Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Pandjaitan, Arthanami Eka Krisima
Abstrak :
Permasalahan pada penelitian ini adalah untuk menjawab pertanyaan bagaimanakah interaksi antar negara dalam proses institusionalisme NEAT sebagai think-tank pada kerjasama Asia Timur? Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan penjelasan mengenai pergerakan Asia Timur khususnya interaksi antar negara anggotanya dilihat melalui NEAT sebagai secondtrack dari kerja sama Asia Timur. Metode penelitian yang digunakan adalah metode dokumentasi yaitu berdasarkan dokumen-dokumen yang dikeluarkan secara resmi oleh pertemuan Asia Timur dan NEAT. Jenis metode penelitian dokumentasi seperti ini pada umumnya akan sepenuhnya berfokus kepada laporan-laporan dan informasi resmi yangh diterbitkan oleh pemerintah atau agen internasional. Dari analisa tersebut dapat terlihat ciri khas dari sebuah institusi internasional yang dimiliki oleh NEAT. Ciri yang pertama memperlihatkan bahwa NEAT merupakan sebuah jaringan yang terdiri dari kelompok akademisi yang memiliki keahlian atau kompetensi mengenai kebijakan internasional. Rekomendasi kebijakan yang dihasilkan lahir dari adanya penelitian yang relevan. Dari ciri khas diatas menggambarkan bahwa NEAT berada pada tahap Epistemic Community dalam tingkatan institusi internasional Ruggie. Pada akhirnya hasil dari penelitian ini membenarkan hipotesis yang dipaparkan pada awal penulisan. Bahwa interaksi dari negara-negara anggota NEAT berhasil mewujudkan proses institusionalisasi NEAT dalam kerjasama APT. Hingga tahun 2009 proses institusionalisasi NEAT berada pada tahap Epistemic Community. NEAT berhasil memberikan sudut pandang dari ranah ilmu yang mampu memberikan gambaran hubungan politik.
This research aims to answer the question on ? How is the institutionalization of Network of East Asian Think-tanks (NEAT) in The ASEAN Plus Three Regionalism?. The objective of this research is to get an explanation on the interaction between every country in the ASEAN Plus Three Regionalism on the NEAT institutionalization. This research uses the document research as the study method. As an international institution NEAT is an epistemic community As an epistemic community NEAT holds a variety of research which called as working groups. The result of the working group will be recommended as a policy recommendation. This recommendation will be delivered to the APT leaders to be amendment as a policy. Haas says, as a think tank NEAT directly identifies the state interests and illuminates the decision makers about the salient dimensions of the issue. After that the decision makers in one state may, in turn, influence the interests and behavior of other states. Different with another approachment the actor of an epistemic community is an individual states but still sometimes there tends to be a hegemony of idea in the process of policy decision. In balance with Ikenberry theory that if there is any leading state joins an international institution then that sleading state will ripe another weaker state in order to pursues their interests. This research suggests that NEAT should enhance the institutionalization as the first official think tank in APT regionalism.
Depok: Universitas Indonesia, 2010
T27446
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Virdi Lagaida Umam
Abstrak :
Dalam proses menjaga perdamaian dan stabilitas kawasan, agenda keamanan Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN)—sebagai institusi internasional utama di Asia Tenggara—melibatkan negara-negara anggotanya serta negara mitra dari luar dalam kegiatan-kegiatannya. Dengan sengketa maritim yang belum terselesaikan, meningkatnya pengaruh dari negara-negara kuat di ambang perbatasannya, serta munculnya pertanyaan-pertanyaan kritis yang diarahkan pada kemampuan institusi-institusi internasional, peran ASEAN dalam dimensi keamanan maritim lantas menjadi titik kritis secara akademik dan politik. Tinjauan literatur ini bertujuan untuk menganalisis pemahaman akademis mengenai kerja sama keamanan maritim ASEAN secara kritis, serta menerapkan analisis tersebut pada konteks regional yang terus berkembang. Menggunakan 25 literatur serta metode taksonomi, artikel ini mengidentifikasi tiga titik fokus utama literatur: 1) ASEAN sebagai aktor dalam sengketa Laut Tiongkok Selatan; 2) keamanan non-tradisional sebagai fokus utama keamanan maritim ASEAN; dan 3) analisis kritis mengenai kapabilitas dan agensi ASEAN sebagai institusi internasional. Tinjauan ini menemukan bahwa Tiongkok tetap menjadi faktor utama yang konstan dalam diskursus keamanan ASEAN, dan tindakannya di Laut Tiongkok Selatan menjadi tantangan keamanan utama bagi agenda keamanan ASEAN. Tinjauan ini juga menemukan bahwa diskursus akademik terpengaruh oleh interaksi antar-negara adidaya (great powers), khususnya kontestasi antara AS dan Tiongkok. Mengingat aspirasi ASEAN untuk mempertahankan sentralitasnya dalam menjamin perdamaian dan stabilitas kawasan, kajian literatur ini menyimpulkan bahwa ASEAN harus mengambil tindakan jika ingin mempertahankan sentralitas tersebut saat ini. ......The issue of maritime security cooperation has become one of considerable importance within the changing political context of the maritime Southeast Asia region. In the process of establishing and maintaining the region’s peace and stability, the security agendas of the Association of Southeast Asian Nation—acting as Southeast Asia’s premier international institution—sees active participation by both its member states within the region as well as partners