Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Pandu Utama Manggala
Abstrak :
Penelitian ini bertujuan untuk melakukan assessment terhadap Politik Luar Negeri Indonesia di ASEAN, khususnya setelah ASEAN berupaya mengembangkan diri menjadi organisasi regional yang lebih terintegrasi dengan visinya ASEAN Community 2015. Sejak saat itu, negara-negara anggota ASEAN berupaya melakukan berbagai cara untuk menjadikan ASEAN lebih solid secara entitas regional dan juga berupaya mengubah orientasi ASEAN lebih dekat kepada masyarakatnya. ASEAN yang lebih solid dinilai akan dapat membuat negara-negara anggotanya menyelesaikan berbagai permasalahan yang ada di kawasan, serta juga memberikan banyak manfaat bagi negara anggotanya di tengah dunia internasional yang semakin kompleks. Berdasarkan pandangan tersebut, Indonesia selalu menempatkan ASEAN ke dalam lingkaran politik luar negerinya. Sebagai implementasinya, Pemerintahan Indonesia di bawah SBY berupaya memainkan peran yang lebih aktif dan besar ASEAN, yang diharapkan akan memberikan banyak manfaat buat masyarakatnya. Selain itu, visi ASEAN Community 2015 dilihat dapat memberikan momentum bagi Indonesia untuk menunjukkan peran kepemimpinannya di ASEAN yang sempat memudar akibat terhempas krisis pada periode akhir 1990-an. Terlepas dari itu semua, ada beberapa pertanyaan yang sering mengemuka mengenai peran Indonesia di ASEAN ini, yakni apakah Politik Luar Negeri Indonesia yang dijalankan telah efektif dalam mendorong ASEAN untuk menjadi entitas regional yang lebih solid dan lebih berorientasi kepada masyarakat; apakah Indonesia telah menunjukkan peran kepemimpinan yang kuat di ASEAN; dan apakah Indonesia telah secara berhasil menjadikan ASEAN lebih dekat kepada masyarakatnya. Pertanyaan-pertanyaan tersebut kemudian berupaya dijawab dengan menggunakan kerangka berpikir New Regionalism dari Bjorn Hettne. Kerangka New Regionalism Bjorn Hettne sendiri adalah sebuah pendekatan baru regionalisme yang mengeksplorasi integrasi dan kerja sama cross border berdasarkan pemahaman komparatif, historis, dan perspektif multi-level. Dengan menggunakan kerangka New Regionalism Bjorn Hettne, dapat dianalisa jalan menuju pembangunan regionalisme yang lebih komprehensif. Oleh sebab itu, pendekatan teoretis New Regionalism Bjorn Hettne ini akan digunakan sebagai alat analisa dalam melihat efektivitas peran yang dijalankan Indonesia dalam mendorong terciptanya regionalisme ASEAN, pada masa Pemerintahan SBY.
This research tries to assess Indonesia?s foreign policy towards ASEAN, especially after ASEAN tries to rejuvenate itself with its vision of ASEAN Community 2015. Since then, ASEAN member countries have attempted on bringing ASEAN into a more solid of regional entity and a more people centered organization. A stronger ASEAN is perceived by its member will make them can solve every problem that occurs in the region. Moreover, by having a more solid regional entity, ASEAN member countries will get benefits as the world becoming more dynamic and challenging. By that viewpoint, Indonesia still consider ASEAN as the first concentric circle of its foreign policy. The onsequence of that outlook is in the current Indonesia government, the SBY administration, Indonesia tries to play a more active and bigger role in ASEAN, that will eventually give benefits to its own citizen. Furthermore, ASEAN vision to become a more solid regional entity is perceived will bring momentum for Indonesia to rise its leadership role after being shattered by the crisis in the late 1990s. However, questions remain arouse are whether Indonesian Foreign Policy towards ASEAN is effective to push ASEAN into a more solid regional entity and a more people centered organization or not; whether Indonesia has put its leadership role in ASEAN that will eventually bring prosperity for Indonesia citizen or not; and wheter Indonesia has been successful in bringing ASEAN into the heart of the society or not. By using Bjorn Hettne theoretical approach of regionalism, the New Regionalism approach, this research tries to explore and answer those questions. Bjorn Hettne New Regionalism is an approach that explores cross border integration and cooperation based on comparative, historic, and multilevel perspective. By using Bjorn Hettne New Regionalism, we can analyze in what ways a more comprehensive regionalism can be built. Therefore, this theoretical approach then will be used as an analytical tool to measure the Indonesian Foreign Policy toward ASEAN, in the current SBY dministration.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2009
