Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 16 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Bandung: Jurusan Teknik Industri Sekolah Tinggi Teknologi Telkom, {s.a.}
JTIT 5:1 (2004)
Majalah, Jurnal, Buletin  Universitas Indonesia Library
cover
Dian Dewinta,a uthor
Abstrak :
Industri telekomunikasi seluler berbasis GSM yang terlebih dahulu telah berkembang pesat di Indonesia, semakin diramaikan dengan masuknya telekomunikasi berbasis CDMA (Code Division Multiple Access). Perkembangan CDMA dimulai ketika Telkom memperkenalkan Flexi pada Desember 2002 dan secara komersial diluncurkan Mei 2003. Flexi merupakan layanan telepon tetap nirkabel alias FWA (Fixed Wireless Access). Dua pesaing utama Flexi yang juga memiliki izin FWA adalah Esia dari Bakrie Telecom dan StarOne dari Indosat. CDMA semakin disukai oleh masyarakat disebabkan karena beberapa keunggulannya dibandingkan dengan GSM, yaitu selain karena tarif yang lebih murah, CDMA juga memiliki kelebihan dalam kejernihan suara, peningkatan call security, dan kecepatan transfer data. Semakin disadari, bahwa industri ini sangat menjanjikan dan menarik banyak operator baru untuk terjun didalamnya. Selain itu pula terjadi persaingan yang ketat antara operator CDMA yang telah ada sebelumnya dalam memperebutkan pangsa pasar. Untuk itulah Telkom Flexi harus lebih memperhatikan strategi perusahaan dalam pengelolaan aset, menangkap peluang yang ada, dan meminimalkan dampak ancaman, sehingga dapat mempertahankan keunggulan bersaing di tengah-tengah iklim persaingan yang semakin ketat. Demi mencapai tujuan tersebut, dilakukan analisis eksternal dan analisis kompetitif industri telekomunikasi CDMA di Indonesia. Analisis sumber daya dan kemampuan internal perusahaan yang dimiliki Telkom Flexi juga dilakukan, sehingga didapat kapabilitas dan kompetensi yang dimiliki Flexi sebagai keunggulan kompetitifnya di tengah-tengah kompetisi antar operator CDMA. Dengan informasi yang di dapat, Telkom Flexi dapat menyusun strategi yang dapat memanfaatkan peluang, mengantisipasi ancaman dari industri, dan sesuai dengan keunggulan kompetitif dalam industri dengan mempertimbangkan kekuatan dan kelemahan Flexi yang ada. Sehingga, Flexi dapat lebih mengoptimalkan potensi yang ada untuk mempertahankan posisinya sebagai markel leader di antara para operator CDMA di Indonesia. Kekuatan Fiexi yang di dapat dari hasil analisis internal terutama adalah kemudahan untuk mendapatkan pinjaman modal, memiliki ragam fitur layanan yang lebih banyak, memiliki pangsa pasar terbesar di industri CDMA, serta memiliki cakupan jaringan CDMA terluas di Indonesia. Sedangkan kelemahan Flexi adalah ketergantungan terhadap basis pelanggan pra bayar, tren penurunan average revenue per user (ARPU), dan pangsa pasar yang rendah di Divre II dan Divre III. Hasil analisis industri telekomunikasi CDMA di Indonesia di antaranya memperlihatkan beberapa peluang bagi Flexi, yaitu adanya potensi pangsa pasar yang potensial di kawasan timur Indonesia, tren pengguna layanan telekomunikasi CDMA yang masih meningkat, dan pertumbuhan bisnis konten. Ancaman yang ada bagi Flexi diantaranya adalah ancaman krisis ekonomi dan pertumbuhan jumlah pelanggan yang lebih renah dibanding operator CDMA lain. Berdasarkan informasi dari temuan yang ada, tampaknya strategi yang perlu dilakukan oleh Telkom Flexi adalah memaksimalkan potensi pasar di kawasan timur Indonesia, memberikan fitur layanan yang disukai dan murah bagi pelanggan, memaksimalkan jumlah pemakaian akses internet, meningkatkan kualitas layanan, dan melakukan strategi promosi khusus untuk menarik pelanggan pasca bayar. ......The GSM based telecommunication industry which has been developing quite greatly in Indonesia, is generally being growing with the introduction of the CDMA based telecommunication. The growth of CDMA based telecommunication was started by Telkom, by the introduction of Telkom Flexi on the December of 2002 which then commercially launched on May of 2003. Telkom Flexi is one of Telkom’s subsidiaries, which works on developing an FWA (Fixed Wireless Access) cellular based telecommunication for Telkom. There are two main competitors for Telkom Flexi’s Service, Esia from Bakrie Telecom and StarOne from Indosat, which also have the license to develop FWA telecommunication. Right now, CDMA is getting known to the public due to several of its advantages compared to GSM based telecommunication, which included low tariffs, clear reception of voice, heightened call security, and also increase in data transfer speed. Nowadays, many companies realized the opportunities in investing