Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 15 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Shafira Nurizka Poundrianagari
"Eksploitasi merupakan permasalahan yang tidak jarang terjadi dalam hubungan antara hewan dan manusia. Akar permasalahan dari adanya tindakan ini adalah masih terus digunakannya pola pikir antroposentris berupa manusia dapat mendominasi alam. Melalui ekofeminisme, dapat ditemukan bahwa kerangka pikir patriarki merupakan pola yang digunakan dalam permasalahan penindasan perempuan, alam, dan hewan sebagai objek yang dianggap lebih inferior. Eksploitasi yang terjadi pada wisata margasatwa gajah di Maetaman Elephant Adventure menjadi contoh untuk melihat bagaimana dapat terjadinya penindasan tersebut melalui kacamata etika kepedulian. Artikel ini bertujuan untuk menjelaskan penyebab terjadinya eksploitasi yang dilakukan manusia terhadap hewan contohnya di dalam wisata margasatwa gajah. Kemudian ditarik garis bagimana persoalan eksploitasi terhadap hewan dapat memiliki keterikatan dengan ekofeminisme serta ditelaah melalui pendekatan etika kepedulian. Hal ini dimaksudkan agar dapat ditemukannya tindakan kepedulian yang tepat dalam hubungan timbal balik manusia dan hewan yang ideal dengan saling memahami. Dengan menggunakan metode analisis deskriptif, artikel ini menyimpulkan bahwa penyebab terjadinya eksploitasi yang dilakukan manusia terhadap hewan dengan contoh kasusnya di dalam wisata margasatwa Maetaman Elephant Advanture adalah akibat cara pandang yang salah dalam melihat relasi manusia dengan binatang dan memiliki keterikatan dengan ekofeminisme dan etika kepedulian. Artikel ini menyatakan bahwa adanya pola pikir yang harus diubah dalam bagaimana manusia memandang hubungan antara manusia dan hewan yang berdasarkan pada komunikasi simpati.

Exploitation is a problem that often occurs in the relationship between animals and humans. The root of the problem with this action is that the anthropocentric mindset in the form of humans continues to dominate nature. Through ecofeminism, it can be found that a patriarchal framework is a pattern used in the problem of the oppression of women, nature, and animals as objects that are considered more inferior. Exploitation of elephant wildlife tourism in Maetaman Elephant Adventure is an example to see how oppression can occur through the lens of ethics of care. This article aims to explain the causes of human exploitation of animals for example in elephant wildlife tourism. Then how the problem of exploitation of animals can have an attachment to ecofeminism and be examined through the ethics of care approach. So that an appropriate caring action can be found in the ideal mutual relationship between humans and animals by mutual understanding. By using descriptive analysis method, this article concludes that the cause of human exploitation of animals with examples of cases in Maetaman Elephant Advanture wildlife tourism is the result of the wrong way of looking at human relations with animals and has an attachment to ecofeminism and ethics of care. This article states that there is a mindset that must be changed in how humans perceive the relationship between humans and animals based on communication of sympathy."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2020
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Desvalini Anwar
"Penelitian ini mencoba menganalisis perubahan representasi Asia dalam enam buah wacana Anglo-Keltik semenjak tahun 70-an hingga tahun 2000 yakni; drama The Floating World karya John Romeril (1973), buku sejarah All For Australia karya Geoffrey Blainey (1984), pidato Paul Keating (1992), cerpen Beggars dalam antologi perjalanan Hotel Asia karya Bob Gerster (1995), pidato Pauline Hanson (1997) dan teks media stasiun televisi ABC dari kamp pengungsi Woomera (2003).
