Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 7 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sandi Januar Pribadi
Abstrak :
Pengelolaan risiko dan return merupakan kegiatan utama dalam perbankan. Krisis yang terjadi pada tahun 1997 merupakan contoh yang paling konkrit pengelolaan risiko dan return terburuk perbankan Indonesia, karena pada tahun ini krisis dipicu oleh perbankan yang tidak memperhatikan hal ini. Gejolak internal maupun eksternal harus diperkuat secara fundamental karena semakin kompleksnya risiko perbankan dan menimbulkan peluang-peluang baru dalam hal risiko.Praktek tata kelola yang sehat (good corporate governance) sangat dibutuhkan karena semakin kompleksnya risiko perbankan sehingga fungsi identifikasi, pengukuran, pemantauan dan pengendalian risko bank sangat diperlukan. Risiko utama dalam hal perbankan ada 3 jenis yaitu risiko kredit, risiko pasar, risiko operasional.Teknik pengukuran risiko yang sedang berkembang pada saat ini adalah metode Value at Risk (VaR). VaR adalah pengukuran risiko secara kuantitatif yang mengestimasi potensi kerugian maksimal (maximum potential loss) yang terjadi di masa datang dan dihadapi pada jangka waktu tertentu (holding period) dan pada tingkat kepercayaan (confidence level) tertentu.Dalam menghitung VaR ini ada tiga pendekatan yang bisa digunakan yaitu Parmetric VaR, Monte Carlo, dan Historical Simulation. Penelitian ini metode yang digunakan adalah Parametric VaR dengan menggunakan pendekatan volatilitas menggunakan EWMA dan GARCH. Kerugian maksimum yang mungkin diderita suatu bank diestimasi dengan menggunakan volatilitas atau suatu ukuran untuk mengetahui fluktuasi harga suatu aset. Asumsi level of confidence metode Exponetially Weighted Moving Average (EWMA) dalam hal mengestimasi volatilitas pada PT Bank ABC ini adalah 99% dengan decay factor 0,94. Untuk menentukan ketepatan metode dan asumsi yang digunakan oleh Bank X agak sulit mengingat terdapat berbagai metode yang digunakan untuk melakukan estimasi volatilitas.
Risk and return management are main priority in banking. Crisis that happens in 1997 was one of the worst examples of managing risk and return in Indonesian banking. Since at that time there were no attention given to risk and return management. Internal and external shock must be strengthened fundamentally due to complexity risk of banking and given opportunity in term of risk. Good corporate governance is needed because higher risk will affect on identification, measure, supervision and control function of a bank. There are 3 main risk on banking: credit risk, market risk and operational risk. Risk measuring technique that very common at present is Value at Risk (VaR) method. VaR is risk quantitative measurement which estimate maximum potential loss that could occur in the future or in holding period and apply on certain confidence level.There are 3 approaches to measure VaR. They are Parametric VaR, Monte Carlo and Historical Simulation. This research based on Parametric VaR with EWMA and GARCH approaches. Maximum loss that might be happened to one bank could be estimate by using volatility or measuring price fluctuation on an asset. Level of confidence assumption on exponentially Weighted Moving Average (EWMA) method to estimate the volatility on Bank ABC is 99% with 0.94 decay factor. To make sure the precise method and assumption on Bank ABC is hard since there are many methods used to estimate the volatility.
