Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 11 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ulfah Athaya
Abstrak :
ABSTRAK
Tren gaya hidup sendirian atau menyendiri, dalam bahasa Korea disebut nahollojok ???? . Kata ini muncul diakibatkan meningkatnya persentase rumah tangga tunggal ilin gagu /1 ? ?? , krisis ekonomi, pengangguran dan lingkungan sosial yang kompetitif. Hal tersebut, meningkatkan tren honbab makan sendirian dan honsul minum alkohol sendirian dalam masyarakat perkotaan Korea, terutama pada kalangan muda. Oleh karena itu, secara tidak langsung masyarakat Korea telah mulai meninggalkan gaya hidup masyarakat kolektivis. Jurnal ini bertujuan untuk menganalisis munculnya fenomena gaya hidup nahollojok di dalam masyarakat perkotaan akibat adanya transisisi perubahan nilai-nilai kolektivisme di dalam masyarakat Korea Selatan. Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif kualitatif dengan mengumpulkan data sekunder. Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa gaya hidup masyarakat perkotaan Korea sedang berada dalam transisi perubahan, yaitu lebih menghargai privasi dan kebebasan individu ditengah budaya kolektivisme.
ABSTRACT
The living alone trend in Korean is well known as nahollojok . This term arises because of the high percentage of one person household ilin gagu 1 , economic crisis, unemployment rate and a competitive social environment. So it increases the trend of honbab eating alone and honsul drinking alcohol alone in Korean urban society. Therefore, indirectly Korean society has begun to abandon the lifestyle of collectivist society. The purpose of this journal is to analyze the emergence of the phenomenon of nahollojok lifestyle in urban society due to the transition of changes in values of collectivism in South Korean society. This journal applies descriptive qualitative method by collecting secondary datas. The result of this research shows that the lifestyle of Korean society is in transition of change, which appreciates more the privacy and individual freedom in the culture of collectivism.
Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2018
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Kharamaria Aninditya Adinatha
Abstrak :
Budaya ditemukan sebagai moderator social loafing, dimana social loafing berkurang atau bahkan hilang di antara orang-orang dengan budaya kolektivisme tetapi tidak untuk orang-orang dari budaya individualistis. Penelitian ini dilakukan untuk melihat efek social loafing saat partisipan dengan budaya kolektivisme berkerjasama dengan partisipan dengan budaya individualistis dalam kelompok melalui tugas kognitif sederhana (membuat daftar nama negara dengan enam huruf atau lebih dalam dua menit). Penelitian ini menggunakan design three-level independent groups dimana 36 mahasiswa (baik orang Indonesia atau orang Australia) ditentukan secara acak untuk bekerja secara individual (coactive) atau dalam kelompok (collective) baik terdiri dari tiga orang Indonesia (collective-Indonesian) atau satu orang Indonesia dan dua orang Australia (collective-mixed). Social loafing adalah variable dependen dalam penelitian ini. Hasil dari penelitian menemukan bahwa partisipan dalam kondisi coactive secara signifikan membuat daftar nama negara yang lebih panjang dibanding partisipan-partisipan di dua kondisi collective. Penelitian ini juga menemukan bahwa tidak ada perbedaan signifikan antara hasil partisipan di kondisi collective-Indonesian dengan partisipan di kondisi collective-mixed. Ini menunjukkan bahwa nilai-nilai budaya tidak mempengaruhi social loafing. Keterbatasan dan saran juga dibahas dalam penelitian ini. ...... Culture has been found to be a moderator of social loafing in which social loafing is reduced or even eliminated among people of collectivistic cultures but not for those of individualistic cultures. This study aimed to examine the effects of social loafing when collectivistic participants work together in a group with participants who are individualistic through a simple cognitive task (listing names of countries with six or more letters in two minutes). A three-level independent-groups design was used where 36 university students (either Indonesian or Australian in ethnicity) were randomly assigned to work individually (coactively) or in groups of three (collectively) either consisting of three Indonesians (collective-Indonesian) or one Indonesian and two Australians (collective-mixed). Social loafing was the dependent variable in the study. Independent-groups t-tests revealed that participants working coactively significantly listed more countries than those working in the two collective conditions. It also revealed that there was no significance difference in the performance of participants in the collective-Indonesian condition compared to those in the collective-mixed condition, suggesting that cultural values do not influence social loafing. Improvements regarding methodological issues have been recommended as well as suggestions for future research.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2019
