Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 9 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Antoni
"Studi ini merupakan studi jaringan komunikasi interlocking directorate yang diteliti melalui jaringan yang terbentuk di dalam perbuatan korupsi. Hasil studi ini dalam rangka mengembangkan teori jaringan komunikasi interlocking directorate, khususnya kontribusi dari studi interlocking directorate pada masyarakat di luar Amerika dan Eropa yang selama ini mendominasi. Sejauh ini, kontribusi Indonesia belum pernah disinggung dalam telaah perkembangan studi interlocking directorate dari negara-negara Asia. Hanya beberapa negara di Asia yang disebut telah memberi sumbangan bagi pengembangan studi interlocking directorate yakni China, Hong Kong, Taiwan, Piliphina, Thailand, Jepang, Timur Tengah, dan Singapura.
Studi ini meneliti praktek jaringan komunikasi interlocking directorate dalam fenomena hubungan hubungan yang mengandung konflik kepentingan sebagaimana berlangsung di dalam perbuatan korupsi. Studi jaringan komunikasi interlocking directorate ini menunjukkan bahwa sejumlah latar belakang hubungan kedekatan yang bersifat informal telah menjadi dasar terbentuknya jaringan komunikasi interlocking directorate dimana telah memuluskan berlangsungnya praktek-praktek korupsi. Sejumlah latarbelakang kedekatan yang ditemukan dalam penelitian ini adalah hubungan keluarga, pertemanan, dan hubungan pekerjaan sebelumnya.
Temuan penelitian ini juga didiskusikan dengan Teori Ketergantungan Sumber Daya (Resource Dependence Theory). Hubungan konflik kepentingan didalam perbuatan korupsi dilatarbelakangi motif adanya saling ketergantungan terhadap sumberdaya yang dibutuhkan. Sehingga pada hakikatnya terjadi proses transaksi terhadap sumberdaya yang dimiliki. Selanjutnya proses komunikasi dalam kontek jaringan korupsi ini merupakan suatu bentuk komunikasi korupsi yaitu komunikasi tertutup yang ditandai dengan digunakannya kode ? kode verbal yang hanya dipahami anggota kelompok jaringan.

This research explains a communication network of interlocking directorate that examine the network of corruptions in Indonesia. Focus of this study is on the conflict of interest relationship as happens in corruption network. Research findings of this study has a significance contribution to the development of theories of communication network of interlocking directorate, particularly, as the one from outside the American and European countries; the countries which have, sofar, been dominating the field of studies. Although, there are a number of such studies from other Asian countires i.e.: China, Hong Kong, Taiwan, Thailand, Singapore, Japan, and the Middle Ease; however, this research is a pioneer in Indonesia.
Research findings in this study shows that some backgrounds of informal close relationship contribute to the formation of communication networks of interlocking directorate that smoothen the practices of corruption. The findings show that some backgrounds of close relationships include family relationships, friendships, and previous work relationships. The data is analyzed using Resoure Dependence Theory ofPfeffer andSalancik (1978).
The results show that the conflict of interest in corruption practices are driven by the interdependence needs on the available resources, which motivates the process of transaction on the resources owned. The communication process occured in this context is thus a form of corruption communication; which is practiced and understood only amongst the members of the network using particular verbal codes.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2013
D1456
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aura Amca Diputra
"Kondisi lingkungan saat ini mendorong para peneliti untuk mencari teknologi yang berkelanjutan serta material yang lebih ramah lingkungan untuk mengatasi pengurangan sumber daya alam. Perkembangan desain bata interlocking yang paling cocok dan mudah dipakai agar saling mengunci satu sama lain saat disusun merupakan salah satu upaya untuk menggantikan penggunaan bata yang beredar di pasaran dengan cara mengurangi penggunaan mortar dalam konstruksi. Desain bata interlocking telah diuji agar saling mengunci telah disusun dengan tonjolan dan lekukannya memiliki perbedaan diameter sebesar 1 mm dimana bagian tonjolan memiliki diameter 1 mm lebih kecil disbanding lekukannya. Cetakan untuk produksi bata interlocking diuji menggunakan cetakan hasil 3-D printing dan cetakan silikon dimana cetakan silikon menunjukkan hasil proses pelepasan yang lebih mudah. Penggunaan mortar geopolimer pada bata interlocking yang telah didesain juga merupakan upaya untuk meningkatkan kesadaran akan material ramah lingkungan yang dalam hal ini menggunakan terak nikel sebagai pengganti semen. Material yang dipilih sebagai bahan pembuat bata interlocking adalah geopolimer berbasis terak nikel hasil penelitian dari Rama Aditya Syarif yang menghasilkan mortar geopolimer dengan kuat tekan dalam rentang 36 - 58 Mpa pada umur 28 hari, dengan laju absorpsi sebesar 20.7%.

