM Bandung and the laboratory of Bapedalda Jakarta. Both, inlet and outlet wastewater of PT. GS Battery, Inc. were sampled, and the data obtained were analyzed descriptively. However, corellation test is used to find out the degree of relationship between Pb and Cu removal from wastewater. Taguchi Programming (Satistical Laboratory of Trisakti University, Jakarta) is used to find out the most influencing factor in this ion exchange process. Analysis of factory effluent showed that consentration of Pb in the inlet of WWTP is 5,923 mg/I, and in the outlet is 0,65 mg/L. After the ion exchange, there is only 0,058 mg/L left (compared with the effluent quality standard for Pb (0,3 mg/L). Eight hours ion exchange process with the following process condition: influent concentration 5,923 mg/L, influent flow rate 10 mL/minute, zeolite was activated, and (-18+48 mesh) diameter size of zeolite particle could removed 99,02% Pb, compared with 89,02% by chemical treatment for 17 hours long as is done by PT. GS Battery, Inc., Sunter. This process could run more efficient 10%, by besides the main advantage is that ion exchange process could remove Pb from battery wastewater below the magnitude of the effluent quality standard.
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2000
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Zhofran Bintang Chairuddin
Abstrak :
ABSTRACT
Terbatasnya sumber daya dan cadangan minyak serta kemampuan kilang untuk eksplorasi, menyebabkan kondisi sumber energi Indonesia sampai saat ini masih bergantung dengan penyediaan minyak. Perpres (Perpres No 5 tahun 2006) mewujudkan adanya optimalisasi penyediaan bahan bakar dengan berbasis energi baru terbarukan (EBT) dimana diantaranya meningkatkan penggunaan bahan bakar energi nabati (biofuel) yaitu biodiesel dan bioetanol. Katalis heterogen yang digunakan adalah penukar ion yang dapat digunakan dalam menghasilkan biodiesel yang fasanya padat sehingga pemisahannya lebih mudah dan dapat dipakai berulang. Model Kinetika dari reaksi tersebut ditentukan dengan fitting data menggunakan Microsoft excel. Dari simulasi tersebut didapatkan parameter kinetik dan hasilnya akan dibandingkan dengan data eksperimen sehingga dapat diketahui akurasi dari model tersebut.
ABSTRACT
Limited resources and reserves and the ability of refineries to oil exploration, causing the condition of Indonesian energy source is still dependent on the supply of oil. Presidential Decree (Presidential Decree No. 5 of 2006) to realize the optimization of the provision of fuels with renewable energy-based (EBT) which include increasing the use of bio energy fuels (biofuels) are biodiesel and bioethanol. Making biodiesel using alkaline catalysts, acid catalysts, biocatalysts, supercritical methanol is very inefficient due to biodiesel production costs are very high, it is not environmentally friendly because most of the catalyst discharged into the environment and are difficult to be separated from their liquid products.Ion exchangers that are already saturated can be reactivated and repeated use . The study will be conducted by curve fitting using microsoft excel.