Sebelum tahun 70-an, khususnya semenjak masa emas (Gold Rush) hingga berakhirnya kebijakan Australia Putih, wacana-wacana dominan Anglo-Keltik dipenuhi oleh berbagai persepsi negatif tentang Asia. Asia digeneralisasi sebagai sumber ancaman yang harus diwaspadai Australia seperti; Asia sebagai ancaman terhadap kemurnian tradisi Anglo-Keltik, Asia sebagai ancaman yang dapat menurunkan taraf kehidupan masyarakat dominan Anglo-Keltik yang tinggi, dan bahkan Asia sebagai ancaman yang ingin menginvasi wilayah Australia. Namun memasuki periode 70-an, masyarakat dominan Anglo-Keltik mulai menunjukkan perubahan sikap terhadap Asia. Program migrasi besar-besaran Australia pasca perang dunia ke dua serta kelahiran kebijakan multikultural pada tahun 1973 telah mengubah populasi Australia yang monokultur menjadi multikultur. Wacana-wacana dominan Anglo-Keltik setelah tahun 70-an ke atas tidak lagi sepenuhnya merepresentasikan Asia secara homogen dengan kata lain, Asia tidak lagi dilihat sebagai yang mewakili satu entitas. Di luar representasi Asia sebagai ancaman atau problem, berkembang pula representasi-representasi yang positif tentang Asia, seperti; Asia sebagai wilayah yang aman, Asia sebagai bangsa maju dan bahkan Asia sebagai mitra Australia dalam menciptakan kemajuan ekonomi, khususnya di wilayah Asia Pasifik. Namun memasuki tahun 2000-an representasi yang cukup positif tentang Asia digantikan oleh representasi Asia sebagai ancaman teroris bagi Australia.
Terjadinya perubahan representasi Asia dari waktu ke waktu seperti tercermin lewat wacana-wacana dominan Anglo-Keltik di atas menunjukkan bahwa representasi Asia di mata bangsa Australia sangatlah kontektual ideologis. Walaupun terdapat representasi yang bervariasi positif dan negatif tentang Asia semenjak tahun 70-an hingga tahun 2000, namun secara umum representasi-representasi yang beredar tersebut tetap mengukuhkan representasi Asia sebagai Yang Lain atau yang inferior dan sebaliknya semakin rnengukuhkan representasi Australia sebagai bangsa yang superior.
This thesis tries to analyze the changing representation of Asia in various kinds of Anglo-Celtic discourses since the 70's until the 2000 's, namely; The Floating World, a drama by John Romeril (1973), All For Australia, a history hook by Geoffrey Blainey (1954), Paul Keating's Speech " Australia and Asia: Knowing no We Are" (1992), a short story " Beggars" in Hotel Asia, a travel anthology by Bob Gerster (1995), Pauline Hanson 's Speech at the launch of One Nation Party (1997) and a media text of ABC TV Station from Woomera Detention Center (2003).
Before the 70's, particularly since the Gold Rush until the end of Australia White Policy, Anglo-Celtic discourses were filled with negative perceptions of Asia. Asia was not seen as many diverse countries but as one and as a generalized source of threat for Australia, for example: Asia as a threat for the purity of Anglo-Celtic tradition, Asia as a threat that could lower the high living standard of the Anglo-Celtic society, and even Asia as a threat that was ambitious to take over or invade Australia However, entering the year 70's the Anglo-Celtic society started to show different attitudes towards Asia. The large scale of Australia's post war migration and the establishment of multicultural policy in 1973 have changed the Australia mono cultural population into a multicultural one. As the result, the Anglo-Celtic discourses after the 70's no longer see Asia as a representation of a single entity. Apart from the representation of Asia as a threat or problem for Australia, the Anglo-Celtic discourses also represent Asia more positively--Asia as a safe and developed nation and even Asia as the Australian's partner in creating prosperity, particularly in the Asia-Pacific region. However, entering the year 2000, Asia is also represented as a source of terrorism.
The changing representation of Asia in Anglo-Celtic discourses above shows us that the representation of Asia is very political. Although the representation of Asia in Anglo-Celtic discourses since the 70's until the 2000's vary from negative to positive ones, but as a whole, it still holds on the old representation of Asia as "the Other" or the inferior" which on the other hand, will strengthen the representation of Australia as "the superior one".