The current environmental conditions urge researches to find sustainable and affordable technologies and more environmentally friendly material to overcome the depletion of natural resources. The development in finding the most suitable and easiest design of interlocking brick to fit when stacked dry one another is one of the effort to replace the use of common bricks by reducing the use of mortar in the construction. The design of interlocking brick is tested to fit when stacked upon the other interlocking brick with the bulges and the indentations having 1 mm diameter differences in which the bulges have 1 mm smaller diameter. The mold for interlocking brick production is tested using 3-D printing interlocking brick mold made from PLA polymer and silicon mold which results in the better removal process using the silicon mold. The use of geopolymer mortar in the designed interlocking brick will raise the awareness of environmentally friendly material that in this case use nickel slag instead of cement. The material chosen as an interlocking brick material is geopolymer made from nickel slag based on research from Rama Aditya Syarif, which produces geopolymer mortar with compressive strength in the range of 36-58 MPa at the age of 28 days, with absorption rate of 20.7%."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Fadli Bayu Samudra
"Additive Manufacturing (AM) adalah metode manufaktur yang menciptakan komponen dengan bentuk kompleks melalui penambahan material layer-by-layer. Meskipun memiliki banyak keuntungan, AM juga memiliki keterbatasan seperti ruang kerja terbatas, yang tergantung pada ukuran bed printer, dan orientasi pencetakan yang memerlukan optimasi untuk mencapai dimensi yang akurat dan mechanical properties dari komponen yang dicetak. Salah satu solusi untuk masalah ini adalah dengan membagi komponen menjadi dua atau lebih bagian untuk dicetak. Hal ini memerlukan perancangan sambungan untuk bagian yang dicetak, sehingga dapat dirakit kembali menjadi bentuk aslinya. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi metode dan desain terbaik untuk sambungan tersebut. Desain sambungan dioptimasi menggunakan finite element analysis (FEA) untuk memastikan integritas struktural. Penelitian ini juga mengeksplorasi penggunaan Inventor API untuk mengotomatisasi pembuatan bentuk sambungan berdasarkan desain yang dioptimisasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa desain sambungan yang dioptimalkan memiliki nilai maksimum stress yang lebih tinggi namun tetap berada dalam area safety factor, yang memiliki arti desain dapat untuk digunakan dalam manufaktur komponen berukuran besar dalamadditive manufacturing (AM).