on telecommunication industry, because of that many new companies enters this promising new industry. But nevertheless, there’s already a tight competition to get the biggest share of the pie among the CDMA operator Services which already has entered the market That is why Telkom Flexi should pay more attention to the corporate strategy they already set in maintaining their assets, in capturing the opportunities that exists, and also in minimizing the upcoming threat from the new competitors, so that Telkom Flexi could maintain their competitive advantage amidst the growing competition of telecommunication industry. In order to achieve it, Telkom Flexi should do an analysis of external and internal factors that builds up the CDMA based telecommunication and also an industry-wide competitive analysis of CDMA telecommunication. The point of this analysis is for Telkom Flexi to realize their capabilities and competency they had amongst the competition with other CDMA service providers. With the attained information, Telkom Flexi could develop a strategy that will provide a better solution to help achieve better opportunities, anticipate the new Corning threat from the industry, and also to realize the strength and weakness of their company. This will help Telkom Flexi to have an increased competitive advantage in the industry while optimizing the potential that it had, to retain the position as the market leader in the CDMA based telecommunication industry in Indonesia. From the internal analysis that had been done, the strengths that Telkom Flexi had mainly are the easiness to attain Capital loan, have a large option of features in their service, currently had the biggest market share in the industry, and have the biggest network of CDMA in Indonesia. On the contrary, their weaknesses are their dependency on the prepaid-based customers, a down-trend of average revenue per user (ARPU), and a low market share in Divre II and Divre m in Indonesia. The result of the industry-wide analysis of CDMA based telecommunication indicated several opportunities that could be captured by FIexi, which are large potential of market in the eastern region of Indonesia, the country-wide increase in the usage of CDMA based telecommunication, and also the growth of CDMA based content provider business. Besides the opportunity, there are also threats that should be looked out for by Telkom Flexi, which are the oncoming threat of economy crisis and the low growth of customer compared to other CDMA Service provider. Based on all above information, it looks like the strategy that Telkom Flexi should do is to maximize the potential market in the eastern region of Indonesia, give more features which is cheap and could attract customers, maximize usage of internet access, increase their service quality, and prepare a promotion plan to attract more postpaid customers.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2009
T26365
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Agus Harijanto
Abstrak :
Industri jasa telekomunikasi bergerak seluler di Indonesia pada kurun waktu enam tahun terakhir mengalami perkembangan yang sangat pesat dengan pertumbuhan pelanggan (CAGR) hampir 52%, yaitu dari 18 juta pelanggan pada tahun 2003 menjadi 150 juta pelanggan pada akhir tahun 2008. Penetrasi pasar meningkat berlipat dari 9% menjadi kurang lebih 65%, dan market size meningkat dari Rp 22 Triliyun menjadi hampir Rp 75 Triliyun. Kondisi ini memperlihatkan bahwa industri masih sangat atraktif. Disamping perkembangan teknologi yang kian pesat, deregulasi pemerintah secara agresif di bidang telekomunikasi mendorong bermunculannya para operator baru sehingga membuat kompetisi di industri menjadi semakin ketat. Sejalan dengan perkembangan industri itu, Indosat dipandang perlu merumuskan strategi yang tepat yang dapat menjawab tantangan ke depan, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Formulasi strategi yang dilakukan dalam studi ini memberikan acuan bahwa Indosat perlu melakukan strategi pertumbuhan secara intensif. Strategi pertumbuhan ini didasarkan pada kekuatan dan kelemahan internal untuk memanfaatkan sebesar-besarnya berbagai peluang dan sekaligus mengantisipasi beragam ancaman yang muncul dari eksternal perusahaan. Studi ini memberikan acuan bahwa strategi pertumbuhan Indosat dilakukan melalui dua langkah dengan dua kategori jasa/bisnis. Langkah pertama, dalam rangka membangun basis pelanggan (customer base), Indosat perlu melakukan penetrasi pasar dengan menawarkan kelompok jasa existing, yaitu jasa dasar (suara dan sms) melalui produk prabayar