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Sinaga, Nina Chrisnawati
Abstrak :
Markus dan Kitayama (1991) mengklaim bahwa self-construal merupakan konsep yang paling tepat digunakan untuk menjelaskan perilaku individu. Di sisi lain, Triandis (1995) menyatakan bahwa individualisme-kolektivisme merupakan konsep yang paling tepat digunakan untuk menjelaskan perilaku individu. Sampai saat ini masih terjadi perdebatan di antara Para ahli untuk mengetahui dan menemukan penjelasan pasti, mana dari antara kedua konsep tersebut yang paling tepat digunakan untuk menjelaskan perilaku individu. Berdasarkan uraian tersebut, peneliti tertarik untuk menguji kekuatan kedua konsep tersebut dalam menjelaskan perilaku individu, yang dalam penelitian ini akan diuji pada kasus memilih pasangan pada kelompok etnik Batak. Selain menggunakan self-construal dan individualisme-kolektivisme, peneliti juga menggunakan identitas etnik sebagai variabel penelitian. Hipotesis yang diajukan adalah (1) Self-construal, individualisme-kolektivisme, dan identitas etnik mempengaruhi kecenderungan individu dalam memilih pasangan; (2) self-construal memiliki pengaruh dan daya prediksi paling besar dibandingkan individualisme-kolektivisme, dalam menjelaskan kecenderungan individu ketika memilih pasangan. Hasil penelitian menunjukkan kesesuaian dengan hipotesis yang diajukan. Selanjutnya, hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara self-construal laki-laki dengan selfconstrual perempuan.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2007
T 17835
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Devi Rusli
Abstrak :
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah pengasuhan individualis dan kolektivis memengaruhi perolehan ToM pada anak usia 3?5 tahun. Perolehan ToM diukur dengan menggunakan skala ToM yang dikembangkan oleh Wellman dan Liu (2004), dan pengasuhan individualis dan kolektivis diukur dengan skala yang dikembangkan dari skala individualis-kolektivis Triandis dan Gelfand. Skala ToM diberikan pada 202 anak (102 laki-laki, 100 perempuan), usia 3-5 tahun/36-71 bulan (M = 55, SD = 3.253), dan kuesioner diisi oleh orangtua masing-masing anak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengasuhan individualis dan pengasuhan kolektivis tidak berpengaruh secara signifikan terhadap perolehan ToM., dengan R2 = .012, p > 0.05. Pengasuhan individualis berpengaruh secara signifikan terhadap perolehan konsep diverse beliefs (DB) (β = 0.017, p < 0.05), sedangkan pengasuhan kolektivis tidak berpengaruh terhadap perolehan kelima konsep ToM. ...... This study aimed to investigate whether individualism and collectivism parenting affect theory of mind acquisition in children age 3-5 years. Theory of mind (ToM) acquisition was assessed using a ToM scale by Wellman and Liu (2004), and individualism and collectivism parenting was measured with a scale that was developed from Triandis and Gelfand's individualism collectivism scale. The ToM scale was given to 202 children ages 3 ? 5 years old/36-71 months (M = 55, SD = 3.253), and individualism and collectivism parenting scale was administered to their parents. The result of this study showed that individualism and collectivism parenting did not significantly influence children?s ToM (R2 = .012, p > 0.05.). Individualism parenting significantly influenced the acquisition of diverse beliefs (DB) (β = 0.017, p < 0.05), whereas collectivism parenting did not significantly predict the acquisition of the five concepts of ToM.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2016
T46219
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abstrak :
This study investigated how managers in Korea and the U.S.A, representing collectivistic and individualistic cultures respectively, differ in their behavioral intentions to take certain actions after their groups have their eta failed to achieve the goals. Based on previous research, it was predicted would take that Korean managers, in contrast with the US managers, would take more responsibility for group failure. A field simulation more persona p methodology was used to test the hypothesized relationships. A simulated incident in a incident of group failure was presented to practicing managers in the subjects were asked Io indicate their behavioral questionnaire. Then intentions. A study of 165 managers suggested that there were cultural differences in managerial responses to group failure. As hypothesized, Korean managers were more likely to claim personal responsibility for group failure, relative to the US managers.
