Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 8 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Annisa Rahma Hendarsula
"ABSTRAK
Ekstrak etanol umbi sarang semut Myrmecodia pendens dan Myrmecodia tuberosa telah diteliti memberikan efek imunostimulan, namun jenis yang banyak dipasarkan adalah Myrmecodia archboldiana Merr. & L.M. Perry. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah umbi sarang semut jenis Myrmecodia archboldiana juga memberikan efek imunostimulan. Penelitian ini menggunakan tikus jantan galur Sprague-Dawley berumur 3 bulan sebanyak 25 ekor dan dibagi secara acak menjadi 5 kelompok; kelompok kontrol negatif diberikan larutan koloidal CMC 0,5%, kelompok kontrol positif diberikan levamisol hidroklorida 10 mg/200 g bb, kelompok dosis I, II, dan III masing-masing diberikan ekstrak etanol umbi sarang semut 0,1962, 0,3924 dan 0,7848 g/200 g bb. Masing-masing kelompok diberikan bahan uji secara oral selama 14 hari. Pada hari ke-8, setiap tikus disuntikkan sel darah merah domba (SDMD) 5% secara intraperitoneal. Pada hari ke-15, setiap tikus diberikan SDMD 5% secara subplantar untuk uji hipersensitivitas tipe lambat, selain itu dihitung jumlah leukosit, limfosit, dan granulosit, dan bobot relatif limpa. Ekstrak etanol Myrmecodia archboldiana dosis 0,1962 g/200 g bb memiliki aktivitas imunostimulan berdasarkan peningkatan volume kaki jam ke-2 setara dengan levamisol hidroklorida pada uji hipersensitivitas tipe lambat, namun tidak meningkatkan jumlah leukosit, limfosit, granulosit dan bobot relatif limpa.

ABSTRACT
Ethanolic extracts of sarang semut tubers Myrmecodia pendens and Myrmecodia tuberosa had been research have immunostimulant?s effect, but Myrmecodia archboldiana Merr. & L.M. Perry is more commercially. The aims of this study was to determine immunostimulatory effects of Myrmecodia archboldiana. This study used 3-month-old male Sprague-Dawley rats with 25 rat and divided into 5 groups. Group negative control given colloidal solution CMC 0,5%, group positive control given levamisol hydrochloride 10 mg/200 g body weight (bw), group dose I, II, and III are given the ethanolic extract of Myrmecodia archboldiana at doses of 0,1962, 0,3924 and 0,7848 g/200 g bw. They were th administrated orally for 14 days. On day 8, every rat injected 5% sheep red blood th cells (SRBC) by intraperitoneal. On the 15day, each rat was given 5% SRBC by subplantar for delayed type hypersensitivity test and the number of leukocytes, lymphocytes, granulocytes, and relative spleen weights was calculated. Ethanolic extract of Myrmecodia archboldiana at dose 0,1962 gram/200 g bw has immunostimulant activity by increase in paw volume on hour-2 equivalent with levamisole hydrochloride on delayed type hypersensitivity test, but did not increase the number of leukocytes, lymphocytes, granulocytes and relative spleen weights. "
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2011
S362
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Tika Prameswari Hudono
"Latar belakang: Infeksi saluran napas akut (ISPA) merupakan salah satu penyakit yang mempunyai angka mortalitas dan morbiditas yang besar di dunia maupun di Indonesia. Kejadian ISPA pada balita biasanya berulang merupakan sumber masalah karena mempengaruhi fungsi paru secara negatif dan merupakan sumber penggunaan antibiotik tersering. Diperlukan suatu strategi untuk mengurangi angka kejadian ISPA berulang pada balita. Imunostimulan OM-85 BV telah banyak diteliti manfaatnya dalam mengurangi beban penyakit ISPA pada dewasa dan anak. Sampai saat ini belum ada penelitian mengenai peran penggunaan imunostimulan OM-85 BV untuk mengurangi angka kejadian ISPA pada balita di Indonesia.
Tujuan: Mengetahui pengaruh pemberian OM-85 BV terhadap angka kejadian ISPA dan kadar serum imunoglobulin A (IgA).