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Asep Saefumillah
Abstrak :
Kopolimerisasi cangkok asam akrilat pada film polietilen kerapatan rendah (LDPE) dengan metode ozonisasi untuk pembuatan membran penukar ion telah berhasil dilakukan. Ozonisasi dilakukan pada film LDPE yang telah dialiri udara pada temperatur 50°C dalam penangas gliserol selama 1 jam. Pengaruh parameter percobaan terhadap persen kopolimerisasi cangkok dipelajari melalui variasi waktu ozoniasasi, ketebalan film, konsentrasi asam akrilat, temperatur, waktu reaksi dan penambahan garam Mohr dan asam sulfat. Karakterisasi sifat film polietilen (PE) awal dan PE yang telah dikopolimerisasi cangkok dengan asam akrilat (PE-g-AA) dilakukan dengan mengamati perubahan ketebalan (thickness meter), morfologi penampang lintang (SEM), spektrum absorpsi infra merah (FTIR), titik leleh (DSC), stabilitas termal (DTAITGA), kristalinitas (XAD), serta kapasitas dan selektivitas penukaran ion (AAS). Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dengan beberapa parameter reaksi pada film LDPE 50 µm, diperoleh kondisi reaksi yang menghasilkan persen kopolimer cangkok yang tinggi dengan waktu ozonisasi 30 menit, waktu reaksi 60 menit, konsentrasi asam akrilat 40 %, temperatur 110°C. Pada percobaan dengan penambahan garam Mohr dan asam sulfat, persen kopolimer cangkok yang dihasilkan menjadi menurun. Film PE-g-AA memiliki ketebalan yang lebih besar dibanding film PE awal. Pengamatan dengan SEM menunjukkan bahwa ketebalan bagian film PE yang mengalami kopolimerisasi Bangkok semakin meningkat dengan meningkatnya persen kopolimerisasi cangkok Pada film PE-g-AA dengan persen kopolimerisasi cangkok sekitar -160 %, kedua jenis film menunjukkan ketebalan bagian yang tercangkok relatif sama, 18,8 um pada kedua sisi film LDPE awal 50 gm dan 16,8 gm pada kedua sisi film LDPE awal 100 gm. Spektrum absorpsi FM menunjukkan munculnya gugus karbonil dan gugus hidroksil yang berasal dari asam akrilat yang dikopolimerisasi cangkok. Kurva termogram DSC PE awal dan PE-g-AA menunjukkan penurunan entalpi pelelehan dan munculnya dua puncak endotermis baru, sedangkan titik leleh tidak banyak berubah. Kurva termogram DTAITGA menunjukkan stabilitas dekomposisi termal film PE-g-AA yang menurun dari pada film PE awal. Kurva difraktogram Sinar-X menunjukkan penurunan kristalinitas film PE-g-AA dibandingkan dengan PE awal, sejalan dengan meningkatnya persen kopolimerisasi cangkok. Kapasitas penukaran ion Cue pada pH 4,0 meningkat sejalan dengan meningkatnya persen kopolimerisasi cangkok. Kapasitas penukaran ion tertinggi diperoleh pada persen kopolimerisasi cangkok 317,69%, sebesar 7,72 meklg. Pada pH 4,0-6,0 film PE-g-AA lebih selektif terhadap ion Cu`t dan pada ion Ni'+ dan Coy .
Ion Exchange Membrane : Synthesis and Characterization of Acrylic Acid Grafted Onto Low Density Polyethylene (Ldpe) Film by Ozonization MethodGraft copolymerization of acrylic acid (AA) as ion exchange membrane into low density polyethylene (LDPE) film has been studied by using ozonization methode. The ozonized PE was treated with aqueous solution of AA.. The percentage of grafting was determined as fnnctiot of ozonization period, film thickness. monomer concentration. temperature and reaction period. PE- AA f i l m n was characterized by FTIR. SEM, DSC. DTAITGA, XRD and exchange capacity and selectivity towards Cti2 . co 2+ and Ni + ions. It gas result that the highest of graft copolymerization percentage attained lirr LDPE film with 50 tun thickness within 30 minutes ozonization period, 60 minutes reaction time, 40% acrylic acid and 110"C. The experiment with Mohr salt and sulfuric acid addition showed the decrease of graft copolymerization percentage. With SEM photo PE and PE-g-AA film, it was observed that the increase of' percentage of grafting is followed by the increase of film thickness. 