Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 5 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Fidila Yuni Rochmana
Abstrak :
Penawaran umum merupakan salah satu alternatif pendanaan bagi perusahaan. Prinsip keterbukaan informasi merupakan prinsip yang bersifat universal. Sehingga para pihak yang berkaitan dengan proses penawaran umum baik emiten, profesi penunjang pasar modal, lembaga penunjang pasar modal maupun penjamin emisi efek memiliki kewajiban untuk melakukan penerapan keterbukaan informasi mengungkapkan informasi atau fakta material. PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Timur (Bank Jatim) memiliki permasalahan kredit pada kantor cabang HR Muhammad dan Sumenep pada saat penawaran umum saham. Kredit Macet merupakan salah satu informasi atau fakta material yang wajib diungkapkan dalam prospektus Bank Jatim sebagai bentuk perlindungan kepada calon pemodal. ......Initial Public Offering (IPO) is the one of funding alternatives for company. Diclosure information principle is an universal characteristic from capital market. In Initial Public Offering, everyone related to Initial Public Offering process such as issuers, supporting professionals, supporting institutions and underwriter has an obligation to carry out the implementation of disclosure information principle to disclose all about information or fact material. PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Timur (Bank Jatim), have problem on bad credits which hit two branches office namely HR Muhammad dan Sumenep. Bad credits is the one of information or fact material should be disclose in Bank Jatim prospectus to protect the potential investors.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
S45246
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ananda Najzla Khalisha Rabbany
Abstrak :

Sebagai salah satu sarana penerapan prinsip kehati-hatian dan upaya pencegahan terjadinya risiko kredit seperti kredit macet, Sistem Layanan Informasi Kredit (SLIK) akan berfungsi secara efektif pada saat diselenggerakan sesuai prosedur dan ketentuan yang telah diatur. Dalam penyelenggaraan SLIK, diketahui terdapat risiko-risiko yang dapat menyebabkan kerugian bagi debitur yang salah satunya adalah adanya kesalahan pelaporan informasi debitur dalam SLIK yang menyebabkan kerugian berupa ditolaknya pengajuan permohonan kredit oleh debitur bersangkutan. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana tanggung jawab bank terhadap nasabah terkait kesalahan informasi debitur yang mengakibatkan kegagalan pengajuan kredit dan bagaimana bentuk perlindungan debitur terkait kegagalan pengajuan kredit akibat kesalahan informasi debitur oleh bank. Metode dalam penelitian ini adalah yuridis normatif yaitu penelitian hukum yang mengacu kepada norma dan asas hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan yang dikaitkan dengan permasalahan hukum yang dibahas. Hasil dari penelitian ini adalah kesalahan pelaporan informasi debitur dalam SLIK tidak sesuai dengan Pasal 4 POJK Nomor 18/POJK.03/2017 bahwa Pelapor wajib menyampaikan Laporan debitur secara lengkap, akurat, terkini, utuh dan tepat waktu. Kesalahan tersebut merupakan tanggung jawab dari Bank sebagai Pelapor untuk memberikan ganti rugi serta mengoreksi kesalahan informasi debitur yang dilakukan. Kedua, nasabah perlu mendapatkan perlindungan hukum yang dilakukan oleh OJK sebagai perantara penyelesaian perlindungan konsumen sektor jasa keuangan dalam bentuk mekanisme pelayanan dan pengaduan konsumen berdasarkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.07/2013.


As the appliance of the precautionary principles and efforts to prevent credit risk such as the non-performing loans, Sistem Layanan Informasi Kredit (SLIK) will function effectively when it is carried out according to the procedures and regulations that have been stipulated. In carrying out SLIK, it is known that there are risks that can cause losses to debtors. One of the problems that may arise is an error in reporting debtor information in SLIK which causes losses in the form of a refusal to a credit application by the debtor. The formulation of the problem in this study is how the bank's responsibility to customers related to debtor's misinformation that results in credit application failure and what forms of debtor protection are related to credit application failure due to debtor's misinformation by the bank. The method used in this thesis is normative juridical approach and supported by legal research that refers to legal norms and principles contained in legislation relating to the legal issues discussed. The result of this research is the error in reporting debtor information in SLIK are not in accordance with Article 4 POJK Number 18 / POJK.03 / 2017 that the reporting party must submit a complete, accurate, current, complete and an on time report. These faults are the responsibility of the Bank as the reporting party to provide compensation and to correct the errors from the debtor’s information. Then, the customers need to get legal protection carried out by OJK as an intermediary for the dispute settlement of financial services sector consumer protection through service mechanisms and consumer complaints based on Financial Services Authority Regulation Number 1 / POJK.07 / 2013.

Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia , 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mario Bimo Hapsoro
Abstrak :
ABSTRAK
Salah satu kegiatan usaha yang dapat dilakukan oleh bank adalah memberikan kredit. Kredit dalam dunia perbankan memiliki peranan yang penting dalam pembiayaan perekonomian nasional dan merupakan motor penggerak pertumbuhan ekonomi. Namun pemberian kredit oleh bank mengandung risiko, risiko itu adalah terjadinya kredit bermasalah dikemudian hari di mana debitur gagal dalam memenuhi kewajibannya kepada bank. Faktor ancaman risiko kredit bermasalah ini berhubungan erat dengan persoalan informasi kredit. Jika bank sebagai kreditur tidak mempunyai informasi yang cukup tentang calon debiturnya, maka bank akan menghadapi risiko kredit yang tinggi. Untuk mengatasi masalah kurangnya informasi kredit, Otoritas Jasa Keuangan memberi izin berdirinya Lembaga Pengelola Informasi Perkreditan LPIP sebagai lembaga independen di luar OJK untuk mengelola dan menyediakan informasi kredit yang dibutuhkan dunia perbankan. Berdasarkan hal tersebut, skripsi ini membahas mengenai pengaturan hukum terkait Lembaga Pengelola Informasi Perkreditan di Indonesia dan bagaimana peran Lembaga Pengelola Informasi Perkreditan dalam mencegah terjadinya kredit bermasalah sektor perbankan di Indonesia. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif, dengan kesimpulan bahwa pengaturan terkait Lembaga Pengelola Informasi Perkreditan saat ini terdapat dalam beberapa Peraturan Bank Indonesia PBI dan Surat Edaran Bank Indonesia SEBI serta peran Lembaga Pengelola Informasi Perkreditan dalam mencegah terjadinya kredit bermasalah sektor perbankan di Indonesia adalah dengan menyediakan informasi kredit yang mempunyai nilai tambah.
ABSTRACT
Providing the credit is one of the business activities that can be done by the bank. On banking sector, credit have an important role to financing the national economy as well as the booster for economic growth. However, the credit that issued by the bank contain a risk. The risk is that in the future the debtor maybe fail to meet its obligations to the bank or so called Non Performing Loan NPL . The Non Performing Loan is closely related to the issue of credit informaiton. If the bank as the lender does not have enough credit information about the prospective debtor, then the bank will face higher credit risk. To overcome the lack of credit information problem, Indonesia Financial Services Authority OJK have given the permission of Private Credit Bureau Lembaga Pengelola Informasi Perkreditan establishment in Indonesia. The Private Credit Bureau LPIP as an independent institution outside OJK, is expected to be able to provide credit information that needed by the banking sector. Based on those matters, this undergraduate thesis discusess about the regulation of the Private Credit Bureau LPIP and how the Private Credit Bureau LPIP role to prevent the Non Performing Loan of banking sector in Indonesia. The type of research used is juridical normative, with the conclusion that the regulation regarding Private Credit Bureau LPIP is regulated by several Bank Indonesia Regulation PBI , also by Circular Letter of Bank Indonesia SEBI and the role of Private Credit Bureau LPIP to preventing the occurrence of Non Performing Loan is by providing the credit information which has added value.
