Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 5 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Muhammad Muis
Jakarta: Pusat Bahasa Kementrian Pendidikan Nasional, 2010
499.221 MUH p
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Multamia Retno Mayekti Tawangsih
"Konstruksi Bunyi Bahasa Indonesia yang akan saya paparkan pada kesempatan ini sesungguhnya merupakan laporan utak-atik saya mengenai upaya mengenali konstruksi bunyi untuk kepentingan pengomputerisasian pemenggalan kata. Hal-hal yang akan saya sampaikan di sini sesungguhnya lebih merupakan lanjutan dari apa yang pernah saya sajikan pada Sewindu Pertemuan Linguistik Lembaga Bahasa Atmajaya 1994. Pada makalah tersebut saya telah menelusuri kendala apa saja yang menyebabkan proses komputerisasi pemenggalan kata tersendat-sendat atau bahkan terhenti. Penelurusan itu dilaksanakan berdasarkan pedoman pemenggalan kata yang mutakhir dari Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. Pedoman itu sebetulnya merupakan hasil rapat kerja ke-31 Panitia Kerja Sama Kebahasaan antara Brunei Darussalam, Indonesia, dan Malaysia pada tanggal 16?20 Desember 1991.
"
1995
LESA-25-Jan1995-115
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Wati Kurniawati
Jakarta: Pusat Bahasa, Kementerian Pendidikan Nasional, 2010
499.221 WAT k
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
B. Nugroho Budipriyanto
"Bahasa Indonesia memiliki banyak keanekaragaman kata bentukan. Hal ini menyulitkan pemakai yang akan mencari kata atau pengertian tertentu dalam suatu basisdata teks yang besar, karena kata yang dimaksud oleh pemakai tersebut bisa berada dalam beberapa bentuk. Misalkan bila kita akan mencari kata tanya, maka kata Ini bisa dalam kata bentukan bertanya, ditanya, pertanyaan, mempertanyakan, tanya-jawab, dan mungkin masih ada kata bentukan lain dan kata tersebut. Memang dalam paket basisdata teks bisa saja pemakai yang bersangkutan menggunakan teknik pencarian dengan eliminasi, yakni memasukkan frasa 'tanya' untuk menemukan kata yang dimaksudkan. Namun hai ini tidak selalu dapat memenuhi keinginan pemakai, karena jika pemakai hanyak ingin mendapatkan kata pertanyaan atau mempertanyakan, maka cara di atas juga akan mencari semua kata bentukan yang mengandung kata jawab, termasuk tanggung-jawab, mempertangungjawabkan, dipertanggung-jawabkan* dll. Jelas keadaan ini menjadikan sistem kurang etisien. Tetapi bila menyerahkan kepada pemakai bahwa kata-kata bentukan yang mungkin terj adi hams selalu diingatnya dalam melakukan pencarian kata, juga menjadikan sistem kurang lleksibel dan kurang akrab (user friendly)"
1995
LESA-25-Jan1995-68
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Antonia Soriente
"This paper describes the encounters that Italian travellers, explorers, and traders had with the peoples of the Malay world at the turn of the century. In particular, it focuses on the linguistic descriptions and observations made by Italian explorers of the languages spoken in the places they visited and included in their travel writings. In addition to the pioneering work of Pigafetta, the Italian scribe who followed Magellan on his voyage around the world and produced the first “Italian-Malay vocabulary” in 1521, other linguistic descriptions and observations were made by Giovanni Gaggino, a merchant who compiled an Italian-Malay dictionary in Singapore, Odoardo Beccari, a naturalist who offered reflections on the Malay spoken in Borneo, and Celso Cesare Moreno, a ship captain and adventurer. Elio Modigliani, in his travels to Nias, Enggano, Mentawai, and the Batak country, provided detailed information on the local languages spoken in these islands in North and West Sumatra, while Giovanni Battista Cerruti, an explorer and ship captain who visited Singapore, Batavia, and the Malay Peninsula, commented on the languages, as did Emilio Cerruti, who travelled to the Moluccas and Papua. This paper focuses on how these languages were described and perceived by these nineteenth-century Italian travellers. It concludes that these explorers were all united by a common necessity, namely the importance of speaking local languages in order to be able to interact with the people they met on their travels. Malay, in particular, was always viewed positively as an international language, a powerful tool for communicating, learning, and interacting with others, and a beautiful language. Conversely, the other minority languages were seen as poor and simple, but still a powerful tool to overcome barriers and lay the foundations for intercultural communication."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2024
909 UI-WACANA 25:2 (2024)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library