Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Hendri Astuty
Abstrak :
ABSTRAK
Nitrit Oksida (NO) adalah suatu gas radikal babas yang dapat bersifat melindungi tubuh, tetapi dapat juga membahayakan tubuh bila terdapat dalam jumlah yang berlebihan. Gas radikal itu sendiri merupakan suatu atom atau molekul yang mempunyai elektron tidak berpasangan; dapat berupa anion, kation atau netral. Selama ini banyak dilakukan pengamatannya pada mencit dan beberapa diantaranya pada manusia yang hasilnya masih kontroversi. Baru-baru ini dari hasil pengamatan, diduga NO dapat berperan di dalam sistem mekanisme pertahanan tubuh yang tidak spesifik.

Pada penelitian ini pengukuran kadar Nitrit Oksida (NO) digunakan untuk mengetahui peranan NO di dalam infeksi malaria, dengan cara mengukur Reactive Titrogen Intermediates (RNI) pada serum anak-anak dan orang dewasa dari penduduk desa Tipuka, kecamatan Mimika Timur, Timika - Irian Jaya. Hasil yang didapat secara kuantitatif menunjukkan bahwa kadar NO pada anak-anak golongan umur 2 - 9 tahun jauh lebih tinggi dibandingkan pada orang dewasa, meskipun secara kualitatif dengan tes kemaknaan tidak terdapat perbedaan yang bermakna (PA,O5). Pada hasil hubungan antara NO dengan splenomegali juga tidak menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna. Dari hasil penelitian ini dapat diketahui bahwa NO dapat berperan pada infeksi malaria.
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1999
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Andreas Pekey
Abstrak :
ABSTRAK
Latar Belakang : Infeksi malaria menyebabkan morbiditas dan mortalitas yang cukup signifikan pada semua usia terutama kelompok berisiko tinggi. Golongan darah ABO dikatakan dapat mempengaruhi berat ringannya malaria namun pada etnik dan geografis tertentu dapat berbeda. Meskipun beberapa penelitian terakhir mengatakan terdapat hubungan namun terdapat beberapa penelitian yang tidak menemukan hubungan tersebut termasuk di Papua New Guinea yang memiliki karakteristik etnik dan alam yang mirip dengan Papua. Selain itu pada beberapa studi sebelumnya jumlah sampel yang digunakan hanya sedikit, terdapat hasil statistik yang tidak bermakna, melibatkan sampel anak serta beberapa hanya dilakukan berbasis laboratorium Laboratory base . Pada penelitian ini kami menggunakan sampel yang lebih banyak, tidak melibatkan sampel anak dan penelitian dilakukan berbasis rumah sakit Hospital base . Metode : Penelitian ini merupakan studi potong lintang yang dilakukan di RSUD Dok II Jayapura Indonesia dari September hingga November 2016. Sebanyak 210 subjek malaria yang memenuhi kriteria dikategorikan menjadi golongan darah O dan Non O serta malaria berat dan malaria ringan berdasarkan kriteria WHO. Data yang diperoleh diolah menggunakan SPSS versi 17 dengan melakukan analisis statistik kai-kuadrat dan menghitung rasio prevalensi serta interval kepercayaan. Hasil Penelitian : Dari 210 pasien, golongan darah non-O 80 pasien 38,2 dan golongan darah O 130 pasien 61,9 . Malaria berat pada golongan darah Non O sebanyak 13 kasus 16,3 dan Golongan darah O sebanyak 9 kasus 6,9 . Terdapat perbedaan prevalensi kejadian malaria berat yang bermakna antara kedua golongan darah p = 0,032 dengan Prevalensi rasio PR 2,4 IK95 : 1,06-6,42 . Golongan darah B terbanyak mengalami malaria berat p = 0,038 dan IK95 1,06-6,42 . Prevalensi malaria berat golongan darah non O pada kedua etnik lebih tinggi terutama pada etnik non Papua non Papua, PR 3,8 IK95 0,84-17,9, p=0,143 dibandingkan Papua, PR 1,83 IK 95 0,56-5,9, p=0,356 . Kesimpulan : Terdapat hubungan bermakna golongan darah ABO dengan berat ringanya malaria. Malaria berat lebih banyak terjadi pada Golongan darah Non O terutama golongan darah B.
ABSTRACT
Background Malaria infection has caused a significant morbidity and mortality in all ages, especially in high risk groups. Various factors, including ABO blood type, can influence the severity of malaria to certain ethnic group and location. In terms of ABO blood types, several studies showed their relationship with severity of malaria. Others, such as study on Papua New Guinea which has the same characteristic with Papua Province in Indonesia, showed a contrary result. However, these studies were considered invalid due to the usage of smaller samples, with no statistical differences results, only included children and laboratory based studies. In our study, we included more samples, not involving children and did a hospital based studies. Methods This was a cross sectional study in Dok II Jayapura Hospital, Indonesia, from September to November 2016. 210 subjects were diagnosed with malaria, clinically classified according to WHO criteria and underwent ABO blood type examination. Blood type was categorized into O and Non O groups. Malaria severity was classified into severe and mild malaria. Results Out of 210 patients, 80 38.2 and 130 61.9 were Non O and O blood types respectively. Severe malaria was commonly found in Non O compare to O blood type 16.3 vs 6.9 prevalence ratio PR 2.4 95 CI 1.06 6.42 p 0.032 . Moreover, group B blood type had the highest incidence of severe malaria p 0.038 95 CI 1.06 6.42 . In addition, Non O blood group in both Papuan and Non Papuan races had a greater prevalence of severe malaria Papuan, PR 1.83, 95 CI 0.56 5.9 p 0.356, compared with Non Papuan, PR 3.8, 95 CI 0.84 17.9, p 0.143 .Conclusion There is a significant relationship between ABO blood group and the severity of malaria in Papua. Severe malaria was more common in Non O, especially type B blood group.
