Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 51 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Mak, Tak W.
Amsterdam: Elsevier, 2011
616.079 MAK p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Mazo, Ellen
Amerika: Rodale, 2002
616.079 MAZ i
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Dhiya Athaullah Nurfateen Ashadi
Abstrak :
Latar belakang: Kanker Serviks merupakan Kanker kedua paling sering yang terjadi pada Perempuan. Kanker ini kebanyakan disebabkan oleh Virus HPV 16 dan 18. Beberapa tata laksana diberikan kepada pasien seperti kemoterapi dan radioterapi. Namun terdapat efek samping yang sangat besar terhadap pasien. Salah satu terapi yang menjanjikan adalah menggunakan vaksin kuratif yang menggunakan sebagian dari epitop E267 HPV dengan protein sPD-1. Tujuan: Mendapatkan plasmid mengandung potongan DNA penyandi sPD1 dan E267 HPV yang digunakan dalam konstruksi plasmid pengekspresi Antigen Fusi PD1-E267 Metode: Sekuens asam amino sPD-1 diperoleh dari situs Uniprot ® dan bagian yang akan digunakan untuk membentuk gen sPD1 dipilih berdasarkan bagian yang akan berinteraksi dengan PDL1. Gen sPD1 kemudian dibentuk menggunakan perangkat lunak bioinformatika. Gen sPD1 yang sudah dibentuk kemudian disintesis dengan penyedia jasa sintesis nukleotida dan didapat dalam bentuk Klona Plasmid. Gen E267 sudah tersedia dalam plasmid di Laboratorium PRVKP FKUI-RSCM. Kedua plasmid kemudian diamplifikasi menggunakan metode lisis bakteri dan adsorbsi pada silika (miniprep, Qiaprep). Hasil amplifikasi dianalisis dengan menggunakan Elektroforesis Agarosa Hasil: Didapatkan Susunan asam amino sPD1 untuk perancangan protein fusi sPD1-E267, nukleotida yang optimum diekspresikan di E.Coli, dan DNA Plasmid yang mengandung DNA sPD1 dan E267 Simpulan: Plasmid pengekspresi antigen sPD1 dan E267 sudah didapatkan
Background:.Cervical cancer is the second most common cancer found in women. This cancer is caused mostly by infection of HPV strain 16 and 18. Treatment for this cancer is available like radiotherapy and chemotherapy. But unfortunately, these treatments have a lot of adverse effect for the patient. One of the more promising treatments for the cervical cancer e.c. HPV is the Currative Vaccine. Combining between the epitope of HPV 16 E267 and sPD1 Protein Outcome: Obtaining plasmids containing DNA inserts of sPD1 and E267 that will be used in construction of plasmid DNA for expression of sPD1-E267 fusion protein. Methodology: The sPD1 gene was obtained from Uniprot ® Website and the region to be used for construction of the fusion protein was chosen based on its interaction with the PDL1. The sPD1 gene was designed using bioinformatics software and The Finished sPD1 gene was synthesized by a service provider of nucleic acid synthesis and obtained as a plasmid clone. The E267 gene was available as a plasmid clone at the PRVKP FKUI-RSCM laboratory. Both plasmids were amplified in bacteria using the method of genetic isolation using bacterial lysis and adsorption onto silica (miniprep, Qiaprep). The results were analyzed using Agarose Electrophoresis Results: The amino acid sequence of sPD1 which will be used as the constructive block for fusion protein sPD1-E267, The nucleotide sequence of sPD1 which is optimized for E.Coli, and the plasmid which contain sPD1 and E267 is obtained Conclusion : Plasmid which contains sPD1 and E267 gene is already obtained
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Moule, Terry
London: Kyle Cathie , 2000
616.994 MOU c
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Washington, D.C: American Public Health Association, 2015
616.97 CON
