Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 12 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Siti Rajbatul Adawiyah
Abstrak :
Latar Belakang : Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa. Di sisi yang lain masa remaja merupakan masa yang sangat penting bagi pembentukan identitas diri. Sebanyak 75% kematian pada remaja terjadi akibat faktor perilaku. Penyakit-penyakit atau kelainan fisis yang timbul karena masalah perilaku remaja antara lain ialah: luka atau kecelakaan, kehamilan remaja, penyakit seksual yang ditularkan, gangguan makan, penyalahgunaan obat dan alkohol, merokok, masalah emosi, dan sebagainya; yang akan mempengaruhi kehidupan pribadi, keluarga, bangsa dan negara di masa yang akan datang (Gunarsa 1989). Dari berbagai permasalahan perilaku seksual pada remaja yang saat ini sangat memprihatinkan berdasarkan data-data yang ada, perlu diketahui akar permasalahannya untuk mendapat solusi yang tepat. Perilaku intercourse pada remaja sangat beresiko terhadap kejadian Kehamilan Tidak Diinginkan (KTD) yang akhirnya menambah jumlah kasus aborsi yang disengaja dan tidak aman. Hal ini mengakibatkan komplikasi aborsi yaitu pendarahan, sehingga menyebabkan kematian ibu. Tujuan dari penelitian ini yaitu diketahuinya determinan yang berhubungan dengan perilaku hubungan seksual intercourse pada remaja (analisis SKKRI 2007). Metode penelitian ini menggunakan cross sectional dengan analisis statistik mengguna kan uji T, Chi Square dan Regresi Logistik Ganda. Hasil analisis regresi logistik ganda menunjukkan bahwa determinan yang mempengaruhi perilaku intercourse pada remaja adalah variabel umur, jenis kelamin, pendidikan, pengetahuan kespro, pengalaman memiliki pacar dan status memiliki teman yang melakukan intercourse. Sedangkan variabel yang paling mempengaruhi perilaku intercourse pada remaja adalah status memiliki teman yang melakukan intercourse. Uraian penelitiannya antara lain dari hasil uji statistik diketahui bahwa umur remaja mempunyai hubungan dengan perilaku intercourse, remaja laki-laki mempunyai peluang 4.1 kali lebih besar melakukan intercourse dibandingkan remaja perempuan, remaja yang berpendidikan SD mempunyai peluang 1.9 kali lebih besar melakukan intercourse dibandingkan remaja yang berpendidikan universitas, remaja yang tidak mengetahui hal-hal mengenai kespro beresiko 0.39 kali lebih rendah melakukan intercourse dibandingkan remaja yang mengetahui hal-hal mengenai kespro, remaja yang berstatus memiliki pengalaman pacaran mempunyai peluang 8.0 kali lebih besar melakukan intercourse dibandingkan remaja yang berstatus tidak berpengalaman pacaran dan remaja yang memiliki teman yang sudah melakukan intercourse sebelum menikah beresiko 15.1 kali lebih besar melakukan intercourse dibandingkan remaja yang tidak memiliki teman yang sudah melakukan intercourse sebelum menikah. Saran dari penelitian ini yaitu diadakannya Program Pendidikan KRR (Kesehatan Reproduksi Remaja) dan pelatihan peer (kader remaja) untuk menjadi educator dan memberikan dukungan bagi remaja yang memiliki masalah agar remaja Indonesia memiliki lingkaran pergaulan yang baik. ......Background: Adolescence is a period of transition from childhood to adulthood. On the other hand adolescence is a crucial period for the formation of identity. As many as 75% of deaths in adolescents due to behavioral factors. Diseases or physical abnormalities arising from adolescent behavior problems among others are: injuries or accidents, teen pregnancy, sexually transmitted diseases, eating disorders, drug and alcohol abuse, smoking, emotional problems, etc., that will affect your personal life, family, state and nation in the future (Gunarsa 1989). Of the various problems of sexual behavior in adolescents who currently very concerned based on the data available, need to know the root of the problem to get the right solution. Intercourse behavior in adolescents are particularly at risk for the incidence of Unwanted Pregnancy, which eventually increase the number of cases of induced abortion and unsafe. This resulted in abortion complications are bleeding, causing maternal death. The purpose of this research is known determinant associated with sexual intercourse behavior in adolescents (analysis of SKKRI 2007). The method uses a cross-sectional study with statistical analysis to use