Additive Manufacturing (AM) is a manufacturing method that creates components with complex shapes by adding material layer by layer. Despite its advantages, AM has limitations such as a restricted working envelope, which is dependent on the printer bed size, and variable printing orientation that requires optimization to achieve accurate dimensions and mechanical properties of the printed components. One solution to these issues is to divide the component into two or more parts for printing, allowing the final printed component to match the original design. This requires designing joints for the printed parts, enabling them to be reassembled into the original shape. The objective of this research is to identify the best methods and designs for these joints. The joint designs are optimized using Finite Element Analysis (FEA) to ensure structural integrity. The study also explores the use of Inventor API for automating the generation of joint shapes based on the optimized designs. Results indicate that the optimized joint designs exhibit higher maximum stress but remain within the safety factor area, confirming their suitability for use in manufacturing large dimensional parts in additive manufacturing (AM)."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Lubriandini Putri
"ABSTRAK
Bioaktivitas material implan Ti-6Al-4V dapat ditingkatkan melalui pelapisan hidroksiapatit pada permukaan material. Namun, interface antara hidroksiapatit dan material implan memiliki ikatan yang lemah sehingga dapat menyebabkan delaminasi HA. Hal ini dapat diatasi dengan alkali-heat treatment yang dapat meningkatkan mechanical interlocking yang dimiliki oleh hidroksiapatit dan material implan. Alkali-heat treatment dilakukan dengan mengetsa material implan menggunakan larutan kroll selama 18 menit, kemudian Ti-6Al-4V direndam dalam larutan NaOH dengan konsentrasi larutan sebesar 5M dan 10M selama 24, 48 dan 72 jam pada suhu 60 derajat celsius yang kemudian dilanjutkan dengan sintering pada suhu 600 dan 800 derajat celsius selama 1 jam dengan kenaikan suhu 5 derajat celsius/menit. Pendeposisian hidroksiapatit dilakukan dengan metode electrophoretic selama 10 menit dengan tegangan 20 Volt dan dipanaskan pada suhu 800 derajat celsius dalam vacuum furnace. Hasil menunjukan, material implan membentuk feather-like structure ketika mencapai waktu perendaman optimalnya pada kosentrasi larutan yang sesuai, yaitu NaOH 5M selama 48 jam, dan distabilkan dengan sintering pada suhu 600 derajat celsius agar hidroksiapatit dapat melapisi material implan dengan sempurna, sehingga osseointegration dapat terjadi seiring dengan meningkatnya bioaktivitas.

ABSTRACT
The deposition of hydroxyapatite has been applied to enhance the bioactivity of Ti-6Al-4V as implant materials. However, the hydroxyapatite has poor adhesion strength to a substrate which can lead to coating delamination. In this study, we combine the alkali-heat treatment of Ti-6Al-4V and the electrophoretic coating process of the hydroxyapatite to obtain the strong mechanical interlocking. The Ti-6Al-4V implants were etched in Kroll solution before the alkali-treatment was performed using 5M and 10M NaOH at 24, 48 and 72 hours and thermally stabilized at 600 and 800-degree Celsius for 1 hour using a stepwise heating rate of 5-degree Celsius per min. The EPD process conducted at a constant cell voltage of 200 V for 10 min at room temperature and then sintered in a vacuum furnace at 800-degree Celsius. The result shows that the feather-like structure on Ti-6Al-4V surface was created by incorporating sodium ions onto the Ti-6Al-4V surface during alkali-treatment using NaOH 5M for 48h and stabilized using heat treatment at 600-degree Celsius where the hydroxyapatite filled the interspaces to become integrated with the feather-like structure so that the osseointegration can occur as the bioactivity increased.

"
2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Winarto
"The performance of ball bearings is strongly influenced by the lubrication system. In this research, the development of a lubrication system was performed by the formation of an interlocking system through a composite coating, i.e. Zn3(PO4)2 / MoS2 / MWCNT / nanographite / Na2SiO3 prepared by chemical immersion. The coating was applied through the one-mixing-layer and multi-layer techniques. The results showed that the one-mixing-layer technique has the ability to form an homogeneous thin layer with a surface roughness index that varies between 1.00 µm and 1.35 µm, whereas the thickness of the composite layers was found to be in the range from 5 µm to 6 µm. The multi-walled carbon nanotube (MWCNT) technique increased the interlocking capabilities of the coating and the solid lubricant. The one-mixing-layer technique indicated better results than that of multi-layer coated balls in terms of distribution and uniformity of elements on the coating surface, good interlocking between the composite compounds, and the thickness of the layer formed. The performance of nanocomposite coatings on the friction of the steel balls also showed that the ball bearings with a one-mixing-layer composite coating have a higher wear resistance than that of both the uncoated and the multi-layer coated ball bearings."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2015
UI-IJTECH 6:3 (2015)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Mampearachchi, Wasantha
"This book provides a comprehensive overview of concrete block paving (CBP). Starting with the basics, such as the history, applications, advantages and limitations of CBP, it then discusses in detail the structural behavior, construction process, and design support conditions, covering topics like specifications for blocks and laying patterns, field performance and mix design for ICBP. Lastly, it examines good CBP practices and maintenance."