2017
S68127
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nabila Tharra Almas
Abstrak :
Perkembangan teknologi digital saat ini telah membawa dampak sangat signifikan dalam berbagai bidang kehidupan. Salah satu bukti hal tersebut hadirnya sebuah layanan pada bidang keuangan khususnya dalam kegiatan pinjam meminjam uang, yaitu peer to peer lending. Layanan yang menyediakan sebuah platform/marketplace berbasis system elektronik yang akan mempertemukan pihak pemberi pinjaman (Kreditur) dengan pelaku usaha sebagai penerima pinjaman (Debitur) dalam rangka melakukan perjanjian pinjam meminjam. Tujuan layanan ini dapat mempermudah masyarakat untuk mengakses pembiayaan, khususnya pada sektor pertanian yang kurang mendapatkan dukungan sumberdaya modal. Hal tersebut memberikan jawaban bagi para petani dengan hadirnya sebuah perusahaan peer to peer lending yang bergerak dalam bidang agrobisnis. Dalam pelaksanaannya perjanjian yang dibuat yaitu dengan cara melakukan pembelian unit berupa pohon atau bibit. Dalam penelitian ini akan dikaji mengenai perjanjian yang dilakukan dalam layanan yang disediakan oleh Perusahaan X yang merupakan perusahaan peer to peer lending pada bidang agrobisnis. Selain itu akan memberikan pemaparan tinjauan untuk memahami gagal bayar yang berpotensi akibat perjanjian yang akan memengaruhi tanggungjawab dari para pihak jika hal tersebut terjadi. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian yuridis-normatif, yaitu penelitian yang dilakukan terhadap hokum positif tertulis, termasuk meneliti bahan pustaka atau data sekunder. Hasil laporan penelitian ini akan mengidentifikasi mengenai perjanjian yang disediakan oleh Perusahaan X, dan juga tanggung jawab para pihak apabila terjadi gagal bayar. ...... Nowadays, the digital technology development has brought a highly significant impact in all walks of life. One of those is a service in finance sector, specifically in lending money, namely, peer to peer lending. A service that prepares a platform or marketplace based on electronic system connecting the creditor – the one who lends – with the debtor – the one who receives the loan – in a loan contract. It is expected that the service is able to facilitate in accessing funding in all types of societies, specifically in agriculture sector which rarely obtains capital resources. Furthermore, the service gives solution for the farmers with the availability of a peer to peer lending company that focuses on agribusiness sector. In carrying out the contract, it is by purchasing several trees or seedlings. In this research, the contract is implemented in the service available by Company X – a peer to peer lending company in agribusiness sector. Additionally, this research gives a discussion in understanding risks or payment failure in which potentially caused by the contract. Furthermore, it discusses the length of implementation of a condition failure in harvesting crops that influences the responsibility of all parties, if they occur. The research method used in this research is a juridical-normative one. That is a research conducted towards written positive law which includes researching references material or secondary data. The result of this report identifies contract available by Company X, and also to recognize responsibilities of all parties if failure occur.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hendi Chandi
Abstrak :
Penelitian ini mencoba menjawab pertanyaan tentang apakah data trade credit termasuk data yang dikelola oleh biro kredit mengingat pentingnya peranan trade credit dalam perekonomian. Dalam menjawab pertanyaan tersebut, penelitian yuridis-normatif ini meninjau praktik-praktik biro kredit di beberapa negara di dunia, terutama dari segi kerangka hukum, untuk melihat tentang keberadaan pengelolaan data trade credit (utang dagang) oleh biro kredit di negara-negara tersebut. Selain tentang pengelolaan data trade credit, penelitian ini juga mempelajari ketentuan-ketentuan hukum yang memberikan perlindungan terhadap data kredit yang dikelola. Data trade credit ternyata adalah data yang telah dikelola oleh biro kredit di negara-negara tersebut. Mereka bahkan telah memasukkan unsur trade credit secara eksplisit dalam definisi kredit pada umumnya, tidak seperti definisi kredit di Indonesia yang hanya terbatas pada kredit oleh lembaga keuangan. Negara-negara tersebut juga memiliki kerangka hukum terhadap perlindungan data yang lebih komprehensif daripada yang ditemui di Indonesia. Penelitian ini juga mendapatkan beberapa pembelajaran dari negara-negara tersebut tentang struktur biro kredit yang dapat mengatasi kendala-kendala yang berpotensi muncul dalam pengelolaan informasi trade credit di Indonesia. ......This research attempts to answer the question on whether trade credit is processed by credit bureaus, owing to the important role trade credit plays in the economy. In the quest for the answer, this legal-normative research looks at the practices of credit bureau in several countries in the world, especially at their legal and regulatory frameworks, to observe the existence of such trade credit processing by the credit bureaus in those countries. Aside from the trade credit processing, this research also learns about the various legal rules providing for the protection of the credit data processed by the credit bureaus. The processing of trade credit is already part of the operation of the credit bureaus in those countries. They have also explicitly included the trade credit elements in their definition of credit, unlike the credit definition in Indonesia which is still largely limited to the credit by financial intermediaries. Those countries also employ more comprehensive legal frameworks of data protection than the one found in Indonesia. This research also benefits from some learning on the credit bureau structures in those countries, which can be used to address the constraints potentially arising in the trade credit processing in Indonesia.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library