dan pasca bayar. Untuk kelompok jasa ini, Indosat perlu menerapkan strategi low-cost, mengingat karakteristik pasar dan pelanggan masai yang sensitif terhadap harga. Langkah kedua, dalam rangka mendapatkan pertumbuhan pendapatan yang signifikan, Indosat perlu melakukan pengembangan pasar, khususnya dengan segmentasi yang lebih rinci, dengan menawarkan kelompok jasa new-revenue-generation. Kelompok jasa ini mencakup jasa yang dapat memberikan nilai tambah dan yang bersifat solutif bagi setiap segmen yang terbentuk. Indosat perlu mendorong basis pelanggan yang telah dimiliki agar menjadi sumber-sumber peningkatan pendapatan. Untuk kerangka strategi ini, Indosat perlu menerapkan strategi focus-differentiation, mengingat solusi yang diberikan sangat penting bagi pelanggan. Masing-masing langkah ini membutuhkan perhatian penuh pada elemen-elemen rantai nilai di internal perusahaan yang meliputi engineering & design, card-production, mass- marketing, focus-marketing, focus-sales, channel distribution, Information technology dan billing. ......Within last six years, mobile telecommunication Services industry in Indonesia has been developing rapidly. In this period, industry has increased by 52% CAGR of subscribers, from 18 million subscribers in 2003 to almost 150 million subscribers in 2008 year end A t the same time, rnarket penetration has increased multiply from 9% to around 65%, while. market size has also increased from Rp 22 Trillions to almost Rp 75 Trillions. This condition indicates that the industry is still highly attractive. Besides rapidly technology development, aggressive government deregulation in telecommunication has driven the emerging of new players that make the industry competitiveness tighter. As the industry developed, Indosat is urged to formulate appropriate strategy. The strategy formulation shall anticipate both short-term and long-term challenges. This study has formulated certain Indosat strategy for guidance. The study recommends Indosat to implement intensive growth strategy. In growth strategy Indosat should exploit internal strengths by exploring external opportunities while at the same time overcome internal weaknesses by coping with extemal threats. For achieving strategic goals, the study recommends Indosat to conduct two-steps strategy with two-categorized-businesses. First, in order to establish customer base, Indosat should conduct penetration strategy by offering eiisting Services. These Services include basic Services (voice and sms) through prepaid and postpaid brands. Since rnarket and customers are characterized price sensitive, Indosat is better to execute low-cost strategy in this framework. Secondly, in order to obtain significant revenue growth, Indosat should conduct rnarket development, particularly by more detailed rnarket segmentation. Having customer base, Indosat is to shift customers from the bottom to the upper of pyramid by offering new-revenue-generation Services for those segments. These Services include value-based-services and solution-based Services. Product developments and modifications often play important roles. Indosat then should take focus differentiation strategy in this second framework. The two-steps strategy has Indosat consider and pay high attention to some important elements in internal value chains such as engineering and design, card-produetion, mass-marketing focus-marketing, focus-sales, channel distribution, Information technology and billing processes.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2009
T26539
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Adinda Sagita Maryami
Abstrak :
Skripsi ini membahas tentang dampak dari merger antara PT. XL Axiata dan PT. Axis Telekom Indonesia terhadap kesejahteraan konsumen. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengukur seberapa elastis permintaan konsumen pada layanan telekomunikasi GSM dengan menggunakan Fixed Effect Model. Selanjutnya nilai elastisitas harga dan elastisitas pendapatan digunakan untuk menghitung dan menganalisis dampak perubahan harga akibat dari adanya merger antara PT. XL Axiata dan PT. Axis Telekom Indonesia terhadap kesejahteraan konsumen menggunakan metode Compensating Variation. Terdapat beberapa penemuan penting dalam penelitian ini. Pertama, permintaan pelanggan telekomunikasi seluler GSM bersifat inelastis terhadap perubahan harga dan bersifat elastis terhadap perubahan pendapatan. Kedua, merger yang dilakukan oleh PT. XL Axiata dan Axis Telekom Indonesia mengakibatkan peningkatan harga pada tahun 2015 sehingga menyebabkan kesejahteraan konsumen berkurang.
