Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 7 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Abdul Malik
Abstrak :
Pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia ditandai dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. Berlakunya Undang-Undang ini membawa perubahan dalam penyelenggaraan pemerintahan yaitu yang semula lebih bersifat sentralistis menjadi lebih bersifat desentralistis dengan memberikan otonomi yang luas, nyata dan bertanggung jawab kepada daerah. Otonomi daerah menimbulkan konsekuensi luasnya kewenangan yang dimiliki daerah, sehingga harus dilakukan reaktualisasi kewenangan dan dilakukannya restrukturisasi kelembagaan pemerintah daerah. Salah satu persoalan yang dihadapi dalam pelaksanaan otonomi daerah adalah pembentukan kelembagaan atau perangkat daerah. Sering kita temui pembentukan lembaga oleh pemerintah daerah yang tidak sesuai dengan kondisi dan kebutuhan masyarakat sehingga kelembagaan yang ada cendrung gemuk sehingga terjadi inefesiensi dan inefektifitas dan pada akhirnya akan menghambat tercapainya kesejahteraan masyarakat. Studi ini bertujuan untuk mengetahui dan memberi gambaran tentang faktor-faktor yang mempengaruhi Pemerintah Kabupaten Indragiri Hilir dalam pembentukan dinas daerah. Dengan menggunakan pendekatan kualitaf, penulis dalam penelitian ini berusaha untuk mengungkapkan faktor-faktor yang mempengaruhi Pemerintah Kabupaten Indragiri Hilir dalam pembentukan dinas daerah tersebut. Mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2000 tentang Pedoman Perangkat Daerah, ada empat faktor yang perlu menjadi pertimbangan dalam pembentukan dinas daerah yaitu: 1) Kewenangan yang dimiliki oleh Daerah, 2) Karakteristik, potensi, dan kebutuhan daerah, 3) Kemampuan keuangan daerah, 4) Ketersediaan sumber daya aparatur. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari empat faktor yang perlu menjadi pertimbangan dalam pembentukkan dinas daerah hanya ada dua faktor yang paling berpengaruh bagi Pemerintah Kabupaten Indragiri Hilir dalam pembentukan dinas daerah, yaitu faktor kewenangan yang dimiliki dan karakteristik, potensi dan kebutuhan daerah (berkaitan dengan kondisi riil daerah). Faktor kemampuan keuangan daerah sangat lemah dijadikan acuan karena tidak adanya standar pelayanan minimum (SPA). Oleh karena itu tidak mungkin dilakukannya standart spending assessment (taksiran pengeluaran atas standar yang berlaku) sehingga sulit untuk mendeteksi biaya untuk anggaran suatu dinas. Sebagai tolak ukur yang dapat dijadikan acuan dalam pembentukan lembaga/dinas daerah adalah tercapainya perbandingan yang ideal antara pengeluaran rutin dan pembangunan (minimal 40%:60%). Ketika Pengeluaran rutin cendrung membesar maka perlu diadakan perampingan atau restrukturisasi lembaga yang ada. Sedangkan Faktor ketersediaan sumber daya aparatur pun tidak bisa dijadikan acuan untuk dijadikan pertimbangan dalam pembentukan lembaga/dinas daerah. karena ketersediaan sumber daya aparatur merupakan konsekuensi adanya restrukturisasi kelembagaan. Dengan demikian ketersediaan sumber daya aparatur merupakan respon terhadap adanya struktur baru sebagai implikasi dari pembentukan lembaga/dinas daerah, dimana setelah terbentuknya struktur baru dilakukan upaya pemenuhan orang-orang yang sesuai dengan kebutuhan sebuah organisasi. Jadi faktor utama yang perlu menjadi pertimbangan pemerintah kabupaten Indragiri Hilir dalam pembentukan dinas daerah adalah kewenangan yang dimiliki sesuai dengan kondisi riil daerah dalam rangka memberikan pelayanan terhadap kebutuhan masyarakat dengan memperhatikan dana yang tersedia sehingga menghasilkan dinas daerah yang efesien dan efektif. Untuk meningkatkan produktifitas maka perlu diadakannya upaya meningkatkan kualitas sumber daya aparatur yang ada melalui pendidikan dan pelatihan.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T4386
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Apandi
Abstrak :