Singapore: Springer Singapore, 2019
e20510450
eBooks  Universitas Indonesia Library
cover
Karmila Putri Maulidya
"Gangguan pada Vertebrae yang umum terjadi berupa Disc Degenerative Disease (DDD) dimana intervertebral disc atau diskus tulang belakang mengalami kerusakan dan tidak dapat menopang vertebrae sesuai fungsinya. Pengobatan terhadap DDD dapat dilakukan secara konservatif dengan terapi dan obat-obatan, maupun secara operatif dengan mengganti intervertebral disc. Terdapat beberapa metode operasi pemasangan implan yang masing-masing memiliki cara insersi berbeda. Di antara metode insersi tersebut, TLIF merupakan metode dengan tingkat invasi paling minimum dan dapat diminimalkan lagi dengan menerapkan prinsip Minimally Invasive Spine Surgery (MISS). Prinsip ini bertujuan untuk memperkecil ukuran sayatan operasi pada saat insersi implan, dapat dilakukan dengan bantuan teknologi atau dengan modifikasi geometri implan. Penelitian ini akan mengembangkan desain geometri implan TLIF menjadi modular lepas pasang dengan sistem pengunci horizontal dan vertikal. Bagian modular perlu diuji keberhasilannya menggunakan prototipe hasil fabrikasi stereolithography (SLA) maupun Fused Deposition Modelling (FDM). Desain implan kemudian dimanufaktur dengan material PEEK untuk dilakukan pengujian simulasi Metode Elemen Hingga dan eksperimental kompresi. Geometri modular memiliki pengaruh menurunkan kekuatan mekanik implan dibandingkan geometri nonmodular. Akan tetapi penurunan kekuatan tersebut masih pada batas aman kemampuan mekanik yang dibutuhkan oleh implan. Oleh karena itu, dengan dikembangkannya desain geometri modular ini, prinsip MISS dapat dicapai dan kekuatan mekanik yang dibutuhkan tetap dapat dicapai oleh implan TLIF.

Disorders of the Vertebrae commonly occurs is Disc Degenerative Disease (DDD) in which the intervertebral discs or spinal discs are damaged and cannot support the vertebrae according to their function. Treatment of DDD can be done conservatively with therapy and drugs, or operatively by replacing the intervertebral disc. There are several surgical implant methods, each of which has a different way of insertion. Among these insertion methods, TLIF is the method with the minimum level of invasion and can be minimized by applying the principles of Minimally Invasive Spine Surgery (MISS). This principle aims to reduce the size of the surgical incision at the time of implant insertion, which can be done with the help of technology or by modifying the implant geometry. This research will develop the geometry design of TLIF implants into a detachable modular system with a horizontal and vertical locking system. Modular parts are required to be tested for success using prototypes produced by 3-dimensional stereolithography (SLA) printing and Fused Deposition Modeling (FDM). The implant design was then manufactured with PEEK material for the Finite Element Method simulation and compression experimental tests. Modular geometry has the effect of reducing the mechanical strength of the implant compared to non-modular geometry. However, this decrease in power is still within the safe limits of the mechanical capabilities required by the implant. Therefore, with the development of this modular geometry design, the MISS principle can be achieved and TLIF implants can still achieve the required mechanical strength."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rr. Prasetyanugraheni Kreshanti
