Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
Yoga Eka Wirawan
"
ABSTRAKArtikel ini membahas konstruksi identitas imigran Maroko di Prancis dalam kesusastraan Frankofon. Kesusastraan Frankofon biasanya mengangkat masalah sosial yang terjadi di masyarakat. Salah satu isu sosial yang terjadi adalah identitas. Hal ini juga diangkat dalam cerpen Le P re No l N rsquo;est Pas Musulman karya Tahar Ben Jelloun. Dalam karyanya ini, Ben Jelloun menceritakan mengenai kehidupan imigran Maroko yang mendapatkan dua pengaruh budaya dalam konstruksi identitas mereka di Prancis. Metode yang akan digunakan dalam analisis adalah metode kualitatif. Dengan metode ini, penulis akan melakukan analisis secara fokus dan mendalam dengan menggunakan pendekatan struktural dan semiotik. Analisis teks ini memperlihatkan konstruksi identitas anak-anak imigran Maroko di Prancis yang dipengaruhi oleh budaya Maroko dan Prancis berdampak pada hubungan mereka dengan ayahnya.
ABSTRACTThis article discusses the construction of the immigrant identity of Moroccan in France in francophone rsquo s literature. One of the social problems that often occurred is the identity of immigrant in the french society. This theme is also brought up in the short story Le P re No l N rsquo est Pas Musulman by Tahar Ben Jelloun. Ben Jelloun tells that the intersection of two different cultures in Moroccan immigrants affects their concept of identity in France. This article uses the structural and semiotic approach of qualitative method to analyze this case. The analysis reveals the identity construction that occurs in children of Moroccan immigrants in France as influenced by both Moroccan and French culture, differentiate them with their elders, in this case father."
Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2018
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja Universitas Indonesia Library
Khairana Hanifa Irliana
"Prancis merupakan salah satu negara multikultural atau negara dengan identitas nasional yang berasal dari keragaman dan kemajemukan. Salah satu film yang mengangkat multikulturalisme Prancis adalah film Samba (2014) karya Olivier Nakache dan Éric Toledano. Film ini menggambarkan perjuangan hidup imigran yang telah menetap selama 10 tahun di Prancis secara tiba-tiba mendapatkan status imigran ilegal. Permasalahan imigran yang pada saat itu menjadi permasalahan genting menimbulkan sebuah bentuk kekuasaan secara sepihak oleh kelompok kulit putih. Berdasarkan pemaparan tersebut, penelitian ini bertujuan untuk memperlihatkan rasionalisasi hegemoni kulit putih terhadap imigran di Prancis dimunculkan dalam film. Penelitian ini akan menggunakan metode kualitatif, dengan bantuan teori Boggs dan Petrie (2008) untuk memahami unsur dramatik dan sinematografis film, dan teori hegemoni Gramsci (2013) beserta konsep white hegemony Edwards (2008). Hasil penelitian menunjukkan bahwa hegemoni kulit putih muncul pada tokoh Samba melalui penyebaran ideologi yang telah diinternalisasi oleh pihak penguasa. Tokoh Samba sebagai pihak yang berhasil dikuasai memercayai dan meyakini bahwa ide-ide tersebut merupakan suatu hal yang benar dan wajar. Hegemoni yang dialami tokoh Samba membuatnya mengalami konformitas atau perubahan sikap dan tingkah laku untuk menyesuaikan diri dengan nilai, aturan dan norma kelompok kulit putih.
France is one of a multicultural country or a country with a national identity that comes from diversity and pluralism. One of the films that elevates France multiculturalism is the film Samba (2014) by Olivier Nakache and Éric Toledano. This film depicts the life struggle of immigrants who have lived for 10 years in France suddenly get illegal immigrant status. At that time, the problem of immigrants became a critical problem that inflict a form of unilateral power by the white group. Based on this explanation this study aims to show the rationalization of white hegemony against immigrants in France that appears in the film. This research will use a qualitative method, with the help of Boggs and Petrie (2008) theory to understand the dramatic and cinematographic elements of the film, and Gramsci's (2013) hegemony theory along with the concept of white hegemony by Edwards (2008). The results show that white hegemony appears in the character of Samba through the spread of ideology that has been internalized by the white group. Samba as the party who was successfully mastered believed and assured that these ideas were something that was right and rational. The hegemony experienced by Samba makes him experience conformity or changes in attitudes and behavior to adjust to the values, rules and norms of the white group."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir Universitas Indonesia Library
Afilia Tri Hanjani
"Artikel ini bertujuan untuk mengetahui tingkat xenofobia dari tahun 2012 hingga 2018, pada masa Pemerintahan dua Presiden yaitu François Hollande dan Emmanuel Macron. Pada masa pemerintahan presiden François Hollande banyak terjadi peristiwa terorisme di Prancis yang telah diklaim dilakukan oleh jihadist Islam diluar Prancis, membuat banyak masyarakat Prancis merasa khawatir dan takut kepada imigran. Pada masa pemerintahan Presiden Emmanuel Macron juga terjadi krisis ekonomi, sehingga membuat rakyat Prancis merasa adanya persaingan antara warga lokal dan warga pendatang. Karakteristik kebijakan dari kedua masa pemerintahan berdampak terhadap tingkat toleransi dan juga aksi rasisme yang terjadi di Prancis. Dengan menggunakan metode kualitatif dan teknik studi kepustakaan, penelitian ini mendeskripsikan kebijakan François Hollande dan Emmanuel Macron, dengan kondisi sosial politik pada dua masa yang bertentangan dengan ideologi politik kedua pemerintahan dan sikap terhadap fenomena xenofobia. Di samping itu, solusi yang dibentuk oleh kedua presiden juga dipengaruhi oleh kepada siapa kebijakan-kebijakan tersebut tertuju, yaitu keturunan imigran yang tinggal di Prancis. Maka diketahui, pada masa pemerintahan Emmanuel Macron kehidupan kedua pihak antara masyarakat Prancis dan masyarakat pendatang lebih baik dibandingkan dengan masa pemerintahan François Hollande karena tingkat xenofobia terlihat lebih rendah.
This article aims to determine the level of xenophobia from 2012 to 2018, during the reigns of two Presidents François Hollande and Emmanuel Macron. During the reign of President François Hollande, there were many incidents of terrorism in France which had been claimed by Islamic jihadists outside France, making many French people feel worried and afraid of immigrants. During the reign of President Emmanuel Macron, there was also an economic crisis, which made the French people feel that there was competition between local residents and immigrants. The characteristics of the policies of the two reigns had an impact on the level of tolerance and also the acts of racism that occurred in France. By using qualitative methods and literature study techniques, this study describes the policies of François Hollande and Emmanuel Macron, with the socio-political conditions at two times which contradicted the political ideologies of the two governments and attitudes towards the xenophobic phenomenon. In addition, the solution formed by the two presidents is also influenced by who the policies are aimed at, namely the descendants of immigrants living in France. Thus, it is known that during the reign of Emmanuel Macron, life between the French and immigrant communities was better than during the reign of François Hollande because the level of xenophobia was seen to be lower."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2021
TA-pdf
UI - Tugas Akhir Universitas Indonesia Library