Metode: Studi uji klinis kuasi eksperimental di RS Cipto Mangunkusumo, dari Februari hingga November 2018, melibatkan 35 balita dengan riwayat ISPA berulang. Subjek diberikan OM-85 BV selama tiga bulan (10 hari per bulan). Pencatatan frekuensi ISPA dan rerata lama sakit dilakukan secara retrospektif sebelum terapi, dan secara prospektif selama enam bulan setelah terapi. Dilakukan juga pemeriksaan usap tenggorok dan kadar serum IgA sebelum dan sesudah terapi OM-85 BV.
Hasil: Pemberian OM-85 BV mengurangi angka kejadian ISPA pada balita sebanyak dua episode dalam enam bulan (p <0,05) dan mengurangi rerata lama sakit sebanyak satu hari (p <0,05). Terdapat peningkatan kadar serum IgA setelah pemberian OM-85 BV, namun tidak signifikan secara statistik (p =0,062).
Simpulan: Pemberian OM-85 BV dapat mengurangi angka kejadian ISPA dan rerata lama sakit pada balita, namun tidak meningkatkan kadar serum IgA secara bermakna.

Background: Acute respiratory tract infection (ARTI) is a disease with high mortality and morbidity in the world and in Indonesia. In children under five, ARTI is usually recurrent. It affects lung function negatively and is a source of frequent antibiotics use. A strategy is needed to reduce the incidence of recurrent ARTI in children under five years old. OM-85 BV is an immunostimulant that has been numerously studied in an effort to reduce the burden of ARTI in adults and children. Until now there has been no research using OM-85 BV evaluating its effect in reducing ARTI incidence in Indonesian children age five years and under.
Objective: Investigating the effect of OM-85 BV on the incidence of ARTI and serum level of immunoglobulin A (IgA) in children under five years old.
Methods: A quasi-experimental clinical trial was done at Cipto Mangunkusumo Hospital, from February to November 2018, involving 35 children under five with history of recurrent ARTI. Subjects were given OM-85 BV for three months (10 days per month). The frequency of ARTI and average duration of illness was recorded retrospectively before therapy, and prospectively for six months after therapy. Throat swabs culture and serum IgA level were measured before and after OM-85 BV therapy.
Results: The administration of OM-85 BV reduced the frequency of ARTI in subjects by two episodes in six months (p <0.05) and reduced the average duration of illness by one day (p <0.05). There was an increase in serum IgA level after OM-85 BV administration, but not statistically significant (p = 0.062).
Conclusion: Administration of OM-85 BV reduced the frequency of ARTI and decreased average duration of illness in children under five, but did not significantly increase serum IgA level.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T57769
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurul Azizah
"Propolis telah dikenal memiliki berbagai manfaat sebagai obat tradisional karena berperan dalam sistem kekebalan tubuh dan menstimulasi proliferasi limfosit sehingga disebut sebagai imunostimulan. Namun, pemanfaatan propolis sebagai zat aktif dalam berbagai sediaan masih terbatas karena keterbatasan penanganan sifat fisik yang kental, lengket, dan sulit larut dalam air. Salah satu solusi terhadap karakteristik propolis tersebut adalah dengan melakukan enkapsulasi. Enkapsulasi dapat mengatasi masalah kelarutan propolis, termasuk melindungi zat bioaktif. Beberapa penelitian telah mengkaji metode enkapsulasi propolis diantaranya menggunakan mikroenkapsulasi penyemprotan kering (spray drying) dengan berbagai penyalut termasuk maltodekstrin dan gum arab dan berhasil meningkatkan kelarutan serbuk propolis dalam air dingin dan meningkatkan fungsi propolis sebagai senyawa aktif dalam berbagai sediaan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengevaluasi aktivitas imunostimulan dari mikroenkapsulat propolis hasil spray drying yang berasal dari lebah Tetragonula sapiens terhadap sel limfosit manusia. Pada penelitian ini, sediaan mikroenkapsulat propolis serbuk dibuat dari ekstrak etanol propolis wax yang dienkapsulasi menggunakan penyalut maltodekstrin dan gum arab dengan metode penyemprotan kering (spray drying) yang divariasikan dengan 2 variasi kondisi operasi (SD). Mikroenkapsulat propolis wax kemudian telah diuji kadar total fenolik dan flavonoid, SEM dan aktivitas imunostimulannya terhadap proliferasi sel limfosit manusia yang diinduksi LPS secara invitro dengan dosis yang berbeda. Diketahui, mikroenkapsulasi dari kedua SD memiliki nilai kadar total fenolik dan flavonoid mikroenkapsulat