Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
Rebecca Fajar Elizabeth
"Dalam hukum pidana, setiap pihak yang menjalankan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) wajib memperhatikan asas legalitas. Terkait dengan hak dan kewajiban sebagai warga negara Indonesia, maka hak kostitusional seluruh warga Indonesia dilindungi dengan Undang-Undang Dasar 1945. Jika hak-hak konstitusional terlanggar, seorang warga negara dapat mengajukan permohonan judicial review suatu undang-undang atau pasal dalam undang-undang kepada Mahkamah Konstitusi (MK). MK memang bertugas menjaga konstitusi Indonesia agar tidak menjadi alat kesewenang-wenangan penguasa. Salah satu hak yang dilindungi UUD 1945 adalah hak sebagaimana tercantum dalam pasal 28F. Hak ini dalam suatu peristiwa dianggap melanggar pasal 134 dan 136 bis KUHP tentang Penghinaan dengan Sengaja terhadap Presiden. Namun, beberapa ahli hukum berpendapat bahwa pasal Penghinaan dengan Sengaja terhadap Presiden tidak lagi relevan dengan perkembangan demokrasi. MK sendiri melalui putusannya akhirnya menyatakan pasal 134 dan 136 bis KUHP bertentangan dengan UUD 1945. Walaupun pasal-pasal KUHP tersebut sudah dinyatakan bertentangan dengan UUD, namun bukan berarti tidak bisa dijadikan landasan dari suatu pemeriksaan persidangan. Hal ini bukanlah sebuah pelanggaran asas legalitas, jika tempus delicti dari suatu tindak pidana terjadi sebelum putusan MK."
Depok: Universitas Indonesia, 2009
S22601
UI - Skripsi Open Universitas Indonesia Library
Nur Fathimah Azzahra Syafril
"Tesis ini mengkaji mengenai pengujian formil undang-undang di Indonesia yang merupakan kompetensi kewenangan dari Mahkamah konstitusi dengan melakukan analisis terhadap putusan-putusan terhadap pengujian formil. Adapun beberapa permasalahan yang dibahas dalam penelitian tesis ini meliputi: (i) desain dan praktik pengujian formil undang-undang di Indonesia; (ii) permasalahan pengujian formil undang-undang di Indonesia; dan (iii) desain gagasan ideal penataan pengujian formil undang-undang di Indonesia. Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif dengan tipologi penelitian eksplanatoris. Untuk menunjang penelitian ini, metode pendekatan yang dilakukan meliputi pendekatan perundang-undangan, pendekatan konseptual, dan pendekatan perbandingan. Pengujian formil undang-undang memiliki kaitan erat dengan pengejawantahan dari berbagai teori tentang pembentukan undang-undang yang pada intinya menekankan bahwa pembentukan undang-undang harus memenuhi asas dan prosedur formil baik secara teoritis maupun normatif, dikarenakan tanpa pemenuhan unsur tersebut sebuah undang-undang dapat dinyatakan tidak berlaku. Sehingga pengujian formil merupakan kerangka untuk menguji dan menilai pemenuhan persyaratan formil dalam pembentukan undang-undang. Pada praktiknya Mahkamah Konstitusi melakukan pengujian formil dengan merujuk pada peraturan perundang-undangan yang mengatur tata cara pembentukan peraturan perundang-undangan dengan tetap menggunakan perspektif konstitusionalitas dalam melakukan pengujian. Pada perkembangannya tren putusan Mahkamah Konstitusi menunjukkan Mahkamah Konstitusi cenderung membatasi diri untuk mengabulkan pengujian formil undang-undang kendati terbukti undang-undang tersebut bertentangan dengan proses formil. Tercatat, Mahkamah Konstitusi baru sekali memutuskan dengan amar putusan mengabulkan pengujian formil yakni pada Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 91/PUU-XVIII/2020. Maka dari itu, terdapat urgensi bagi Mahkamah Konstitusi Indonesia untuk membuat sebuah batasan dan standar yang bersifat relatif dan bersifat mutlak. Standar yang bersifat relatif ini berkaitan dengan pelanggaran-pelanggaran relatif yang tidak berimplikasi pada pembatalan sebuah undang-undang. Di sisi lain standar mutlak ini berkaitan dengan standar yang harus dipenuhi yang mana pelanggaran terhadap standar ini akan berdampak pada sebuah norma dinyatakan inkonstitusional.
