Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 5 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Russell, Schutt, 1951-
"A comprehensive, balanced text text for Research Methods courses found in Sociology, Communication/Journalism, Political Science, Public Administration, and other social science disciplines. It is used in undergraduate through graduate level courses."
New Delhi: Sage, 2012
361.1 RUS i
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Tomiyama
"This paper re-examines the concept of 'the Japanese' as a national community by investigating the development of the thinking of native Okinawan anthropologist Ifa Fuyu in his lifelong attempt to answer the question 'Who are the Ryukyuans?' With the launching of anthropological field surveys as part and parcel of Japanese territorial expansion, which began in the late-nineteenth century, Japanese anthropologists began to engage in their task of emphasizing the uniformity or the comprehensibility of the concept, 'the Japanese'. Deeply sceptical about this trend, Ifa continued to search for the 'self-identity' of the Ryukyunans, while collaborating with the visiting anthropologist Torii Ruyuzo as his assistant/informant. The inquiry led Ifa to insist upon the 'uniqueness' of the Ryukyuans, on the one hand, while proposing, on the other, the concept of 'a common ancestor, a great nation', one that transcends academic typology about the commonalities or differences between the Japanese and Ryukyuans. Subsequently, in the 1910s, Ifa moved on to explicate the uniqueness of Ryukyuan history. In the wake of the sagoyashi (sago palm) crisis of the 1920s, however, Ifa switched to a standpoint that regards the Ryukyuans as the 'Southern Islanders', and based on this new perspective he began to assert, on the one hand, that the Ryukyuans are a branch line of Japanese descendants, while emphasizing, on the other, the exoticism, primitiveness, and 'Seiban' elements characteristic of the Ryukyuans as against the Japanese. What motivated these changes in Ifa's viewpoint? The paper probes for an answer by drawing insights from the controversy between Franz Fanon and Octave Mannoni on the psychological relations between the colonizer and the colonized, and, moreover, by trying to peer inside the pondering Ifa, a Ryukyuan, fixed on the psychologically puzzling question of 'Who am I?' And through these inquiries, the paper attempts to put the concept of 'the Japanese' as a national community in a fresh perspective."
Oxford: Institute of Social Science, University of Tokyo, 1998
SSJJ 1:2 (1998)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Boston: Houghton Mifflin, 1967
525 EAR i
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Wagimin Wirawijaya
"Penelitian mengenai Perlakuan Terhadap Tersangka Pelaku Pencurian dengan Kekerasan Selama Proses Pemeriksaan di Pokes Metro Jakarta Selatan, bertujuan menunjukkan tentang perlakuan para penyidik terhadap para tersangka khususnya pelaku pencurian dengan kekerasan selama dalam proses pemeriksaan. Adapun perrnasalahan yang diteliti adalah (1) apakah selama tersangka menjalani proses pemeriksaan terjadi pelanggaran hak tersangka, berupa tindakan kekerasan yang dilakukan oleh para penyidik/penyidik pembantu terhadap tersangka, (2) apabila terjadi pelanggaran hak tersangka, yang berupa kekerasan, (3) apa bentuk atau pola-pola kekerasan yang dilakukan dan (4) mengapa tindakan kekerasan tersebut dilakukan, serta (5) faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi terjadinya tindakan kekerasan tersebut.
Untuk membuktikan ada atau tidaknya tindakan kekerasan yang dilakukan oleh para penyidik/penyidik pembantu dalam proses perneriksaan tersangka pelaku curas, maka saya telah melakukan penelitian di Polres Metro Jakarta Selatan, pada Unit Kejahatan Kekerasan, selama tiga bulan, dengan obyek penelitian para penyidik/penyidik pembantu yang menangani empat kasus pencurian dengan kekerasan, dengan menggunakan metode kualitatif.
Pemeriksaan tersangka merupakan bagian dari penyidikan suatu tindak pidana, yang terkait dengan hak asasi manusia, oleh karenanya pemeriksaan tersangka harus dilakukan sesuai ketentuan hukum yang berlaku, yaitu hukum acara pidana (KUHAP) yang menjadi dasar atau pedoman bagi aparat penegak hukum. Sebagai penjabaran KUHAP, khususnya mengenai proses pemeriksaan, Kapolri telah mengeluarkan Petunjuk Tehnis tentang Pemeriksaan Tersangka dan Saksi (Juknis/07/11/1982), yang berisi syarat-syarat dan prosedur pemeriksaan, meliputi persiapan, pelaksanaan dan evaluasi hasil pemeriksaan.
Meskipun telah ada undang-undang dan petunjuk tehnis yang mengatur tatacara pemeriksaan tersangka dan Saksi, ternyata masih sering terjadi penyimpangan dalam pelaksanaannya, sebagaimana terungkap dari berbagai pemberitaan media masa, baik melalui media cetak maupun media elektronik, sebagai kekurangmampuan Polri dalam melaksanakan profesinya.