propolis masing-masing 334,02 ± 3,08 mgGAE/g dan 21,79 ± 0,19 mgQE/g untuk SD 1, dan 158,26 ± 9,5 mgGAE/g dan 53,19 ± 1,18 mgQE/g untuk SD 2. Ukuran mikroenkapsulat propolis pada SD 1 adalah 0,7-7µm sedangkan pada SD 2 adalah 1- 4 µm. Penambahan mikroenkapsulat propolis SD 1 dengan semua dosis (3,125 - 200 µg/mL) dapat meningkatkan viabilitas sel limfosit yang telah diinduksi LPS. Sedangkan penambahan mikroenkapsulat propolis SD 2 yang meningkatkan viabilitas sel limfosit adalah dosis 12,5 - 200 µg/mL. Meskipun mikroenkapsulat SD 1 menunjukan aktivitas proliferasi sel limfosit lebih tinggi dibandingkan SD 2 karena kandungan total fenoliknya yang lebih tinggi, kedua mikroenkapsulat propolis serbuk menunjukan aktivitas imunostimulan yang baik secara invitro sehingga dapat mengatasi keterbatasan formulasi sediaan farmasi dan dapat dikembangkan sebagai obat tradisional imunostimulan.

Propolis has been known for its various benefits as traditional medicine. As an immunostimulant, it plays a role in the immune system and promotes the proliferation of lymphocyte. However, the use of propolis as an active ingredient is limited because of the restricted handling of its physical properties, which is hard, sticky, and difficult to dissolve in water. An alternative to handle propolis physical properties is encapsulation. Encapsulation can solve propolis solubility problems, including protecting bioactive substances. Several studies have suggested that propolis encapsulation methods could increase the solubility of propolis in cold water and enhance the function of propolis as an active compound with different results. The method includes spray-drying microencapsulation with various coaters, such as maltodextrin and gum arabic. The purpose of this study was to evaluate the immunostimulant activity of propolis microcapsules from spray drying derived from Tetragonula sapiens bees against human lymphocyte proliferation. In this study, the propolis microcapsules was prepared from wax propolis extract which was encapsulated using maltodextrin and gum arabic by spray drying method with 2 operating conditions (SD). The wax propolis microcapsules had been tested for total phenolic and flavonoid levels, SEM and their immunostimulant activity against LPS-induced human lymphocyte cell proliferation invitro at different doses. It was known that the propolis microcapsules of the two conditions have total phenolic and flavonoid levels of of 334.02 ± 3.08 mgGAE /g and 21.79 ± 0.19 mgQE / g for SD 1, and 158.26 ± 9.5 mgGAE / g and 53.19 ± 1.18 mgQE / g for SD 2. The size of propolis microcapsules of SD 1 is 0.7-7μm while 1-4 μm for SD 2. The addition of SD 1 proopolis microcapsules with all doses (3.125 - 200 μg/mL) could increase the viability of LPS-induced lymphocyte cells. Meanwhile, the addition of SD 2 propolis microencapsulates that increase lymphocyte cell viability was dose of 12.5 - 200 μg/mL. Although SD 1 propolis microcapsules showed higher lymphocyte proliferation activity than SD 2 due to its higher total phenolic content, both propolis microcapsules showed immunostimulant activity, hence it can overcome the limitations of pharmaceutical preparation formulations and can be developed as immunostimulant traditional medicine"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Achiro, Yaserita
"Stres pada manusia dapat mengakibatkan penurunan kemampuan dari sistem imun. Oleh karena itu dewasa ini dibutuhkan pengembangan dari senyawasenyawa berkhasiat imunostimulan. Telah dilakukan penelitian tentang efek imunostimulan dari sediaan teh kombinasi rosela (H. sabdariffa) dan Pegagan (C.asiatica) dengan metode Uji Bersihan Karbon. Sediaan teh kombinasi Rosela dan Pegagan dengan dosis 0,0078 g rosela/20gBB dan 0,0702 g pegagan /gBB tidak memiliki aktivitas imunostimulan dengan indeks fagositosis 1,209. Sediaan kombinasi rosela dan pegagan dengan dosis 0,0156 g rosela/20gBB dan 0,1404 g pegagan/20gBB memiliki aktivitas imunostimulan sedang dengan indeks fagositosis sebesar 1,416. Sediaan kombinasi rosela dan pegagan dengan dosis 0,0312 g rosela/20gBB dan 0,2808 g pegagan/20gBB memiliki aktivitas imunostimulan yang besar dengan nilai indeks fagositosis sebesar 1,665. Nilai ini lebih besar daripada nilai indeks fagositosis Zymosan, Rosela dan Pegagan yaitu secara berturut-turut 1,613; 1,314 dan 1,569. Dilakukan uji statistik pada seluruh sediaan uji dengan analisa ANOVA satu arah dan diperoleh nilai p < 0,05 pada pada seluruh sediaan uji bila dibandingkan dengan kontrol CMC-Na.