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2008
T25367
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Nicodemus H. Mulyanto
Abstrak :
Bank sebagai lembaga intermediasi menpunyai fungsi menjadi jembatan antara pihak yang mempunyai kelebihan dana dengan pihak yang membutuhkan dana. Proses intermgdiasi ini tentulah akan menimbulkan risiko risiko bagi bank, khususnya risiko kredit yaitu apabila pihak yang menerinia dana tidak dapat mengembalikan dana yang telah diterimanya. Untuk itu bank menerapkan berbagai cars dalam pengelolaan risiko kreditnya dengan tujuan agar risiko kredit dapat ditekan seminim mungkin serta diantisipasi sejak dini. Namun meskipun berbagai tindakan telah dilakukan oleh Bank untuk menekan tingkat risikonya, selama bisnis bank itu sendiri masih bertumbuh, peningkatan risiko ini tidak dapat dihindari, oleh karena itu Bank Indonesia telah mengeluarkan ketentuan mengenai penyediaan modal minimum untuk mengcover risiko yang ada. Saat ini ketentuan yang berlaku mengharuskan bank untuk dapat menjaga tingkat likuiditasnya minimal 8%. Sehubungan derigan adanya ketentuan diatas, salah satu kendala yang dihadapi perbankan di Indonesia adalah penyediaan modal minimum untuk mengcover risiko tersebut (khususnya risiko kredit) karena pada dasamya Bank memiliki modal terbatas. Saat ini hampir semua Bank di Indonesia =sill nienggunakan basic standard model sesuai Basel I untuk meaakukan pengukuran risiko kreditnya walaupun gerakan perubahan untuk mengimplementasikan Basel II sudah mulai dilakukan. Secara teoritis, pengukuran risiko dengan internal model Credi ivietrics seperti dalam Basel II dapat menghasilkan nilai eadangan modal minimum yang lebih kecil dibandingkan dengan basic standard model. Untuk itu, karya akhir ini ditujukan untuk melakukan pembuktian pada kasus Bank ABC yaitu apakah pengukuran risiko kredit dengan internal model CreduMetrics dapat menghasilkan penyediaan modal minimum yang lebih kecil bila dibandingkan dengan basic standard model. Data yang digunakan diambil dari internal Bank ABC berupa data irugrasi kolektibilitas debitur korporasi selama periode Januari 2004 sampai dengan Desember 2005. Metode yang digunakan untuk mengukur risiko kredit pada Bank ABC adalab Creditllrietrics, sedang dalam pengujian validitas digunakan Kupiec Test, dengan tujuan untuk mengetahui apakah pemodelan Credit detrics yang digunakan adalah valid. Hasil pengukuran yang dilakukan berdasarkan kasus Bank ABC, memperlihatkan bahwa benar penyediaan modal minimum untuk mengcover risiko kredit dengan internal model melaIni pendekatan CreditMetrics terbukti lebih keciI dabaridingkan dengan basic standard model
The Bank as an intermediary institution has the function to become a connector between the surplus side and the deficit side. This intermediary process will of course create risk to the bank, especially credit risk, which happens when the debtors can not pay to the Bank the amount of loan that they received. To overcome such kind of risk, the Bank develops various ways to handle its credit risk with the purpose to minimize and anticipate credit risk as soon as possible. But, although many ways have been used by the Bank to minimize its risk, as long as the banking business itself still grows, the increasing risk can not be evaded, that is why Bank Indonesia has already announced the policy in minimum capital requirement to cover risk that exists in Banking. The policy above indicates that the Bank must sustain its minimal liquidity level of 8%. Along with the announcement of the policy, one of the problems that Indonesian banks are facing is the amount of the minimum capital requirement that the Bank must provide to cover risks (especially credit risk) because the Bank has limited capital. Right now, almost every bank in Indonesia is still using the basic standard model in Basel I to measure its credit risk, even though the movement to migrate to Basel II is starting to roll. Theoretically, risk measurement with internal model Credit Metrics like in