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Chichester: John Wiley & Sons, 1978
571.96 CEL
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Harmein Harun
Abstrak :
Imunisasi merupakan salah satu upaya kesehatan yang dilakukan untuk menurunkan angka kematian bayi, diantaranya adalah imunisasi DPT. Terdapat dua komponen pelaksanaannya yaitu komponen statik dan komponen dinamik. Komponen statik adalah pelayanan imunisasi di Puskesmas, Rumah Sakit dan praktek dokter. Seharusnya semua bayi/anak sasaran imunisasi yang berkunjung ke Puskesmas memperoleh imunisasi yang sesuai. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian missed opportunities (kesempatan yang tidak dimanfaatkan) imunisasi DPT di Puskesmas Kecamatan Bogor Barat. penelitian ini merupakan penelitian analitik yang mengamati kejadian "missed opportunities" imunisasi. DPT dan kemudian mencatat berbagai faktor yang diperkirakan mempengaruhinya. Hasil penelitian ini, memperlihatkan kejadian "missed opportunities" imunisasi DPT sebesar 78 % di Puskesrnas Kecamatan Bogor Barat. Dengan menggunakan analisis regresi linier berganda biner dan/atau regresi logistik linier dapat dibuktikan adanya pengaruh beberapa faktor terhadap kejadian "missed opportunities" imunisasi DPT. Yang pertama adalah Hari Kedatangan Bayi/Anak ke Puskesmas, bila seorang bayi/anak datang bukan pada hari pelayanan imunisasi selalu mengalami kejadian "missed opportunities" tersebut. Kedua, Sifat Kedatangan ke Puskesmas, seorang bayi/anak yang dibawa ibunya ke Puskesmas bukan dengan maksud memperoleh imunisasi akan mempunyai risiko untuk mengalami "missed opportunities" 18 kali lebih besar bila dibandingkan dengan yang datang untuk memperoleh imunisasi. Ketiga, Unit Yang Memberikan Pelayanan Kesehatan, seorang bayi/anak yang dibawa ibunya ke Puskesmas dan dilayani bukan oleh unit K.I.A. akan mempunyai risiko untuk mengalami "missed opportunities" 21 kali lebih besar bila dibandingkan dengan yang dilayani oleh unit K.I.A. Keempat, adalah Faktor Pengalaman Petugas Bertugas di K.I.A., seorang bayi/anak yang dibawa ibunya ke Puskesmas dan dilayani bukan oleh petugas yang berpengalarnan bertugas di K. I. A. akan mempunyai risiko untuk mengalami "missed opportunities" 28 kali lebih besar bila dibandingkan dengan yang dilayani oleh petugas yang mempunyai pengalaman bertugas di K. I. A. Selanjutnya disarankan agar setiap petugas Puskesmas yang rnernberikan pelayanan kesehatan kepada bayi/anak berumur 3-14 bulan untuk selalu menetapkan status imunisasi mereka. Dan perlu dipikirkan suatu mekanisme untuk itu, antara lain dengan memberikan tanda peringatan tertentu pada kartu rawat jalan bayi/anak tersebut, atau dengan menempelkan tanda tertentu (stiker) pada meja tulis atau di dinding dekat tempat tidur periksa. Perlu pula disarankan agar informasi tentang hari pelayanan imunisasi di Puskesmas disampaikan kepada masyarakat secara jelas. Saran lain yang memerlukan pertimbangan yang lebih mendalam adalah penambahan frekuensi hari pelayanan imunisasi serta arus pelayanan kesehatan bagi bayi/anak berumur 3-14 bulan harus melalui unit K.I.A.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 1988
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Titi Sekarindah
Abstrak :
