Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Batubara, Leonardo
"Lingkungan industri pelumas di Indonesia telah memasuki babak baru. Gong keterbukaan dimulai dengan terbitnya Kepres No.21 Tahun 2001 menggantikan Kepres No.18 Tahun 1988. Inti Kepres baru tersebut adalah mencabut hak monopoli Pertamina di dalam tata niaga pelumas serta membuka kesempatan bagi para investor dalam negeri maupun dari luar Indonesia untuk melakukan kegiatan di bisnis pelumas dari hulu sampai ke hilir.
Perubahan deregulasi ini membuat PT. WGI mau tak mau harus mereview kembali strategi yang telah disusun, karena peta persaingan di industri ini menjadi sangat ketat dengan bertambahnya pemain yang berlomba-lomba memasukkan produk pelumasnya ke pasar Indonesia.
Faktor-faktor inilah yang melatar belakangi tujuan karya akhir ini yaitu untuk menganaiisis strategi bersaing yang dilakukan PT.WGI saat ini dalam menghadapi kondisi persaingan yang semakin ketat dan juga memberikan rekomendasi sebagai alternatif strategi bersaing bagi PT.WGI untuk mengembangkan posisi yang lebih dominan lagi di industri pelumas ini.
Saat ini Pertaniina masih mendominasi pasar pelumas kendaraan di Indonesia dengan memiliki pangsa pasar kurang lebih 60%. Pertamina yang sudah bertahun-tahun rnemonopoli pasar pelumas kendaraan ini, memiliki sejumlah keunggulan dibandingkan para pesaingnya seperti jaringan distribusi yang sudah tersebar di berbagai daerah, kepemilikan berbagai kilang pabrik di sejumlah daerah yang membuat kapasitas produksi pelumas jauh lebih banyak dibandingkan produsen pelumas lainnya dan merek produk yang sudah bertahun-tahun dipakai masyarakat luas (experimental used) pada saat pilihan merek produk lain tidak ada sehingga brand loyalty terhadap produk Pertamina cukup kuat.
Sebagai perusahaan swasta produsen pelumas dan bahan daur ulang (recycling) pertama di Indonesia, PT.WGI memasuki lahan bisnis pelumas kendaraan dengan tujuan untuk mengakuisisi pasar Pertamina tersebut. Selama ini PT.WGI melakukan strategi diferensiasi terhadap produk pelumasnya untuk melawan strategi low cost Pertamina. Diferensiasi tersebut dilakukan dari segi manfaat produk yang berbeda dengan produk lainnya yaitu melalui kualitas pelumas yang sudah mendapat pengakuan internasional dan juga licence merek asing yaitu Pennzoil, Quaker AS. Pencapaian perusahaan mendapatkan sertifikat ISO 9002 dan 14001, merupakan komitmen perusahaan untuk terus menaikkan mitra perusahaan di mata konsumen sebagai produsen pelumas handal dan sekaligus ramah lingkungan. Prestasi ¡ni merupakan yang pertama untuk perusahaan pelumas swasta di wilayah Asean. Diferensiasi produk juga jelas dilakukan dalam membuat kemasan produk yang unik dan khas. Identifikasi warna kemasan Pennzoil berupa warna kuning terang sudah menjadi identitas yang melekat pada merek Pennzoil sejak awal didirikannya Pennzoil.
Berdasarkan analisis internal, perusahaan memiliki beberapa kompetensi inti yang dapat membantu perusahaan tetap exist di industri ini. Meskipun perusahaan sudah memiliki kompetensi inti sebagai modal awal dalam memulai bisnisnya, perusahaan WGI harus membangun kompetensi baru untuk dapat menuju persaingan pasar di masa depan. Agenda pembangunan kompetensi tersebut dapat dicapai melalui: (1) meningkatkan citra produk melalui kegiatan pemasaran dan promosi yang efektif (2) mengembangkan e-commerce untuk intranet dengan para distributor (3) menciptakan pelumas baru dan bahan sintetis (4) meningkatkan produktivitas dengan melakukan kerjasama dengan perusahaan lain untuk mencapal efisiensi bìaya.
Di samping strategi diferensiasi, langkah perusahaan WGI dalam menantang pemimpin pasar Pertamina sebaiknya mengambil tindakan menyerang sisi-sisi yang menjadi kelamahan Pertamina dan bukan menyerang keunggulan pemimpin pasar ini. PT.WGI harus mampu meningkatkan citra perusahaan sebagai produsen pelumas berkualitas melalui investasi yang lebih kuat dalam promosi dengan baik dan hati-hati. Perusahaan juga harus memberikan pelayanan (service) terhadap pelanggan dan mampu menciptakan hubungan yang baik dengan para distributor dan vendor dimana pihak-pihak ketiga ini memiliki peranan yang sangat besar dalam mempengaruhi end user dalam membeli produk pelumas.
Alternatif strategi yang dapat diimplementasikan perusahaan WGI sebagai acuan dalam menentukan strategi bisnisnya untuk mengembangkan pangsa pasarnya adalah dengan mengimplementasikan pilihan?pilihan yang ada di Grand Strategy yang sesuai dengan kondisi internal dan eksternal perusahaan saat ini. Misalnya PT.WGI harus dapat mengembangkan produknya melalui inovasi baik itu dalam menciptakan atribut produk, kualitas pelumas yang bervariasi dan juga model dan ukuran pelumas yang sesuai untuk berbagai jenis kendaraan bermotor. PT.WGI juga harus fokus dalam melakukan strategi diferensiasinya sehingga strategi untuk mengembangkan pangsa pasarnya dapat lebih optimal lagi."