Basel II' can result in lower capital requirement compared to the basic standard model. For this purpose, this thesis is focused on proving in Bank ABC's case, whether . credit risk measurement with internal model CreditMetrics can result in lower minimum capital requirement compared to the basic standard model. The data used in this research are taken from the internal data of Bank ABC in the form of rating migration from corporate loans starling from January 2004 up to December 2005. The method used in measuring credit risk in Bank ABC's case is Credit Metrics, whereas in validating the model using the Kupiec Test, the objective of the test is to find out whether the Credit Metrics modeling used is valid. The result of this research shows that credit risk measurement with internal model can result in lower minimum capital requirement compared to the basic standard model.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2007
T19738
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pamuji Gesang Raharjo
Abstrak :
Dalam Peraturan Bank Indonesia nom or 5/8/PBI/2003 tanggal 19 Mei 2003 tentang Penerapan Manajemen Risiko Bagi Bank Umum ditegaskan bahwa tujuan utama dari penerapan manajemen risiko bank adalah menjaga agar aktivitas operasional yang dilakukan bank tidak menimbulkan kerugian yang melebihi kemampuan bank untuk menyerap kerugian tersebut atau bahkan dapat membahayakan kelangsungan usaha bank. Modal merupakan komponen utama bagi bank dalam di dalam mengantisipasi potensi kerugian yang mungkin terealisasi di dalam menjalankan aktivitas operasional usahanya. Untuk itu salah satu cara dalam mengelola risiko usaha bank adalah dengan mengetahui seberapa besar modal yang hams disediakan oleh bank di dalam mengantisipasi risiko usahanya atau dengan mengetahui seberapa besar total risiko yang dapat diserap dengan modal bank yang tersedia sesuai dengan kondisi, struktur, uk:uran dan kompleksitas usaha masing-masing bank. Salah satu jenis risiko yang harus dihadapi oleh bank dalam menjalankan aktivitas usahanya adalah risiko pasar (market risk), yaitu risiko yang timbul karena adanya pergerakan variabel pasar (adverse movement) dari portofolio yang dimiliki oleh bank, yang dapat merugikan bank. Variabel pasar dalam hal ini adalah suku bunga (interest rate) dan nilai tukar (foreign exchange). Sebagaimana diatur Basle Committe on Banking Supervision (BCBS) dalam Amendment to The Capital Accord Incorporate Market Risk tahun 1996 yang juga telah diadopsi oleh Bank Indonesia sebagai regulator perbankan nasional, terdapat dua pendektan altematif yang dapat digunakan dalam menghitung risiko pasar, yaitu pendekatan standar (standardized approach) dan pendekatan internal model (internal model approach). Perhitungan risiko pasar dilakukan dengan memperhitungkan risiko suku bunga dan risiko nilai tukar. Risiko suku bunga mencakup risiko spesifik (specific risk) dan risiko umum (general market risk). Perhitungan risiko nilai tukar didasarkan pada Posisi Devisa Neto (Net Open Position) yang dimiliki Bank. Karya akhir ini mengkaji aspek-aspek proses perhitungan risiko pasar dalam mengestimasi besamya modal yang harus disediakan untuk mengantisipasi risiko pasar (market risk capital charge), khususnya yang disebabkan oleh faktor perubahan nilai tukar atas posisi devisa neto PT. Bank lntemasional Indonesia Tbk per tanggal 30 Juni 2003, baik dengan menggunakan pendekatan standar maupun pendekatan internal model dengan menggunakan pendekatan simulasi. data historis (historical simulation approach) dan pendekatan varian kovarian (variance covariance approach) dengan exponentially weighted moving average (EWMA). Dalam pendekatan standar, pengukuran risiko nilai tukar dilakukan dengan menggunakan pendekatan standar yang telah ditetapkan oleh regulator, dimana besamya Market Risk Capital Charge ditetapkan sebesar 8% dari posisi yang memiliki jumlah yang terbesar antara posisi long dan posisi short. Dengan pendekatan standar, besamya Market Risk Capital Charge adalah sebesar Rp.5.735 