Berbagai faktor dapat mempengaruhi individu dalam proses pemeriksaan tersangka, yaitu motif dan tujuan, status dan peranan masing-masing serta budaya atau sistem nilai yang dianut maupun norma yang berlaku. Proses interaksi dalam pemeriksaan tersangka, tidak selalu sesuai dengan harapan masing-masing pihak, yaitu pemeriksa mengharapkan tersangka akan berterus terang dalam menjawab setiap pertanyaan pemeriksa, sedangkan tersangka ingin diperlakukan secara wajar sesuai hak-haknya yang diatur dalam ketentuan hukum acara pidana dan berusaha menutupi kesalahanya agar Jobs dari jeratan hukum, sehingga dalam proses interaksi tersebut terjadi pertentangan keinginan. Apabila pemeriksa tidak mampu menunjukkan bukti-bukti tentang keterlibatan tersangka dalam suatu peristiwa pidana yang dipersangkakan, karena kurangnya bukti yang mendukung, sedangkan pemeriksa berdasarkan persepsi, intuisi, pengetahuan dan pengalamannya, berkeyakinan bahwa tersangka adalah pelakunya, maka dapat menimbulkan ketegangan pada diri pemeriksa. Sebagai pelampiasannya adalah menunjukkan sikap-sikap, perilaku dan tindakan yang cenderung melakukan kekerasan terhadap tersangka, baik berupa penyiiksaan fisiik, penyiiksaan psiikologis maupun penyiksaan hukum.
Pola-pola perilaku dan tindakan kekerasan terhadap tersangka tersebut cenderung sering dilakukan karena pemeriksa menganggap sangat efektif digunakan dalam mengungkap kasus pidana. Disamping itu para pemeriksa menganggap hal tersebut diperbolehkan dan dibenarkan, sehingga cenderung membentuk pola-pola perilaku tertentu yang secara langsung atau tidak langsung disepakti sebagai pola perilaku yang diterima dan dianggap biasa, meskipun sebenarnya menyimpang dari ketentan hukum yang berlaku serta merupakan pelanggaran hak asasi manusia.
Berdasarkan pengetahuan dan pengalamanya penyidik/penyidik pembantu selama bertugas melakukan pemeriksaan tersangka harus menghadapi tersangka yang berasal dari berbagai latar belakang ekonomi, status sosial dan budaya yang berbeda, maka pemeriksa berusaha mengolong-golongkan berdasarkan latar belakangnya itu. Penggolongan yang berisikan sangkaan-sangkaan buruk terhadap tersangka, merupakan prasangka yang dapat menimbulkan diskriminasi serta dijadikan acuan bertindak dalam melakukan pemeriksaan tersangka.
Dalam tesis ini telah ditunjukkan bahwa penyidik/penyidik pembantu yang ditunjuk sebagai pemeriksa tersangka pelaku curas di Polres Metro Jakarta Selatan mempedomani aturan formal yaitu KUHAP dan Petunjuk Tennis Pemeriksaan Tersangka dan Saksi, aturan-aturan tidak tertulis yang ditetapkan oleh Kapolres maupun berdasarkan pengetahuan dan pengalaman serta keyakinan mereka dalam menggolong-golongkan tersangka, terungkap adanya berbagai pola tindakan penyidik/penyidik pembantu dalam mencapai tujuan pemeriksaan, yang berimplikasi terjadinya penyalahgunaan wewenang berupa penyimpangan berbentuk penyiksaan fisik, penyiksaan psikologis maupun penyiksaan hukum, sehingga terbukti telah melanggar hak asasi tersangka dalam proses pemeriksaan."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2001
T9852
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Idris
"Secara khusus tesis ini meneliti tentang koordinasi antara penyidik dan oditur militer dalam penyelesaian perkara di daerah hukum Pengadilan Militer 11-08 Jakarta. Penelitian ini bertujuan untuk menjawab masalah-masalah sebagai berikut . (1) Untuk mengetahui dan menggambarkan bagaimana koordinasi antara penyidik dan Oditur Militer dalam penyelesaian Perkara di Daerah Hukum Pengadilan Militer 11-08 Jakarta, (2) Untuk mengetahui dan menggambarkan hambatan dalam melakukan koordinasi tersebut, (3) Untuk mengetahui dan menggambarkan kebijakan apa yang telah ditempuh dalam mengatasi hambatan tersebut, (4) Untuk mengetahui dan menggambarkan bagaimana pengawasan oditur militer terhadap berkas perkara yang dikembalikan kepada penyidik.
Dalam Sistem Peradilan Pidana Militer, oditur militer bukanlah yang berwenang menentukan apakah suatu perkara pidana dilimpahkan ke peradilan militer seperti pada Kejaksaan artinya meskipun sebelumnya Perwira Penyerah Perkara meminta saran pendapat hukum oditur militer karena sifatnya saran pendapat jadi tidak mengikat, akhirnya Perwira Penyerah Perkara juga menentukan. jika terdapat pertentangan antara oditur militer dengan keputusan Perwira Penyerah Perkara maka perbedaan pendapat tersebut diputus oleh Pengadilan Militer Utama. Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 127 ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 tahun 1997.
Hasil penelitian menunjukan bahwa koordinasi antara penyidik dan oditur militer belum berjalan sebagaimana yang telah ditentukan Hukum Acara Pidana Militer. Hambatan yang paling mendasar adalah menyangkut sarana dan komunikasi. Sedangkan upaya yang dilakukan adalah dengan terus meningkatkan koordinasi."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2006
T18211
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library