2002
T1153
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maysa Yasmine
"Manajemen risiko adalah aktivitas mengidentifikasi, menilai, menganalisis, dan mengendalikan risiko dalam seluruh kegiatan perusahaan dengan tujuan memperoleh efektivitas dan efisiensi yang lebih tinggi. Metode yang digunakan dalam manajemen risiko salah satunya adalah House of Risk (HOR). Metode tersebut merupakan modifikasi antara Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) dengan kerangka House of Quality (HOQ) dengan fokus utamanya merumuskan tindakan mitigasi terhadap sumber risiko prioritas yang merupakan penyebab kejadian risiko agregat. Pada penelitian ini, manajemen risiko dilakukan pada aktivitas aliran rantai pasok operasional produksi PT. XYZ. Analisis risiko pada HOR 1 diawali dengan identifikasi risiko melalui diskusi dengan expert dan studi literatur, kemudian dilakukan penilaian terhadap nilai severity dari risk events dan nilai occurrence dari risk agents. Hasil HOR tahap 1 menunjukkan terdapat 23 kejadian risiko dan 21 agen risiko. Berdasarkan perhitungan Pareto, terdapat 12 agen risiko yang mencakup 80% dari total Aggregate Risk Potential (ARP) dan dipilih sebagai prioritas untuk dilakukan mitigasi. Setelah itu, dari hasil HOR tahap 2, ditetapkan 11 tindakan pencegahan yang kemudian digabungkan menjadi 2 strategi mitigasi besar, yaitu menggunakan sistem Epicor Kinetic ERP dan inspeksi rutin.

Risk management is the activity of identifying, assessing, analysing and controlling risks in all company activities with the aim of achieving higher effectiveness and efficiency. One of the methods used in risk management is House of Risk (HOR). This method is a modification of Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) with the House of Quality (HOQ) framework with the main focus on formulating mitigation actions against priority risk sources which are the causes of aggregate risk events. In this research, risk management is carried out in production operational supply chain flow activities at PT. XYZ. Risk analysis in HOR 1 begins with risk identification through discussions with experts and literature studies, then an assessment of the severity value of risk events and the occurrence value of risk agents is carried out. The results of HOR stage 1 showed that there were 23 risk events and 21 risk agents. Based on Pareto calculations, there are 12 risk agents which cover 80% of the total Aggregate Risk Potential (ARP) and were selected as priorities for mitigation. After that, from the results of HOR stage 2, 11 preventive actions were determined which were then combined into 2 major mitigation strategies, namely using the Epicor Kinetic ERP system and routine inspections."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Meralda Abida Rinaldy
"Penelitian ini membahas peningkatan ketahanan atau resiliensi rantai pasokan dalam industri pelumas, dengan fokus pada pengembangan dan implementasi langkah-langkah mitigasi gangguan strategis. Memastikan kinerja yang kuat terhadap gangguan adalah hal yang terpenting bagi perusahaan untuk menjaga kontinuitas bisnis dan meminimalkan kerugian selama masa krisis. Studi ini menggunakan model Supply Chain Operations Reference (SCOR), sebuah kerangka kerja yang komprehensif untuk mengevaluasi dan meningkatkan efektivitas rantai pasokan melalui metrik proses yang terstandardisasi dan Importance Performance Analysis (IPA) untuk memetakan indikator kerja yang dipriotitaskan untuk diperbaiki. Data penelitian diambil saat pandemi COVID-19 bertujuan untuk mengukur kerentanan dalam rantai pasokan pelumas dan mengusulkan usulan strategi yang tepat untuk meningkatkan ketahanan dan kemampuan beradaptasi selama gangguan/disrupsi. Hasil dari penelitian ini didapatkan nilai kinerja rantai pasok perusahaan pada saat terjadinya disrupsi sebesar 49,37% dimana difokuskan pada masalah pemenuhan permintaan pelanggan tidak tepat waktu, kurang efisiensinya pengelolaan material dan mesin, serta kurang adaptif dalam menghadapi permintaan pasar yang fluktuatif. Usulan strategi perbaikan diantara lain dengan implementasi advanced manufacturing seperti Asset Management Software (AMS) dan Manufacturing Execution System (MES), memakai metode peramalan dengan model TISM-MICMAC dan Machine Learning, serta penggabungan seluruh proses rantai pasok di dalam satu portal yang terintegrasi.

This research addresses improving supply chain resilience in the lubricants industry, focusing on the development and implementation of strategic disruption mitigation measures. Ensuring robust performance against disruptions is paramount for companies to maintain business continuity and minimize losses during times of crisis. This study uses the Supply Chain Operations Reference (SCOR) model, a comprehensive framework for evaluating and improving supply chain effectiveness through standardized process metrics and Importance Performance Analysis (IPA) to map work indicators that are prioritized for improvement. The research data was collected during the COVID-19 pandemic to measure vulnerabilities in the lubricant supply chain and propose appropriate strategies to improve resilience and adaptability during disruptions. The results of this study obtained a value of the company's supply chain performance at the time of disruption of 49.37% which focused on the problem of fulfilling customer requests not on time, less efficient management of materials and machinery, and less adaptive in dealing with fluctuating market demand. Proposed improvement strategies include the implementation of advanced manufacturing such as Asset Management Software (AMS) and Manufacturing Execution System (MES), using forecasting methods with TISM-MICMAC and Machine Learning models, and combining all supply chain processes in one integrated portal."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library