Kekerasan massa yang terjadi di Tembilahan Kabupaten Indragiri Hilir-Riau pada tanggal 29 Maret dan 2 April tahun 2001 yang lalu telah menyentakkan banyak pihak, karena kekerasan massa yang terjadi agak bersifat unik yakni hanya ditujukan kepada pihak kepolisian semata yang tidak meluas kepada pihak lain. Oleh karena itu, menarik untuk diteliti terutama mengenai masalah gambaran deskriptif, bentuk-bentuk kekerasan dan faktor-faktor penyebab kekerasan massa di Tembilahan. Adapun teori yang digunakan untuk melihat permasalahan tersebut sebagai pilau analisis seperti terdapat dalam studi Smelser, Sukiat dkk, Nusa Bhakti, Sulistyo, Sihbudi dan ditambah oleh beberapa teori/studi lain tentang kekerasan massa yang mendukung, seperti Firdausy dan Purwana. Pada intinya teori-teori tersebut menjelaskan bahwa suatu persitiwa kekerasan massa memiliki berbagai faktor-faktor penyebab dan kekerasan tersebut dimanifestasikan dalam berbagai bentuk atau pola. Dalam penelitian ini digunakan pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian deskriptif eksplanatif Untuk memperoleh data, digunakan metode wawancara mendalam, observasi, dan penelusuran data tertulis. Jumlah informan yang diwawancarai sebanyak 35 orang yang dipilih secara purposif dengan menggunakan teknik snow ball sampling, Penelitian ini dilakukan mulai bulan Agustus sampai November 2003 yang berlokasi di kota Tembilahan Kabupaten Indragiri Hilir-Riau Analisis data digunakan dengan cara seleksi, Idensifikasi, dan interpretasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa deskripsi kejadian massa memiliki lima tahap/periode, yakni (a) periode pra kejadian (adanya keresahan sosial dalam masyarakat akibat penembakan yang dilakukan polisi); (b) periode kekerasan massa tahap I (penyerangan dan pembakaran terhadap Mapolres, perusakan asrama, rumah dinas Kapolres dan Wakilnya); (c) periode masa tenang (upaya pengendalian situasi oleh berbagai pihak, masyarakat, aparat kepolisian/TNI, dan pemda); (d) periode masa kekerasan massa tahap II (pembakaran terhadap rumah dinas Kapolres); dan (e) periode masa damai (kembalinya aktivitas masyarakat seperti sediakala). Secara garis besar terdapat dua bentuk kekerasan massa yang terjadi dalam kerusuhan di Tembilahan yakni (a) secara non fisik/verbal (dalam bentuk ungkapan kata-kata yang bernada tuntutan, ancaman, cacian dan provokasi) dan (b) secara fisik/non verbal (dengan menggunakan benda-benda keras seperti pentongan, batu, kayu dan sejenisnya serta bom molotov dan bahan bakar sejenisnya). Sedangkan yang menjadi faktor penyebab terjadinya kekerasan massa dapat dibagi ke dalam enam lima faktor yakni (a) faktor structural condusiveness (terdapatnya kondisi struktural yang kondusif yang berupa ketidakharmonisan antara masyarakat Tembilahan dengan polisi sebelum kekerasan massa berlangsung); (b) faktor structural strain (terdapatnya ketegangan struktural yang terjadi antara masyarakat Tembilahan dengan polisi, di mana adanya ketidakadilan yang dipersepsikan/dipahami masyarakat terhadap polisi sebagai sesuatu yang menindas sebelum kekerasan massa berlangsung) (c) faktor pola budaya masyarakat (terdapatnya kebiasaan sehari-hari yang mencerminkan budaya kekerasan di dalam masyarakat Tembilahan seperti kebiasaan membawa badik dan suka berkelahi fisik dalam menyelesaikan persoalan); (d) faktor pemicu (faktor penyulut/penyebab utama berupa arogansi Kapolres dan pemukulan yang dilakukan oknum Brimob terhadap pemulung); (e) faktor katalis (faktor yang mempercepat terjadinya kekerasan massa berupa isu meninggalnya korban dan isu bahwa polisi menutup-nutupi fakta sebenarnya dan adanya provokasi dan mobilisasi); (f) lemahnya manajemen konflik (faktor penahan dan peredam yang kurang memadai berupa kurangnya antisipasi pihak kapolres dengan baik, kurang berhasilnya pihak pemda dan tokoh-tokoh masyarakat dalam menahan aksi massa). Berdasarkan hasil temuan di atas dapat disusun rekomendasi kebijakan sebagai berikut: (a) perlu adanya formulasi Perda Kabupaten Indragiri Hilir No.10 Tahun 1996 tentang Ketertiban Umum dengan membuat pasal khusus mengenai pembentukan pusat krisis (crisis centre) atau lembaga pengaduan masyarakat (public complaint institution) serta lembaga pemantau polisi (police watch institution); (b) perlu adanya revisi pada Bab X dari Perda No.10 