This thesis discusses the impact of the merger between PT. XL Axiata and PT. Axis Telekom Indonesia to consumer?s welfare. This research was conducted in order to measure consumer?s demand elasticity in the GSM telecommunications services using the Fixed Effect Model. Furthermore, price elasticity and income elasticity is used to calculate and analyze the impact of price changes as a result of the merger between PT. XL Axiata and PT. Axis Telekom Indonesia to the consumer?s welfare using the Compensating Variation method. There are several substantial findings in this study. First, the GSM mobile telecommunication consumer?s demand is inelastic to price changes and is elastic to income changes. Second, the merger is done by PT. XL Axiata and Axis Telekom Indonesia resulted in an increase in prices in 2015 resulting in reduced consumer welfare.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2016
S64100
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Desinta Riani Pramudita
Abstrak :
Dalam sepuluh tahun terakhir, industri telekomunikasi baik secara global maupun lokal telah menghadapi berbagai perubahan pada konvergensi jaringan dan layanan. Pada era disrupsi digital ini, adanya perubahan tren komunikasi dari komunikasi suara dan SMS ke komunikasi data berbasis aplikasi (Over-the-Top communications) menyebabkan pendapatan perusahaan perlahan tergerus. Di sisi lain, telekomunikasi seharusnya dapat tetap berperan besar, oleh karena itu operator harus menyesuaikan strategi inovasi dalam menangkap peluang. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan prioritas strategi inovasi di industri telekomunikasi yang dapat meningkatkan kinerja bisnis dan pertumbuhan berkelanjutan dalam menghadapi disrupsi digital. Metode yang digunakan dalam menentukan prioritas bobot adalah Fuzzy ANP. Hasil penelitian menunjukkan bahwa strategi inovasi produk merupakan priotitas utama yang harus dilakukan oleh operator telekomunikasi Indonesia.
In the last ten years, the telecommunications industry both globally and locally has faced various changes to network and service convergence. In this era of digital disruption, the changing trend in communication from voice and SMS communication to data communication (Over-the-Top communications) caused the companys revenue to slowly erode. On the other hand, telecommunications should still be able to play a major role, therefore operators must adapt innovation strategies in capturing opportunities. This study aims to get the priority of innovation strategies in the telecommunications industry that can improve business performance and sustainable growth in the face of digital disruption. The method used in determining the priority of weights is Fuzzy ANP. The results of the study indicate that the product innovation strategy is the main priority that must be carried out by Indonesian telecommunications operators.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2019
T54267
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gurning, Estina Juliana
Abstrak :
Industri Telekomunikasi terus berkembang, ditandai dengan masih terus dilakukan pembangunan infrastruktur telekomunikasi. DC Power Supply yang mencakup Rectifier dan Battery dibutuhkan untuk memberikan catuan DC bagi perangkat Telekomunikasi. PT. Tricipta adalah pemasok DC Power Supply bagi operator dan vendor telekomunikasi. Penjualan PT. Tricipta pada tahun 2009, yang menurun 17% dibanding tahun 2008 merupakan tantangan bagi PT. Tricipta untuk mencari strategi bersaing dalam bisnis DC Power Supply agar mampu bertahan dan meningkatkan pendapatan perusahaan. Dari hasil analisa kompetitif DC Power Supply Tricipta dengan menggunakan model Porter 5 Forces didapatkan bahwa DC Power Supply Tricipta memiliki potensi kompetitif yang MEDIUM. Dari hasil analisa SWOT didapatkan DC Power Supply Tricipta berada di kuadran 1 sehingga strategi yang sesuai adalah bertumbuh dan agresif. Sedangkan berdasarkan analisa Internal Eksternal DC Power Supply Tricipta berada di sel 5 yaitu strategi pertumbuhan yang horizontal. Berdasarkan metode QSPM strategi bersaing yang paling menarik bagi DC Power Supply Tricipta adalah Pengembangan Produk dengan menambah fitur perangkat berupa nilai tambah, mencari mitra baru untuk battery dari China, menjual Renewable Energy dan masuk dalam bisnis Sewa Daya, membangun Research and Development Center, merekrut karyawan baru untuk Renewable Energy serta memberikan pelatihan pada karyawan internal untuk produk-produk baru.