the T test, chi-square and multiple logistic regression. The results of multiple logistic regression analysis showed that the determinants that influence the behavior of intercourse among adolescents is the variable age, gender, education, reproductive health knowledge, the experience of having a boyfriend and having the status of a friend who perform intercourse. While the variables that most influence the behavior of intercourse among adolescents is the status of your friends who have intercourse. Description of research include the results of statistical tests known that age have a relationship with intercourse behavior, adolescents boys have a 4.1 times more risk of intercourse than adolescent girls, adolescents who had elementary has a 1.9 times bigger risk of intercourse than adolescents who educated universities, adolescents who do not know about reproductive health matters times lower risk of 0.39 intercourse than adolescents who know things about reproductive health, the status of adolescent dating experience have 8.0 times more risk intercourse than adolescents who are not experienced dating status and adolescents who have friends who have intercourse before marriage 15.1 times more risk of intercourse than adolescents who do not have friends who have intercourse before marriage. Recommendation from this study that the holding of Education ARH (Adolescent Reproductive Health) and training peer (teen volunteers) to be educators and to provide support for teens who have problems for teens Indonesia has a good social circle.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2013
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rieska Dwi Mayasari
Abstrak :
The objective of this research is to explore what types of interpretations exist regarding premarital sexual intercourse in Virgin among its female late teenagers audience. This research also aims to describe the cultural contexts, social settings, and personal experiences that surround those interpretations. Reception studies theory and the encoding -decoding model were used in this research. Employing the constructivist paradigm., it applied the qualitative approach, ethnographic method, and it is therefore descriptive in nature. Findings of this research suggests that female late teenagers possess different interpretations toward the contents of Virgin, and those interpretations are based upon cultural contexts, social settings and personal experiences.
2006
TJPI-V-2-MeiAugust2006-15
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Ayu Khoirotul Umaroh
Abstrak :
Proporsi perilaku seksual intercourse remaja perempuan 15-19 tahun 0,9% dan 20-24 tahun 2,6%. Sementara remaja laki-laki 15-19 tahun 3,6% dan 20-24 tahun 14%. Faktor enabling yang berhubungan dengan perilaku adalah media informasi. Tujuan penelitian untuk membuktikan ada hubungan antara keterpaparan informasi kesehatan reproduksi dengan perilaku seksual intercourse remaja dengan Cross Sectional menggunakan data SDKI 2017. Sebanyak 23.351 responden terpapar televisi (97,2%), media cetak (56,1%), dan radio (50,1%). Keterpaparan informasi kesehatan reproduksi paling banyak adalah HIV AIDS, IMS, iklan kondom, dan informasi ketiganya. Sebanyak 6,6% pernah melakukan perilaku seksual intercourse. Hasil regresi logistik pada media cetak (p-value 0,001; POR 0,6), radio (p-value 0,001; POR 0,460), dan televisi (p-value 0,001; POR 0,767). Jenis kelamin menjadi variabel interaksi pada media cetak (POR perempuan 15,784; POR laki-laki 1,822) dan radio (POR perempuan 48,72; POR laki-laki 1,584). Saran untuk pemerintah yakni memberikan remaja laki-laki materi tentang dampak perilaku seksual intercourse dari perspektif laki-laki harapannya lebih efektif mencegah perilaku seksual intercourse serta memperluas jangkauan remaja yang terpapar informasi kesehatan reproduksi dari media massa dengan kerjasama lintas sektor. Pemerintah atau akademisi dapat merumuskan penelitian longitudinal kesehatan remaja dan meneliti efek dari media terhadap perubahan perilaku seksual intercourse dengan menggunakan teori efek media Use and Gratifications Theory. ......The proportion of sexual behavior of female adolescent 15-19 years was 0,9% and 20-24 years was 2,6%. Meanwhile, male adolescent 15-19 years old was 3,6% and 20-24 years old was 14%. The enabling factor related to