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2004
T11833
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Irvan Syah
"Idea sebagai satuan niscaya dalam tata nalar manusia, absurd dan superior kepada semula-jadinya yaitu Impresi yang inferior; padahal sebelum semua ini impresilah yang superior dan sebaliknya idea yang inferior. Paradoks inferioritas dan superioritas ini secara langsung merupakan apa yang bermula pada komprehen yang berfungsi sebagai pengantar dari dua komponen ini, dan dialah imajinasi. Kemudian, forma dan secara khusus tingkatan kualitas dari suatu idea itu terlacak jika dan hanya jika idea berelasi dalam mind, karena jika tidak inferior seperti halnya impresi yang menjadi inferior karena -di dalam wacana filsafat substansi- tidak berelasi dalam mind, karena kesadaranlah yang bekerja dalam dan untuk impresi. Lebih lanjut, relasi idea pasti berkontradiksi kepada serangkaian fakta materia. Tetapi yang terjadi di dalam sejarah risalah filsafat formal mengenai substansi adalah bahwa relasi idea yang dipersatukan oleh imajinasi, dibawa dalam bentuk sebagai refleksi dalam mind dan kemudian jiwa dipaksakan untuk parallel ke dalam materia fakta. Padahal refleksi hanyalah sebentuk penerima dan sekaligus pengumpan balik dalam mind, dan karena hanya pengumpan balik sebatas abstrak mind, maka refleksi mind dalam relasi idea tidak akan bisa berkonyungsi dengan materia fakta.
Kemudian di dalam term mind ada sebuah objektif bahwa mind itu merupakan tumpukan dari kertas-kertas kerja akun - yang dianggap olehnya- inferior yang berumahkan dalam pengalaman; dunia yang langsung sangat sederhana, akan tetapi lengkap dan eksplisit. Bahkan sebenar-benarnya pengalamanlah yang superior kepada kesadaran. Tetapi bagaimana kemudian bisa akun-akun yang niscaya terutarakan secara gamblang malahan pada kenyataannya menjadi inferior sekali dalam mind? Ada yang mengatakan mind itu mempunyai mata setelah segala persepsi ada, dan karenanya ia - yang semula hanya dipimpin oleh identitas rasio- kemudian bisa menjadi dipimpin oleh hasrat, nafsu, emosi dan cinta. Oleh karenanya ia buta akan cermin realita dimana cermin itu tidak akan pernah bisa ditemukannya. Bilaman mustahil mencarinya, ini bukan upaya mencari cermin. Bilamana dimungkinkan membayangkannya ini upaya bercermin dari dalam. Semuanya seabstrak cerminan jiwa yang terkondisikan sebagai upaya membanding-bandingkan minat atau bukan minat, suka atau tidak suka, dan sebagainya. Dimana semua bentukan yang berbau subjektif ini berangkat melalui perlawanan internal superior-inferior idea dan impresi. Karena semua hal hanyalah segumpalan persepsi yang terejawantahkan dalam impresi, dan lalu idea.
Idea which are as a necessary unity in the order of human understanding, it was originally such an absurd and inferior below it?s preceding state (namely) Impression. There?s an event or fact that lately in the course of the history of western philosophy, idea then overwhelm it?s preceding impression. Thence immediately the contradictory paradox implied by somewhat (which are) known as the intermediary of these two components, viz. Imagination. Furthermore, to trace up the form and principally of the degrees of quality of one idea, it was a requisite of such relations of ideas in mind. Indeed on the contrary, idea will gone dull and inferior in mind as opposed to those preceding stronger impression (which one) merely became inferior by means of the philosophy of substance that provided in those abstruse metaphysical discourses.
Idea is such a dullest impression because our consciousness works is only in the term of our impressions. Moreover, relation of ideas is something certainly contradicted to series of matter of fact. The truth that happened in the history of formal philosophical discourses concerning substances was that relation of ideas all of which conjoined by imagination, had taken as a reflection form in the mind And by that means then, soul is something that forced to be parallelized into matter of fact. Whereas reflection justly a kind of receiver and stimultaneously feed back in the mind abstract, henceforth, the reflection of mind through the relation of ideas will not be able to conjunct with matter of fact. And after that manner, consequently, in the term of mind there is an objective that the mind is such a pile of paperwork of perceptions.