1=TRR spectra showed characteristic of absorption band on wavelength 1730 cni Ibr stretching vibration carbonyl group (C=0) and 3000-3500 cm l for stretching vibration of hydroxyl group (O--1) for both from acrylic acid grafted onto polyethylene film. The DSC thermogram curve of PE and PE-g-AA film showed the decrease of the melt-enthalpy and appeared two endothermic peaks at 230"C and 350"C. The TGA thermogram curve showed the decrease of stability of thermal decomposition for PE-g-AA than PE film. From X-ray difTractogram curve was showed the decrease of crystalinity of PE-g-AA than PE film. High exchange capacity towards Cu2 + ion was shown. PE-g-AA film with degree of grafting of 317.69% showed exchange capacity of 7,72 meg/g and the binding copper ions were distributed homogenously in the film surface. Good selectivity towards Cu" ion was attained at p1-i range 4.0-6,0 with coefficient of distribution 1.80.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Masagus Densi
Abstrak :
Dalam penelitian ini dilakukan pabrikasi dan karakterisasi pandu gelombang planar. Material yang digunakan sebagai sample adalah Substrat galas BK-7 dan larutan kalium nitrat KNO3 melalui proses IE ( Ion Exchange ) terjadi proses pertukaran ion K+ dan Na+ waktu yang ditetapkan dalam percobaan ini adalah 0,5 jam, 1 Jam, 1,5 jam, 2 jam, 3 jam, 4 jam, 6 jam, 12 jam, 24 jam dan 48 jam, pada temperatur 385° C, Terhadap pandu gelombang hasil pabrikasi ini dilakukan pengukuran masing - masing sample dengan metode m-line sehingga didapat nilai indeks bias effektif dan jumlah moda pandu gelombang planar. Pada pengukuran dengan waktu pertukaran ion 0,5 jam sampai dengan 1 jam nilai indeks bias effektif tidak terukur, sedangkan untuk waktu pertukaran ion 1,5 jam sampai dengan 6 jam nilai indeks bisa efektif berkisar dari 1,5151 sampai 1,600 dan untuk sample pengukuran 12 jam sampai dengan 48 jam nilai indeks bisa efektifnya lebih besar dari 1,600. Jumlah moda yang terukur untuk 1,5 jam sampai dengan 3 jam sebanyak 1 moda, untuk 6 jam sebanyak 2 moda , untuk 12 jam sebanyak 3 moda, untuk 24 jam sebanyak 4 moda dan untuk sample 48 jam sebanyak 5 moda. Jumlah moda hasil pengukuran ini masih bersesuaian dengan jumlah moda basil pengukuran yang dilakukan oleh penelitian lain.
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Erlina Noerpitasari
Abstrak :
ABSTRAK
Telah dilakukan studi pemisahan thorium dari uranium dengan kromatografi pertukaran kation Dowex 50W dan optimasi parameter elektrodeposisi sebagai preparasi sumber alfa. Kedua metode tersebut digunakan pada analisis isotop thorium dengan spektrometer alfa untuk penentuan umur yellow cake hasil penambangan oleh Pusat Teknologi Bahan Galian Nuklir PTBGN , komersil Cogema , dan limbah pengolahan batuan fosfat PT Petrokimia Gresik PKG . Berdasarkan penentuan koefisien distribusi thorium dan uranium pada resin Dowex 50W diketahui bahwa kondisi pemisahan thorium dari uranium terbaik dilakukan dengan menggunakan resin dowex 50W-X8 dengan HNO3 0,25 M, uranium dielusi menggunakan HNO3 1 M dan thorium dielusi menggunakan HNO3 6 M. Parameter elektrodeposisi thorium yang optimum yaitu menggunakan larutan elektrolit 1 M, dengan arus 0,4A selama 105 menit dengan recovery sebesar 50,25 . Dari hasil analisis kadar thorium dalam sampel yellow cake menggunakan spektrofotometer UV-Vis secara simultan dengan pengompleks arsenazo-III, diperoleh kadar thorium sebesar 141,499 ppm dalam sampel yellow cake PTBGN, 199,574 ppm dalam sampel yellow cake Cogema, dan 354,268 ppm dalam sampel yellow cake PKG. Hasil pencacahan planset dari elektrodeposisi larutan efluen sampel yellow cake Cogema diketahui thorium yang terdapat dalam sampel yellow cake adalah 230Th yang merupakan anak luruh 230U, bukan thorium alam 232Th dan anak luruhnya 228Th , sehingga yellow cake Cogema tidak dapat ditentukan umurnya. Hasil ektrodeposisi thorium dari sampel yellow cake PTBGN dan PKG belum diperoleh baik seperti yang diharapkan yaitu terbentuk lapisan deposit thorium yang berwarna putih, akan tetapi terdapat lapisan berwarna hitam pada permukaan planset, diduga masih terdapat unsur pengotor selain uranium dalam larutan efluen.