behavior is the information media. The purpose of the study was to prove the relationship between exposure to reproductive health information and adolescent sexual behavior with a Cross Sectional using the 2017 IDHS data. A total of 23.351 respondents were exposed to television (97,2%), print media (56,1%), and radio (50,1%). The most exposure to reproductive health information was HIV AIDS, STIs, condom advertisements, and information on all three. As many as 6.6% have had sexual behavior. The results of logistic regression on print media (p-value 0,001; POR 0,6), radio (p-value 0,001; POR 0,460), and television (p-value 0,001; POR 0,767). Gender was an interaction variable on print media (POR 15,784 on female; POR 1,822 on male) and radio (POR 48,72 on female; POR 1,584 on male). Suggestions for the government, to provide male adolescents with material on the impact of sexual intercourse from a male perspective, are expected to be more effective in preventing sexual behavior and to reach expanding of reproductive health information from the mass media with cross-sectoral collaboration. The government or academics can formulate longitudinal research on adolescent health and examine the effects of media on changes in social behavior using the Use and Gratifications Theory of media effects.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Akses Tri Handayani
Abstrak :
Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara sikap terhadap hubungan seksual, masturbasi, pornografi dan homoseksual dengan religiusitas pada kaum dewasa muda yang beragama Islam. Di Indonesia fenomena perilaku hubungan seksual, masturbasi, pornografi, dan homoseksual sudah sedemikian maraknya, khususnya di kota Jakarta. Peneliti ingin melihat bagaimana sikap masyarakat, khususnya kaum dewasa muda, dalam menyikapi perilaku-perilaku tersebut. Kemudian peneliti mencoba mengaitkannya dengan dimensi-dimensi religiusitas yang pernah dikemukakan oleh Glock dan Stark (dalam Robertson, 1988). Penelitian ini menggunakan metode kuesioner dalam pengumpulan data, kuesioner yang digunakan adalah kuesioner sikap terhadap hubungan seksual, masturbasi, pornografi dan homoseksual; dan kuesioner religiusitas. Dalam penelitian ini subjek terdiri dari 100 orang dengan rentang usia antara 20 - 40 tahun, dan beragama Islam. Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan negatif yang signifikan antara perilaku hubungan seksual, masturbasi, dan homoseksual dengan dimensi ritual, pengalaman, pengetahuan, dan konsekuensi. Hasil penghitungan independent sampel t-test menunjukkan bahwa laki-laki memiliki sikap yang lebih terbuka terhadap perilaku masturbasi dan pornografi dari pada perempuan. Sedangkan hasil penghitungan one way ANOVA menunjukkan bahwa subjek yang telah menikah memiliki religiusitas yang lebih tinggi pada dimensi ritual, pengalaman, pengetahuan, dan konsekuensi bila dibandingkan subjek yang belum menikah.
The research is purposed to understand correlation between sexual intercourse, masturbation, pornography, and homosexual with religiosity among moslem young adulthood. In Indonesia, the phenomenon of sexual intercourse, masturbation, pornography, and homosexual has been common, especially in Jakarta. Author wanted to know the attitude of the community, especially that of young adulthood to these behaviors. Furthermore, author tried to correlate these behaviors with religious dimensions that Glock and Stark have pointed out (in Robertsons, 1998). The research uses a questionnaire method to gather data. One questionnaire of the research is concerned with attitude toward sexual intercourse, masturbation, pornography, and homosexual, and the other to religiosity. In the research, subject consisted of 100 persons ranging from 20 - 40 years of age who were Moslems. The research findings, show a significant negative correlation between attitude toward sexual intercourse, masturbation, pornography, and homosexual with ritual, experiential, knowledge, and consequential dimensions. A calculation of independent t-test sample indicated that men had a positive attitude toward masturbation and pornography than women. Whereas, one way ANOVA measurement showed that those subjects getting married had a higher religiosity at ritual, experiential, knowledge, and consequential dimensions that those of being singled.