Tabun 1996, mengenai pengawasan dan pengusutan, solusinya adalah dengan memuat pasal yang melibatkan komponen masyarakat (terutama dalam pencarian fakta dalam sebuah kasus); (c) Kapolres atau pejabat Polres yang ditunjuk agar melaporkan perkembangan situasi keamanan dan ketertiban kepada DPRD Kabupaten Indragiri Hilir secara rutin; (d) Perlu adanya setiap anggota DPRD membuat report dan pembinaan kepada masyarakat di masing-masing wilayahnya untuk mendukung terciptanya keamanan dan ketertiban pada masing-masing daerah yang diwakilinya; (e) Kepada DPRD dan Pemda direkomendasikan agar membuat Perda tentang pembentukan Komite Daerah Hak Azasi Manusia (Komda HAM) dan (f) Kepada DPRD dan Pemda Kabupaten Indragiri Hilir direkomendasikan agar mengalokasikan anggaran yang proporsional untuk operasional pembiayaan lembaga seperti pusat krisis, lembaga pemantau polisi, serta Komda HAM. x+142 hlm.+l0 tabel+4 matriks+43 kepustakaan+lampiran
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T13798
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
R. Arliansah
Abstrak :
Pembangunan ekonomi pada hakekatnya adalah upaya terencana dalam mengelola sumber daya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Salah satu indikator yang biasa digunakan untuk mengukur perkembangan pembangunan ekonomi yang terjadi pada suatu daerah adalah pertumbuhan ekonomi. Upaya yang dapat dilakukan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi daerah diantaranya adalah pengembangan wilayah pada pusat-pusat pertumbuhan dengan investasi padat modal. Ia diharapkan dapat merangsang pertumbuhan ekonomi yang pada akhirnya merangsang kegiatan pembangunan wilayah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat aksesibilitas kecamatan sebagai hinterland terhadap pusat pertumbuhan, mengetahui arah pengembangan kegiatan ekonomi dan mengetahui keterkaitan antar sektor perekonomian serta pengaruh nilai location quotient (LQ), nilai total aksesibilitas, dan belanja pembangunan terhadap perkembangan ekonomi daerah. Analisis dilakukan menggunakan data sekunder tahun 2001-2003 pada 17 kecamatan di Kabupaten Indragiri Hilir. Alat analisis yang digunakan adalah model gravitasi, LQ dan pendekatan ekonometrika. Dengan model gravitasi didapat bahwa sebagian besar kecamatan mempunyai tingkat aksesibilitas yang kuat terhadap pusat pertumbuhan Tembilahan. Berdasarkan kekuatan aksesibilitas dapat di kelompokkan hinterland-nya setiap pusat pertumbuhan. Dengan formula LQ Kecamatan Reteh yang memiliki sektor/sub sektor unggulan terbanyak (8 kegiatan unggulan). Penyebaran sektor/sub sektor juga tidak merata di setiap daerah. Dengan pendekatan ekonometrika model persamaan simultan, dapat diketahui keterkaitan antar sektor perekonomian dan variabel lainnya. Sektor bangungan/konstruksi (S5) berpengaruh positif terhadap perkembangan sektor pertambangan dan penggalian (S7). Sektor perdagangan, restoran dan hotel (S6) berpengaruh positif terhadap perkembangan sektor listrik, gas dan air bersih (S4); sektor transportasi dan komunikasi (57); dan sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan (S8). Variabel belanja pembangunan hanya berpengaruh langsung dan signifikan terhadap perkembangan sektor pertanian (S1); sektor listrik, gas dan air bersih (S4); dan sektor bangunan/konstruksi (S7). Variabel aksesibilitas berpengaruh secara signifikan terhadap sektor bangunan/konstruksi (S5); sektor transportasi dan komunikasi (S7); dan sektor jasa-jasa.(S9). Sedangkan nilai LQ masing-masing sektor berpengaruh signifikan terhadap sektornya, kecuali sektor transportasi dan komunikasi (S7); dan sektor jasa-jasa (S9). Nilai LQ sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan (S8) mempunyai elastisitas lebih tinggi dibandingkan dengan nilai LQ sektor lainnya.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2006
T18717
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Heffi Christya Rahayu
Abstrak :
ABSTRAK