Perceptions; by the term of mind works; considered and forced to be stayed in an inferior account hosted in experience (which are) in reality; to be explicitly explained; that it was so-called world of immediateness and liveliness. Experience is the most truthfully and even superior to consciousness. But how then can the accounts of which would clearly and distinctly uttered even in fact, be inferior once in the mind? Some philosopher claim that mind will have the eyes after all perceptions exist. Hence by the term it?s reflection toward perceptions, mind are leaded by desire, passion, emotion, and love. Hence, mind then came blind; blind to the mirror of reality in which the mirror will never be found. When it is impossible to find, this is then no effort to find those mirror. Whenever it is impossible to imagine, it?s then an effort to reflect from within. Realm is such as abstract as profound soul reflection conditioned as an encouragement in comparing rather our interest or repulsion, our passion or apathy, and another of natural and humanly disposition. Factually, of those called subjective experience all at once emerge from such internally contradiction by means of ideas and impression. Every things regarded to be invigorated in this final thesis, simply in terms of our human understanding as a bundle of perceptions, materialized in just case of our impressions, and also ideas.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2011
S1276
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Yosi Sudarsi Asril
"ABSTRAK
Teknik Stereotactic Body Radiotherapy (SBRT) telah diimplementasikan pada center radioterapi di Indonesia untuk menangani kasus metastasis tulang. Pada studi kasus ini, dilakukan penelitian terhadap efek gerak pada target dalam kasus metastasis tulang menggunakan fantom homogen dan inhomogen untuk mensimulasikan keberadaan medium inhomogen yang berada di sekitar target. Kedua fantom memiliki interchangeable rod bawaan untuk bilik ionisasi, sedangkan untuk pengukuran film gafchromic EBT3 dan TLD, dibentuk suatu holder berbahan material Teflon. Untuk mengevaluasi dampak dari gerak target, dilakukan pengukuran secara statik dan pengukuran menggunakan pergerakan superior-inferior dengan amplitudo 5, 10, dan 20 mm. Pada pengukuran secara statik, didapatkan nilai standar deviasi <1,5 pada film gafchromic EBT3 dan <0,2 pada PTW N30013. Sedangkan pada pengukuran secara dinamik, didapatkan rentang standar deviasi 1,13~11,7, 9,5~28,6, dan 0,05~7,21 untuk masing-masing dosimeter film gafchromic EBT3, Exradin A16, dan PTW N30013. Evaluasi dosis target pada fantom homogen dan fantom inhomogen antara statik dan dinamik, didapatkan perbedaan dosis dengan rentang dosis sebesar 0,62 cGy~347,44 cGy. Pengukuran profil dosis pada fantom homogen dan inhomogen membuktikan bahwa adanya peningkatan amplitudo pada pergerakan 5 mm, 10 mm, dan 20 mm menghasilkan penurunan dosis yang sangat drastis pada titik target pengukuran

ABSTRACT
The Stereotactic Body Radiotherapy (SBRT) has been implemented in radiotherapy center in Indonesia to treat bone metastases. In this study, we simulated and explored the effect of target motion in SBRT of bone metastases using the homogeneous (002 H9K) and inhomogeneous (002 LFC) CIRS phantom to simulate the existance of inhomogenity medium near the target, with the holder for chamber. Both of phantom have interchangeable rod for ionization chamber, while for TLD and Gafchromic film EBT3, a holder was devised using Teflon material. In order to evaluate the impact of target motion, we did the measurements in static and superior-inferior movement with amplitudo of 5, 10, and 20 mm. The measurement in the static condition, has a the standard deviation <1,5 for gafchromic film EBT3 and < 0,2 for PTW N30013. While the measurement of superior-inferior dynamic motion, we obtained a decrease in the dose of the target volume with increasing amplitudes of the movements. In addition, the measurement in dynamic conditions results was in the range of 1,13~11,7, 9,5~28,6, dan 0,05~7,21 for Gafchromic Film EBT3, Exradin A16 and PTW N30013, respectively. Dose target evaluation of homogeneous and inhomogeneous phantom between static and dynamic, resulting differences in doses with a dose range of 0,62~347,44 cGy. The dose profile measurements result obtained proved that an increase amplitude of phantom movement from 5 mm, 10 mm and 20 mm resulted decrease in the dose drastically on target volume."