ABSTRAK Ruang Lingkup dan Cara Penelitian : Penyakit tuberkulosis paru masih merupakan masalah di negara berkembang termasuk Indonesia. Tuberkulosis menduduki urutan ke 2 sebagai penyebab kematian menurut hasil survey nasional 1992. Dari kepustakaan diketahui bahwa pada penderita tuberkulosis didapati kelainan imunitas seluler, sehingga untuk penyembuhan penyakit tuberkulosis diperlukan pengaktifan sistem imun testa imunitas seluler. Vitamin A sudah lama dikenal sebagai imunomodulator. Dari penelitian terdahulu pemberian retinoid dapat meningkatkan respon imun seluler antara lain kenaikan sel T penolong dan T penolong/supresor. Pada penelitian ini diharapkan pemberian vitamin A sejumlah 2x 200000IU pada penderita TB paru dengan OAT dapat meningkatkan imunitas seluler. Tujuan penelitian ini adalah menilai pengaruh pemberian vitamin A pada penderita tuberkulosis paru yang sedang mendapat OAT terhadap jumlah limfosit total, limfosit T total, sub populasi limfosit T, kadar retinol plasma, dan keadaan klink penderita. Vitamin A 200.000 IU diberikan pada awal penelitian dan setelah 4 minggu. Penelitan dilakukan secara uji klinik tersamar ganda pada 40 penderita TB paru. Penderita dibagi dalam 2 kelompok masing-masing 20 orang yang diberi vitamin A dan placebo. Pada akhir penelitian yaitu setelah 8 minggu, ada 5 orang drop out. Hasil dan kesimpulan : Dari 40 orang peserta penelitian 10% kadar retinol plasma rendah (<20pg/dl), 30%normal, rendah(20-30pg/d.l), 60% normal. Pada pemeriksaan imunitas seluler 53,85% ada gangguan dan 46,15% normal. Nilai rata rata hitung (X) retinal plasma kelompok placebo dan perlakuan sebelum pemberian vit. .A/placebo berturut-turut adalah 30,24 ± 7,51 µg/dl dan 30,82 ±7,31 µg/dl. Setelah pemberian adalah 36,85 ± 9,74 µg/dl dan 38,02 ± 8,29 µg/dl. Pada uji t berpasangan dari kelompok perbkkan kenaikannya bermakna (pABSTRACT Scope and Method of Study : Pulmonary tuberculosis is still a major health problem in the developing countries including Indonesia. Tuberculosis is number 2 as cause of death (National Survey's data, 1992). According to literature study tuberculosis patients are suffering from an immune defect. To recover from the disease the immune response especially the cellular immune response needs to be activated, because mycobacterium TB are living intracellular. Vitamin A is known as an immunomodulator. From earlier research it is known that retinoid could enhance cellular immune response, ie. increasing T helper cells and the ratio Thelperffsupresor. The hypothesis is that supplementation of vitamin A 2x2000001U to pulmonary TB patients could increase the cellular immunity. The aim of this study was to asses the vitamin A supplementation on the immune?s profile of pulmonary TB patient who are on oral anti tuberculosis treatment. Plasma retinot, nutrients intake, BMI, clinical findings were examined. Vitamin A 200.000M was given twice, in the beginning of the study and after 4 weeks. The design of the study was a randomized double blind clinical trial. Forty patients were selected and divided into 2 groups, a placebo and treatment (vitamin A) group. At the end of the study (after the 8th week), 5 patients dropped out. Findings and Conclusions : Among 40 patients 10% showed plasma ret noK20 p g/dl), 30% normal low (20-30pgldl) and 60% normal. (03011g041). The cellular immunity was 53,85% abnormal and 46,15% normal The means (X) of plasma retinol of the placebo and study group before supplementation were 30.24 ± 7,51 µg/dl and 30.82 ± 7.31µg/dl respectively; after supplementation 36.85±9.74µg/dl and 38.02 ± 8.29µgldl respectively. Statistical analysis using paired t test showed that the study group was increasing s' 0,05), however there was no Significant difference between the 2 groups. The mean (X) of total lymphocyte before supplementation of the placebo and study group were 22.61 ± 6.51% and 22.63 ± 8,62%; after supplementation 38.09 ± 19.91% and 35.20 + 10.71%. Both were increasing significant; however there was no significant difference between the 2 groups. The T lymphocyte, T helper and ratio Thelper CT supresor were decreasing. T helper more in the placebo group 5.75% 2.29% but there was no significant difference. This study concluded that although vitamin A supplementation 2 X 200.000 IU could increase the plasma retinol but could not yet improve the immune response and clinical status significantly.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Liyona Rifani