Tujuan menganalisa kemiskinan di daerah di Kabupaten Indragiri Hilir. Penelitian ini menggunakan data panel. Data yang digunakan dalam penelitian ini hasil survei Podes tahun 2003, 2006, 2008, 2011 dan 2014. Sampel yang digunakan berjumlah 465 desa. Hasil penelitian Variabel pengguna listrik, pengguna TVRI, Jarak rumah sakit ke desa dan akses rumah sakit mempunyai nilai negatif dan signifikan, yang menandakan semakin banyak masyarakat menggunakan listrik, TVRI dan akses rumah sakit maka akan mengurangi kemiskinan. Sedangkan variabel sungai untuk melintas antar desa dan sungai untuk transportasi mempunyai nilai positif dan tidak signifikan, yang menandakan bahwa semakin banyak sungai untuk transportasi maka kemiskinan akan semakin meningkat.
Tangerang: Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Universitas Terbuka, 2018
330 JOMUT 14:1 (2018)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Zainal Arifin
Abstrak :
Strategi paradigma sehat dan desentralisasi dalam pembangunan kesehatan menuju Indonesia Sehat 2010 mengandung makna begitu pentingnya 2 permasalahan pokok, yakni sumber daya manusia kesehatan dan pemberdayaan masyarakat. Semenjak otonomi daerah awal tahun 2001, dan sejalan dengan visi, misi, strategi Dinas Kesehatan Kabupaten Indragiri Hilir, maka dipandang perlu untuk mendukung upaya tersebut dengan membuat perencanaan pengembangan kebutuhan tenaga kesehatan di era otonomi pada Dinas Kesehatan. Dalam penyusunan pengembangan kebutuhan tenaga kesehatan di era otonomi pada Dinas Kesehatan Kabupaten Indragiri Hilir dilakukan penelitian operasional dengan analisis deskriptif, dibantu dengan peramalan menggunakan Time Series Forecasting Penyusunan perencanaan pengembangan SDM Kesehatan ini melalui beberapa tahapan, tahap pertama terdiri dari (Input Stage) analisis subsistem eksternal manajemen sumber daya manusia kesehatan dan analisis subsistem internal manajemen sumber daya manusia kesehatan dari Dinas Kesehatan yang dilakukan oleh Consensus Decision Making Group. Kemudian tahap kedua (Matching Stage) melakukan identifikasi alternatif strategi dengan analisis internal dan eksternal (IE) Matrix dan SWOT Matrix. Setelah itu dilanjutkan dengan tahap ketiga (Decision Stage) dengan menggunakan Quantitative Strategic Planning Matrix untuk menentukan prioritas strategi terpilih yang akan dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Indragiri Hilir. Berdasarkan hasil penelitian pada pemilihan altematif strategi dengan berdasarkan IE Matrix, diketahui bahwa posisi manajemen sumber daya manusia kesehatan Dinas Kesehatan Kabupaten Indragiri Hilir berada pada sel V yang artinya berada pada posisi Hold and Maintain Strategic, yaitu dengan dua strategi umum Product Development dan Market Penetration. Dalam penelitian disimpulkan tujuan jangka panjang SDM kesehatan dalam menjalankan otonomi daerah, dalam kurun waktu tahun 2003 -2008 dengan visi "Mewujudkan tersedianya tenaga kesehatan yang cukup, bermutu dan merata guna mendukung Indonesia sehat 2010" dan misinya "Pemantapan perencanaan Nakes, peningkatan pendayagunaan, perbaikan mutu, pengendalian dan pengawasan Nakes". Melalui hasil rumusan rencana strategi MSDM yang telah disepakati, maka untuk mencapai kondisi yang diinginkan, Dinas Kesehatan harus memprioritaskan program MSDM dengan konsekuen, pemantapan perencanaan program MSDM, memfungsikan tim pengembangan Nakes, menyusun SIM/SOP kepegawaian dan pola strategi penambahan Nakes, kegiatan peningkatan kompetensi, produktifitas, profesional, mutu Yankes, meningkatkan Jumlah SDM kesehatan, upaya percepatan penambahan Nakes dan meningkatkan Advokasi. Sebagai saran agar perencanaan pengembangan kebutuhan sumber daya manusia kesehatan yang telah dibuat ini dapat dioperasionalkan, maka perlu disusun Plan of action yang merupakan program kegiatan dari perencanaan pengembangan kebutuhan tenaga kesehatan pada Dinas Kesehatan Kabupaten Indragiri Hilir dalam strategi ini. ...... Health paradigm and decentralization strategy in health development to aim the healthy Indonesia 20I0 contains that the 2 principal problems is very important, it is health human resources and public education. Since regional autonomy in beginning of 2001, and in accordance with vision, mission, and strategy of Health Office of Indragiri Hilir District, so that can be