2016
T46226
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rheza Rivana
"ABSTRAK
Tujuan dari penelitian ini adalah menjelaskan modalitas interpersonal yang ada pada setiap ujaran yang disisipi partikel final ze. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan analisis deskriptif. Data diambil dari novel Botchan. Data diklasifikasikan atas ujaran kepada petutur superior dan ujaran kepada petutur inferior. Berdasarkan analisis yang dilakukan, partikel final ze cenderung digunakan untuk memperlihatkan sikap solidaritas atau kedekatan hubungan dengan petutur. Temuan pada data menunjukan bahwa unsur solidaritas tidak mempengaruhi pilihan ujaran terhadap petutur superior.

ABSTRACT
The purpose of this research is to explain interpersonal modality on each speech which attached by sentence final particle ze. The method used by this research is qualitative method with descriptive analytic. Data taken from Novel of Botchan. Data on this research divided by superior audience aim speech and inferior audience aim speech. Based from the study of research indicated that the sentence final particle ze shows solidarity attitude or intimate relationship with audience. The result of data indicates that the solidarity elemental cannot influenced the speech option to superior audience."
2017
S68622
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bonang Basuki Suroyudho
"Tujuan: Mengetahui perbedaan hasil interpretasi superimposisi maksila dan mandibula antara tiga metode superimposisi pada kelompok usia non-growing ≥ 20 tahun. Metode superimposisi maksila yang diteliti adalah pada area best fit, Björk dan Skieller, serta Springate. Sementara metode superimposisi mandibula yang diteliti adalah pada tepi bawah mandibula, Björk dan Skieller, serta Springate. Metode: Tracing dilakukan pada foto sebelum perawatan (T0) dengan membuat garis panduan sella-nasion (SN) dan garis N yang tegak lurus terhadap SN serta struktur anatomis pada regio maksila atau mandibula. Sedangkan pada foto setelah perawatan (T1), tracing dilakukan hanya pada struktur anatomis pada regio maksila dan mandibula saja. Kemudian hasil tracing setelah perawatan (T1) disuperimposisikan di atas hasiltracing sebelum perawatan (T0) berdasarkan berbagai metode superimposisi maksila atau mandibula. Setelah itu garis SN dan N pada tracing sebelum perawatan dipindahkan ke atas hasil tracing setelah perawatan. Terakhir, posisi titik referensi pada maksila (titik ANS, A, dan U1) atau mandibula (titik Pog, B, dan L1) diukur jarak koordinatnya secara vertikal dan horizontal ke garis SN dan N yang berperan sebagai sumbu x dan y. Hasil: Tidak terdapat perbedaan, baik dalam dimensi vertikal maupun horizontal, mengenai hasil interpretasi superimposisi maksila dan mandibula dengan tiga metode superimposisi yang diujikan pada kelompok usia non-growing ≥ 20 tahun. Kesimpulan: Evaluasi perawatan ortodontik pada pasien usia non-growing ≥ 20 tahun menggunakan berbagai metode superimposisi maksila dan mandibula menghasilkan hasil interpretasi yang sama, baik diukur dalam dimensi vertikal maupun horizontal. Sehingga pemilihan metode superimposisi maksila dan mandibula apapun pada pasiennon-growing tidak akan mempengaruhi hasil interpretasi evaluasi perawatan, selama metode superimposisi yang digunakan tetap memperhatikan struktur anatomis yang ada.