Journal of Population, 10 ( 2) 2004 : 79-88, 2004
JOPO-10-2-2004-79
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Rumman
Abstrak :

Terdapat beberapa dimensi budaya yang diteliti oleh Geert Hofstede untuk melihat budaya dari setAiap individu dalam memilih keputusan. Beberapa diantaranya adalah Individualism/Collectivism, Uncertainty Avoidance, dan Indulgence/Restraint. Penelitian ini menguji apakah ketiga budaya tersebut memengaruhi konsumen dalam mengadopsi bank Islam. Penelitian ini dilakukan dengan metode survey yang dapat mengumpulkan 406 responden dan diolah dengan menggunakan regresi berganda. Dari penelitian ini didapati bahwa semakin collectivism budaya akan cenderung mengadopsi bank Islam dibandingkan dengan budaya individualism dan uncertainty avoidance memiliki pengaruh adopsi bank Islam. Sedangkan budaya restraint/indulgence tidak terbukti berpengaruh terhadap adopsi bank Islam.


There are several cultural dimensions issued by Geert Hofstede to see the culture of each individual in making decisions. Some of these cultures are Individualism/Collectivism, Uncertainty Avoidance, and Indulgence/Restraints. This study discusses the three cultures that influence consumers in adopting Islamic banks. This research was conducted with a survey method that can be collected 406 respondents and processed using multiple regression. From this study it was found that the more a collection of cultures would increase Islamic banks compared to individualism culture and the avoidance of uncertainty had the effect of adopting Islamic banks. While the culture of arrest / indulgence is not proven against the adoption of Islamic banks.

Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia , 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arnoldus Vigara
Abstrak :
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana hubungan antara nilai budaya Individualisme ? Kolektivisme dan sikap terhadap perubahan yang terjadi pada karyawan PT. "Z" Cabang Medan. Individualisme ? Kolektivisme mengacu pada kepercayaan seseorang, apakah menjadi individu yang hanya memperhatikan diri sendiri dan keluarga dekat saja ataukah masuk pada kelompok kolektif yang memperhatikan satu sama lain dengan loyalitas tertentu. Sikap terhadap perubahan mengacu pada evaluasi individu dalam organisasi yang ditujukan pada suatu perubahan yang dihasilkan dari perasaan, nilai, atau kepercayaan dan diwujudkan dalam pernyataan, tindakan atau sebuah pertimbangan. Penelitian ini menggunakan 2 instrumen alat ukur, yakni adaptasi Value Survey Module (VSM) dari Hofstede (1980, 2005) dan alat ukur sikap terhadap perubahan, yang merupakan pengembangan dari survei yang dilakukan oleh Mangundjaya (2001). Analisis dari hasil penelitian menunjukkan beberapa kesimpulan, yang pertama adalah terdapat korelasi positif antara Individualisme ? Kolektivisme dan Sikap terhadap Perubahan pada seluruh responden penelitian, yang kedua adalah dari responden didapatkan gambaran bahwa PT. "Z" Cabang Medan mayoritas memiliki nilai budaya Individualis dan sikap yang cenderung menerima perubahan. Saran penting bagi perusahaan adalah perusahaan perlu memahami dan mempraktekkan manajemen perubahan dengan didasarkan pada pertimbangan konteks budaya, baik pada budaya Individualis maupun budaya Kolektivis.