ABSTRACT
The study of thorium separation from uranium with ion exchange chromatography using Dowex 50W resin and optimization of thorium electrodeposition parameter as alfa source preparation have been done. Those method is used for thorium isotopic analysis with an alpha spectrometer to determine the age of yellow cake mined from Kalan PTBGN , commercial Cogema , and the phosphate rock processing waste PT Petrokimia Gresik PKG . Based on the determination of the coefficient of distribution of thorium and uranium in on Dowex 50W, is known that the best condition of the separation of uranium thorium is Dowex 50W X8 resin with 0.25 M HNO3, uranium can be eluted using 1M HNO3 and thorium can be eluted using 6 M HNO3. The optimum parameters of thorium electrodeposition are using 1 M sodium acetate as electrolyte solution, with current 0,4 Ampere for 105 minutes with 50,25 recovery. From the analysis of thorium in yellow cake samples using UV Vis spectrophotometer simultaneously with complexing agent Arsenazo III, yellow cake PTBGN contain 141.499 ppm of thorium, yellow cake Cogema contain 199.574 ppm of thorium, and yellow cake PKG contain 354.268 ppm of thorium. From the alpha spectrometer spectrum of Cogema yellow cake effuent planset, known that Cogema yellow cake contain the 230Th which is not natural thorium, but the 234U decay product, so the age of Cogema yellow cake cannot be determined. The electrodeposition results from other yellow cake have not been served well as expected, it should formed deposits of thorium were white layer, but there is a black layer on planset surface, maybe there is still impurities other than uranium contained in solution effluents.
2017
T46927
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tri Kusuma Widiasih
Abstrak :
ABSTRAK
Latar belakangHemoglobin A1c HbA1c adalah pemeriksaan kontrol glikemik jangka panjang yang banyak digunakan. HbA1c berhubungan dengan risiko komplikasi diabetes. Akurasi pemeriksaan HbA1c dapat dipengaruhi kondisi hemoglobin varian. Hemoglobin varian adalah kelainan struktur hemoglobin. Di Indonesia, Hb E paling sering dijumpai. Sehingga peneliti ingin mengetahui prevalensi penderita hemoglobin varian pada pasien pemeriksaan HbA1c di RSUPNCM dan pengaruh hemoglobin varian terhadap pemeriksaan HbA1c metode afinitas boronat POCT dan ion-exchange HPLC dan gambaran mutasi gen hemoglobin varian heterozigot.MetodeDilakukan uji ketelitian between day serta uji ketepatan within run menggunakan kontrol normal dan patologis. Subjek uji prevalensi adalah seluruh pasien yang melakukan pemeriksaan HbA1c di RSUPNCM. Terhadap subjek tersebut dilakukan pemeriksaan HbA1c metode ion-exchange HPLC dan pada subjek yang didapatkan variant window dilakukan analisa hemoglobin metode ion-exchange HPLC. Dilakukan uji perbedaan dua rerata antar kelompok pemeriksaan, subjek didapatkan secara konsekutif yang memenuhi krteria inklusi dan eksklusi. Terhadap subjek dilakukan pemeriksaan HbA1c metode ion-exchange HPLC, HbA1c metode afinitas boronat POCT Nycocard , dan HbA1c ion exchange extended HPLC dan dilakukan analisa hemoglobin metode ion-exchange HPLC. Analisa hemoglobin metode ion-exchange HPLC dilakukan terhadap seluruh subjek pada kedua kelompok. Dilakukan analisa DNA dengan metode PCR-RFLP dan metode DNA sequence untuk mengetahui gambaran mutasi hemoglobin varian heterozigot pada penelitian ini.Hasil Didapatkan proporsi penderita hemoglobin varian sebesar 17 per 994 pasien 1.8 pada pasien yang melakukan pemeriksaan HbA1c di RSUPNCM. Pada uji perbedaan rerata HbA1c, metode afinitas