Objectives: To compare the interpretation of maxillary and mandibular superimposition between three methods on ≥ 20-year-old non-growing patients. Three maxillary superimposition methods used during the study were best fit, Björk-Skieller, and Springate. Meanwhile for mandibular superimposition, the methods used during the study were inferior border of mandible, Björk-Skieller, and Springate. Method: Tracing was executed on pre-treatment cephalogram (T0) to construct sella-nasion (SN) line and N line which was perpendicular to SN, and also to construct anatomical structures on maxilla or mandible. Tracing at post-treatment cephalogram (T1) was executed on maxillary or mandibular anatomical structures only. Then cephalogram tracing at T1 was superimposed on T0 based on three different superimposition methods on maxilla or mandible. SN line and N line at T0 were then transferred into T1 tracing as a reference line of x and y axis. Hence, the position of maxillary reference points (ANS, A, and U1) or mandibular reference points (Pog, B, and L1) could be accounted vertically and horizontally to the x and y axis. Results: No statistical difference in vertical or horizontal dimention, regarding the interpretation of maxillary and mandibular superimposition between three methods on ≥20-year-old non-growing patients. Conclusion: Post orthodontic treatment evaluation on ≥ 20-year-old non-growing patients using varied maxillary and mandibular superimposition methods may result the same interpretation in vertical or horizontal dimention. Any maxillary or mandibular superimposition methods could be used on non-growing patients and may not affect interpretation on post treatment evaluation, as long as the used methods account any existing anatomical structures."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2019
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Kazuhiko Sakamoto
"ABSTRACT
The prognosis of hepatocellular carcinoma (HCC) patients with tumor thrombus (TT) in the inferior vena cava (IVC) or right atrium (RA) is extremely poor. We reviewed the recent surgical treatments and outcomes of this form of advanced HCC. TT is classified into three types according to its anatomic location relative to the heart: the inferior hepatic type (type I), where the TT is in the IVC below the diaphragm; the superior hepatic type (type II), where the TT is in the IVC above the diaphragm, but still outside the RA; and the intracardiac type (type III), where the TT is above the diaphragm and has entered the RA. Type I can be treated relatively easily by standard radical hepatectomy. For type II, the intrathoracic IVC is approached via the abdominal cavity and an incision in the diaphragm with total hepatic vascular exclusion (THVE). For type III, hepatectomy plus thrombectomy is generally performed under cardiopulmonary bypass. If the TT is only just inside the RA, THVE can be performed by mobilizing the liver caudally. The median overall survival of HCC patients with TT in the IVC or RA, who undergo curative resection, is 19.0-30.8 months. As postoperative recurrence is likely to develop, even after curative surgery, effective postoperative adjuvant chemotherapy is required."
Tokyo: Springer, 2018
617 SUT 48:9 (2018)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
"Infark ventrikel kanan yang terutama terjadi sebagai komplikasi infark enitas penaykit tersendiri dimana dapat terjadi gangguan hemodinamik mayor."