2017
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Anisa Salsabilla Oktaviani
Abstrak :
Pendahuluan: World Health Organization (WHO) melaporkan ratusan juta jiwa di seluruh dunia terinfeksi malaria setiap tahunnya. Nusa Tenggara Timur merupakan salah satu Provinsi di Indonesia dengan prevalensi malaria tertinggi. Di daerah endemis, malaria menjadi salah satu penyebab utama demam pada anak. Namun, hingga saat ini penelitian di Indonesia mengenai infeksi malaria dan hubungannya dengan demam belum pernah dilakukan. Penelitian ini bertujuan untuk meneliti hubungan antara demam dan riwayat demam dengan infeksi malaria pada kelompok usia anak sekolah dasar di Nusa Tenggara Timur. Metode: Penelitian potong-lintang ini melibatkan anak sekolah dasar, berusia 6-16 tahun pada 5 SD di Kecamatan Wewiku, NTT. Parasit malaria terdeteksi dengan mikroskop dan RT-PCR. Demam didefinisikan sebagai suhu ≥ 37,5 °C diukur saat dilakukan wawancara dengan termometer telinga. Riwayat demam didefinisikan menderita demam 1 minggu terakhir. Data dianalisis menggunakan SPSS dengan uji Chi-square dan uji lanjutan Post-Hoc untuk analisis hubungan antara infeksi malaria dengan demam atau riwayat demam. Selain itu, uji Kruskal-Wallis untuk analisis hubungan densitas parasit dengan demam atau riwayat demam. Hasil: Di antara 348 anak sekolah dasar, ditemukan prevalensi infeksi malaria sebesar 34,8% dengan proporsi seimbang antara infeksi mikroskopik (16,4%) dan infeksi submikroskopik (18,4%). Secara keseluruhan, infeksi P. vivax (82,6%) lebih tinggi dari P. falciparum (15,7%). Proporsi demam didapatkan 4,3% dan riwayat demam 17,5%. Infeksi mikroskopik 4,6 kali lebih banyak menyebabkan demam atau riwayat demam daripada yang tidak terinfeksi (OR = 4,601; 95% CI = 2,442─8,670; p <0,01). Sebaliknya, infeksi submikroskopik lebih banyak tidak menimbulkan demam atau riwayat demam dibandingkan infeksi mikroskopik (76,6% vs 54%; p = 0,009). Pada infeksi P. falciparum, penderita dengan demam atau riwayat demam mengandung jumlah parasit lebih tinggi daripada kelompok yg tidak demam (2.499 vs 5.001 vs 77). Namun hal ini tidak berlaku pada infeksi P. vivax (242 vs 272 vs 168). Simpulan: Densitas parasit Plasmodium yang lebih tinggi cenderung menyebabkan demam atau riwayat demam. Temuan ini mendukung riwayat demam dijadikan sebagai tambahan indikator diagnosis malaria. ......Introduction: World Health Organization (WHO) reports that hundreds of millions of people worldwide are infected with malaria each year. East Nusa Tenggara is one of provinces in Indonesia with the highest prevalence of malaria. In endemic areas, malaria is one of the main causes of fever in children. However, until now research in Indonesia regarding malaria infection and its relationship with fever has not been conducted. This study aims to examine the relationship between fever and history of fever with malaria infection among school-age children in East Nusa Tenggara, Indonesia. Methods: This cross-sectional study involved elementary school children, aged 6-16 years at 5 elementary schools in Wewiku District, NTT. Malaria parasites were detected by microscope and RT-PCR. Fever was defined as an temperature ≥ 37.5° C, measured at the time of interview with an ear thermometer. History of fever was defined as having had fever in the last 1 week by asking history taking the subject. The data were analyzed using SPSS with Chi-square test and Post-Hoc follow-up test to analyze the relationship between malaria infection and fever or a history of fever. In addition, the Kruskal-Wallis test to analyze the relationship between parasite density and fever or history of fever. Results: Among 348 primary school children, it was found that the prevalence of malaria infection was 34.8%, with a balanced proportion between microscopic infection (16.4%) and submicroscopic infection (18.4%). Overall, the proportion of infection was higher in P. vivax (82.6%) compared to P. falciparum (15.7%). The proportion of fever was 4.3% and a history of fever was 17.5%. Microscopic infections were 4.6 times more likely to cause fever or a history of fever than those who were not infected (OR = 4.601; 95% CI = 2.442─8.670; p <0.01). In contrast, submicroscopic infections were more likely to not cause fever or history of fever than microscopic infections (76.6% vs 54%; p = 0.009). In P. falciparum infection, patients with fever or a history of fever contained a higher number of parasites than the non-fever group (2.499 vs 5.001 vs 77). However, this did not apply to P. vivax infection (242 vs 272 vs 168). Conclusion: Higher Plasmodium parasite density were associated with higher risk of fever and history of fever. These findings support the history of fever as an additional indicator of malaria diagnosis.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library