2008
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Ridwan Ikob
Abstrak :
Data kumulatif kasus HIV/AIDS di Indonesia hingga akhir 2001 sebanyak 2.575 kasus. Jumlah ini merupakan kasus yang dicatat dan dilaporkan oleh Ditjen PPM&PL. Sementara itu, masih banyak lagi kasus HIV/AIDS yang tidak terdeteksi atau tidak terlaporkan oleh petugas kesehatan sehingga kasus HIV/AIDS ini merupakan fenomena gunung es di Indonesia. Kasus tersebut diatas diperparah oleh terjangkitnya remaja oleh HIV/AIDS akibat pergaulan bebas, seperti narkoba, minuman keras dan seks pra nikah. Dari 2.575 kasus, sebanyak 861 kasus diantaranya dialami oleh remaja berusia 15-29 tahun yang sebagian diantaranya masih merupakan pelajar Sekolah Lanjutan Tingkat Atas. Hal tersebut di atas menunjukkan bahwa siswa SLTA sangat rentan terkena penyakit HIV/AIDS. Dalam kaitan inilah dilakukan penelitian yang bertujuan untuk memperoleh deksripsi sejumlah faktor yang berhubungan dengan perilaku pencegahan HIV/AIDS siswa SMUN 13 Palembang 2002. Penelitian ini menggunakan rancangan cross sectional. Sampelnya adalah siswa-siswi kelas satu dan dua sebanyak 110 orang. Penelitian ini menggunakan data primer melalui kuesioner, yang dilaksanakan pada bulan Mei 2002. Hasil analisis univariat menunjukkan bahwa siswa yang berperilaku baik dalam usaha pencegahan HIV/AIDS sebesar 64,5%. Sedangkan dari hasil analisis bivariat didapat bahwa ada dua variabel yang berhubungan secara bermakna dengan perilaku pencegahan terhadap HIV/AIDS siswa SMUN 13 Palembang 2002 yaitu ekstra kurikuler dan peran guru. Dari hasil analisis multivariat regresi logistik ternyata variabel ekstra kurikuler merupakan variabel yang paling dominan secara statistik terhadap perilaku pencegahan HIV/AIDS siswa SMUN 13 Palembang 2002. Dari hasil penelitian ini ada berbagai saran yang perlu ditindak lanjuti. Pertama, hendaknya pihak penyelenggara program kesehatan memanfatkan kelompok potensial di sekolah seperti OSIS, guru bimbingan konseling, maupun guru olahraga dan agama untuk mempromosikan program pencegahan HIV/AIDS serta dilakukan penyuluhan secara berkala dan berkesinambungan. Kedua, tim perencanaan kurikulum sekolah hendaknya memasukkan materi HIV/AIDS sebagai muatan lokal sesegera mungkin. Ketiga, pihak sekolah hendaknya lebih menggalakkan pendidikan kesehatan reproduksi remaja. Keempat, pihak sekolah hendaknya lebih banyak memberikan kesempatan dan dukungan kepada OSIS dalam mengadakan seminar, diskusi maupun lomba karya ilmiah tentang HIV/AIDS. Aktivitas ekstra kurikuler seperti drama, bermain peran, kunjungan ke Rumah Sakit serta Palang Merah Remaja dapat meningkatkan perilaku pencegahan terhadap HIV/AIDS dapat lebih baik.