Stress at human will reduce the immune system capability. So that, nowadays immunostimulant is needed to be developed. It has been done research about immunostimulant activity of tea consist Rosella (H. sabdariffa) and Pegagan (C.asiatica) by measure phagocity index in Carbon Clearance Test at mice. Tea bag consist of 0.0078 rosella/20gBB and 0.0702 g pegagan/20gBB has no immunostimulant activity with phagocity index 1.209. Tea combination consist of 0.0156 g rosella/20gBB and 0.1404 g pegagan/20gBB has slight immunostimulant activity with phagocity index 1.416. Tea bag consist of 0.0312 g rosella/20gBB and 0.2808 g pegagan/20gBB has great immunostimulan activity with phagocity index 1.665. This activity is greater than Zymosan, Rosella and Pegagan alone with phagocity index 1.613; 1.314 and 1.569. One way ANOVA test showed that all of drug has immunostimulant activity greater than control with p < 0,05."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2010
S33091
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Nurina Prapurandina
"Jinten hitam (Nigella sativa L.) merupakan obat tradisional yang telah digunakan
untuk menyembuhkan berbagai macam penyakit sejak berabad-abad lalu dan
memiliki efek imunostimulan yang saat ini masih jarang diteliti. Tujuan penelitian
ini adalah untuk mengetahui efek yang dipersepsikan oleh pengguna, baik efek
imunostimulan maupun efek sampingnya serta hubungan antara frekuensi, dosis
perhari dan lama penggunaan dengan efek-efek perseptif tersebut. Penelitian ini
merupakan studi potong lintang dengan pengambilan data menggunakan
kuesioner yang diberikan pada pengunjung apotek di wilayah Jakarta selama
bulan Maret hingga Mei 2010. Teknik sampling yang digunakan adalah
convenience sampling. Hasilnya, dari 245 pengunjung yang bersedia mengisi
kuesioner, 38 orang menggunakan jinten hitam. Responden yang mengalami
peningkatan daya tahan tubuh ialah sebesar 84,2%, dan 15,8% responden yang
tidak mendapatkan efek apapun. Sebesar 78,9% pengguna tidak merasakan efek
samping. Selain itu tidak terdapat hubungan antara frekuensi, dosis penggunaan
perhari, dan lama penggunaan baik dengan efek imunostimulan maupun dengan
efek samping perseptif. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa secara
perseptif pemakaian jinten hitam sebagai imunostimulan dapat menimbulkan efek
imunostimulan bagi para pengguna. Efek tersebut tidak dipengaruhi oleh
perbedaan frekuensi, dosis, dan lama penggunaan produk."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2010
S33171
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Dwitya Andarwati
"Rosella (Hibiscus sabdariffa) dan pegagan (Centella asiatica) telah dilaporkan memiliki potensi untuk merangsang sistem imun. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui aktivitas imunostimulan sediaan teh kombinasi kaliks rosella dan herba pegagan dengan perbandingan 1:9 dengan metode hipersensitivitas tipe lambat/DTH dan hitung jumlah sel limfosit limpa. Masing-masing metode menggunakan 32 ekor mencit ddY yang dibagi ke dalam 8 kelompok. Kelompok 1 diberi kontrol CMC 0,5%, kelompok 2 diberi pembanding levamisol 0,45 mg/0,7 ml/20g bb, kelompok 3 diberi pembanding sediaan cair herbal X 0,52 ml/20g bb, kelompok 4 diberi dosis I rosella dan pegagan sebanyak (7,8 mg + 70,2 mg)/20g bb, kelompok 5 diberi dosis II rosella dan pegagan sebanyak (5,16 mg + 140,4 mg)/20g bb, kelompok 6 diberi dosis III rosella dan pegagan sebanyak (31,2 mg + 280,8)/20g bb, kelompok 7 diberi rosella sebanyak 7,8 mg/20g bb dan kelompok 8 diberi pegagan sebanyak 70,2 mg/20g bb. Pada hari ke-0, setiap mencit diimunisasi dengan 0,1 ml sel darah merah domba (SDMD) 2% secara intraperitonial, kemudian diberi perlakuan selama 7 hari. Pada hari ke-8, setiap mencit diimunisasi kedua dengan 0,1 ml SDMD 2% secara subplantar untuk uji DTH dan secara intraperitonial untuk uji limfosit. Ketebalan kaki mencit diukur dengan menggunakan ?Vernier caliper?, sedangkan jumlah sel limfosit dihitung menggunakan hemositometer dengan pewarna trypan blue. Sediaan teh kombinasi dosis III dapat meningkatkan jumlah sel limfosit dan aktivitas DTH, namun peningkatannya tidak berbeda bermakna dibandingkan dengan kontrol (p>0,05)."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2010