regarded necessarily to support those efforts by making human resources development strategy plan of the health office. In arranging of human resources development plan of health office of Indragiri Hilir Regency in autonomy era, the operational research has been conducted using descriptive analysis, which assisted using time series forecasting. The arranging of these human resources development plan through some stages, including the first stage (input stage) consist of the external subsystem analysis for health human resources management and the internal subsystem analysis for health human resources management of health office that carried out by Consensus Decision Making Group. Then On the second stage (Matching Stage), identified strategy alternative by using the Internal and External (IF) Matrix and SWOT Matrix analysis. Finally, the third stage (Decision Stage) conducted by using Quantitative Strategic Planning Matrix for determine selected strategy priority will be implemented by the health office of Indragiri Hilir District. According to research result in strategy alternative selection with according to IE Matrix, shown that the health human resources management of health office of Indragiri Hilir district position is at cell V, which means it is positioned at Hold and Maintain Strategic, include two commonly strategy, Product Development and Market Penetration. In the research is concluded that long term purposes health human resources in regional autonomy, range between 2003-2008 with the vision: "creating of health human resources available sufficiently, qualified and evenly distributed to support health Indonesia 2010" and the mission is " stabilization of health human resources planning, performance and quality improvement, and the controlling of health human resources and monitoring. According to the result of agreed human resources management strategy plan, so to reach expected conditions, the health office must priority human resources management program consistently, planning stabilization, to cause function of health official development teams, making the human resources Management Information System/Standard Operational Procedure and strategy pattern for health human resources addition, activity for increasing of competency, productivity, professionally, health services quality, increasing number of health human resources, efforts acceleration of health human resources addition and advocacy improvement. As a suggestion in order to apply the plan has been built, so that must be necessarily created Plan of Action that constitute activity program of health human resources development plan of health office of Indragiri Hilir District in these strategy.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2003
T12966
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ridwan
Abstrak :
Dalam upaya melaksanakan program/kegiatan Dinas Kesehatan Kabupaten Indragiri Hilir memiliki tanggung jawab sebagai penyelenggara pembangunan sektor kesehatan baik secara teknis maupun non teknis yang bekerja sama dengan perangkat pemerintahan Kabupaten dan masyarakat, namun kinerja staf Dinas Kesehatan Kabupaten Indragiri Hilir sejalan dengan permasalahan yang dihadapi dalam pengelolaan program/kegiatan serta disiplin kerja itu pada tahun 2002 menunjukan penurunan produktifitas kerja. Secara faktual program/kegiatan dan pelaksanaan disiplin oleh pejabat struktural eselon IV sudah berjalan, akan tetapi belum optimal karena kemampuaniketerampilan dan komponen yang diperlukan belum memadai. Kinerja pejabat eselon IV Dinas Kesehatan Kabupaten Indragiri Hilir berkait dengan kinerja pejabat eselon III. Untuk mengetahui gambaran kinerja staf Dinas Kesehatan Kabupaten Indragiri Hilir dilakukan analisis terhadap sumber daya manusia dan perangkat yang mendukung program/kegiatan yang terkait dengan disiplin kerja dalam pencapaian kinerja tersebut. Analisis ini dilakukan dengan penelitian kualitatif terdiri dari 6 orang pejabat struktural eselon III melalui wawaneara mendalam, 16 orang pejabat struktural eselon IV melalui diskusi kelompok terarah, dan 6 orang staf yang tidak