Factors Related to HIV/AIDS Prevention Behavior by Students of Senior High School 13 in Palembang 2002The cumulative data of HIV/AIDS cases in Indonesia up to the end of 2001 are 2,575. This fiture shows only recorded and reported cases by Ditjen PPM&PL. On the other hand, there still remain a lot of cases which are not detected and reported which form an iceberg phenomenon. The situation is also affected worsened by youth who are infected by HIV/AIDS through the use of drug (narkoba), alcohol and premarital sexual intercourse. From 2,575 cases, there are 861 cases suffered by youth aged 15-29 years old in which some of them are senior high school students. The above mentioned fact shows that senior high school students are proned to HIV/AIDS. In this respect, there should be research conducted to describe factors related to the behavior of preventing HIV/AIDS by students of Senior High School 13 Palembang in 2002. This study used cross sectional design. The samples are 110 senior high school students from first and second year. Data was collected using questioner in May 2002. Three types of analiysis were used in this research. Univariat analysis result shows that students with good behavior on preventing H1V/AIDS are 64,5%. Bivariate analysis results found two variables related to the Behavior of Preventing HIV/AIDS by Students of Senior High School 13 in Palembang in 2002, i.e. extra curricular activities and teachers role. Multivariat analysis using logostic regression shows that extra curricular is the dominant variable related to the behavior of preventing HIVIAIDS by students of Senior High School 13 in Palembang in 2002. From the above result, some recommendations are suggested. First, health program provider should make use potential groups at school such as OSIS, counseling, sport and religion teacher in order to promote the prevention of HIV/AIDS and to provide routine and continuous counseling. Second, school curriculum planner should include HIV/AIDS topic as local material reproductive as soon as possible. Third, school should promote the educated of youth. School should give more chance and support OS1S to hold seminar, discussion and competition and popular scientific writing on HIV/AIDS. Extra curricular activities such as drama, role play, youth red cross club and visiting to hospital can improve the behavior of preventing HIV/AIDS.
Depok: Universitas Indonesia, 2002
T 10700
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anggraini Soemadi
Abstrak :
Remaja merupakan asset masa depan bangsa, artinya remaja harus menjadi manusia masa depan yang dapat memimpin bangsa, untuk itu remaja dituntut berkualitas. Tetapi pada kenyataannya seringkali remaja justru membuat keresahan di masyarakat salah satunya tawuran remaja. Berbagai penyebab terjadinya tawuran, penelitian ini difokuskan pada Pola asuh keluarga dan pergaulan teman sebaya pada remaja yang melakukan tawuran dengan melihat pola asuh keluarga dan pergaulan dengan teman sebaya. Adapun bertujuan (1) mendapatkan gambaran pola asuh keluarga dalam kaitannya dengan remaja yang tawuran (2) mendapatkan gambaran lingkungan pertemanan berkaitan dengan remaja yang tawuran (3) menemukan faktor-faktor lain yang turut mempengaruhi timbulnya tawuran remaja. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan menggunakan studi literatur dan wawancara, serta observasi. Pengambilan sample dengan menggunakan tehnik Purposive Sampling. Waktu penelitian dilakukan pada bulan Maret sampai Agustus 2003 di STM ?X" Jakarta. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pola asuh keluarga yang dilakukan keluarga siswa antara lain ijin keluar rumah, pelaksanaan sholat, pelaksanaan puasa, tidak dilaksanakan secara rutin. Hal ini disebabkan karena orangtua yang sibuk sehingga tidak ada perhatian untuk anak, orangtua tidak mengajarkan sholat, dan tidak rutin mengikuti puasa. Orangtua tidak memberi sanksi apapun walaupun tahu perilaku anak tidak disiplin. Dalam hal pelaksanaan pekerjaan dalam rumah tangga, anak melakukan pekerjaan rumah tangga. Pertemuan antar keluarga untuk berkomunikasi, tidak dimanfaatkan oleh sebagian besar anak untuk mengeluarkan pendapat karena situasi dalam keluarga yang tidak mendukung misalnya keributan dalam keluarga dan kelelahan orangtua dalam bekerja. Dari hal tersebut yang dilakukan adalah pola asuh permisif dimana orangtua membiarkan anak berbuat sesuatu tanpa bimbingan dan pengarahan. Faktor lain yang memicu tawuran adalah pertemuan remaja, dimana sebagian