boronat POCT dibandingkan ion-exchange extended HPLC didapatkan nilai HbA1c lebih rendah bermakna secara statistik pada kelompok hemoglobin varian p=0.006 . Uji perbedaan rerata HbA1c metode ion-exchange HPLC dibandingkan dengan metode ion-exchange extended HPLC tidak didapatkan perbedaan bermakna pada kelompok subjek hemoglobin normal p= 0.534 dan hemoglobin varian p=0.781 . Uji perbedaan median HbA1c metode afinitas boronat dan ion exchange extended HPLC tidak bermakna pada kelompok hemoglobin normal p=0.006 , dan terdapat perbedaan bermakna pada kelompok hemoglobin varian p=0.006 . Hemoglobin varian heterozigot pada penelitian ini terdiri dari 2 subjek HbG Makassar dan 19 subjek Hb E heterozigot. Hasil DNA sequence dideteksi HbE homozigot dan Hb G Makassar. Hasil PCR-RFLP didapatkan HbE heterozigotKesimpulan Proporsi hemoglobin varian pada pasien pemeriksaan HbA1c di RSUPNCM adalah 17 per 994 pasien 1.8 . Hemoglobin varian menyebabkan nilai HbA1c lebih rendah bermakna secara statistik dan klinis pada pemeriksaan metode afinitas boronat POCT dibandingkan metode ion-exchange extended HPLC. Hasil pemeriksaan HbA1c metode ion-exchange HPLC dibandingkan ion-exchange extended HPLC metode rujukan pada kedua kelompok tidak terdapat perbedaan bermakna. Hasil DNA sequence dideteksi HbE homozigot dan Hb G Makassar. Hasil PCR-RFLP didapatkan HbE heterozigotKata Kunci : Hb G Makassar, Hb E, pemeriksaan HbA1c, ion-exchange extended HPLC.
ABSTRACT
Background Hemoglobin A1c HbA1c is a widely used long term glycemic control check. HbA1c is associated with the risk of diabetes complications. Accuracy of HbA1c examination can be influenced by hemoglobin variant condition. Hemoglobin variant is a hemoglobin structure disorder. In Indonesia, Hb E is most commonly found. Researcher wanted to know the prevalence of hemoglobin variant patient in HbA1c examination patient at RSUPNCM and the influence of hemoglobin variant on HbA1c examination of POCT boronate affinity method and HPLC ion exchange and gene mutation heterogeneous hemoglobin variant Method Performed between day precision test and accuracy test within run using normal and pathological control. The subjects of prevalence test were all patients performing HbA1c examination at RSUPNCM. Against this subject, HbA1c examination of the HPLC ion exchange method and in the subjects obtained by the variant window was analyzed by the HPLC ion exchange method hemoglobin. The difference test was performed between the two groups, the subjects were obtained in a consecutive manner which fulfilled the inclusion and exclusion krteria. Subjects were subjected to HbA1c examination of the HPLC ion exchange method, HbA1c POCT Nycocard boronate affinity method, and HbA1c ion exchange extended HPLC and HPLC ion exchange hemoglobin analysis performed. The HPLC ion exchange method hemoglobin analysis was performed on all subjects in both groups. DNA analysis was performed using PCR RFLP method and DNA sequence method to find out the heterozygot hemoglobin mutations in this study. Result The proportion of variant hemoglobin patients was 17 per 994 patients 1.8 in patients who performed HbA1c examination at RSUPNCM. In the HbA1c mean difference test, the POCT boronate affinity method versus the HPLC extended exchange ion obtained significantly lower HbA1c values in the variant hemoglobin group p 0.006 . HbA1c difference test of the HPLC ion exchange method compared with the HPLC extended ion exchange method found no significant difference in the normal hemoglobin group p 0.534 and the variant hemoglobin