"Fraktur mandibula merupakan fraktur kraniomaksilofasial yang paling umum dan seringkali menyebabkan gangguan mengunyah. Tata laksana definitif fraktur mandibula adalah reduksi terbuka dan fiksasi interna menggunakan plat dan sekrup sistem 2.0, seperti plat tiga dimensi (3D). Namun, desain plat 3D konvensional memiliki keterbatasan karena bentuknya yang tidak dapat diubah, sehingga sulit menghindari garis fraktur atau struktur anatomi penting seperti akar gigi dan saraf saat melakukan pemasangan sekrup. Untuk mengatasi masalah ini, diperlukan desain plat 3D yang dapat diubah konfigurasinya. Oleh karena itu, dikembangkanlah desain plat 3D interlocking. Berbeda dengan plat 3D yang sudah ada selama ini, plat 3D interlocking memiliki kebaruan yaitu plat ini dapat dirangkai dari beberapa jenis plat dengan menumpuk 2 buah plat menjadi 1 kesatuan plat. Sambungan kedua buah plat ini tidak menambah ketebalan plat dan dapat diubah konfigurasinya dengan menyesuaikan sudut antara plat horizontal dan plat vertikal. Finite Element Analysis (FEA) dilakukan untuk menentukan kelayakan desain plat 3D interlocking. Setelah FEA memastikan kelayakan desain, purwarupa yang diproduksi dilakukan pengujian biomekanik menggunakan sepuluh mandibula kambing untuk menilai kekuatan mekanik dan stabilitas plat 3D interlocking. Biokompatibilitas dan penyembuhan tulang dievaluasi dalam uji hewan coba yang melibatkan 28 kambing. Biokompatibilitas dinilai dengan mengevaluasi respons inflamasi dari uji radiologik dan histopatologik (pewarnaan Hematoxylin-Eosin). Penyembuhan tulang dinilai melalui berbagai metode, termasuk uji radiologik yang mengukur kepadatan tulang, uji histopatologik menggunakan pewarnaan Mason Trichome, dan analisis penanda tulang melalui imunohistokimia dan ELISA. Selain itu, uji kemudahan penggunaan dilakukan dengan sembilan Spesialis Bedah Plastik Rekonstruksi dan Estetik untuk menilai tingkat kenyamanan dan durasi yang diperlukan untuk mengaplikasikan plat pada model mandibula sintetik. Uji biomekanik juga dilakukan pada uji kemudahan penggunaan sebagai komponen evaluasi objektif. Dalam uji biomekanik, plat 3D interlocking menunjukkan kemampuan yang lebih baik dalam mempertahankan stabilitas fraktur yang memungkinkan gerakan mikro yang terkendali. Selanjutnya, uji biokompatibilitas menunjukkan bahwa kelompok plat 3D interlocking menghasilkan reaksi jaringan dan respons inflamasi yang lebih rendah dibandingkan plat tolok ukur pada uji hewan coba. Selain itu, plat 3D interlocking juga mempercepat proses penyembuhan tulang, terbukti dari peningkatan bermakna dalam pembentukan dan kepadatan tulang pada uji hewan coba. Hasil uji kemudahan penggunaan menunjukkan bahwa plat 3D interlocking dapat digunakan dengan mudah seperti halnya plat tolok ukur. Secara keseluruhan, plat 3D interlocking menunjukkan potensi sebagai alternatif yang layak untuk tata laksana fraktur mandibula.