besar waktunya berada dalam lingkungan teman, demikian halnya dengan para siswa. Sebagian besar siswa kegiatannya sehari hari sehabis pulang sekolah khususnya sering nongkrong, bergerombol dan pulang pada malam hari. Pembicaraan mereka umumnya berkisar tentang penyerangan, dan apabila ada kelompok lain yang menyerang, merekapun ikut menyerang. Teman-teman informan siswa kadang-kadang juga ikut dalam tawuran tersebut. Kedekatan tempat tinggal dan seringnya mereka bertemu membuat ikatan kuat antar mereka. Dan hal tersebut teman membawa pengaruh perilaku remaja. Selain faktor pola asuh keluarga dan pergaulan dengan teman ada faktor-faktor lain yang ikut mempengaruhi perilaku anak yaitu kemiskinan, sekolah dan pihak sekolah. Kemiskinan ditunjukkan dengan tempat tinggal keluarga siswa pada daerah bantaran kali dan pemukiman kumuh yang berdesak desakan. Dimana pada keluarga yang tinggal di bantaran kali dan rel kereta api, tempat tinggal dengan dinding yang beralaskan plastik dan dos bekas. Sementara itu 3 siswa dimana keluarga bertempat tinggal di daerah pemukiman padat. Kondisi lingkungan menyulitkan orangtua dan siswa untuk berinteraksi. Faktor lain adalah sekolah, dimana sekolah kurang tegas dalam membuat aturan misalnya pengambilan report, dan pengiriman surat teguran kepada orangtua. Dalam pengambilan raport, sekolah tidak mewajibkan orangtua yang mengambil raport sehingga raport boleh diambil siapa saja, sehingga orangtua bisa mewakilkan siapa saja. Sistem administrasi sekolah dalam pengiriman surat ke orangtua tidak menggunakan staf sekolah tetapi diberikan kepada siswa sehingga surat tidak sampai dan komunikasi orangtua dengan sekolahpun tidak ada.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T12042
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Efani Erfin
Abstrak :
Salah satu penyakit menular seksual (PMS) yang banyak terjadi pada wanita termasuk pekerja seks komersial adalah Trikomoniasis yang disebabkan parasit Trichomonas vaginalis. Trikomoniasis memiliki berbagai macam variasi yang bergantung kepada populasinya yang menyebar atau menular melalui hubungan seksual. Pekerja seks komersial memiliki faktor resiko yang lebih besar untuk terkena infeksi T. vaginalis dibandingkan dengan orang yang tidak berganti pasangan dalam aktivitas seksualnya. Salah satu hal yang akan dibahas lebih lanjut dalam penelitian ini adalah mengenai frekuensi berhubungan seksual pada PSK yang cenderung lebih dari satu kali dalam sehari. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini merupakan PSK yang berlokalisasi pada wilayah Tangerang. Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan metode cross-sectional dengan sampel data sekunder yang diperoleh dari Departemen Parasitologi FKUI, dan dilaksanakan di Jakarta sejak bulan September 2014 hingga September 2015. Dalam penelitian ini, frekuensi berhubungan seksual dibagi dalam dua kategori; sedang (3-4 kali sehari) dan sering (lebih dari 5 kali sehari). Dari 155 sampel, dengan prevalensi infeksi T. vaginalis pada PSK adalah sebesar 62,6% (97 orang). Nilai p yang didapatkan sebesar 0,029 yang menunjukkan hubungan yang bermakna antara infeksi T. vaginalis dengan frekuensi berhubungan seksual pada PSK di wilayah Tangerang. Hal ini membuktikan bahwa frekuensi berhubungan seksual yang sering dapat mempengaruhi infeksi T. vaginalis pada PSK. ......One of the most common sexually transmitted disease in commercial sex workers is Trichomoniasis caused by parasite Trichomonas vaginalis. Trichomoniasis has many variants depend on its transmitted population by sexual intercourse. Commercial Sex Workers (CSW) have higher risk factor for being infected by T. vaginalis rather than settled couple in sexual activities. A matter that will be further discussed is about the frequent of sexual intercourse in CSW, who do more than one time - sexual intercourse in a day. CSW taken as samples are located in Tangerang region. Cross sectional method is used with secondary data from Department of Parasitolgy Faculty of Medicine, Indonesia University. This research is done in Jakarta since September 2014 until September 2015. In this research, the frequency of sexual intercourse is divided in two groups; average (3-4 times a day) and frequently (more than 5 times a day). P score data retrieved by researcher is P 0.029 which shown meaningful relation for the T. vaginalis infection with the frequent of sexual intercourse of the CSW in Tangerang region. It means that higer frequencies of sexual intercourse does become a risk factor of T. vaginalis infection in CSW in Tangerang, Banten.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wahyu Kumala Ratri