S33084
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Nancy Raissa
"Ekstrak meniran dan jinten hitam telah lama digunakan sebagai imunostimulan tunggal. Sedangkan kombinasi kedua ekstrak tersebut belum pernah digunakan sebagai imunostimulan. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui efek imunostimulan dari kombinasi ekstrak meniran dan jinten hitam dibandingkan dengan efek imunostimulan dari ekstrak tunggal. Penelitian dilakukan dengan Rancangan Acak Lengkap menggunakan 24 ekor tikus putih jantan galur Sprague-Dawley yang terbagi dalam 6 kelompok. Larutan uji dalam bentuk suspensi diberikan secara per oral. Kelompok 1 merupakan kelompok kontrol. Kelompok 2 diberikan suspensi ekstrak meniran dosis tunggal (27 mg per hewan uji). Kelompok 3 diberikan suspensi ekstrak jinten hitam (10 mg per hewan uji). Kelompok 4 diberikan suspensi kombinasi (13,5 mg ekstrak meniran dan 5 mg ekstrak jinten hitam per hewan uji). Kelompok 5 diberikan suspensi kombinasi 2 (6,75 mg ekstrak meniran dan 7,5 mg ekstrak jinten hitam per hewan uji). Kelompok 6 diberikan suspensi kombinasi 3 (21 mg ekstrak meniran dan 2,5 mg ekstrak jinten hitam per hewan uji). Aktivitas imunostimulan diukur dengan uji hipersensitivitas tipe lambat.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa semua variasi dosis kombinasi ekstrak meniran dan jinten hitam memiliki aktivitas imunostimulan. Dosis kombinasi lainnya maupun ekstrak dalam dosis tunggal. Dosis kombinasi 3 memiliki aktivitas imunostimulan yang lebih kuat daripada dosis kombinasi 1 dan dosis ekstrak tunggal. Aktivitas imunostimulan dari dosis kombinasi 1 dan dosis ekstrak tunggal tidak memiliki perbedaan yang bermakna."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2011
S1096
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Azmi Syafanah Nur Hasna
"Sungkai (Peronema canescens Jack.) merupakan salah satu tanaman yang banyak digunakan sebagai tanaman obat tradisional oleh masyarakat. Secara geografis, sungkai tersebar di kawasan Malaysia, Sumatera, Kalimantan, Banten, dan Jawa Barat. Senyawaan yang terdapat pada daun sungkai diduga dapat mengaktifkan sistem pertahanan tubuh sehingga respon imunitas tubuh terhadap penyakit menjadi lebih meningkat. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis metabolom ekstrak daun sungkai dari wilayah Lampung, Banten, dan Jawa Barat, serta memprediksi bioaktivitas senyawa ekstrak daun sungkai sebagai imunostimulan melalui simulasi molekuler. Analisis profil metabolit dengan LC-MS dan analisis multivariat dengan PLS-DA digunakan untuk mengetahui profil metabolit sampel daun sungkai dan mendapatkan gambaran adanya pengelompokan atau pemisahan sampel daun sungkai. Simulasi molekuler terdiri dari analisis jejaring farmakologi, molecular docking, dan molecular dynamics untuk mengidentifikasi interaksi senyawa aktif daun sungkai dengan protein target imunostimulan. Analisis metabolomik ekstrak daun sungkai mengidentifikasi senyawa penanda utama pada semua sampel dari wilayah Lampung, Banten, dan Jawa Barat, yaitu Peronemin A3, Peronemin B1, dan Peronemin B3. Berdasarkan analisis jejaring farmakologi dan uji molecular docking in silico, ketiga senyawa tersebut berpotensi sebagai agen imunostimulan karena berinteraksi dengan protein target dan memiliki nilai energi bebas pengikatan yang lebih kecil dibandingkan ligand alami pada reseptor IL6 dan PPARG. Analisis metabolomik juga mengidentifikasi senyawa