Telecommunication Industry keep growing up, it is proven with contruction of telecommunication insfrasturcture still continue. DC Power Supply that consist of Rectifer and Battery needed to supply DC power for Telecommunication equipment. PT. Tricipta is Distributor of DC Power Supply for Telecommunication provider and vendor. Sales of PT. Tricipta during year 2009, decrease 17% compare to year 2008 and this is became challenge for PT. Tricipta to find out competitive strategic in DC Power Supply business to keep survive and gain company revenue. From the Competitive Analysis result for DC Power Supply Tricipta using Porter 5 Forces method, obtained that DC Power Supply Tricipta has MEDIUM competitive competency. From SWOT analysis, it is obtained that DC Power Supply Tricipta is placed at quadrant 1, then it should be supported with growth oriented and agressive strategy. Meanwhile base on Internal Eksternal analysis DC Power Supply Tricipta locate at cell 5 that should be supported with horizontal growth strategy. Base on QSPM method the most attractive competitive strategy is Product Development with adding feature as value added, find new partner for China battery, provide Renewable Energy product, enter Rental Power business, built Research and Development Center, recruiting new employee for Reneweable Energy and train current employee for new Product.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2010
T28347
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Putri Rizka Ramadhani
Abstrak :
Skripsi ini membahas mengenai penyebab dari Telkomsel yang menguasai pasar lebih dari 50 dan bagaimana jika keadaan tersebut ditinjau dari UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat UU Persaingan Usaha . Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan desain yuridis normatif, dimana hasil penelitian ini menjelaskan bahwa Telkomsel tidak terbukti melanggar Pasal 17 dan 25 UU Persaingan Usaha. Penelitian ini menyarankan bahwa dalam menetapkan jumlah dan lokasi pembangunan BTS dalam konteks operator telepon seluler, Pemerintah seharusnya menggunakan kewenangannya secara maksimal dalam melakukan evaluasi agar memastikan bahwa pembangunan yang dilakukan oleh masing-masing operator tersebut telah mencakup dan merata di seluruh wilayah Indonesia atau setidak-tidaknya meng-cover tiga wilayah, yaitu high, medium, dan low area profitability; Regulator hendaknya mempertegas penerapan sanksi terhadap operator yang tidak mematuhi Rencana Dasar Teknis yang telah diajukan sebelumnya. ...... The focus of this study is about the cause of Telkomsel dominate the market more than 50 and what if the condition is reviewed by Law No. 5 Year 1999 Competition Act . This research is qualitative with juridical normative. This research explain that Telkomsel is not proven infringed the Article 17 and 25 of Competition Act. This research suggests that in determining the amount and location of the construction of base stations in terms of cellular operators, the government should use their authority to the fullest in evaluation of it, in order to ensure that the development which undertaken by each of these operators have covered and evenly distributed throughout Indonesia, or at least it has covered the high, medium, and low profitability areas regulators should strengthen the sanctions against operators who do not comply with the basic technical plan that has been proposed previously to the government.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2017
S66821