This thesis examines the formal review of laws in Indonesia which is the competence of the constitutional court by conducting an analysis of decisions on formal review. Some of the issues discussed in this thesis research include: (i) the design and practice of formal review of laws in Indonesia; (ii) the problem of formal review of laws in Indonesia; and (iii) the design of ideal ideas for the arrangement of formal review of laws in Indonesia. This research is normative legal research with an explanatory research typology. To support this research, the approach taken includes a statutory approach, a conceptual approach, and a comparative approach. The formal examination of laws has a close relationship with the embodiment of various theories regarding the formation of laws which in essence emphasize that the formation of laws must comply with the principles and formal procedures both theoretically and normatively, because without fulfilling these elements a law can be declared not applicable. So that formal testing is a framework for testing and assessing the fulfillment of formal requirements in the formation of laws. In practice, the Constitutional Court carries out a formal review by referring to the laws and regulations that regulate the procedures for forming statutory regulations while still using the perspective of constitutionality in carrying out trials. In its development, the trend of Constitutional Court decisions shows that the Constitutional Court tends to limit itself to granting a formal review of a law even though it is proven that the law is contrary to the formal process. It is recorded that the Constitutional Court has only decided once with a ruling to grant a formal review, namely in the Constitutional Court Decision Number 91/PUU-XVIII/2020. Therefore, there is an urgency for the Indonesian Constitutional Court to make a limitation and standard that is both relative and absolute. This relative standard relates to relative violations that do not have implications for the cancellation of a law. On the other hand, this absolute standard relates to standards that must be met where violations of these standards will have an impact on a norm being declared unconstitutional."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Resti Fauzi
"Penelitian dilakukan dengan tujuan untuk menguraikan dan menganalisis permasalahan pembentukan Undang-Undang Nomor 11 Tentang Cipta Kerja yang cacat formil dan dinyatakan inkonstitusional bersyarat tetapi masih memiliki daya laku dan daya ikat sebagai undang-undang. Uji formil itu diputus oleh Mahkamah Konstitusi melalui Putusan Nomor 91/PUU-XVIII/2020 pada 21 November 2021. Pembentukan dan pengujian undang-undang merupakan proses yang saling berkesinambungan dalam prinsip checks and balances. Uji formil yang dilakukan oleh Mahkamah Konstitusi merupakan kontrol terhadap proses pembentukan hukum yang menjadi kewenangan kekuasaan dibidang legislasi oleh lembaga yudisial, yaitu upaya kontrol terhadap pembentukan hukum dalam sistem ketatanegaraan Indonesia. UJi formil Undang-Undang merupakan proses pemeriksaan yang dilakukan terhadap prosedur keabsahan pembentukan Undang-Undang. Proses itu dilakukan atas permohonan yang diajukan masyarakat ke Mahkamah Konstitusi terhadap suatu Undang-Undang yang dianggap menyalahi peraturan pembentukannya. Terdapat tiga masalah yang akan diuraikan dan dianalisis yaitu terkait dengan putusan uji formil nomor 91/PUU-XVIII/2020, implikasi dan Implementasi Putusan Mahkamah Konstitusi 91/PUU-XVIII/2020 terhadap pembentukan Undang-Undang, dan menguraikan terkait konsep ideal pembentukan undang-undang agar undang-undang tidak cacat formil. Hasil penelitian menunjukan cacat formil diputuskan Mahkamah Konstitusi terhadap Undang-Undang 11 Tahun 2020 karena telah melanggar Peraturan Pembentukan Undang-Undang yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 jo Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2019 yaitu terkait penggunaan metode omnibus law, asas keterbukaan dengan tidak terpenuhinya partisipasi masyarakat, dan terdapat perubahan terhadap substansi rancangan undang-undang setelah disetujui. Dalam implementasinya putusan itu dapat ditafsirkan berbeda oleh pembentuk undang-undang dan pelaksana undang-undang sehingga mengakibatkan muncul permasalahan baru dalam bidang legislasi. Hal itu terjadi akibat tidak konkritnya norma hukum dalam putusan Mahkamah Konstitusi, yang memberi tafsiran baru terhadap inkonstitusional bersyarat dengan menyatakan undang-undang tetap berlaku sampai syarat dipenuhi.
The research was conducted with the aim of describing and analyzing the problems in the Process of law making of Law Number 11 Concerning Job Creation which was formally flawed and declared conditionally unconstitutional but still has enforceable and binding power as a law. This judicial review of legislative process or due process of law making was decided by the Constitutional Court through Decision Number 91/PUU-XVIII/2020 on November 21, 2021. The process of law making and the due process of law making are mutually continuous processes in the principle of checks and balances. The formal test conducted by the Constitutional Court is a control over the process of law making which is the authority of powers in the field of legislation by the judicial institution, namely an effort to control the law making of law in the Indonesian constitutional system. The formal examination of the law is a process of examining the legality of the formation of the law. The process was carried out based on an application submitted by the public to the Constitutional Court against a law deemed to have violated the regulations for its law making. There are three problems that will be described and analyzed, namely those related to the formal test decision number 91/PUU-XVIII/2020, the implications and implementation of the Constitutional Court Decision 91/PUU-XVIII/2020 on the process of law making, and elaborate on the ideal concept of forming a law. law so that the law is not formally flawed. The results of the research show that the Constitutional Court decided on a formal defect against Law 11 of 2020 because it had violated the Regulations for Forming a Law stipulated in Law Number 12 of 2011 in conjunction with Law Number 15 of 2019, namely related to the use of the omnibus law method, the principle of openness with the non-fulfillment of public participation, and there are changes to the substance of the draft law after it is approved. In its implementation, the decision can be interpreted differently by legislators and law enforcers, resulting in new problems in the field of legislation. This happened due to the lack of concrete legal norms in the decision of the Constitutional Court, which gave a new interpretation of conditional unconstitutionality by stating that the law remains in force until the conditions are met."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library