Abstrak :
ABSTRAK
Tayub merupakan tradisi lisan yang diciptakan sebagai penghormatan kepada Dewi Padi. Tarian ini dikenal sebagai tari pergaulan antara laki-laki dan perempuan. Sampai saat ini, tarian ini masih dipertunjukkan dalam upacara bersih desa, pernikahan, khitanan, dan nazar. Hal ini berasal dari kepercayaan masyarakat bahwa keseimbangan alam dimulai dari hubungan laki-laki dan perempuan yang diwujudkan dalam gerakan yang dibawakan waranggana dan pengibing. Tari ini dikenal di masyarakat Jawa Tengah dan Jawa Timur umumnya, dan Kabupaten Ngawi, khususnya. Akan tetapi, di Kabupaten Ngawi tarian ini sudah jarang ditemukan. Terdapat satu desa yang masih mempertahankan dan mentransmisikan tradisi ini, yaitu Desa Sekarputih, Kabupaten Ngawi. Penelitian ini berfokus pada minat generasi muda dan transmisi tradisi Tayub. Penelitian ini bertujuan menganalisis transmisi yang dilakukan dalam keluarga penyaji Tayub, khususnya waranggana. Sumber data diperoleh dari studi pustaka dan penelitian lapangan. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa terdapat kaderisasi dalam keluarga penyaji Tayub.
ABSTRACT
Tayub is an oral tradition created as a tribute to Dewi Padi. This dance is known as a sexual intercourse dance between men and woman. Untiil now, this dance still performed in bersih desa a ritual done to clean up a village from evil spirit , weddings ceremony, circumcisions, and vows. This is derived from the belief of the comunity that the balance of nature starts from the relationship of men and woman embodied in the movement brought waranggana and pengibing. This dance is known in the Central Jawa and East Java in general, and the Disctrict of Ngawi, in particular. However, in Ngawi Disctrict this dance is rarely found. There is one village that still maintains and transmits this tradition, namely Sekarputih Village, Ngawi Disctrict. The research focuses on the interest of the young generation and the transmission of the Tayub tradition. This study aim to analyze the transmission performed in the Tayub actor family, especially waranggana. Source of data obtained from literature study and field research indocate that there is a framework in the Tayub actor family.
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Felicia Stefanie
Abstrak :
Skripsi ini membahas mengenai pemaknaan mahasiswi di Jakarta terhadap premarital sexual intercourse di dalam film porno Indonesia. Latar belakang dari penelitian ini yaitu peredaran film porno Indonesia di Jakarta ternyata juga dikonsumsi oleh mahasiswi di Jakarta. Mereka memberikan pemaknaan yang berbeda-beda terhadap aktivitas premarital sexual intercourse di dalam film porno Indonesia dan pemaknaan tersebut ternyata juga dipengaruhi oleh beberapa faktor. Penelitian ini dilakukan secara kualitatif dengan metode penelitian konstruktivis. Hasil penelitian ini melihat bahwa film porno Indonesia dimaknai secara berbeda-beda dimana sebagian besar informan mahasiswiwi menganggap hal tersebut tidak sesuai dengan realita dalam masyarakat. Selain itu, faktor seperti agama, orang tua, budaya, lingkungan, kelompok pertemanan, serta pengalaman pribadi khalayak memberikan pengaruh terhadap pemaknaan yang diberikan. Penelitian ini menyatakan bahwa mahasiswi di Jakarta memaknai bahwa apa yang ada di dalam film porno Indonesia tidak sesuai dengan realita dan tidak pantas untuk dilakukan.
Focus of this thesis is reception analysis of female college students in Jakarta againts premarital sexual intercourse in Indonesian porn film. Background of this research is that Indonesian porn actually consumed by female college students. They gave different reception to premarital sexual intercourse in Indonesian porn and those reception affected by many factors. This is a qualitative research with constructivist research method. Result of this research is that Indonesian porn got mixed reception with majority of female college students said that it doesn?t fit reality in society. Besides, factors like religion, parents, culture, nurture, peer, and individual experience affect the reception they gave. This research pointed that reception analysis of female college students in Jakarta to Indonesian porn film is that it doesn't fit reality and inappropriate to do.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2009
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Rosarina P.