group p 0.781 . The median HbA1c difference test of the boronate affinity method and the extended exchange ion HPLC was not significant in the normal hemoglobin group p 0.006 , and there was a significant difference in the variant hemoglobin group p 0.006 . Variant hemoglobin heterozygous in this study consisted of 2 subjects of HbG Makassar and 19 Hb E heterozygous subjects. The DNA sequence result was detected by HbE homozygot and Hb G Makassar. Results of PCR RFLP obtained HbE heterozygotes ConclusionThe proportion of variant hemoglobin in HbA1c examination patients at RSUPNCM was 17 per 994 patients 1.8 . Variant hemoglobin causes significantly lower HbA1c values statistically and clinically on examination of the POCT boronate affinity method than the HPLC extended exchange ion method. HbA1c examination of ion exchange HPLC method compared to HPLC extended exchange ion reference method in both groups was not significantly different. The DNA sequence result was detected by HbE homozygot and Hb G Makassar. Results of PCR RFLP obtained HbE heterozygotesKey Words Hb G Makassar, Hb E, HbA1c examination, ion exchange extended HPLC
2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aulia Arivin Billah
Abstrak :
Radionuklida [177Lu]Lu bebas pengemban adalah sediaan radionuklida [177Lu]Lu dengan aktifitas spesifik yang sangat tinggi namun dibutuhkan pemisahan yang sangat sulit untuk memperolehnya. Pada penelitian ini dikembangkan metode produksi [177Lu]Lu bebas pengemban dari aktivasi tidak langsung isotop Ytterbium alam menggunakan metode pemisahan kromatografi penukar ion dengan fasa diam resin Dowex W50 X8 dan campuran eluen alpha Hydroxyisobutiric Acid (α-HIBA) dan HCl. Hasil penelitian menunjukan bahwa reaktor nuklir G.A Siwabessy telah mampu menghasilkan [177Lu]Lu sebanyak 296 MBq/10 mg sampel Yb2O3. Dua metode pemisahan spesifik diperoleh, pertama dengan menahan radionuklida [177Lu]Lu di dalam resin sedangkan ion dan radionuklida pengotor keluar dari kolom menggunakan campuran eluen HCl 0,25 M dan ɑ-HIBA 0,1 M yang dapat mengeluarkan pengotor [175Yb]Yb  sekitar 1,6 x 10-3 % yield/ml dan [169Yb]Yb sekitar 4,2 % yield/ml. Metode kedua didapatkan dengan menggunakan peningkatan konsentrasi eluen α-HIBA 0,15 M yang menyebabkan [177Lu]Lu keluar dari kolom sedangkan pengotor tetap berada di dalam kolom dengan kemurnian [177Lu]Lu sekitar 81,9 % dan aktifitas spesifik (1,163 GBq/mg). Faktor peningkatan konsentrasi HCl diatas 0,25 M pada eluen menyebabkan penurunan selektifitas pemisahan [177Lu]Lu dari matriks ytterbium. Sedangkan faktor peningkatan temperatur elusi 50 oC dapat menaikan selektifitas pemisahan dengan menahan lebih baik [177Lu]Lu di dalam resin. ......No-carrier added [177Lu]Lu radionuclide is a [177Lu]Lu radionuclide preparation with very high specific activity but requires very difficult separation to obtain it. In this research, a carrier-free [177Lu]Lu production method was developed from indirect activation of natural Ytterbium isotopes using an ion exchange chromatography separation method with a Dowex W50 X8 resin and mixed eluent alpha hydroxyisobutyric acid (α-HIBA) and hydrochloric acid (HCl). The research results showed that the G.A Siwabessy nuclear reactor was able to produce [177Lu]Lu as much as 296 MBq/10 mg Yb2O3 sample. Two specific separation methods were obtained, first by retaining the [177Lu]Lu radionuclide in the resin while the impurity ions and radionuclides come out of the column using a mixture of 0.25 M HCl and 0.1 M ɑ-HIBA eluents which can remove [175Yb]Yb impurities around 1.6 x 