This research aims to examine the correlation between individualism ? collectivism and Attitudes toward Changes among employees of PT. "Z" Belmera ? Medan Branch. Individualism reflects the belief that people are supposed to look after themselves and their immediate family, or that people belong to in-groups or collectives, which are supposed to look after them. Attitudes toward Changes refers to individual evaluation within an organization according to a change, that formed from feelings, values or beliefs and implemented in statements, actions or a considerations. This research is using two questionnaire, first is adaptation from Value Survey Module (VSM) from Hofstede (1980, 2005) and the second is instrument of attitudes toward change scale which is a development from a survey by Mangundjaya (2001). The results of the study show several conclusions. First, there is a positive correlation between individualism ? collectivism and Attitudes toward Changes among respondents. Second, research result shows that majority of PT. "Z" Branch Belmera ? Medan employees are categorized as individualist, and have a tendency having an acceptance attitude toward change. The results from this research implies on company while doing change management, which has to be aware of cultural context among employees.
Depok: Universitas Indonesia, 2008
152.4 VIG h
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Ahnlee Jang
Abstrak :
ABSTRAK
Interviews with 22 marriage-migrant women from China, Vietnam, Cambodia, and the Philippines revealed that power distance in conjunction with individualis/collectivism influence their conflict styles. Moreover, women were more likely to engage in compromising style with their spouses, obliging with their in-laws, and avoiding with their spouse and in-laws when they had emotionally given up on resolving the conflict outside the home with strangers and acquaintances. Though inconclusive, the findings suggest that women's educational level, work experiences and financial status influence their conflict style. While these were cultural and social factors that influence the participants conflict style, their goal, namely, providing a better life for their children, was also found to be a major drive in resolving conflicts and in the process they empowered themselves to out win (surmount) the conflicting situations rather than being compliant. Suggestions for future studies as well as a scale for Cambodia's power distance and individualism/collectivism are suggested.
Seoul: OMNES, 2018
350 OMNES 8:2 (2018)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Juliana Murniati
Abstrak :
Penelitian ini dimaksudkan untuk mengungkap struktur kognisi diri pada masyarakat di Indonesia. Minat terhadap studi ini beranjak dari temuan Hosfstede di tahun 70-an yang mengungkapkan bahwa budaya-budaya bervariasi menurut individualisme-kolektivisme (III); dengan mendasarkan pada bentuk hubungan individu dengan individu lain dalam suatu masyarakat: jika hubungan antar individu dalam masyarakat itu erat berarti budaya kolektivisme; sebaliknya jika renggang, berarti individualisme. Bentuk kehidupan demikian berimplikasi terhadap struktur kognisi diri individunya: budaya individualisme akan membentuk struktur kognisi diri yang berorientasi pada pilihan dan prestasi personal; sementara budaya kolektivisme akan membentuk struktur kognisi diri yang berorientasi pada pilihan dan prestasi kelompok tempat ia menjadi anggota. Studi-studi mengenai kognisi diri telah banyak dilakukan dalam budaya individualisme maupun. kolektivisme, namun bukan di Indonesia, yang diindikasikan kolektivisme. Sejauh yang peneliti ketahui, belum ada penelitian intensif berkenaan dengan kognisi diri yang dilaksanakan dalam lingkungan Indonesia. Penelitian ini berkiprah pada pandangan yang melihat self sebagai struktur kognisi. Hal ini berarti