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Pandey, Deveshwar
"Infark ventrikel kanan yang terutama terjadi sebagai komplikasi infark inferior merupakan entitas penvakit tersendiri dimana dapat Jerjadi gangguan hemodinamik mayor, Pemeriksaan hemodinamik, elektrokardiografi (EKG), radionuklid angiografi dan ekokardio graft digunakan untuk mengetahui keterlibatan ventrikel kanan pada infark inferior. Infark ventrikel kanan terjadi pada 30 sampai 50% kasus infark inferior. Kami telah melakukan penelitian pada 37 pasien dengan infark inferior akut (dengan metode non invasif) dengan tujuan menilai peranan ekokardiogra.fi dalam diagnosis infark ventrikel kanan dan membandingkan aensitivitaxtiya terhadap EKG dan kriteria klinis. Pada ekokardiografi, 12 dari 37 pasien (32%) menunjukkan keterlibtitan ventrikel kanan. Tamla Kussmaul terjadi pada 27% pasien dan menunjukkan sensitivitas 50%, spesifisitas 88%, dan ketepatan prediksi 70%. Hantaran prekordial kanan pada EKG (V3R dan V4R) mendeteksi infark ventrikel kanan pada 30% pasien dengan sensitivitas, spesifisitas dan ketepatan prediksi masing-masing sebesar 67%, 88%, dan 73%. Gambaran ekokardiografi terdiri dari pembesaran ventrikel kanan dengan hipokinesia alau akinesia. Dilatasi dan disfungsi ventrikel kanan diperoleh dari besar relatif ventrikel kanan terhadap ventrikel kiri. Cara ini lebih sensitif dan spesifik dibandingkan gejala klinik dan EKG. (Med J Indones 2006; 15:94-9)

Right ventricular myocardial infarction (RVMl) predominantly a complication of inferior wall myocardial infarction i.v a distinct clinical entity in which major hemodynamic disturbance may occur. Bedside hemodynamic measurement, electrocardiographs, gated blood pool radionuclide angiography and echocardiography are used to identify right ventricular involvement in setting of inferior wall infarction. RVMl as assessed by various diagnostic methods accompanies 30 to 50% of inferior wall infarction. We studied 37 consecutive patients of acute inferior wall infarction (by non invasive method) to determine echocardiographic evidence of RVMl and compared its sensitivity to electrocardiography and clinical criteria. On echocardiography 12 out of 37 patients (32%) had right ventricular involvement. Kussmaul's signs was present in 27% of the patients and it had sensitivity of 50%, specificity of 88% and predictive accuracy of 70%. Right sided precordial leads (VjR ~ V4R) on elect rocardiography showed evidence of RVMl in 30% of patients with sensitivity, specificity and predictive accuracy of 67%, 88% and 73% respectively. Echocardiographic features included enlargement of right ventricle and hypokinesia or akinesia of right ventricular wall. Right ventricular dilatation and dysfunction is gained from relative right and left ventricular dimension on echocardiography. it is more .sensitive and specific than clinical signs and ECG. (Med J Indones 2006; 15:94-9)"
[place of publication not identified]: Medical Journal of Indonesia, 2006
MJIN-15-2-AprilJune2006-94
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Catharina W Moeljadi
"Sexual abuse merupakan suatu realita yang terjadi di sekitar kita. Data dari Pusat Krisis Terpadu RSCM menyatakan adanya 270 kasus sexual abuse sepanjang tahun 2002, yang terjadi pada anak usia 2 hingga 18 tahun. Sexual abuse ini merupakan kontak atau aktivitas seksual yang dilakukan pada anak oleh orang dewasa. Anak dipakai untuk mendapatkan stimulasi seksual bagi orang dewasa maupun orang lain. Peristiwa seksual abuse itu tentunya menimbulkan dampak bagi anak, termasuk juga berpengaruh pada perkembangan kepribadian anak. Untuk dapat menggali serta lebih memahami mengenai perasaan anak setelah peristiwa sexual abuse dapat digunakan tes diagnostik, yang Salah satunya adalah Tes Menggambar Orang. Melalui tes menggambar orang akan dapat diketahui gambaran kepribadian anak, bagaimana anak ineng gambarkan dirinya, hal apa yang penting baginya, serta konflik ataupun keinginannya saat itu.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan subjek sejumlah 4 anak perempuan berusia antara 5 dan 6 tahun yang pernah mengalami sexual abuse, diperoleh dari Pusat Krisis Terpadu RSCM. Data yang digunakan adalah laporan status serla hasil tes menggambar orang. Berdasarkan analisis, tampak bahwa anak yang pernah mengalami sexual abuse memiliki kepribadian dengan kecenderungan inferior, insecure, menarik diri, serta menampakkan kecemasan hal tersebut dapat jadi berkaitan dengan peristiwa sexual abuse yang mereka alami. Seperti dikemukakan oleh para ahli, anak korban sexual abuse menjadi cemas, cenderung menarik diri, menjadi lebih jarang bermain Serta menurunnya rasa percaya diri. Para subjek juga terlihat lebih berorientasi terhadap dirinya sendiri."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2003
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>