Abstrak :
Secara nasional prevalensi kasus HIV di Indonesia sebesar 0,45 per seratus ribu penduduk. Angka sebenarnya orang yang terinfeksi HIV tidak diketahui, namun diperkirakan tahun 2010 akan ada sekitar seratus ribu orang meninggal karena AIDS dan satu juta orang yang mengidap virus HIV. Kontribusi terbesar penularan HIV sampai saat ini adalah lewat hubungan seksual tanpa menggunakan pelindung. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh informasi yang mendalam tentang pengalaman seksual dan praktek wisatawan mancanegara terhadap pencegahan risiko tinggi HIV/AIDS tahun 2003. Penelitian dilakukan di Kota Batam yang merupakan daerah industri, perdagangan, pariwisata dan alih kapal, dengan menggunakan rancangan penelitian kualitatif. Subjek penelitian adalah wisatawan manca negara yang berkunjung ke tempat-tempat hiburan dan mempunyai pengalaman berhubungan seks dengan pekerja seksual. Dari hasil penelitian diperoleh informasi bahwa tempat tempat hiburan memudahkan akses untuk melakukan seks dengan pekerja seksual, antara lain di karaoke, diskotik, dan panti pijat. Dalam melakukan hubungan seks dengan pekerja seksual, informan melakukan perilaku berisiko tinggi karena tidak menggunakan kondom dan berganti-ganti pasangan seks. Hal yang paling mendorong informan sehingga mempunyai motivasi melakukan seks adalah pengaruh lingkungan yaitu memudahkan informan untuk melakukan seks, lemahnya kontrol sosial dan lemahnya penegakan peraturan yang berkaitan dengan penatalaksanaan di tempat hiburan. Aspek penting lainnya yang berhubungan dekat dengan perilaku berisiko adalah aspek ketidaktaatan beribadah dan ketidaksetiaan terhadap pasangan. Disarankan untuk melakukan promosi kesehatan secara terus menerus dan evaluasi kepada kelompok pekerja seksual serta meningkatkan.kemampuan bernegosiasi kepada pelanggan agar selalu menggunakan kondom. Perlu juga melakukan promosi kesehatan di tempat-tempat hiburan melalui pemasangan poster, atau gambar-gambar tentang HlVyang mudah gampang dilihat oleh pelanggan Daftar Pustaka (1992 - 2003)
Experience of Having Sexual Intercourse Experience and International Tourist Practices for the Prevention of High Risk HIV/AIDS in Batam City in 2003Nationally, the prevalence of HIV/AIDS in Indonesia is 0.45 per 100.000 population. The real number of HIV infected sufferer has not been determined yet until the present, but it is predicted about 100.000 people would die due to AIDS cause and about one million people would be infected in 2010. The main cause of HIV/AIDS transmission is sexual contact without using condom. This study aimed to get thorough information about having sexual experience and international tourist practice for the prevention of high risk HIV/AIDS in Batam City in 2003. The study was conducted in Batam City, which is known as an industrial zone, business and tourism area, and ship transit. The study used qualitative design. Subject of the study are international tourists who visited entertainment places and had sexual intercourse experience with Commercial Sex Worker (CSW). According to the result of the study, it showed that entertainment places that provided access to the informant for having sex with CSW are such as in karaokes, night clubs, and massage houses. In having sexual contact with the CSW, the informants did highly risk behavior because of not using of condom and sexual partner interchanging. Thing motivated informants to have sexual intercourse are environmental causes that consisted easy access for sex, weaknesses in social control in society, and lack of law enforcement. Other crucial aspects concerning to risky behavior of HIV/AIDS are religion disobedience and unloyalty to one's own partner (wife/husband). It is suggested to carry out continual health promotion to CSWs and to improve their negotiation ability with their costumer to use condom. Health promotion also can be done in entertainment places by putting posters or other means for the HIVIAIDS prevention campaign on the places in strategic angle, which are easily seen by visitors. References: 28 (1992 - 2003)
Depok: Universitas Indonesia, 2003
T12781
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>