juta,-. Penetapan besamya Value at Risk dengan pendekatan simulasi data historis dilakukan dengan mensimulasi profit and loss atas posisi devisa neto bank berdasarkan return historis nilai tukar masing-masing valuta asing terhadap rupiah selama periode pengamatan, baik dengan 250 data maupun 500 data. Dengan menggunakan 250 data dan tingkat keyakinan (confidence level) 99%, besamya Value at Risk adalah sebesar Rp.888,38 juta,- sehingga besamya Capital at Risk adalah Rp.2.665,14 juta,-. Sedangkan untuk 500 data dan confidence level 99%, basil Value at Risk sebesar Rp.1.269,61 juta,- dan Capital at Risk sebesar Rp.3.808,83 juta,-. Untuk perhitungan Value at Risk dengan menggunakan pendekatan Variance Covariance - EWMA diawali dengan cara terlebih dahulu menetapkan faktor peluruh yang optimal (optimal decay factor ), dimana dalam penelitian ini besarnya faktor peluruh optimal yang digunakan adalah sebesar 0,96. Dengan menggunakan pendekatan ini, besarnya Value at Risk dengan 250 data dan confidence level 99% adalah sebesar Rp.664,24 juta,- dan Capital at Risk sebesar Rp.L992,72 juta,~, sedangkan untuk 500 data dan confidence level 99% Value at Risk sebesar Rp.559,57 juta,- dan Capital at Risk sebesar Rp.1.678,71 juta,-. Mengingat risiko pasar yang melekat dalam portofolio yang dimiliki bank tidak hanya terbatas pada risiko nilai.tukar yang melekat pada posisi devisa neto bank, tetapi risiko pasar dan risiko suku bunga yang melekat pada seluruh portofolio yang dimiliki bank, baik berupa instrumen surat hutang ,(debt instruments),forward rate agreement (FRA),foreign exchange, forward, ataupun dalam bentuk instrumen portofolio lainnya, maka pengaruh risiko nilai tukar posisi devisa neto bank terhadap perubahan CAR bank yang sangat kecil, yaitu hanya mengalami penurunan sebesar 0,17% dengan pendekatan standar, 0,08% dengan pendekatan simulasi historis, dan 0,06% dengan pendekatan varian kovarian dari CAR bank per-tanggal 30 Juni 2003 sebesar 25,88% sebelum memasukkan risiko pasar. Sementara itu berdasarkan hasil stress testing yang dilakukan dengan pendekatan historical scenario dengan tiga skenario, yaitu. skenario terbaik (best scenario), scenario terburuk (worst case scenario), dan skenario yang mungkin (probable case scenario) terdapat potensi terjadinya kerugian sebesar Rp.749 juta dan penurunan modal bank sebesar 0,026% dari posisi modal bank pertanggal 30 Juni 2003 sebesar Rp.2.836.828juta,-.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2004
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Emillia Octavia
Abstrak :
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh kualitas laba dan kualitas pengendalian internal terhadap peringkat obligasi dengan sampel berjumlah 118 obligasi yang diterbitkan oleh perusahaan industri non keuangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia dan mendapat peringkat obligasi oleh Pefindo dari tahun 2013-2016 308 observasi. Kualitas laba diukur melalui akrual diskresioner model Kothari et al. 2005, sedangkan pengendalian internal diukur melalui penilaian kriteria-kriteria yang mengacu pada illustrative tools COSO 2012. Penelitian ini menggunakan variabel-variabel kontol berupa ukuran perusahaan, leverage, volatilitas return saham, market-to-book-ratio, profitabilitas dan maturitas. Melalui regresi berganda data panel ditemukan bahwa kualitas laba dan kualitas pengendalian internal berpengaruh positif terhadap peringkat obligasi. Hal ini menunjukkan bahwa melalui kualitas laba dan pengendalian internal yang berkualitas di perusahaan dapat memberikan sinyal yang baik bagi lembaga pemeringkat sehingga dapat meningkatkan peringkat obligasi perusahaan. Pada penelitian ini, juga dilakukan robustness test dengan menggunakan peringkat perusahaan sebagai variabel dependen. Melalui robustness test diperoleh hasil yang konsisten untuk variabel kualitas laba, kualitas pengendalian internal, ukuran perusahaan, market-to-book-ratio dan profitabilitas. Namun pada variabel leverage dan volatilitas diperoleh hasil yang berbeda.