10-3 % yield/ml and [169Yb]Yb around 4.2 % yield/ml. The second method was obtained by using an increase in the eluent concentration of 0.15 M α-HIBA which caused [177Lu]Lu to come out of the column while the impurities remained in the column with a [177Lu]Lu purity of around 81.9% and specific activity (1.163 GBq/mg ). The increasing factor of HCl concentration above 0.25 M in the eluent causes a decrease in the selectivity of [177Lu]Lu separation from the ytterbium matrix. Meanwhile, increasing the elution temperature by 50 oC can increase separation selectivity by better retaining [177Lu]Lu in the resin.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rani Salsabila
Abstrak :
Caffeic acid dapat dianggap sebagai natural anti-oxidant yang esensial Namun, rendahnya solubilitas dan stabilitas caffeic acid di berbagai macam pelarut membatasi applikasi pada industri. Sintesis dari alkyl ester caffeic acid sangat menguntungkan berdasarkan fungsi biologis maupun potensi aplikasinya. Salah satu turunan dari caffeic acid, caffeic acid phenethyl ester CAPE merupakan senyawa dengan banyak aktivitas biologis yang berguna. Metode untuk mensintesis CAPE adalah dengan esterifikasi menggunakan katalis ion exchange resin. Tahap pertama merupakan esterifikasi dari caffeic acid dengan metanol untuk memproduksi metil kafeat. Kondisi reaksi dan parameter kinetika untuk reaksi sintesis metil kafeat dengan methanol menggunakan cation-exchange resin sebagai katalis akan dianalisis dan produk metil kafeat dikonfirmasi menggunakan Ultra Peroformance Liquid Chromatography UPLC . Kondisi optimum dimana produk metil kafeat tertinggi dihasilkan adalah sebagi berikut: suhu reaksi 60 C dan waktu reaksi 4 jam. Kinetika reaksi diasumsikan menggunakan pseudo-homogenous first order model dan hubungan antara suhu dan forward rate constant menghasilkan energi aktivasi 51 kJ/mol. Hasil tersebut mengindikasikan bahwa cation-exchange resin memiliki aktivitas katalisis yang tinggi.
Caffeic acid CA could be considered as an important natural anti oxidant. However, the low solubility and stability of CA in various solvent is limiting the application in industry. It is advantageous to synthesize alkyl ester of caffeic acid based on both their biological function and potential application. One of the caffeic acid derivatives called caffeic acid phenethyl ester CAPE is a compound with numerous important biological activities. To synthesize CAPE one of the method used is catalyzed esterification of caffeic acid and phenethyl alcohol using ion exchange resin catalyst. The first step of the process is to perform esterification of caffeic acid and methanol to produce methyl caffeate MC . MC would then be used to produce CAPE in the presence of phenethyl alcohol. Herein, the reaction condition and kinetic parameters for the synthesis of MC using cation exchange resin as a catalyst were investigated, and the product was confirmed by ultra performance liquid chromatography UPLC . The highest yield of MC catalyzed by cation exchange resin attained under the optimum condition as follows reaction temperature of 60 C and a reaction time of 4 h. The esterification kinetics of CA and methanol is described by the pseudo homogenous first order model. The relationship between temperature and the forward rate constant gives activation energy of 51 kJ mol. These results indicated that cation exchange resin possesses high catalytic activity in the synthesis of MC, which is an efficient catalyst suitable for MC production.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3   >>