penanda spesifik yang berperan dalam memberikan informasi untuk membedakan asal geografis sampel. Sampel dari wilayah Lampung memiliki senyawa penanda flavonoid, sampel dari wilayah Jawa Barat memiliki senyawa penanda triterpenoid, sedangkan sampel dari wilayah Banten tidak memiliki senyawa penanda. Senyawa aktif daun sungkai yang menjadi penanda untuk wilayah Lampung yaitu 5,7-Dihydroxy-4',6-dimethoxyflavone atau pectolinarigenin, sedangkan senyawa aktif daun sungkai yang menjadi penanda untuk wilayah Jawa Barat yaitu (22E,24R)-Stigmasta-4,22,25-trien-3-one. Kedua senyawa penanda tersebut memiliki potensi sebagai agen imunostimulan karena berinteraksi dengan protein target dan memiliki nilai energi bebas pengikatan yang sedikit lebih kecil dibandingkan ligand alami pada reseptor IL6 dan PPARG berdasarkan analisis jejaring farmakologi dan uji molecular docking in silico. Penelitian ini menunjukkan bahwa kajian metabolomik yang dipadupadankan dengan simulasi molekuler berhasil mengungkap potensi daun sungkai sebagai kandidat produk alami, terutama agen imunostimulan

Sungkai (Peronema canescens Jack.) belonging to the Lamiaceae family, is one of the widely used medicinal plants by the community. Geographically, sungkai is distributed in the regions of Malaysia, Sumatra, Kalimantan, Banten, and West Java. The compounds found in sungkai leaves are speculated to activate the body's defense system, thus potentially enhancing the immune response to diseases. This study aims to analyze the metabolome of Sungkai leaf extracts from the regions of Lampung, Banten, and West Java, and to predict the bioactivity of the compounds in the Sungkai leaf extract as immunostimulants through molecular simulations. Metabolite profiling using LC-MS and multivariate analysis with PLS-DA were conducted to determine the metabolite profile of Sungkai leaf samples and to explore the potential grouping or segregation among the samples. Molecular simulations consists of network pharmacology analysis, molecular docking, and molecular dynamics to identify the interactions of active compounds in sungkai leaves with potential target proteins involved in immunostimulant activity. Metabolomic analysis of sungkai leaf extract identifies key marker compounds in all samples from the regions of Lampung, Banten, and West Java, namely Peronemin A3, Peronemin B3, and Peronemin B1. Based on network pharmacology analysis and in silico molecular docking tests, these three compounds have potential as immunostimulant agents due to their interaction with target proteins and lower free binding energy values compared to native ligands on IL6 and PPARG receptors. Metabolomic analysis also identified specific marker compounds that provide information to distinguish the geographical origin of the samples. Samples from the Lampung region contain flavonoid marker compounds, samples from the West Java region contain triterpenoid marker compounds, while samples from the Banten region do not have marker compounds. The active compound in sungkai leaves that serves as a marker for the Lampung region is 5,7-Dihydroxy-4',6-dimethoxyflavone or pectolinarigenin, while the active compound in sungkai leaves that serves as a marker for the West Java region is (22E,24R)-Stigmasta-4,22,25-trien-3-one. Both marker compounds have potential as immunostimulant agents because they interact with target proteins and have slightly lower free binding energy values compared to native ligands on IL6 and PPARG receptors based on network pharmacology analysis and in silico molecular docking tests. This study demonstrates that the combination of metabolomic profiling with molecular simulations successfully reveals the potential of sungkai leaves as candidates for natural products, especially immunostimulant agents."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library