This research aims to examine the effect of earnings quality and internal control quality on bond ratings with 118 samples of bond issued by non financial industry companies listed on Indonesia Stock Exchange and rated by Pefindo from 2013 2016 308 observations . The earnings quality is measured through the discretionary accrual by Kothari et al. 2005 , whereas internal control is measured through the assessment of criteria referring to the illustrative tools of COSO 2012. This research uses control variables such as firm size, leverage, volatility, market to book ratio, profitability and maturity. Using multiple regression of panel data, this research shows that the earnings quality and internal control quality have significant positive effect on bond ratings. The good earnings quality and internal control quality can give a good signal for rating agency so the bond ratings become higher. Robustness test is also done in this research by using company rating as dependent variable. Through robustness test, the results are consistent for the earnings quality variable, internal control quality variable, firm size variable, market to book ratio variable and profitability variable. However, in leverage and volatility variables it is obtained different results.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Priasmoro
Abstrak :
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui berapa besarnya risiko Kartu Kredit rnelalui pendekatan internal model Credit Risk + selain itu juga Bank ABC dapat mengukur besar kerugian yang dapat diperkirakan (expected loss) dan kerugian yang tidak dapat diperkirakan (unexpected loss) serta berapa besar economic capital yang hares disediakan oleh PT Bank ABC untuk meng-cover unexpected loss. Pembatasan masalah adalah bahwa Kartu Kredit yang dipergunakan adalah bersifat individual dan jumlahnya massal serta terdapat beberapa jenis Kartu Kredit sesuai limitnya, bahwa Kartu Kredit yang diteliti adalah periode tahun 2002- 2004, dan tidak membedakan jenis Kartu Kredit, exposure terbesar untuk Kartu Kredit di PT Bank ABC sebesar Rp 50 juta Rupiah , tidak terdapat jaminan deposito dan Default disebabkan oleh sesuatu hal yang berkaitan dengan kemampuan pembayaran dari Card Holder, yang bersumber dan penghasilan bulanan, usaha atau pendapatan lainnya. Gambaran umum mengenai metodologi yang akan digunakan adalah sebagai berikut : 1)Melakukan pengumpulan data debitur Kartu Kredit periode Januari 2002 sampai dengan Desember 2004. 2)Penyusunan Band dan Penyusunan Exposure Default per Band 3)Pengukuran Recovery Rate 4)Pengukuran Severity Loss atau Loss Given Default 5)Pengukuran Probability of Default dan Cumulative Probability of Default 6)Pengukuran Expected Loss dan Unexpected Loss 7)Pengukuran Economic Capital 8)Pengujian Validitas Model Credit Risk + Credit Risk + adalah metode pengukuran risiko yang dikembangkan oleh Credit Suisse First Boston (CSFB)) pada Desember 1996. Dalam metode ini ada dua fokus yang dihadapi yaitu default dan non default serta fokus pada expected losses dan unexpected losses . Dalam metode Credit Risk+, tidak memperhatikan penyebab dari default. Data input berasal dari data histories yaitu data exposure debitur dan data exposure at default dari debitur dan frequency of default event terjadi akibat adanya default kredit dari serangkaian peristiwa. Keuntungan Credit Risk+ adalah relatif mudah untuk diimplementasikan, karena hanya lebih fokus pada default, sehingga relatif membutuhkan sedikit estimasi dan inputs. Untuk setiap instrument, hanya diperlukan exposure at default dan mengukur probability of default. Credit