menduduki jabatan struktural melalui wawancara mendalam dan self assesment tentang penilaian produktivitas serta ketepatan waktu dalam mengikuti apel pagi di Dinas Kesehatan Kabupaten Indragiri Hilir. Dari penelitian ini didapat gambaran tentang kinerja pejabat eselon IV disarnping itu tentang tersedianya sumber daya dan kurang tepatnya penempatan, fasilitas kurang memadai, pelaksanaan koordinasi, dan lemahnya penerapan sanksi oleh atasan. Semua ini berpengaruh terhadap pencapaian kinerja staf Dinas Kesehatan Kabupaten Indragiri Hilir pada tahun 2002. Disarankan penempatan karyawan dilakukan sesuai dengan keterampilannya, pemenuhan kebutuhan fasilitas kerja, perhatian terhadap insentif dan kesejahteraan, penerapan ketaatan sistem kerja, peningkatan koordinasi dan kesadaran tanggung serta peningkatan kemampuan diri yang tarus menerus untuk pekeraaan yang menjadi tanggung jawabnya. ......An Analysis of Staffs' Work Performance of Indragiri Hilir District Health Office The Province of Riau in 2002 District Health Office of Indragiri Hilir is in charge as the organizer of health sector development, technically and non-technically the office works together with the district government and community in carrying out every programs/activities. However in 2002 the staffs performance of District Health Office of Indragiri Hilir showed decline of work productivity although the programs/activities and application of work discipline by structural officials of echelon IV was done it was not optimal due to lack of ability and as well as inadequate skills and necessary components. The work performance of echelon IV officials in Indragiri Hilir District is strongly related to the work performance of echelon III officials. To know the picture of their work performance, a research was done to analyze factors of human resources and every unit that support the operation of the program/activities and the discipline applied. The analysis was conducted using qualitative method an informant including 6 persons from the structural officials of the echelon III through in-depth interview, 16 structural officials of echelon IV through focused group discussion, and 6 officials of non-structural position, through conducted an in-depth interview and self assessment about productivity assessment and punctuality of presence in the morning name roll call. From this research, it is known that the low work performance of echelon 1V officials is due to the misplacement, inadequate facilities, unsatisfactory work arrangement in application and weakness of sanction from the superior, As a result, these factors affected the achievement of work performance of District Health Office staffs of Indragiri Hilir Regency in 2002. This Thesis suggested that the placement of staffs is done based on their skills, with the fulfilment of adequate working facilities with proper, incentive and prosperity, also the work system should be obeyed, coordination and together with the responsibility awareness should be increased and continuously increased self competence of works and their responsibilities.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2003
T11253
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Marina Arifin
Abstrak :
Status gizi memegang peran penting dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Kekurangan gizi dapat menghambat pertumbuhan fisik dan perkembangan kecerdasan, menurunkan produktifitas, menurunkan daya tahan serta meningkatkan kesakitan dan kematian. PMT JPS-BK merupakan salah sate kegiatan pelayanan program JPS-BK dalam rangka mencegah semakin memburuknya status kesehatan dan gizi masyarakat terutama keluarga miskin yang diakibatkan adanya krisis ekonomi. Adapun tujuan dari PMT tersebut adalah mempertahankan dan meningkatkan status gizi anak balita keluarga miskin. PMT IPS-BK pada anak balita telah dilaksanakan semenjak tahun 1999 di Kabupaten Indragiri Hilir, namun hingga saat ini prevalensi gizi kurang dan gizi buruk tetap tinggi yaitu gizi buruk sebesar 5,0 % tahun 2001 dan gizi kurang 1,9 % tahun 2001. Disamping itu angka ini lebih tinggi dari angka propinsi Riau pada tahun yang sama sehingga perlu dilakukan penelitian hubungan antara PMT JPS-BK dan faktor-faktor lain dengan status gizi anak balita. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan status gizi balita sebelum dan sesudah Pemberian Makanan Tambahan program JPS-BK setelah dikontrol dengan variabel penyakit infeksi, konsumsi energi dan konsumsi protein. Desain penelitian yang digunakan adalah one group pre and postest. Dimana perbedaan status gizi dilihat dan sebelum dan sesudah PMT JPS-BK. Sampel penelitian adalah anak balita usia antara 12 - 59 bulan yang mempunyai data penimbangan berat badan sebelum dan sesudah PMT JPS-BK. Besar sampel dalam penelitian ini adalah 165 anak balita. Hasil penelitian memperlihatkan prevalensi gizi kurang sebelum PMT JPS-BK sebanyak 70 anak (42,4 %) dan sesudah PMT JPS-BK menurun menjadi 60 anak (36,4 %). Berdasarkan hasil uji 11rMc1Vemar terdapat perbedaan yang bermakna antara status gizi sebelum dan sesudah PMT JPS-BK. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa penurunan prevalensi gizi kurang tidak begitu besar sehingga penelitian ini menyarankan agar program PMT JPS-BK lebih berhasil, maka pemberian makanan perlu dilakukan dengan model ibu asuh sehingga petugas dapat memantau dan mengawasi PMT yang dikonsumsi anak. Disamping itu PMT yang diberikan diharapkan sesuai dengan komposisi zat gizi yang dikeluarkan oleh Departemen Kesehatan. Daftar bacaan : 52 (1971- 2003)
The Relationship between Providing Supplement Foods (PSF) JPS-BX and Other Factors of Infants Nutrition Status (12 - 59 months) in Indragiri Hilir Regency in the Year 2002 Nutrition status has a significant role in improving the quality of human resources. Insufficiency of nutrition could restrain physical improvements and intellectual developments, decrease productivity, decrease immunity, and increase illness and causality. PSF JPS-BK is one of the JPS-BK service program activities in the prevention of health status and society nutrition degeneration, specially the impoverished families which caused by the economic crisis. Whereas, the objectives of the PSF is to maintain and improve nutrition status of infants of impoverished families. PSF JPS-BK of infants has been undertaken since 1999 in lndragiri Hilir Regency, but until now the nutrition prevalence of less nutrition and bad nutrition are still high in which bad nutrition is 5,0 % in 2001 and less nutrition is 1,9 % in 2001. Beside that, this number is higher from the number of Riau Province in the same year, thus a study of the relationship of PSF JPS-BK and other factors of infants nutrition status needs to be undertaken This study is to find out the differences of infants nutrition status before and after Providing Supplement Foods in JPS-BK program subsequent to being controlled with infection illness variable, energy consumptions, and protein consumptions. The research design which is used is one group pre- and post test. Whereas the differences of nutrition status is observed before and after PSF JPS-BK. The samples are infants aged between 12 - 59 months which has weight measurement data before and after PSF WS-BIC The amounts of samples in this study are 165 infants. The result of the study shows that the less nutrition prevalence before PSF JPSBK is 70 children (42,2 %) and after PSF JPS-BK decrease to 60 children (36,4 %). Based on the McNemar test result, there is a significant difference between nutrition status before and after PSF JPS-BK. From the result of this study, it can be concluded that the decrease of less nutrition prevalence is not quite high, thus this study recommends that in order for the PSF JPS-BK program to be successful, providing of foods need to be undertaken through foster mother model so that the officers could monitor and supervise the PSF consumptions by the children. Furthermore, the provided PSF is expected to be in accordance to the composition of nutrition elements, which is established by the Health Ministry. Bibliography Iist : 52 (1971-- 2003)
Depok: Universitas Indonesia, 2003
T11258
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library