Abstrak :
Diffuse large B-cell lymphoma (DLBCL) merupakan limfoma jenis sel B tersering pada kasus limfoma non-Hodgkin dan bersifat agresif, sehingga dibutuhkan diagnosis dan terapi yang cepat dan tepat. Terdapat beberapa kriteria prognosis untuk pasien DLBCL salah satunya klasifikasi Hans. Berdasarkan klasifikasi Hans, DLBCL dibagi menjadi subtipe Germinal Center B-cell-like (GCB) dan Non-Germinal Center B-cell-like (non-GCB). Beberapa pasien tidak menunjukkan respons yang baik terhadap terapi kombinasi dengan rituximab (R-CHOP). Para peneliti sedang mencari pengobatan terbaru DLBCL yang sulit diobati atau sering kambuh. Salah satunya menggunakan imunoterapi anti-CTLA-4. Penelitian ini bertujuan untuk menilai ekspresi CTLA-4 pada DLBCL subtipe GCB dan non-GCB. Penelitian retrospektif analitik ini menggunakan 50 sampel blok parafin yang sebelumnya telah didiagnosis sebagai DLBCL subtipe GCB dan non-GCB yang tercatat di arsip Departeman Patologi Anatomik FKUI/RSCM. Rerata ekspresi CTLA-4 pada DLBCL ditemukan lebih banyak pada subtipe non-GCB (61,66 sel/lapang pandang besar) dibandingkan subtipe GCB (40,5 sel/lapang pandang besar) (p=0,076). Rerata ekspresi CTLA-4 lebih tinggi pada kelompok usia £ 60 tahun, perempuan, stadium penyakit III-IV, dan keterlibatan >1 lokasi ekstranodal. Rerata ekspresi CTLA-4 lebih tinggi pada kelompok skor IPI rendah (0-2) dibandingkan skor IPI tinggi (3-5). Tidak ditemukan perbedaan ekspresi CTLA-4 yang bermakna pada DLBCL subtipe GCB dan non-GCB, meskipun terdapat tren rerata ekspresi CTLA-4 yang lebih tinggi pada kelompok non-GCB. ......Diffuse large B-cell lymphoma (DLBCL) is the most common type of B-cell non-Hodgkin's lymphoma and is aggressive in nature, so prompt and appropriate diagnosis and treatment are needed. There are several prognostic criteria for DLBCL patients, one of which is the Hans classification. Based on Hans classification, DLBCL is divided into Germinal Center B-cell-like (GCB) and Non-Germinal Center B-cell-like (non-GCB) subtypes. Some patients do not respond well to combination therapy with rituximab (R-CHOP). Researchers are looking for new treatments for DLBCL that is difficult to treat or recurs frequently. One of them uses anti-CTLA-4 immunotherapy. This study aimed to assess the expression of CTLA-4 in GCB and non-GCB DLBCL subtypes. This analytic retrospective study used 50 samples of paraffin blocks previously diagnosed as GCB and non-GCB subtype DLBCL recorded in the archives of the Department of Anatomic Pathology FKUI/RSCM. The average CTLA-4 expression in DLBCL was found to be higher in the non-GCB subtype (61.66 cells/high power field) than the GCB subtype (40.5 cells/high power field) (p=0.076). The average CTLA-4 expression was higher in the age group 60 years, women, stage III-IV disease, and involvement of >1 extranodal site. The average CTLA-4 expression was higher in the low IPI score group (0-2) than in the high IPI score group (3-5). There was no significant difference in CTLA-4 expression in GCB and non-GCB DLBCL subtypes, although there was a trend of higher mean CTLA-4 expression in the non-GCB group.
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
San Diego, Calif: Academic Press, 1993
616.96 PAR
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6   >>