Risk + cocak untuk kredit konsumer karena jumlah nasabah yang banyak dan kreditnya relatif lebih kecil. Kelemahan Credit Risk+ yaitu mengasumsikan bahwa credit risk tidak mempunyai hubungan dengan market risk Selain iru Credit Risk+ mengabaikan migration risk, exposure setiap debitur tetap dan tidak sensitif dengan kualitas kredit atau variability dari interest rate. Selain itu Credit Risk+ melakukan pengukuran pada sekelompok nasabah sehingga sulit diketahui risiko kredit per nasabah. Dalam mengukur nilai risiko kredit untuk produk Kartu Kredit di Bank ABC didasarkan pada pemikiran bahwa: 1. Produk Kartu Kredit adalah jenis kredit yang memiliki tingkat risiko yang cukup tinggi mengingat pemberian fasilitas Kartu Kredit kepada nasabah tidak disertai jaminan dan bersifat konsumtif. 2. Adanya potensi pasar Kartu Kredit yang cukup besar di Indonesia, terutarna dengan semakin tingginya kebutuhan konsumsi masyarakat dan semakin berkembangnya pasar-pasar modem serta toko-toko yang menerima pembayaran dengan Kartu Kredit. 3. Adanya tingkat persaingan yang tinggi diantara bank-bank sebagai issuer Kartu Kredit sehingga pihak bank melakukan pemasaran Kartu Kredit nya secara agresif. 4. PT. Bank ABC belum mererapkan internal model khususnya Credit Risk+ untuk menghitung risiko kredit untuk produk Kartu Kredit nya. Hasil pengukuran risiko kredit dengan menggunakan metode CreditRisk+ menunjukkan bahwa nilai unexpected loss adalah sebesar Rp. 37.180.000.000,- path tahun 2002, sebesar Rp. 40.508.000.000,- pads tahun 2003 dan sebesar Rp.46.540.000.000,- pada tahun 2004. Besarnya unexpected loss ini hares ditutup dengan modal. Economic capital yang dapat menutup unexpected loss ini setiap tahunnya meningkat mulai dari Rp.22.932.000.000,- di tahun 2002, sebesar Rp. 23.660.000.000,- di tahun 2003 serta sebesar Rp.26.000.000.000,- di tahun 2004. Dari likelihood test ratio diketahui bahwa jumlah kejadian real loss yang melebihi nilai unexpected loss selama periode observasi adalah not atau tidak ada nilai yang melebihi nilai unexpected loss, yang berarti nilai LR yang diperoleh lebih kecil dari nilai kritis dengan tingkat keyakinan 95% atau LR < 3,841. Dengan dernikian dapat dikatakan bahwa metode pengukuran risiko dengan Credit Risk+ ini dapat diterima dan cukup akurat dalam mengukur unexpected loss ( VAR) kartu kedit. Dengan melihat kemudahan serta cukup sederhana dari penggunaan metode CreditRisk+ dalam mengukur risiko Kartu Kredit, maka Bank ABC dapat mempertimbangkan metode CreditRisk+ ini dalam pengukuran risiko Kartu Kredit di Bank ABC. Penggunaan internal model lebih kecil dibandingkan dengan standardized model dalam penggunaan modal minimum maka dapat menjadi altematif model untuk menghitung risiko bagi pengelola Bank ABC. Mengingat bahwa karakteristik produk kredit konsumer seperti Kredit Kendaraan Bermotor, Kredit Pemilikan Rumah, dan Personal Loan mempunyai karakteristik yang sama dengan Kartu Kredit yaitu jumlah debitur banyak dengan nilai kredit relatif kecil dan bersifat individual, maka penggunakaan metode CreditRisk+ dapat digunakan jugs untuk mengukur risiko kredit untuk consumer loan diluar produk kartu kredit tersebut. Kurang tersedianya database yang baik akan berpengaruh terhadap kualitas pengukuran internal model Credit Risk +, oleh karena itu Bank ABC harus meningkatkan kualitas dari database Kartu Kredit nya secara detail terutama pada pengelompokkan debitur berdasarkan Band, data recovery, data default per Band. Karena tingkat recovery yang rendah maka Bank ABC harus terus meningkatkan peran collectionnya agar recovery rate Kartu Kredit terus meningkat.