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Rajagukguk, Hosianna Rugun Anggreni
Abstrak :
ABSTRAK Tesis ini membahas mengenai kebijakan luar negeri yang diambil Indonesia terkait isu nuklir Iran. Indonesia yang bergabung menjadi anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB pada tahun 2007 turut mendukung resolusi nomor 1747 tahun 2007 tentang penjatuhan sanksi terhadap Iran untuk pengembangan nuklir Iran. Kebijakan luar negeri Indonesia ini mengundang perhatian di dalam negeri terutama dari pihak DPR RI yang berujung pada pengajuan hak interpelasi. Dalam Resolusi DK PBB nomor 1803 tahun 2008, Indonesia memilih untuk abstain. Penelitian ini ingin melihat apakah dan bagaimanakah sikap DPR turut menjadi faktor domestik yang menjadi pertimbangan Pemerintah Indonesia dalam memilih kebijakan luar negerinya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa DPR RI pasca reformasi memiliki wewenang untuk turut mempengaruhi kebijakan luar negeri dan hubungan luar negeri Indonesia. Dalam kasus kebijakan luar negeri Indonesia mengenai isu nuklir Iran, DPR telah menunjukkan perannya untuk terlibat di dalam proses yang turut mempengaruhi kebijakan luar negeri Indonesia (KLNI) pada tahap tertentu, namun demikian faktor diplomasi bilateral yang dilakukan antara pemerintah Indonesia- Iran tetap menjadi faktor kunci.
ABSTRACT This thesis discusses Indonesian foreign policy on Iranian nuclear issue. Indonesia who was a non-permanent member of the United Nations Security Council in 2007 voted in favor for resolution number 1747 year 2007, imposing sanctions against Iran for its nuclear development. This has in turn triggered criticism, particularly from the Indonesian House of Representative (DPR RI) that resulted in interpellation. In the United Nations Security Council Resolution number 1803 year 2008, Indonesia decided to abstain. This research looks into whether and how the Parliament is constituting the so called domestic factors for the Government of Indonesia in determining its foreign policy. The research shows that the DPR RI post-reform era holds the power to influence Indonesian foreign policy and its international relations. In the case of Indonesian foregin policy on Iranian nuclear issue, DPR RI has shown its ever expanding role to be involved in the process of influencing Indonesian foreign policy to a certain extent. Nevertheles, bilateral diplomacy between the Government of Indonesia and Iran plays pivotal role.
2009
T26672
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Erik Faripasha S.
Abstrak :
Tesis ini membahas mengenai kebijakan luar negeri Indonesia terhadap isu perubahan iklim global era pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono. Perubahan iklim yang semakin nyata mengancam kehidupan manusia di muka bumi mendorong negara-negara untuk mengantisipasinya. Persoalan perubahan iklim tidak dapat ditangani oleh satu negara, namun dibutuhkan kerja sama negaranegara untuk melakukan tindakan bersama dalam rangka mencegah dan memeranginya. Kerja sama antara negara maju dan negara berkembang tampaknya tidak mudah dilakukan mengingat adanya perbedaan kepentingan di antara keduanya. Negara berkembang menuntut negara maju untuk bertanggung jawab atas emisi gas rumah kaca yang telah dihasilkan selama pembangunan industrinya hingga membawa kesuksesan ekonomi seperti yang tampak sekarang ini. Sementara negara maju menghimbau negara berkembang agar ikut berpartisipasi dalam melakukan tindakan-tindakan nyata mengantisipasi perubahan iklim karena tingkat emisinya yang terus meningkat. Kebijakan luar negeri Indonesia harus adaptif sesuai dengan kebutuhan bagi kepentingan nasionalnya. Indonesia senantiasa menunjukkan komitmennya sebagai negara yang mendukung terhadap isu perubahan iklim global dengan memelopori pertemuan-pertemuan internasional dalam rangka mengurangi emisi sebagaimana diwajibkan dalam Protokol Kyoto , salah satunya UNFCCC. Kebijakan luar negeri Indonesia dalam menangani isu perubahan iklim global banyak dipengaruhi oleh kondisi politik di lingkungan domestik dan lingkungan eksternal. Pemerintah Republik Indonesia berperan dalam mengelola dinamika politik yang terjadi untuk dapat dirumuskan menjadi sebuah kebijakan luar negeri mengenai perubahan iklim global.