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Halida Destiani Moeis
Abstrak :
Kompetisi yang semakin hebat dan deregulasi yang cepat telah menuntun banyak bisnis jasa dan eceran untuk mencari cara yang menguntungkan untuk membedakan pelayanan yang mereka berikan ke konsumen lain. Waktu pelayanan yang lambat dan tidak sesuai dengan harapan pelanggan menjadi masalah utama yang dihadapi oleh pelanggan. Hal ini mengakibatkan pelanggan merasa tidak puas dengan dengan layanan yang diberikan di Pusat Layanan Perusahaan Telekomunikasi. Metode Servqual digunakan dalam pengambilan dan pengolahan data, dan juga dalam analisa hasil penelitian. Jumlah responden yang digunakan dalam survey yaitu 1204 responden. Prioritas peningkatan kualitas pelayanan tiap dimensi berturut-turut adalah dimensi responsiveness, reliability, tangible, empathy, dan assurance. Jumlah kunjungan rata-rata adalah 2818 pengunjung / bulan. Faktor pelayanan yang sesuai dengan harapan pelanggan Perusahaan Telekomunikasi adalah kecepatan pelayanan petugas (dimensi responsiveness), dengan waktu tunggu dan waktu pelayanan yang diharapkan adalah 5 dan 10 menit. Sedangkan, waktu tunggu dan waktu pelayanan rata-rata yang dirasakan adalah 14.26 dan 12.31 menit. Dari 1204 responden, 30.94% pengunjung datang ke Pusat Layanan untuk menanyakan informasi, 34.88% pengunjung datang sebanyak 1-2x dalam 3 bulan, dan hanya 39.04% pelanggan yang loyal terhadap Perusahaan Telekomunikasi. ......Intensifying competition and rapid deregulation have led many service and retail businesses to seek profitable ways to differentiate themselves. Slow-moving and inappropriate serving time is the most important problem which is faced by customer. These result in unsatisfied customer with all services by Telecommunication Company. Servqual method is used in data extraction and tabulation, and also in research result analysis. Total survey respondent is 1204 respondents. Priority of service quality improvement in each dimensions, respectively, are responsiveness, reliability, tangible, empathy, dan assurance. Average total visit is 2818 visitors/month. Service factor fits in with customer's expectation in Telecommunication Company is a prompt service by Customer Service staffs (responsiveness dimension), with expectation waiting and serving time is 5 and 10 minutes. Meanwhile, perception waiting and serving time is 14.26 and 12.31 minutes. From 1204 respondents, 30.94% visitors come to ask further information, 34.88% visitors come 1-2 times in a 3 months, and only 39.04% customers loyal to Telecommunication Company.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2008
S51971
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Dani M. Akhyar
Abstrak :
ABSTRAK
Artikel ini mengupas tentang komunikasi krisis di media sosial dari dua kasus di industri telekomunikasi. Teori utama yang digunakan adalah Situational Crisis Communication Theory (SCCT) yang dikembangkan oleh Coombs (2007). Industri telekomunikasi adalah salah satu industri yang rentan terkena krisis, apalagi saat ini aplikasi telekomunikasi seperti smartphone dan internet sudah menjadi salah satu kebutuhan pokok setiap orang. Tulisan ini menunjukkan bahwa penerapan SCCT di industri telekomunikasi membutuhkan beberapa catatan khusus. Pertama, perlunya sistem penanda krisis yang peka terhadap munculnya potensi kritis. Kedua, sistem respon yang cepat tanggap karena perilaku pelanggan telekomunikasi yang cenderung kurang sabar dan cepat menyebarkan berita negatif dengan media sosial mereka.