The purpose of this research is to find out how high the risk of Credit Card by using the method of internal model Credit Risk +. Aside from that, Bank ABC can also measure the expected loss and the unexpected loss, as well as the amount of economic capital that has to be provided by PT Bank ABC to cover the unexpected loss. The problem limitation is that the Credit Cards that are used are individual cards in a mass number. Also, there are some types of Credit Card according to the limit, that the Credit Cards being inspected are of the 2002 - 2004 period, and not being differentiated based on the types, the biggest exposure for Credit Card in PT Bank ABC is 50 millions Rupiah, and there's no collateral and Default available, caused by something that has to do with paying ability of the Card Holder, which is determined by their monthly income. A general view on the method that's going to be used is as follows: 1) Collecting data of Credit Card Holder in the period of January 2002 - December 2004. 2) Arranging Band and Exposure Default per Band 3) Measuring the Recovery Rate 4) Measuring the Severity Loss or Loss Given Default 5) Measuring the Probability of Default and Cumulative Probability of Default 6) Measuring Expected Loss and Unexpected Loss 7) Measuring the Economic Capital 8) Testing the Validity of Model Credit Risk Credit Risk + is a method of measuring the risk which was developed by Credit Suisse First Boston (CSFB) in December 1996. In this method, there are two focus points that are being dealt with. One is the default and non-default, and the other is the expected losses and unexpected losses. In the Credit Risk+ method, the cause of the default is not to be concerned. Input data comes from history data. They are the exposure data of the Card Holder and the data of exposure at default of the Card Holder and the frequency of default event which is caused by a series of events. The benefit of using Credit Risk+ method is quite easy to be implemented because it focuses more to the default, so that it needs only few estimation and inputs. For each instrument, we only need exposure at default and counting the probability of default. Credit Risk + method are suitable for consumer credit due to the high number of accounts and the credit is relatively lower. The weakness of Credit Risk+ method is the assumption that credit risk does not relate to market risk. It excludes migration risk, and the exposure of each Card Holder is constant and insensitive to the credit quality or the variability of interest rate. In addition, Credit Risk+ method does the measuring to a group of Card Holders, and that makes it difficult to find out the risk of each Card Holder Measuring the value of credit risk for Credit Card product at Bank ABC are based on these following thoughts: 1. Credit Card product is a credit type that has quite high risk, concerning the approval of Credit Card facility to costumers does not qualify collateral and the function induces consumerism. 2. The increasing consumerism among Indonesian people, the development of modern markets, and the more shopping places that allow costumers use their credit cards thus increase the potential market of Credit Card in the country. 3. Tight competition among banks that issue Credit Card products leads to the agressive way of marketing Credit Cards. 4. PT. Bank ABC has not implemented the internal model, especially Credit Risk+ , to calculate the credit risk for their Credit Card product. The risk measuring with Credit Risk+ method shows that the value of unexpected loss equals to Rp. 37.180.000.000,- in the year of 2002, Rp. 40.508.000.000 2003, and Rp.46.540.000.000,- in 2004. The unexpected loss has to be covered by capital. Economic capital that covers the unexpected loss increases every year, starting Rp 22.932.000.000,- in 2002, Rp 23.660.000.000,- in 2003, and Rp.26.000.000.000,- in 2004. From the likelihood test ratio we can tell that the sum of real loss that's bigger than the value of unexpected loss during the observation period equals to zero. There is no value bigger than the value of unexpected loss, which means the LR value is smaller than risky value with the assurance level of 95% or LR < 3,841. In brief, the risk measuring method Credit Risk+ can be accepted and is accurate enough in measuring the unexpected loss (VAR) of credit card. Based on the simplicity of the Credit Risk+ method, Bank ABC can take into considerations of using the method to measure the Credit Card risk in their company. The use of internal model is smaller than the standardized model in the minimum use of capital, thus it can be an alternative model to measure the risk for Bank ABC. Regarding that consumer credit products such as Car Loan, Housing Loan, and Personal Loan has the similar characteristics with Credit Card, that is high number of Customer with credit value that's relatively small and individual, thus Credit Risk+ method can also be used to measure credit risk for consumer loan other than the credit card itself. The lack of the right database will affect on the quality of internal model Credit Risk measurement. Thai's why Bank ABC has to improve the quality of their credit card database, especially in the classification of Card Holder based on Band, data recovery, and data default per Band. Due to the low recovery level, Bank ABC has to improve their collection role so that the Credit Card recovery level will increase.