from without. But how does it fare in the face of its changing security challenges? With unresolved maritime disputes within its borders, the growing influence of international powers, and critical questions poised at the capabilities of international institutions, ASEAN’s role within the dimension of maritime security becomes a critical academic and political juncture. This literature review aims to critically analyze current academic understanding of ASEAN maritime security cooperation, applying it to the changing regional context. Using 25 relevant academic articles, this article identifies three main focal points of literature: 1) ASEAN as an actor in the South China Sea disputes’ 2) non-traditional security as the primary focus of ASEAN maritime security; and 3) critical analyses regarding ASEAN’s institutional capability and agency. It finds that China remains a constant primary factor in ASEAN’s security discourse, and its actions in the South China Sea constitutes ASEAN’s main security challenge. It also finds that the academic discourse is subject to the encroachment of great power politics, particularly the US-China contestation. Considering ASEAN’s aspirations to maintain its centrality in guaranteeing the region’s peace and stability, this literature review concludes that ASEAN must take political and academic action if it seeks to maintain its current trajectory.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Quinta Allaya Emirsyah
Abstrak :
Konsep stabilitas finansial sebagai barang publik global merupakan salah satu kajian yang mulai mendapatkan perhatian dalam dunia akademis sejak terjadinya berbagai permasalahan finansial lintas batas pada akhir abad ke-20. Memastikan ketersediaan dari barang publik tersebut sangat penting untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan, mengurangi dampak buruk dari guncangan finansial, dan meningkatkan kesejahteraan sosial. Namun, meskipun topik ini sangat menarik untuk dieksplorasi, pembahasannya masih terfragmentasi dalam berbagai disiplin yang berbeda dan belum banyak dikaji melalui sudut pandang Ilmu Hubungan Internasional. Dengan demikian, tinjauan kepustakaan ini berusaha untuk memetakan ragam argumentasi terkait stabilitas finansial sebagai barang publik global dalam hubungan internasional dari 23 literatur yang berbeda. Melalui metode taksonomi, pembahasan dalam tinjauan kepustakaan ini dikategorisasikan menjadi tiga tema besar mengenai konseptualisasi, keterlibatan aktor, serta praktik kebijakan terkait stabilitas finansial. Berdasarkan pemetaan literatur yang telah dilakukan, penulis menemukan bahwa: (1) meskipun hampir semua akademisi yang literaturnya dibahas dalam kajian ini sepakat bahwa stabilitas finansial harus didefinisikan sebagai barang publik global, beberapa di antaranya menganggap bahwa pendekatan barang publik regional akan memastikan penyediaannya yang lebih efektif; serta (2) institusi internasional, terutama IMF, memiliki peran kunci dalam menjaga stabilitas dari sistem finansial internasional yang saling terkait, meski praktik kebijakannya seringkali dinilai kurang inklusif. Adapun celah penelitian yang penulis identifikasi berkaitan dengan kajian mengenai stabilitas finansial sebagai barang publik global yang harus diperluas, termasuk dalam melihat dinamika kekuasaan dari aktor-aktor internasional yang terlibat di dalam prosesnya. Maka, tinjauan kepustakaan ini menekankan perlunya penelitian lanjutan dan dialog kebijakan untuk memperkuat kerja sama serta tata kelola dalam penyediaan stabilitas finansial sebagai barang publik, baik dalam konteks global maupun regional. ......The concept of financial stability as a global public good is one of the studies that has begun to receive attention in the academic world since various cross-border financial problems arise at the end of the 20th century. Ensuring the availability of these public goods is essential to promote sustainable economic growth, reduce the adverse effects of financial shocks, and improve social welfare. However, although this topic is fascinating to explore, the discussion is still fragmented in various academic disciplines and has not been widely studied from the perspective of International Relations. Thus, this literature review elaborates on different arguments regarding financial stability as a global public good in international relations from 23 academic sources. Using the taxonomic method, the discussion in this literature review is categorized into three major themes regarding contextualization, involvement of actors, and policy practices related to financial stability. Based on the review that has been done, this author finds that: (1) although almost all academics whose literature is discussed in this study agree that financial stability should be considered a global public good, some of them consider that a regional public goods approach will ensure its more effective provision; and (2) international institutions, especially the IMF, have a crucial role in maintaining the stability of the interrelated international financial system, even though their policy practices are often considered to be less inclusive. This author reflects that research about financial stability as a global public good must be expanded, especially to observe the dynamics of international actors involved. Further research and policy dialogues are needed to strengthen cooperation and governance in providing financial stability as a public good within the global and regional contexts.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library