Mandibular fractures are the most common craniomaxillofacial fractures, often resulting in mastication disturbances. Mandibular fracture management typically involves the use of 2.0 system plates and screws, such as three-dimensional (3D) plates. However, the conventional 3D plate designs for mandibular fracture management have limitations. Their fixed shape makes it challenging to avoid fracture lines or vital anatomical structures, such as dental roots and nerves when placing screws. A 3D plate design that allows for configuration changes is needed to address this issue. Therefore the interlocking 3D plate was developed. This novel design features components that can be adjusted to avoid critical anatomical structures and fracture lines while still offering the stability of a 3D plate, enhancing its utility in mandibular fracture management. Finite element analysis was performed to establish the feasibility of the interlocking 3D plate design. Once that was established, biomechanical evaluation was conducted using ten goat mandibles to assess the mechanical strength and stability of the interlocking 3D plate. Biocompatibility and bone healing properties were evaluated in an animal study involving 28 goats. Biocompatibility was assessed by evaluating inflammatory responses from radiological and histopathological (Hematoxylin-Eosin staining) study. Bone healing properties were assessed through various methods, including radiological study measuring bone density, histopathological study using Mason Trichome staining, and analyzing bone markers through immunohistochemistry and ELISA. Additionally, usability study were conducted with nine plastic surgeons to assess the level of comfort and the duration required to apply the plate on a synthetic mandibular model. These findings were correlated with biomechanical test results. The biomechanical evaluation revealed that the interlocking 3D plate design better-maintained fracture stability while allowing controlled micro-movement. Regarding biocompatibility, the interlocking 3D plate exhibited better results than the standard plate, as indicated by lower tissue reaction and inflammatory response in animal study. The interlocking 3D plate also facilitated faster bone healing, with significant bone formation and bone density improvements in animal study. Usability study demonstrated that the interlocking 3D plate was as easy to use as the standard plate, with no significant differences in application time. Overall, the interlocking 3D plate demonstrates significant potential as a viable alternative for managing mandibular fractures."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dhiani Satiti
"Metode cold spray adalah proses disposisi kecepatan tinggi dimana partikel kecil (1 - 50 _m) dalam keadaan padat dipadu dengan gas yang dipanaskan dan dipercepat hingga kecepatan supersonik. Adhesi partikel hanya disebabkan oleh energi kinetik pada saat tumbukan. Proses ini menggunakan kecepatan tinggi ketimbang temperatur tinggi untuk menghasilkan coating, dan karenanya mengurangi reaksi-reaksi yang tidak menguntungkan dari proses thermal spray. Serbuk aluminium dengan kemurnian 99.9 % disemprotkan dengan metode cold spray pada tiga jenis substrat yang berbeda; paduan magnesium ZE41A-T5, paduan AA7075 dan baja 4130. Kemudahan untuk permulaan deposisi partikel coating sangat bergantung pada karakteristik substrat. Oleh karena itu pada penelitian ini dilakukan karakterisasi cold spray coating pada ketiga substrat untuk mempelajari pengaruh karakteristik substrat pada kualitas ikatan antara substrat dan coating. Karakterisasi dilakukan dengan pengamatan struktur mikro, dan kekerasan mikro yang difokuskan pada daerah antar muka. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: (i) terbentuk lapisan Al2O3 pada daerah antar muka ketiga sampel; (ii) coating pada substrat paduan Mg memiliki kekerasan tertinggi dan persentase porositas terendah, yang dapat menunjukkan ikatan antar substrat dan coating yang berkualitas baik; (iii) mekanisme ikatan yang mungkin terjadi adalah penguncian secara mekanis (mechanical interlocking).

Abstract: Cold spray is a recent development by which a high-rate deposition process of small particles in solid state are mixed with heated gas and accelerated to supersonic velocities through a nozzle. The particles impact the target surface with sufficient kinetic energy to cause plastic deformation and consolidation with the substrate material to bond together, rapidly building up a layer of deposited material. This process uses high velocity rather than high temperature to produce coatings, and thereby minimize many disadvantages of high temperature reactions, which are characteristics of typical thermal sprayed coatings. Aluminium powder of 99.9 wt. % purity has been sprayed by using cold spray method onto a range of substrates; which are ZE41A-T5 magnesium alloy, AA7075 aluminium alloy and 4130 steel. The ease of initiation of deposition depends critically upon substrate type. Hence, this research was carried out to characterize the substrate materials and investigate the possible bonding mechanism at the interface. It was concluded that the possible mechanism of bonding is mechanical interlocking, which is supported by the evidence that the interface at the entire samples is not a straight line that may due to generation of interface curvature. It was also observed that 1 ' 2 _m thickness of Al2O3 layer has formed at the interface of all samples, which due to the reaction of aluminum particles with oxygen."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2008
S41788
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library