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T18546
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lydia Retno Gunarsih
Abstrak :
Iklim investasi yang cenderung menurun tidak menyurutkan pemberian kredit konsumtif. Hal ini terjadi karena kredit konsumtif merupakan jenis kredit yang banyak ditawarkan oleh perbankan saat ini karena kemudahan memperolehnya dan sifatnya yang individual sehingga menarik para calon debitur. Namun demikian, proses pemberian kredit tersebut tidak luput dari risiko kredit. Bank pemberi kredit harus mengetahui manajemen risiko, khususnya risiko kredit terlebih menyangkut berapa besarnya economic capital yang harus disiapkan dalam mengantisipasi risiko expected loss dan unexpected loss yang mungkin timbul. Perhitungan economic capital dilakukan dengan menggunakan Internal Model CreditRisk+. Pengujian karakteristik distribusi kerugian dilakukan dengan tes Chi-Square dan permodelan divalidasi dengan metode Kupiec untuk mengetahui akurasi model risiko kredit dalam memproyeksi potensi kerugiannya.
Although investment climate has relatively descended, but it has not descended the granting of consumer loan since such variety of credit can be easily attained as provided by many banks and also by its individual characteristic which attracts prospective debtor. However, its granting process must not be separated from credit risk. The lender bank must recognize its risk management aspect, especially relates to the sum which has to be provided for anticipating either expected loss or unexpected loss risk may be aroused in the future. Economic capital can be exercised by Internal Model CreditRisk+ method after which testing on loss distribution characteristic can be exercised by Chi-Square and validation of the modeling can be exercised by Kupiec Test as purposed to obtain a certain accuracy on credit risk model in predicting potential loss.
Depok: Universitas Indonesia, 2009
T26379
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Satria Budi Rahardja
Abstrak :
ABSTRAK
Berdasarkan survei Bank Indonesia yang dirilis pada 13 Februari lalu, fasilitas KPR yang digunakan konsumen mencapai 70,6%. Ini menunjukkan peran perbankan masih tinggi dan proses pemberian kredit tersebut tidak luput dari risiko. Risiko terbesar adalah risiko kredit, oleh sebab itu risiko perlu di identifikasikan, diukur dan di kontrol. Karya akhir ini ditujukan untuk mengukur berapa besar probability of default kredit, expected loss dan unexpected loss, serta economic capital yang harus disediakan untuk mengantisipasi kerugian sehingga Bank dapat membuat keputusan yang tepat untuk meminimalkan risiko, dan model CreditRisk+ diharapkan dapat diterapkan dan dapat mengalokasikan secara optimal seluruh sumber daya yang dimiliki.
ABSTRACT
Based on a survey of Bank Indonesia which was released on February 13, KPR a facility used by most customers reach 70.6%. This shows the role of Banks in financing the house is still high. However, the process of granting credit did not avoid from risk. The greatest risk in the Banking is credit risk. Therefore needs to identify, measure and control the risks. This thesis is intended to measure how much probability of default of loans, measure the losses that can be expected and cannot be estimated from the credit issued and can find out how much economic capital that should be provided to anticipate the losses that cannot be expected that the Bank can make the right decisions to minimize the risk that will arise, and CreditRisk + model that can be used is expected to be applied and can be optimally allocate all resources.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2009
T27262
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library