bahwa pembahasan akan beranjak dari pendekatan kognisi sosial, yakni kajian mengenai bagaimana individu memahami dirinya sendiri dan orang lain dalam situasi sosial. Struktur kognisi diri pada dasarnya adalah tampilan mental seseorang mengenai atribut-atribut pribadi, peran-peran sosial; pengalaman lampau, dan tujuan-tujuan mendatang. Penelitian ini berupaya mengungkap struktur kognisi diri pada budaya-budaya yang tergolong besar Indonesia, yakni Jawa, Sunda, Minang, dan Batak. Sampel penelitian terdiri dari siswa/i SMU dari empat suku bangsa itu, yaitu Jawa, Sunda, Minang, dan Batak, baik yang berdiam di daerah asal maupun yang berdiam di Jakarta sejak lahir, tetapi masih menggolongkan dirinya ke dalam salah satu dari keempat suku bangsa itu. Dalam penelitian ini, keempat suku bangsa yang berdiam di Jakarta dikategorikan sebagai golongan budaya tersendiri, yakni budaya Jakarta. Usaha ini ditempuh dengan Twenty Statements Test (TST) atau the I am technique, yang pada dasarnya merupakan instrumen bebas budaya untuk menggali kekayaan kognisi diri yang muncul secara spontan dan salient. Data-data kemudian diolah dengan menggunakan analisa multidimensional scaling (MDS), analisa kluster, dan analisa koresponden. Secara umum, hasil penelitian menunjukkan bahwa struktur kognisi diri masyarakat Indonesia berada pada kontinuum privat-kolektif, yang juga berarti bahwa Indonesia berada dalam dimensi individualisme-kolektivisme, dan agaknya tepat berada di ambang individualisme. Meskipun tampaknya sedang terjadi pergeseran menuju individualisme, namun nilai-nilai budaya tampaknya masih cukup mengakar dalam kehidupan masyarakatnya. Tentu saja, ini adalah kesimpulan yang masih sangat dini, sehingga penelitian-penelitian lanjutan harus dilakukan. Hasil analisa juga menunjukkan bahwa Jawa memiliki struktur kognisi diri publik, yang sangat concern dengan bagaimana orang lain menilai dirinya; Sunda cenderung ke struktur kognisi diri kolektif, yang mementingkan keanggotaan kelompok. Sementara Minang, Batak, dan Jakarta didekatkan satu sama lain oleh atribut-atribut psikologis yang menunjukkan struktur kognisi diri privat. Ketiga golongan budaya inilah yang tampaknya lebih condong pada individualisme. Tentu saja, kesimpulan ini masih dini, sehingga sangat diperlukan penelitian-penelitian lebih lanjut.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anna Mariani Kartasasmita
Abstrak :
Penelitian ini adalah upaya untuk menemukan pengaruh latar belakang budaya Individualisme-Kolektivisme, Self-construal dan Ideologi fender terhadap Gaya penanganan konjlik mendominasi, integrasi, menghindar dan mengalah. Satu set kuesioner telah dibagikan dan diisi oleh 272 orang partisipan yang tinggal di Jakarta, Depok, Bogor, Tanggerang dan Bekasi. Temuan dari penelitian ini adalah; 1). Individualisme terbukti mempengaruhi Gaya penanganan konflik Mendominasi secara signifikan sebesar 78%; 2). Kolektivisme terbukti mempengaruhi Gaya penanganan konflik Menghindar secara signifikan sebesar 55%; 3). Self-construal Independen terbukti mempengaruhi Gaya penanganan konflik Mendominasi secara signifikan sebesar 59% dan Gaya penanganan konflik Integrasi sebesar 47%; 4). Self-construal Interdependen terbukti mempengaruhi Gaya penanganan konflik Menghindar secara signifrkan sebesar 71%; 5). Ideologi fender terbukti mempengaruhi Gaya penanganan konflik Integrasi secara signifikan sebesar 38%; 6) Ideologi fender Tradisional tidak terbukti berpengaruh secara sign fkan terhadap Gaya penanganan konflik Menghindar dan Mengalah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa gaya penanganan konflik banyak dipengaruhi oleh self-construal. Saran bagi penelitian selanjutnya adalah mengenai latar belakang budaya dan situasi konflik nyata.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2007
T17834
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>