Jakarta: The Ary Suta Center, 2019
330 ASCSM 46 (2019)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Sugirianto
Abstrak :
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi informasi mengenai data pribadi konsumen dalam industri telekomunikasi seluler dan menganalisa perlindungan hukumnya serta memberikan penjelasan mengenai janggung jawab hukum penyelenggara telekomunikasi seluler dalam memberikan perlindungan hukum dimaksud, termasuk juga mengenai upaya penyelesain sengketa yang dapat dilakukan oleh konsumen. Hal ini perlu diuraikan karena penyelenggaraan telekomunikasi seluler sangat berkaitan erat dengan kegiatan penyaluran, pencatatan, perekaman, maupun penyimpanan data pribadi konsumen. Penelitian ini dilakukan dengan metode penelitian hukum normatif dalam tataran dogmatika hukum, dimana hasil yang hendak dicapai adalah memberikan perskripsi mengenai apa yang sehyogyanya. Adapun jenis data yang digunakan adalah data sekunder berupa bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder yang pengumpulan datanya dilakukan melalui studi kepustakaan. Berdasarkan hasil analisa dapat disampaikan bahwa ketentuan perlindungan data pribadi secara umum tidak menetapkan secara definitif data pribadi apa saja yang harus dilindungi, namun khusus untuk sektor telekomunikasi merujuk pada ketentuan internasional khususnya di Eropa dan Amerika diatur jenis data pribadi secara definitif yang mencakup empat klasifikasi yakni content data, traffic data, location data; dan basic subscriber. Adapun di Indonesia, peraturan perundang-undangan yang ada telah mengakui dan mengatur perlindungan data pribadi, namun masih bersifat umum dan belum spesifik mengatur sektor telekomunikasi. Setidaknya terdapat empat hal masih menjadi kekurangan saat ini, yakni i ketentuan perlindungan data pribadi secara umum tidak diatur dalam undang-undang, namum dalam peraturan menteri sehingga tidak mungkin mengatur sanksi pidana maupun pembentukan lembaga pengawasan; ii belum mengatur pembatasan dalam penyimpanan data pribadi; iii kegiatan unsolicited marketing belum diatur; dan vi belum ada pengaturan mengenai pemanfaatan traffic data, location data, dan basic subscriber. Dalam terjadi pelanggaran, khususnya terhadap data pribadi, konsumen dapat melakukan upaya penyelesaian sengketa baik secara pidana, perdata, maupun mengajukan laporan kepada Menkominfo. Namun demikian untuk melakukan upaya hukum dimaksud, mengacu pada praktik yang ada, dipersyaratkan adanya hubungan hukum antara konsumen dan penyelenggara telekomunikasi.Berkenaan hal-hal tersebut diatas, maka disarankan kepada pemerintah agar mengatur perlindungan data pribadi khusus untuk sektor telekomunikasi melalui undang-undang, disamping itu Penyelenggara telekomunikasi juga perlu menerapkan sistem perlindungan data pribadi konsumen secara internal guna menghindari potensi pelanggaran perlindungan data pribadi yang dapat merugikan konsumen maupun penyelenggara telekomunikasi.
This research aims to identify information regarding consumer 39 s personal data in cellular telecommunication industries and analyze the protection law while giving explanations about the responsibilities of cellular telecommunication provider in giving said protection law, including the effort of dispute resolution that can be done by consumer. This subject must be explained because cellular telecommunication provider is tightly connected with the distribution, recording, and even collection of consumer 39 s personal data. This research is conducted with the normative law research within the law 39 s dogmatics, where the goal is providing prescription of what is should be. The type of data used is secondary data of primary law subject and secondary law subject which was collected by literature study. According to the analyze, it can be said that the protection of personal data in general doesn 39 t describe definitively of which personal data that must be protected, but specifically for the sector of telecommunication refers to the international clause especially in Europe and America where the type of personal data is controlled definitively that encompass 4 classification which are content data, traffic data, location data, and basic subscriber. While in Indonesia, the existing laws acknowledge and regulate the protection of personal data, but still in general and not in specific of regulating the telecommunication sector. Atleast there are 4 things that are still lacking, which are i the protection of personal data in general isn 39 t regulated by the law, but by the ministry thus giving criminal sanction and establishing surveillance institution is not possible ii no control in limiting the record of personal data iii unsolicited marketing activity is not yet regulated vi no regulation of exploiting traffic data, location data, and basic subscriber. When there is a violation, specifically against personal data, consumer can attempt the settlement of dispute by civil or criminal law, or by filing a report to the ministry of communication and information. But to do those, there has to be a law connection between consumer and telecommunication provider.Regarding those said above, it is advised to the government to regulate the protection of personal data specifically for the telecommunication sector by law, while the telecommunication provider also need to implement consumer personal data protection internally to avoid potential breach of personal data protection which could harm consumer and telecommunication provider.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2017
T47014
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>