This thesis is focusing on the Indonesian Foreign Policy in responding to global climate change issues era Susilo Bambang Yudhoyono during 2004-2008. Climate change has increasingly threatened the life people in this world. This problem has urged many countries to take actions. The climate change problem cannot be resolved by individual country, but it needs the cooperation among all countries in this world. However, the cooperation between developed and developing countries seems uneasy because of the differences of economics interests among them. In this issues, developing countries invoke developed countries to take responsibility for greenhouse gas emissions that have been generated during the development of their industries. Meanwhile, developed countries also call for developing countries to participate in this action as nowadays most developing countries also emit greenhouse gases more than developed countries. Indonesian Foreign policy have to adaptive for its national interest. Indonesia shows the commitment by supporting international meetings to decrease the emission as of Kyoto Protocol mandate, one of them is UNFCCC. Indonesian foreign policy in responding to global climate change more influences by domestic and external political conditions. The Indonesian government has central role in managing the dynamic domestic politic that can be formulated in foreign policy on global climate change.
Depok: Universitas Indonesia, 2009
T26745
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Elena Sarrah Novia
Abstrak :
ABSTRAK
Skripsi ini meneliti tentang bagaimana faktor-faktor domestik mempengaruhi arah kebijakan luar negeri Indonesia dalam rangka merespons dinamika situasi internasional, dengan menggunakan teori Neoclassical Realism. Situasi internasional yang terjadi pada masa itu adalah modernisasi militer yang terjadi di kawasan Asia Tenggara, diintervensi oleh keempat faktor domestik, yakni persepsi pemimpin, budaya strategis, hubungan negara dan masyarakat, dan institusi domestik. Dalam kurun waktu sepuluh tahun 1997-2007 , negara-negara di Asia Tenggara ndash; Singapura, Malaysia, Thailand, Vietnam, Myanmar, dan Indonesia ndash; melakukan modernisasi militer. Dibandingkan negara yang lain, Indonesia belum bisa melaksanakan modernisasi militer dengan optimal. Pada 27 April 2007 Indonesia dan Singapura sepakat untuk menandatangani Perjanjian Kerja Sama Pertahanan atau Defense Cooperation Agreement DCA . Perjanjian ini akan memberikan akses terhadap Singapura ke beberapa wilayah kedaulatan Indonesia untuk digunakan sebagai Military Training Area MTA . Selain itu, DCA juga memungkinkan untuk dilakukannya latihan militer bersama, pertukaran personil militer, dan pembangunan fasilitas militer Indonesia oleh Singapura. Namun demikian, DPR RI justru mengecam penandatanganan DCA dan memutuskan untuk menolak untuk meratifikasi kesepakatan tersebut. Satu dekade setelah DCA ditandatangani, belum ada kelanjutan proses ratifikasi perjanjian pertahanan tersebut. Tulisan ini berargumen bahwa DCA merupakan bentuk external balancing yang dilakukan pemerintah Indonesia terhadap modernisasi negara-negara di Asia Tenggara. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa usaha pemerintah Indonesia untuk melakukan external balancing gagal dikarenakan oleh empat variabel perantara, yakni persepsi DPR RI, budaya strategis, hubungan negara masyarakat, dan institusi domestik.
ABSTRAK
This thesis examines how domestic factors influence the direction of Indonesian foreign policy in order to respond to the dynamics of the international situation using the Neoclassical Realism theory. The international situation occurring during that period was the military modernization that occurred in Southeast Asia, which was interfered by the four domestic factors, namely leader 39 s perception, strategic culture, state and society relations, and domestic institutions. Within ten years 1997 2007 , countries in Southeast Asia Singapore, Malaysia, Thailand, Vietnam, Myanmar, and Indonesia implementing military modernization. Compared to other countries, Indonesia has not been able to carry out military modernization optimally. On April 27, 2007 Indonesia and Singapore agreed to sign a Defense Cooperation Agreement DCA . This Agreement will grant Singapore access to several sovereign territories of Indonesia as a Military Training Area MTA . In addition, the DCA also allows for joint military exercises, military personnel exchanges, and the construction of Indonesian military facilities by Singapore. However, the DPR RI House of Representatives criticized the signing of the DCA and decided to refuse to ratify it. Up to a decade after the DCA was signed, there has been no continuation of the ratification process of the defense agreement. This paper argues that DCA is a form of external balancing by the Indonesian government towards the military modernization of countries in Southeast Asia. The results of this study indicate that the Indonesian government 39 s attempts to perform external balancing failed due to four intermediate variables, namely the perception of DPR RI, strategic culture, state and society relations, and domestic institutions.
2017
S69374
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library